“Mama!” Dhira begitu senang bisa melihat Renata lagi. Dia bahkan sampai berlari menghampiri Renata yang baru saja keluar dari lift. Dhira dan Dharu diantar orang kepercayaan Evan. Terpaksa mengungsikan keduanya untuk menghindari kejadian yang tidak terduga. Renata pun sangat senang melihat Dhira dan Dharu. Keduanya diantar ke perusahaan karena Renata bekerja. Dhira berlari dengan cepat, lantas melompat ke pelukan Renata. “Anak mama. Mama kangen,” ucap Renata sambil memeluk Dhira. “Dhira juga kangen,” balas Dhira. Renata memandang ke Dharu, lantas menghampiri putranya yang duduk bersama orang suruhan Evan. “Terima kasih sudah mengantar mereka,” ucap Renata ke pria seumuran suaminya itu. “Sama-sama, Bu. Karena saya juga ada acara mengecek proyek di luar kota yang kebetulan searah, jadi Pak Evan memasrahkan mereka kepada saya,” balas pria itu. Renata mengangguk-angguk paham. Evan sudah memberitahu tentang masalah yang terjadi, hingga harus mengirim Dhira dan Dharu ke tempat Rena
“Apa Dhira dan Dharu akan tinggal di rumah Oma Buyut lama?” tanya Dhira saat pulang bersama Renata.“Ya, nanti sampai urusan Papa dan mama selesai. Setelah itu kita bisa tinggal bersama seperti dulu,” jawab Renata lantas menoleh sekilas ke Dhira yang duduk di sampingnya.“Yei!” Dhira mengangkat kedua tangan di udara, senang karena sebentar lagi akan tinggal bersama Renata dan Evan.“Di rumah Oma Buyut nanti, kalian bersikaplah yang baik. Di sana juga ada Paman kalian,” ujar Renata menjelaskan dulu agar nantinya Dhira dan Dharu tidak terkejut.“Paman?” Dhira mengerutkan alis mendengar ucapan sang mama.“Iya, Paman.” Renata menegaskan. “Namanya Paman Adam, kalian jangan nakal kepadanya,” ucap Renata kemudian.Dhira mengerutkan alis mendengar ucapan Renata, hingga menoleh ke Dharu seolah bertanya kenapa tidak boleh nakal. Lagian mereka juga tidak mungkin berani dengan orang dewasa.Dharu sendiri mengedikkan kedua bahu melihat tatapan Dhira, seolah paham dengan rasa penasaran sang adik.“
“Ini semua adalah bukti yang kami temukan.” Tim investigasi memberikan setumpuk berkas bukti penyelewengan dana yang dilakukan Damar.Hari itu Margaret dan Evan bertemu dengan tim investigasi yang menyelidiki kasus Damar.Margaret menoleh ke Evan. Seolah meminta pendapat ke sang putra untuk mengambil langkah selanjutnya.“Masalah ini menyangkut banyak orang di dalamnya. Lebih baik kita diskusikan dalam rapat, sebelum membahas tindakan selanjutnya,” ucap Evan memberikan pendapatnya.Margaret pun setuju. Dia tidak bisa memberikan keputusan sendiri, karena banyak orang yang terlibat di dalamnya untuk mengambil keputusan.Akhirnya Margaret mengutus staff untuk memberi kabar ke para pemegang saham dan jajaran petinggi perusahaan jika akan dilakukan rapat untuk membahas masalah polemik yang terjadi di perusahaan. Evan ikut tapi hanya untuk menemani Margaret.**Siang itu. Rapat pun diadakan dihadiri oleh para pemegang saham juga petinggi setiap divisi.“Jika memang bukti-buktinya sudah ada,
Firda pergi ke rumah wanita selingkuhan Damar, atau bisa dibilang istri kedua suaminya. Dia tidak terima dimadu, apalagi wanita yang tak lain mantan kekasih Damar, sudah memiliki seorang anak perempuan.Mobil yang dikemudikan Firda sampai di sebuah rumah tidak terlalu besar tanpa penjaga. Wanita itu turun dari mobil dengan amarah yang membuncah.“Saras! Keluar kamu!” Firda berteriak kesetanan.Selama ini dia tidak tahu jika Saras—mantan kekasih Damar, ternyatas masih berhubungan dengan pria itu. Firda berpikir jika Saras dan Damar berpisah setelah Damar menikahinya.Pintu rumah itu terbuka, seorang wanita berpakaian sederhana keluar dari rumah itu. Saras berumur sama dengan Firda. Dia pun terkejut melihat kedatangan Firda di sana.Emosi Firda membuncah melihat Saras. Dia pun berjalan cepat ke arah selingkuhan suaminya itu, lantas menjambak rambut Saras dengan kencang.“Kurang ajar! Jadi selama ini kamu jadi benalu dalam rumah tanggaku! Kamu memang wanita sialan!” Firda murka, menarik
“Ma.”Evan baru saja sampai rumah dan kini langsung menghampiri Margaret yang juga baru menginjakkan kaki di teras.Margaret menoleh, memandang Evan yang kini berjalan ke arahnya meski sedikit tertatih sebab kaki Evan belum sembuh sempurna.“Ada apa, Van. Kenapa kamu terlihat terburu-buru seperti ini? Apa ada masalah?” tanya Margaret yang cemas.Evan akhirnya sampai di hadapan Margaret, hingga kemudian menyampaikan apa yang diketahuinya.“Paman sudah ditangkap polisi,” ucap Evan.Margaret terkejut mendengar informasi yang disampaikan Evan, tapi kemudian bersikap tenang dan biasa saja.“Baguslah, sudah selayaknya dia menerima hukuman atas apa yang sudah dilakukannya,” ucap Margaret yang tidak ingin menggunakan hati dalam menghadapi masalah sang kakak.Sudah cukup Margaret berbaik hati selama ini, nyatanya sang kakak malah semakin menjadi-jadi dalam bertindak buruk ke keluarganya.“Satu lagi, Ma.” Evan sedikit ragu menyampikan berita kedua ke sang mama.Margaret mengerutkan alis menatap
“Jadi sekarang pamanmu ditahan dan akan menjalani proses hukum yang berlaku?” tanya Renata ketika malam itu dihubungi Evan.“Ya, akhirnya.” Terdengar suara helaan napas lega dari seberang panggilan.Renata pun lega karena akhirnya masalah dari keluarganya juga keluarga Evan berakhir.“Aku ikut lega, semoga setelah ini tidak lagi ada masalah baik di keluargaku atau keluargamu. Aku berharap kita bisa berkumpul lagi seperti dulu, anak-anak pun menginginkannya,” ujar Renata menjelaskan keinginannya.“Iya, Papa! Dhira mau tinggal seperti dulu!” Dhira ikut bicara karena tahu Renata sedang bicara dengan Evan.Renata pun memberikan ponsel ke Dhira dan Dharu agar kedua anaknya bisa bicara dengan Evan.“Ya, nanti kita pasti akan tinggal bersama seperti dulu. Papa akan selesaikan semua pekerjaan, lalu menyusul kalian,” ujar Evan dari seberang panggilan.“Ya, janji segera datang,” ucap Dhira yang lebih banyak bicara daripada Dharu.“Papa janji. Kalian baik-baik di sana dan jaga Mama,” ucap Evan k
Hari itu, Renata, Veronica, juga Sandra menghadiri acara persidangan Kevin, mereka sengaja tidak membawa anak-anak ke pengadilan karena tidak ingin memberikan pengalaman buruk untuk anak-anak.Persidangan berjalan lancar. Kevin mengakui semua perbuatannya tanpa terkecuali. Namun, berkas tuduhan pembunuhan berencana terhadap kedua orang tua Renata tidak dimasukkan, sebab Renata ingin melupakan masalah itu.“Terima kasih sudah meringankan tuntutanku,” ucap Kevin saat ditemui di ruang khusus tunggu setelah sidang.Renata menatap sang paman yang kini sudah berubah, tidak lagi sombong dan mau mengakui semua kesalahan.“Paman sudah mendapat kesempatan kedua. Bersikaplah baik di penjara, agar nantinya bisa mendapatkan pemotongan masa hukuman lagi. Kelak jika Paman sudah bebas, jadilah pria baik yang bertanggung jawab,” ujar Renata ke Kevin.Kevin mengangguk dengan tatapan haru karena semua orang memaafkan dirinya.“Jaga Adam dengan baik,” ucap Kevin ke Sandra.Sandra menganggukkan kepala mem
Renata masih terlelap dalam tidur, larut dalam buaian mimpi setelah seharian merasakan kesal yang bercokol di dada. Dia benar-benar tidur nyenyak, sampai tidak menyadari jika kini ada seseorang yang masuk kamarnya, berjalan mengendap ke ranjang hingga sekarang duduk di tepian ranjang, tepai di samping Renata berbaring.Pencahayaan yang remang karena hanya menyalakan lampu tidur, membuat orang yang masuk kamar tidak terlihat wajahnya. Orang itu mendekatkan wajah ke arah Renata, menatap lamat-lamat wajah Renat.“Selamat ulang tahun, Re.”Orang itu ternyata Evan. Pria itu masuk di tengah malam, mengendap tanpa menyalakan lampu dan kini berbisik mesra mengucapkan selamat ulang tahun di hari kelahiran sang istri.“Re.” Evan kembali berbisik agar Renata bangun.Renata sedikit menggerakkan kelopak mata ketika mendengar suara seseorang berbisik di telinga, belum lagi ada udara hangat yang menerpa leher, membuat bulu kuduknya berdiri.“Re.” Evan kembali menyebut nama Renata dengan lembut, saat