Skandal perselingkuhan Keysha dan Henry tidak bisa dibendung lagi. Banyak wartawan yang mencari keberadaan Keysha, tapi mereka tidak menemukan. Bahkan wartawan sudah memenuhi depan pagar rumah orang tua Keysha untuk mencari informasi dan kejelasan tentang berita yang beredar.“Lihat! Lihat apa yang sudah kamu lakukan! Bagaimana cara kita menghadapi ini? Rumah dan perusahaan dipenuhi wartawan yang ingin mencari informasi tentang kebenaran berita tentangmu. Seharusnya kamu mikir sebelum bertindak!” Ayah Keysha begitu murka dan kembali menyidak putrinya itu.“Apa kalian tidak bisa diam?” Keysha malah membentak kedua orang tuanya karena frustasi, apalagi Henry benar-benar tidak bisa dihubungi.Kedua orang tua Keysha begitu terkejut mendengar bentakkan putri mereka.“Aku melakukan ini juga demi perusahaan. Memangnya siapa yang mau menyokong dana, juga membantu mencari investor kalau bukan orang-orang yang memiliki kedudukan tinggi seperti Henry!” amuk Keysha kemudian.Sang ayah terkejut me
“Sepertinya Bu Keysha hanya tinggal menunggu kehancurannya,” ucap Albert yang sore itu masih menemani Evan di kantor. Evan harus lembur agar besok bisa izin menemani Renata ke rumah sakit. “Itu salahnya yang sudah serakah. Andai dia menerima saja apa yang dimiliki, dia tidak akan mungkin mendapat masalah seperti sekarang,” balas Evan sambil mengecek berkas di meja. “Ya, apalagi dia terus mengusik Anda. Padahal sebelumnya sudah dilepaskan,” timpal Albert lagi mengingat. Evan melirik asistennya itu, beberapa hari ini sang asisten mendadak cerewet. “Apa kamu sedang ada masalah?” tanya Evan kini memandang Albert. Albert terkejut mendengar pertanyaan Evan, lantas menatap atasannya yang menunggu jawaban darinya. “Ada apa?” tanya Evan lagi. “Tidak, Pak. Tidak ada apa-apa. Memangnya saya bilang kalau ada masalah?” tanya Albert balik tidak mau mengakui. “Bukan kamu bilang kalau ada masalah, tapi apa kamu sadar jika sikapmu beberapa hari ini aneh.” Evan memperhatikan asistennya yang ter
“Aku tidak sabar ingin melihat denyut jantungnya,” ucap Evan sambil mengusap perut Renata yang mulai sedikit besar.“Aku juga,” balas Renata sambil tersenyum. Tidak ada hal yang membahagiakan selain melihat suaminya menanti calon buah hati mereka.Albert menoleh ke Evan dan Renata yang terlihat bahagia. Lantas dia menoleh istrinya yang masih murung dan sedih.“Pak, Anda ini keterlaluan sekali.” Albert protes karena Evan malah mengumbar kebahagiaan akan kehamilan Renata.Renata dan Evan menoleh, melihat Albert yang memasang wajah masam.Istri Albert sendiri memukul lengan pria itu pelan, memberi isyarat jika dia tidak apa-apa.“Maaf.” Renata meminta maaf ke Albert dan istri karena memang tidak bermaksud menyinggung.Perawat memanggil Albert dan istrinya karena memang didahulukan oleh Evan. Keduanya pun masuk untuk menjalani pemeriksaan, sedangkan Evan dan Renata menunggu.“Kasihan istrinya,” ucap Renata merasa iba.Terkadang ada wanita yang tidak mengharapkan anak tapi malah memiliki a
Renata terlihat senang melihat suaminya mau menghabiskan makanan miliknya. Dia terus menatap Evan yang sedang makan. Evan sendiri terpaksa menghabiskan makanan Renata karena sang istri merengek jika makanan itu harus habis dan tidak boleh disia-siakan. Dia memaksa makanan masuk lambung, meski perutnya terasa sudah penuh. “Enak, kan? Kapan-kapan makan di sini lagi, ya.” Renata terlihat senang makanan di piring habis. Evan hampir tersedak mendengar ucapan Renata. Jangan sampai ke sana lagi, yang ada nanti dia diminta menghabiskan makanan milik Renata lagi. “Tiba-tiba aku rindu desa,” ujar Renata sambil membayangkan asrinya lingkungan di desa, juga ramahnya orang-orang di lingkungan yang pernah ditinggali. Evan baru saja minum air saat mendengar ucapan Renata, hingga memandang sang istri yang terlihat sedang begitu rindu. “Kamu mau liburan ke sana?” tanya Evan yang tidak bisa melihat istrinya sedih atau kecewa. Renata langsung memandang Evan, hingga senyum terbit di wajahnya. “Mem
“Dhira, masih marah?”Dharu mencoba membujuk Dhira yang marah sejak tadi.Renata dan Evan saling pandang, sebelum kemudian memandang Dhira yang bersedekap dada karena sedang merajuk.“Dharu lebih suka sama anak-anak itu daripada Dhira! Dhira dicueki, Dhira kesal!” amuk Dhira sambil memalingkan wajah dari Dharu.Mereka sedang berada di restoran karena Dhira mengajak makan di luar.Dharu menatap Dhira yang memalingkan wajah, sedangkan Renata dan Evan memilih diam untuk melihat apa yang akan dilakukan Dharu untuk membujuk sang adik.“Bukan dicueki, Dhira. Tadi sudah Dharu ajak, tapi Dhira ga mau deketin,” ujar Dharu mencoba membela diri.Dhira lantas menoleh ke Dharu, terlihat jelas jika sangat marah dengan sikap sang kakak yang dianggap mengabaikan dirinya.“Siapa yang ga mau? Tadi tuh, Dhira sudah deket. Eh, didorong ga boleh deket-deket. Dhira kesel!” Dhira menggelembungkan pipi sampai kedua mata menyipit.“Dharu ga lihat. Ya, maaf kalau tadi kamu didorong,” ujar Dharu mencoba mengala
Pagi itu Evan baru saja selesai berpakaian. Dia harus ke perusahaan setelah mengambil cuti sehari kemarin.“Biar aku ikatkan.” Renata mendekat ke Evan yang sedang ingin mengikat dasi.Evan menoleh dan melihat sang istri yang sedang menghampirinya. Dia tersenyum dan terlihat senang karena Renata sekarang semakin rajin memperhatikan dirinya.Renata mengambil dasi dari tangan Evan, lantas mengikat perlahan sambil tersenyum.“Kamu tahu?” tanya Evan sambil memperhatikan wajah Renata.“Hm … apa?” tanya Renta balik tanpa menatap Evan karena sedang sibuk mengikat dasi.“Aku sangat bahagia bisa setiap hari mendapat perhatian darimu.” Evan bicara tanpa mengalihkan pandangn dari sang istri.Renata mendongak dan menatap Evan saat mendengar ucapan suaminya. Dia baru saja selesai mengikat dasi dan kini mengangsurkan jemarinya di permukaan dasi Evan.“Jangan menggombal, ini masih pagi,” balas Renata yang tidak memperlihatkan kalau dia sedang tersanjung karena ucapan suaminya.Evan gemas dengan sikap
“Kalian tidak bisa melakukan ini kepadaku!” Keysha menatap satu persatu pemegang saham yang kini berada di ruang rapat.Keysha sampai berdiri dan menggebrak meja karena tidak setuju dengan keputusan para pemegang saham yang memintanya mundur dari jabatan.Para pemegang saham saling tatap, tampaknya keputusan mereka sudah bulat dan tidak bisa diganggu-gugat.“Tindakanmu sangat tidak bermoral, sekarang saham perusahaan terus mengalami penurunan. Banyak kesepakatan kerjasama dibatalkan sebelum tandatangan kontrak, setelah mereka mengetahui skandal yang menjeratmu. Apa kamu pikir bisa memperbaiki ini?” Salah satu pemegang saham angkat suara.“Meski kamu sudah melakukan klarifikasi, tapi tetap saja semua itu tidak mengubah apa pun.”Keysha menatap satu persatu para pemegang saham itu dengan wajah penuh amarah.“Jalan satu-satunya kamu mundur dari jabatanmu. Dengan adanya kamu sebagai direktur utama di sini, aku yakin perusahaan ini akan semakin terpuruk.”Keysha benar-benar geram, para pri
“Mau mama bantu ngupas buah?” tanya Margaret ketika melihat Renata sedang sibuk di dapur.Renata menoleh dan tersenyum ke mertuanya itu.“Tidak usah, Ma. Ini juga sudah mau selesai,” jawab Renata sambil menggerakkan pisau mengupas kulit apel.Margaret memilih duduk di samping Renata, memperhatikan menantunya itu mengupas.“Sini, mama bantu nyuci biar kamu ga usah berdiri-duduk.” Margaret mengambil piring berisi buah yang sudah dikupas, lantas mencucinya di wastafel.Renata ingin menolak, tapi Margaret sudah lebih dulu mengambil piring itu, membuatnya hanya diam memperhatikan.“Ini.” Margaret meletakkan piring berisi buah yang sudah dicuci di hadapan Renata.“Terima kasih, Ma.” Renata pun memotong buah itu agar siap santap.Margaret memperhatikan Renata, hingga terlihat ada yang ingin disampaikan tapi takut mengatakan.“Re.”Renata langsung menoleh ke Margaret begitu mendengar panggilan mertuanya itu.“Iya, Ma.”“Setelah melahirkan nanti, apa kalian akan pindah rumah?” tanya Margaret h
Setelah menunggu cukup lama, akhirnya Kasih melahirkan dengan cara cesar. Kini Kasih sudah dipindah ke ruang inap, tapi bayinya masih dalam pemantauan dokter di ruangan khusus perawatan bayi. “Syukurlah semua berjalan dengan lancar,” ucap Liliana penuh kelegaan melihat Kasih baik-baik saja. “Kita akhirnya punya cucu.” Jefrine merangkul istrinya, terlihat tatapan penuh kebahagiaan di mata pria itu. Dean melihat tatapan berbeda dari sang papa ke sang mama. Tatapan yang dianggapnya sudah lenyap sejak bertahun-tahun lamanya. “Kamu sudah menghubungi ibunya Kasih?” tanya Liliana yang ingat ke besannya itu. “Sudah, Ma. Ibu bilang akan datang secepatnya naik kereta, jadi butuh waktu ke sini,” jawab Dean. “Iya ga papa, terpenting kamu sudah mengabarinya,” ujar Liliana. Renata dan Evan senang melihat kebahagiaan Dean. Akhirnya bisa melihat pria itu bisa tersenyum penuh kelegaan dan bahagia. “Kami pulang dulu, kalau nanti Kak Kasih bangun dan tanya, katakan kami akan datang besok,” ujar R
“Benarkah? Ini berita yang sangat bagus.”Renata begitu senang mendengar Kasih dan Dean akhirnya berbaikan dengan Jefrine.Malam itu Kasih dan Dean mengajak makan malam Evan juga Renata, tentu saja untuk merayakan kebahagiaan keduanya yang kini sudah berbaikan dengan orang tua Dean.“Ya, kami pun tak menyangka. Kupikir bertemu dengan Papa akan membuat kami kembali bertengkar hebat. Namun, siapa sangka jika kemarin malam adalah malam yang benar-benar di luar dugaanku,” ujar Dean menjelaskan.Renata paham maksud Dean, hingga kemudian membalas, “Terkadang kita terlalu takut akan pemikiran kita sendiri. Kita merasa jika orang yang membenci kita, benar-benar akan terus membenci kita selamanya. Tapi siapa sangka jika ketakutan itu tidak benar, nyatanya papamu mau meminta maaf dulu.”“Benar, sama seperti Mama saat dulu tak suka Renata. Tiba-tiba saja datang dan meminta maaf, lalu menerima hubungan kami. Bukankah terkadang kita yang terlalu takut untuk memperbaiki kesalahan, hingga menunggu o
Dean dan yang lain terkejut saat melihat siapa yang kini berdiri memandang mereka, bahkan Liliana langsung berdiri karena panik.Dean langsung memalingkan wajah, seolah tak sudi melihat pria yang kini berdiri memandang dirinya.Kasih sendiri mengalihkan pandangan ke Dean, melihat suaminya yang terlihat tidak senang dan tidak nyaman.“Kamu sudah pulang. Kupikir kamu akan pulang minggu depan,” ujar Liliana dengan wajah panik.Jefrine—ayah Dean, menatap istrinya yang sudah berdiri dengan sikap kebingungan.“Mumpung kamu di sini, ada yang ingin kubicarakan denganmu,” ujar Jefrine sambil menatap Dean.Kasih langsung memandang suaminya, terlihat jelas jika Dean benar-benar tertekan.Jefrine menunggu Dean bicara, hingga sekilas melirik ke Kasih.“Hanya sebentar,” ucap pria itu kemudian.Dean menghela napas kasar, hingga akhirnya berdiri lantas memandang ke arah Jefrine.“Aku juga merasa perlu menyelesaikan sesuatu denganmu,” ucap Dean yang tak mau bersikap sopan ke pria yang dianggapnya buru
Dean akhirnya setuju pergi makan malam ke rumah orang tuanya. Dia dan Kasih kini berada di mobil menuju rumah Liliana.Kasih menoleh Dean, melihat suaminya terlihat serius menyetir. Sebelumnya Dean tidak memberi keputusan apakah mau datang makan malam di rumah orang tuanya, tapi tiba-tiba saja sore ini Dean meminta Kasih bersiap.“De, kamu tidak apa-apa, kan? Kalau memang masih tidak bisa, kita tidak usah datang. Mama juga pasti maklum kalau dijelaskan,” ujar Kasih yang tidak tega memaksa suaminya pulang.Kasih tahu bagaimana suaminya itu berjuang melawan sang papa. Dia sendiri tidak pernah menyalahkan sikap Dean yang membenci ayahnya, semua tak terlepas dari perbuatan ayah Dean di masa lalu, yang membuat Dean memilih membenci sang ayah.Deon menoleh Kasih, melihat istrinya itu terlihat cemas.“Aku tidak apa-apa. Sejak kita menikah, aku juga belum pernah melihat Mama. Ya, aku sadar jika membenci Papa, tapi Mama tidak salah sama sekali, jadi kupikir tidak ada salahnya berkunjung, selam
“Kamu benar-benar tidak apa, kan? Bagaimana calon bayi kita? Dia tidak kaget, kan?”Dean sangat mencemaskan kondisi Kasih. Bahkan kembali memastikan saat sudah sampai apartemen.“Aku baik-baik saja, De. Serius.” Kasih mencoba meyakinkan jika dirinya baik-baik saja.Dean memandang Kasih. Dia sedih karena sang istri mendapat perlakukan tidak baik berulang kali.“Apa kita pindah saja. Kita ke tempat Ibu saja,” ujar Dean. Dia tidak bisa terus menerus panik karena istrinya beberapa kali hampir celaka.Kasih terkejut mendengar ucapan Dean. Jarak rumah ibu Kasih dan kota tempat mereka tinggal cukup jauh. Kasih tidak tega jika Dean harus bolak-balik menempuh jarak yang jauh.“Tidak apa, De. Aku janji akan hati-hati lagi. Lagian aku kalau pergi pasti bersama Renata, jadi ada yang melindungiku. Tadi saja memang mengalami kejadian tak terduga, tapi serius aku baik-baik saja,” balas Kasih mencoba meyakinkan.Dean menatap sendu. Dia sibuk bekerja sampai tidak bisa menemani istrinya pergi atau seka
Dean berjalan cepat menuju ke ruang guru begitu sampai di sekolah Dhira dan Dharu. Renata memang menghubungi Dean, agar pria itu bisa melindungi Kasih, serta tahu apa yang dilakukan Kanaya ke Kasih.Dean masuk ke ruang guru, lantas secepat kilat menghampiri Kasih yang duduk dengan ekspresi wajah terkejut menatapnya.“Kamu baik-baik saja? Apa ada yang terluka?” tanya Dean yang sangat panik. Dia mengecek tubuh sang istri apakah ada luka.“Aku baik-baik saja, De.” Kasih mencoba menenangkan istrinya.Kanaya terkejut melihat Dean di sana. Dia tidak pernah tahu jika Dean menikah dengan Kasih, karena pernikahan keduanya dilakukan secara tertutup dan hanya orang tertentu saja yang diundang.Renata melihat wajah panik Kanaya, lantas memberi isyarat ke Dean untuk menoleh ke pelaku yang mencoba menabrak Kasih.Dean menoleh ke Kanaya, tatapan tidak senang tersirat jelas dari sorot mata pria itu saat melihat Kanaya.Hingga beberapa saat kemudian, seorang pria masuk ke ruang guru, membuat semua ora
Renata benar-benar geram melihat siapa yang keluar dari mobil. Sungguh tak paham dengan pemikiran seperti manusia itu.“Matamu sudah buta, hah! Ini lingkungan sekolah, bukan area balapan yang bisa kamu jadikan tempat ajang ugal-ugalan!”Renata mengamuk, membuat banyak orang akhirnya kini memperhatikan dirinya.Kasih mendekat lantas mencoba menarik Renata agar tidak terlibat masalah.“Sudah, Re. Aku juga baik-baik saja, tidak apa.” Kasih mencoba menjauhkan Renata.“Tidak bisa, Kak. Dia sengaja melakukannya!” Renata tetap saja tidak terima.Kanaya tersenyum miring melihat Renata marah, lantas melirik ke Kasih yang mencoba mengajak pergi Renata.“Tolong! Apa anaknya sekolah di sini? Apakah begini adab di dalam sekolah!” Renata berteriak keras, meminta pendapat para orang tua di sana.“Jika manusia seperti ini, berkeliaran dan ugal-ugalan di area sekolah, kemudian menabrak salah satu dari anak kalian, apa kalian akan terima?” Renata menatap satu persatu orang tua yang ada di sana.Para or
“Maaf ya, Re. Aku sekarang jadi sering merepotkanmu.” Kasih menatap tak enak hati karena terus meminta bantuan Renata untuk menemaninya.“Tidak apa. Seperti kayak siapa saja. Dulu aku sering sekali merepotkan Kakak, sekarang anggap saja aku sedang membalasnya,” balas Renata tidak masalah jika sering menemani Kasih.Kasih terharu mendengar balasan Renata, lantas merangkul tangan ibu tiga anak itu untuk jalan.“Kamu tidak dimarahi Bibi karena sering meninggalkan Aldric, kan?” tanya Kasih sambil berjalan.Kasih ingin jalan-jalan karena bosan di apartemen, tapi tidak berani pergi sendiri, sehingga mengajak Renata.“Bukan marah, yang ada Mama malah senang karena Aldric aku tinggalkan sama Mama. Katanya kalau aku di rumah, Aldric akan banyak bersamaku,” jawab Renata diakhiri tawa kecil.Kasih ikut tertawa mendengar jawaban Renata.“Oh ya, tapi nanti siang aku jemput anak-anak sekalian ga apa-apa, kan?” tanya Renata kemudian.“Tentu saja, aku malah senang bisa ikut menjemput mereka,” balas K
“Tampaknya Kasih hanya dekat denganmu di sini.” Renata menoleh ketika mendengar Margaret bicara. Dia melihat mertuanya itu berjalan masuk kamar menghampiri dirinya. “Iya, Ma. Karena kata Evan, Kak Kasih memang tidak memiliki teman di sini,” ujar Renata menjelaskan. Renata sedang menyusui Aldric, lantas menatap Margaret yang duduk di tepian ranjang memperhatikan dirinya. “Hm … ya, Mama jadi ingat saat pertama kali melihatnya. Dia pendiam bahkan mama lihat tidak pernah bergaul dengan mahasiswa lain,” ujar Margaret karena memang dulu pernah menyelidiki siapa Kasih, sebab Evan berkata menyukainya. Margaret tiba-tiba menatap Renata dengan cepat, hingga kemudian kembali berkata, “Kamu jangan salah paham. Mama bicara begini bukan apa-apa, hanya ingin bicara sesuatu yang mama tahu.” Renata tertawa kecil melihat mertuanya salah tingkah. Dia pun kemudian membalas, “Tenang saja, Ma. Baik aku atau Evan, sama-sama sudah menganggap itu masa lalu. Lagi pula hubungan kami baik, jadi Mama jangan