Sudah seminggu lamanya Aldi memperhatikan kediaman Syahreza dari kejauhan. Aldi tidak diizinkan masuk, semenjak satpam mengusirnya dengan paksa beberapa hari yang lalu atas perintah Elina.
Aldi menunduk dengan tatapan sendu mengarah ke dalam gerbang, terlihat tiga anak kecil tengah bermain di depan rumah, belajar menggunakan sepeda yang masih terlihat mengkilap.
Tatapan berbinar dan ceria menguar dari wajah gadis kecil itu. Aldi ingin sekali berbincang-bincang kembali dengan putra dan putrinya. Ini semua gara-gara Angel, anak yang tidak jelas asal usulnya. Aldi mengeram, anak itu penghancur segalanya.
Sekarang Aldi tengah mencari keberadaan Shanika. Wanita itu tidak akan bisa kabur darinya. Aldi akan memberikan pelajaran yang setimpal tidak hanya surat cerai dari penga
Di butik Alice, Elina terlihat sibuk mengurus pekerjaan nya dan para pesanan pelanggan yang semakin bertambah banyak. Elina harus tetap semangat walaupun baru selesai sakit dan tiga hari cuti kemarin."Ibu Elina. Ibu Pelita ingin mengambil pesanannya sekarang. Ibu Pelita tengah menunggu Anda di luar.""Baik. Saya akan segera menemuinya. Terima kasih Gita.""Sama-sama Ibu Elina. Saya pamit."Elina mengangguk dan tersenyum ramah. Banyak karyawan butik yang menyukai attitude Elina yang baik dan berwawasan tinggi. Walaupun Elina atasan mereka sekarang. Namun Elina tidak pernah sombong dan selalu membimbing para karyawan dengan baik penuh akan kesabaran.Elina m
Tamara dan beberapa bodyguard nya berjalan di perkampungan kumuh di sebuah desa terpencil di kota besar Jakarta. "Boleh kami bertanya?" tutur Tamara memperhatikan ibu-ibu yang terlihat sedang bergosip ria dan lihatlah mereka, tidak menghiraukan kotoran akibat kutu yang mereka sedang cari di kepala. Mereka memperhatikan penampilan mewah Tamara. Aura orang kaya terlihat sangat jelas. Mereka juga mencium bau harum tubuh Tamara yang terjaga. "Boleh. Bertanya tentang apa ya Buk?" tanya mereka. "Rumah almarhum pak Toni di mana, ya? Saya ingin berkunjung." "Pak almarhum Toni Hartono maksud Ibu?" tutur mereka kembali.
"Pagi semuanya." Liana berlari ke arah meja makan bersama dengan Liam. Namun Liam tidak berlari seperti Liana. Liam memilih berjalan dengan santai dan duduk di dekat Liana. Mereka semua membalas sapaan hangat Liana. Gadis kecil itu memperlihatkan deretan giginya yang putih dan bersih, karena tetap menyikat gigi sebelum tidur, sesuai perintah bundanya. "Cucu Nenek sangat cantik dengan memakai bando kupu-kupu." "Iya Nek. Hadiah mingguan dari Dev. Nana suka dengan hadiah Dev yang ini." "Devan yang memberikannya?" tanya Rani. Liana mengangguk kencang. Mereka memperhatikan bando kupu-kupu itu terlihat sangat mahal. Itu bukan sembarang bando tapi dibuat
Andre mencium tangan sang ibu setelah selesai berdoa dan menjadi imam shalat subuh."Bagaimana perkembangannya, Andre?" tanya Pelita."Elina belum menghubungi Andre, Ma. Biarlah Elina melakukan shalat istikharah dahulu. Andre akan menunggu sampai Elina siap menerima Andre menjadi calon imam nya."Pelita tersentuh mendengar penuturan putranya yang sangat sabar dan tidak memaksa."Mama... Yakin Elina akan menerima kamu."Andre tersenyum, "Terima kasih, Ma.""Andre, Elina memiliki dua orang anak. Apakah kamu telah siap menjadi orang tua sambung mereka?" tutur Pelita lembut. Kalau Andre tidak sia
"Kamu Elina bukan?" tanya Shanika menghampiri Elina yang tengah menginstruksi semua karyawan butik.Elina menoleh, membuat Shanika shock bisa bertemu dengan Elina di sini."Kamu apa kabar?" tanya Shanika basa-basi. Walaupun sebenarnya hatinya sangat membenci Elina."Baik," jawab Elina singkat dan terlihat sangat elegan.Shanika sekilas meneliti penampilan Elina. Tubuh Elina sangat proporsional dengan memakai dress mahal, rancangan terbaru berharga kisaran jutaan."Kamu kemana selama ini? Tiba-tiba menghilang.""Bukan urusanmu."Deg. Shanik
Siang hari. Elina dan kedua anak kembarnya makan di luar rumah. Mereka keluar rumah bersama dan menikmati hari minggu dan berjalan-jalan di sekitar danau setelah nya."Setelah ini kita ke danau." Liana mengunyah makanan nya dengan nikmat.Elina mengecek ponselnya dan sesekali mengangguk menanggapi anak-anak nya. Walaupun hari libur, pesanan butik tidak putus, namun terus bertambah. Sepertinya Elina akan mencari para desainer untuk ia kerjakan di butik Alice.Liam menikmati makanannya dalam diam. Ia tidak suka keributan seperti makan di restoran seperti ini. Namun Liana kukuh dengan pendiriannya untuk berlibur bersama hari ini. Tidak mungkin Liam tidak menuruti apapun permintaan Liana. Atau gadis kecil itu akan merajuk kepadanya sepanjang hari.
Semenjak kejadian hari itu. Dimana Liam menyuarakan isi hatinya. Sekarang Elina akan merubah semuanya. Lebih mementingkan anak-anak ketimbang pekerjaan. Elina menatap layar ponselnya. Menampilkan nomor nyonya Alice. Elina akan menghubungi nyonya Alice hari ini. "Hai Elina." Elina mempersiapkan kemungkinan apapun yang akan terjadi dan tanggapan nyonya Alice nantinya, kepada dirinya. "Elina!" suara di seberang sana kembali memanggil namanya. "Iya nyonya Alice." "Ada apa? Apakah ada masalah berat sehingga sampai menelepon dan melamun."
"Deddy!" teriak Liana ketika keluar dari kelas menuju gerbang bersama Liam dan Devan. Dua anak laki-laki itu memutar bola mata malas, memperhatikan wajah Liana yang sangat ceria melihat pria dengan setelan jas kerja menunggunya di gerbang sekolah. Aldi tersenyum dan seperti biasa berjongkok lalu membuka kedua tangannya dengan lebar, untuk mendekap tubuh mungil Liana. Hap. Liana masuk ke dalam pelukan Aldi. Liana merindukan deddy nya. Pasti deddy nya tidak berani menjemput mereka kalau ayah Leo datang ke sekolah. "Ayah Leo tidak menjemput?" Liana mendongak menatap wajah deddy nya, lantas menggeleng membuat Aldi bernafas lega.