Renata terlihat senang melihat suaminya mau menghabiskan makanan miliknya. Dia terus menatap Evan yang sedang makan. Evan sendiri terpaksa menghabiskan makanan Renata karena sang istri merengek jika makanan itu harus habis dan tidak boleh disia-siakan. Dia memaksa makanan masuk lambung, meski perutnya terasa sudah penuh. “Enak, kan? Kapan-kapan makan di sini lagi, ya.” Renata terlihat senang makanan di piring habis. Evan hampir tersedak mendengar ucapan Renata. Jangan sampai ke sana lagi, yang ada nanti dia diminta menghabiskan makanan milik Renata lagi. “Tiba-tiba aku rindu desa,” ujar Renata sambil membayangkan asrinya lingkungan di desa, juga ramahnya orang-orang di lingkungan yang pernah ditinggali. Evan baru saja minum air saat mendengar ucapan Renata, hingga memandang sang istri yang terlihat sedang begitu rindu. “Kamu mau liburan ke sana?” tanya Evan yang tidak bisa melihat istrinya sedih atau kecewa. Renata langsung memandang Evan, hingga senyum terbit di wajahnya. “Mem
“Dhira, masih marah?”Dharu mencoba membujuk Dhira yang marah sejak tadi.Renata dan Evan saling pandang, sebelum kemudian memandang Dhira yang bersedekap dada karena sedang merajuk.“Dharu lebih suka sama anak-anak itu daripada Dhira! Dhira dicueki, Dhira kesal!” amuk Dhira sambil memalingkan wajah dari Dharu.Mereka sedang berada di restoran karena Dhira mengajak makan di luar.Dharu menatap Dhira yang memalingkan wajah, sedangkan Renata dan Evan memilih diam untuk melihat apa yang akan dilakukan Dharu untuk membujuk sang adik.“Bukan dicueki, Dhira. Tadi sudah Dharu ajak, tapi Dhira ga mau deketin,” ujar Dharu mencoba membela diri.Dhira lantas menoleh ke Dharu, terlihat jelas jika sangat marah dengan sikap sang kakak yang dianggap mengabaikan dirinya.“Siapa yang ga mau? Tadi tuh, Dhira sudah deket. Eh, didorong ga boleh deket-deket. Dhira kesel!” Dhira menggelembungkan pipi sampai kedua mata menyipit.“Dharu ga lihat. Ya, maaf kalau tadi kamu didorong,” ujar Dharu mencoba mengala
Pagi itu Evan baru saja selesai berpakaian. Dia harus ke perusahaan setelah mengambil cuti sehari kemarin.“Biar aku ikatkan.” Renata mendekat ke Evan yang sedang ingin mengikat dasi.Evan menoleh dan melihat sang istri yang sedang menghampirinya. Dia tersenyum dan terlihat senang karena Renata sekarang semakin rajin memperhatikan dirinya.Renata mengambil dasi dari tangan Evan, lantas mengikat perlahan sambil tersenyum.“Kamu tahu?” tanya Evan sambil memperhatikan wajah Renata.“Hm … apa?” tanya Renta balik tanpa menatap Evan karena sedang sibuk mengikat dasi.“Aku sangat bahagia bisa setiap hari mendapat perhatian darimu.” Evan bicara tanpa mengalihkan pandangn dari sang istri.Renata mendongak dan menatap Evan saat mendengar ucapan suaminya. Dia baru saja selesai mengikat dasi dan kini mengangsurkan jemarinya di permukaan dasi Evan.“Jangan menggombal, ini masih pagi,” balas Renata yang tidak memperlihatkan kalau dia sedang tersanjung karena ucapan suaminya.Evan gemas dengan sikap
“Kalian tidak bisa melakukan ini kepadaku!” Keysha menatap satu persatu pemegang saham yang kini berada di ruang rapat.Keysha sampai berdiri dan menggebrak meja karena tidak setuju dengan keputusan para pemegang saham yang memintanya mundur dari jabatan.Para pemegang saham saling tatap, tampaknya keputusan mereka sudah bulat dan tidak bisa diganggu-gugat.“Tindakanmu sangat tidak bermoral, sekarang saham perusahaan terus mengalami penurunan. Banyak kesepakatan kerjasama dibatalkan sebelum tandatangan kontrak, setelah mereka mengetahui skandal yang menjeratmu. Apa kamu pikir bisa memperbaiki ini?” Salah satu pemegang saham angkat suara.“Meski kamu sudah melakukan klarifikasi, tapi tetap saja semua itu tidak mengubah apa pun.”Keysha menatap satu persatu para pemegang saham itu dengan wajah penuh amarah.“Jalan satu-satunya kamu mundur dari jabatanmu. Dengan adanya kamu sebagai direktur utama di sini, aku yakin perusahaan ini akan semakin terpuruk.”Keysha benar-benar geram, para pri
“Mau mama bantu ngupas buah?” tanya Margaret ketika melihat Renata sedang sibuk di dapur.Renata menoleh dan tersenyum ke mertuanya itu.“Tidak usah, Ma. Ini juga sudah mau selesai,” jawab Renata sambil menggerakkan pisau mengupas kulit apel.Margaret memilih duduk di samping Renata, memperhatikan menantunya itu mengupas.“Sini, mama bantu nyuci biar kamu ga usah berdiri-duduk.” Margaret mengambil piring berisi buah yang sudah dikupas, lantas mencucinya di wastafel.Renata ingin menolak, tapi Margaret sudah lebih dulu mengambil piring itu, membuatnya hanya diam memperhatikan.“Ini.” Margaret meletakkan piring berisi buah yang sudah dicuci di hadapan Renata.“Terima kasih, Ma.” Renata pun memotong buah itu agar siap santap.Margaret memperhatikan Renata, hingga terlihat ada yang ingin disampaikan tapi takut mengatakan.“Re.”Renata langsung menoleh ke Margaret begitu mendengar panggilan mertuanya itu.“Iya, Ma.”“Setelah melahirkan nanti, apa kalian akan pindah rumah?” tanya Margaret h
“Berita apa?” Evan terkejut mendengar ucapan Albert, hingga langsung meraih remote televisi dan mencari saluran berita. Renata pun memperhatikan saat melihat Evan terkejut. Dia tidak berani bertanya dulu karena Evan masih bicara dengan Albert. “Lihatlah sendiri, Pak.” Suara Albert terdengar dari seberang panggilan. Evan sudah mendapatkan saluran berita di televisi, hingga melihat berita yang sedang ditayangkan. Renata langsung menutup permukaan bibir begitu melihat berita yang disiarkan. “Ya, aku sudah melihatnya. Apa itu perampokan?” tanya Evan sambil melihat televisi yang sedang menayangkan berita penemuan mayat Henry yang tergeletak di jalan. Berita itu memberi informasi jika dugaan meninggalnya Henry karena perampokan, tapi tentu saja informasi itu belum valid, apalagi mobil dan barang berharga pria itu masih utuh. “Menurut saya, ini sepertinya ada hubungannya dengan pembicaraan kita siang tadi, Pak.” Albert kembali bicara. Evan terdiam sejenak, hingga kemudian bergumam, “A
Hari itu Evan menghadiri pemakaman Henry karena bagaimanapun pria itu adalah rekan bisnisnya. Dia datang sebagai sesama pengusaha dan menunjukkan empati atas meninggalnya pria itu.Evan datang bersama Albert. Dia tidak mungkin mengajak Renata sebab mencemaskan kondisi istrinya itu.“Katanya pelaku penusukan Pak Henry adalah selingkuhannya?”“Bisa saja itu terjadi. Mungkin dia dendam karena dalam klarifikasi, Henry memojokkannya.”“Wajar saja, sudah mau enaknya lalu membuangnya. Wanita seelegan itu akhirnya tega membunuh.”“Ya, salah dia juga, kenapa mau jadi selingkuhan. Bukankah dia bisa mendapatkan pria yang lebih baik.”“Aku dengar dia mau jadi selingkuhan demi kedudukan perusahaannya aman. Tapi itu hanya perbincangan di antara beberapa orang saja.”Evan mendengar para pengusaha yang ikut mengantar di pemakaman saling membicarakan tentang kematian Henry. Evan sendiri semakin yakin jika mungkin Keysha memang benar membunuh Henry, meski polisi belum memberikan klarifikasi.“Kamu perc
Dhira sedang makan siang bersama Dharu di bawah pohon yang terdapat di samping halaman sekolah. Dharu yang memang tidak bisa bermain berlebihan mengingat kondisi sebelumnya, memang lebih suka duduk di sana sambil menikmati bekal yang dibawa dari rumah.Dhira sendiri biasanya bermain, tapi karena sekarang takut jika Dharu dikerumuni anak gadis lain, membuat Dhira memilih tidak mau main.“Kamu ga main?” tanya Dharu sambil memandang Dhira. Dia memasukkan potongan buah ke mulut seraya menunggu sang adik menjawab.Dhira memandang teman-temannya yang sedang asyok berlari-larian. Kemudian dia pun menggelengkan kepala.“Nggak mau, nanti Dharu cuekin Dhira lagi,” balas Dhira tanpa menoleh sang kakak.Dharu mengedikkan bahu mendengar ucapan Dhira, terserah adiknya saja daripada nanti Dhira merajuk lagi.Saat keduanya sedang makan bekal yang dibawakan Renata. Tiba-tiba beberapa anak gadis menghampiri dan ikut duduk dengan keduanya.Tentu saja Dhira dan Dharu langsung memandang ke para gadis itu.