“Kalian tidak bisa melakukan ini kepadaku!” Keysha menatap satu persatu pemegang saham yang kini berada di ruang rapat.Keysha sampai berdiri dan menggebrak meja karena tidak setuju dengan keputusan para pemegang saham yang memintanya mundur dari jabatan.Para pemegang saham saling tatap, tampaknya keputusan mereka sudah bulat dan tidak bisa diganggu-gugat.“Tindakanmu sangat tidak bermoral, sekarang saham perusahaan terus mengalami penurunan. Banyak kesepakatan kerjasama dibatalkan sebelum tandatangan kontrak, setelah mereka mengetahui skandal yang menjeratmu. Apa kamu pikir bisa memperbaiki ini?” Salah satu pemegang saham angkat suara.“Meski kamu sudah melakukan klarifikasi, tapi tetap saja semua itu tidak mengubah apa pun.”Keysha menatap satu persatu para pemegang saham itu dengan wajah penuh amarah.“Jalan satu-satunya kamu mundur dari jabatanmu. Dengan adanya kamu sebagai direktur utama di sini, aku yakin perusahaan ini akan semakin terpuruk.”Keysha benar-benar geram, para pri
“Mau mama bantu ngupas buah?” tanya Margaret ketika melihat Renata sedang sibuk di dapur.Renata menoleh dan tersenyum ke mertuanya itu.“Tidak usah, Ma. Ini juga sudah mau selesai,” jawab Renata sambil menggerakkan pisau mengupas kulit apel.Margaret memilih duduk di samping Renata, memperhatikan menantunya itu mengupas.“Sini, mama bantu nyuci biar kamu ga usah berdiri-duduk.” Margaret mengambil piring berisi buah yang sudah dikupas, lantas mencucinya di wastafel.Renata ingin menolak, tapi Margaret sudah lebih dulu mengambil piring itu, membuatnya hanya diam memperhatikan.“Ini.” Margaret meletakkan piring berisi buah yang sudah dicuci di hadapan Renata.“Terima kasih, Ma.” Renata pun memotong buah itu agar siap santap.Margaret memperhatikan Renata, hingga terlihat ada yang ingin disampaikan tapi takut mengatakan.“Re.”Renata langsung menoleh ke Margaret begitu mendengar panggilan mertuanya itu.“Iya, Ma.”“Setelah melahirkan nanti, apa kalian akan pindah rumah?” tanya Margaret h
“Berita apa?” Evan terkejut mendengar ucapan Albert, hingga langsung meraih remote televisi dan mencari saluran berita. Renata pun memperhatikan saat melihat Evan terkejut. Dia tidak berani bertanya dulu karena Evan masih bicara dengan Albert. “Lihatlah sendiri, Pak.” Suara Albert terdengar dari seberang panggilan. Evan sudah mendapatkan saluran berita di televisi, hingga melihat berita yang sedang ditayangkan. Renata langsung menutup permukaan bibir begitu melihat berita yang disiarkan. “Ya, aku sudah melihatnya. Apa itu perampokan?” tanya Evan sambil melihat televisi yang sedang menayangkan berita penemuan mayat Henry yang tergeletak di jalan. Berita itu memberi informasi jika dugaan meninggalnya Henry karena perampokan, tapi tentu saja informasi itu belum valid, apalagi mobil dan barang berharga pria itu masih utuh. “Menurut saya, ini sepertinya ada hubungannya dengan pembicaraan kita siang tadi, Pak.” Albert kembali bicara. Evan terdiam sejenak, hingga kemudian bergumam, “A
Hari itu Evan menghadiri pemakaman Henry karena bagaimanapun pria itu adalah rekan bisnisnya. Dia datang sebagai sesama pengusaha dan menunjukkan empati atas meninggalnya pria itu.Evan datang bersama Albert. Dia tidak mungkin mengajak Renata sebab mencemaskan kondisi istrinya itu.“Katanya pelaku penusukan Pak Henry adalah selingkuhannya?”“Bisa saja itu terjadi. Mungkin dia dendam karena dalam klarifikasi, Henry memojokkannya.”“Wajar saja, sudah mau enaknya lalu membuangnya. Wanita seelegan itu akhirnya tega membunuh.”“Ya, salah dia juga, kenapa mau jadi selingkuhan. Bukankah dia bisa mendapatkan pria yang lebih baik.”“Aku dengar dia mau jadi selingkuhan demi kedudukan perusahaannya aman. Tapi itu hanya perbincangan di antara beberapa orang saja.”Evan mendengar para pengusaha yang ikut mengantar di pemakaman saling membicarakan tentang kematian Henry. Evan sendiri semakin yakin jika mungkin Keysha memang benar membunuh Henry, meski polisi belum memberikan klarifikasi.“Kamu perc
Dhira sedang makan siang bersama Dharu di bawah pohon yang terdapat di samping halaman sekolah. Dharu yang memang tidak bisa bermain berlebihan mengingat kondisi sebelumnya, memang lebih suka duduk di sana sambil menikmati bekal yang dibawa dari rumah.Dhira sendiri biasanya bermain, tapi karena sekarang takut jika Dharu dikerumuni anak gadis lain, membuat Dhira memilih tidak mau main.“Kamu ga main?” tanya Dharu sambil memandang Dhira. Dia memasukkan potongan buah ke mulut seraya menunggu sang adik menjawab.Dhira memandang teman-temannya yang sedang asyok berlari-larian. Kemudian dia pun menggelengkan kepala.“Nggak mau, nanti Dharu cuekin Dhira lagi,” balas Dhira tanpa menoleh sang kakak.Dharu mengedikkan bahu mendengar ucapan Dhira, terserah adiknya saja daripada nanti Dhira merajuk lagi.Saat keduanya sedang makan bekal yang dibawakan Renata. Tiba-tiba beberapa anak gadis menghampiri dan ikut duduk dengan keduanya.Tentu saja Dhira dan Dharu langsung memandang ke para gadis itu.
“Keysha belum ditangkap. Untuk sementara tetaplah di rumah karena kita tidak tahu, apa yang mungkin dilakukannya.”Evan langsung mengajak bicara Renata begitu pulang kerja. Mereka kini berada di kamar membahas masalah Keysha yang menjadi tersangka.“Ya, Elang tadi juga mengirimkan pesan jika memang Keysha pelaku penusukan itu. Istri Henry yang cerita, ketika Elang datang ke sana untuk melayat,” ujar Renata kemudian.Evan mengangguk-angguk mendengar ucapan Renata. Dia pun semakin cemas jika Keysha berbuat hal gila lainnya.“Keysha benar-benar sudah tidak waras. Semoga saja dia cepat ditangkap agar tidak meresahkan,” ucap Evan kemudian.Renata begitu cemas mendengar cerita tentang Keysha, hanya masih tidak percaya jika wanita itu bisa berubah sangat kejam.“Oh ya, Van. Aku ingin membahas ini, tapi lupa karena kamu masih memikirkan tentang meninggalnya Henry,” ujar Renata sangat mengingat sesuatu“Apa, hm?” tanya Evan sambil mengusap rambut Renata.“Ini soal Mama,” jawab Renata.Evan lan
Renata kembali ke kamar setelah meminum susu yang dibuatkan Margaret. Dia masuk dan langsung naik ke ranjang.“Sudah?” tanya Evan yang memang belum tidur dan masih mengecek berkas.Evan pun menutup berkas yang dibaca dan meletakkan di atas nakas saat Renata naik ranjang.“Sudah, tadi Mama yang bikinin,” jawab Renata sambil menarik selimut untuk menutupi kedua kaki.“Mama?” Evan mengerutkan alis.Renata mengangguk mendengar ucapan Evan.“Sepertinya akhir-akhir ini jantung Mama sering kambuh, ya?” Renata masih memikirkan kondisi Margaret.Tentu saja ucapan Renata membuat Evan terkejut dan langsung menoleh ke istrinya itu.“Kamu lihat Mama kambuh?” tanya Evan panik.“Tidak secara langsung, hanya saja tadi Mama minum obat. Pas aku tanya, katanya hanya nyeri saja. Tapi tetap saja aku cemas,” jawab Renata terlihat sedih.“Nanti aku coba bicara ke Mama. Kalau memang kambuh, lebih baik melakukan pemeriksaan untuk memastikan,” ujar Evan kemudian.Renata mengangguk-angguk setuju mendengar ucapa
Margaret sangat terkejut karena ada yang mencoba menusuk putranya. Dia panik sampai berteriak keras.“Evan! Tolong!”Evan sendiri langsung menahan tangan orang yang hendak menusuknya, membuat ujung belati tak sampai ke perutnya.Pria yang berusaha menusuk Evan pun panik karena serangannya berhasil ditahan. Dia mencoba mendorong belati itu agar bisa menusuk Evan.“Tolong!” Margaret berteriak keras agar ada yang membantu putranya.Evan berusaha menahan tangan pria itu yang hampir menusuknya dengan kedua telapak tangan. Hingga akhirnya Evan menendang kaki pria itu, membuat penyerangnya itu berlutut di tanah.Di saat yang bersamaan, satpam rumah sakit dan beberapa orang berlarian mendekat karena mendengar teriakan Margaret.Evan berhasil memukul tangan pria yang menyerangnya, membuat belati yang dipegang jatuh. Dia lantas meringkus dengan menahan di tanah.“Tolong putraku,” pinta Margaret meminta satpam untuk membantu meringkus orang yang hendak menyerang putranya.Satpam membantu Evan me