Elina mengingat kejadian yang membuatnya pingsan. Aldi, mantan suaminya mengingatkan dirinya tentang kenangan pahit dahulu. Elina memilih tidak melanjutkan ingatannya kembali, agar kepalanya tidak sakit.
Suara pintu terbuka, menampilkan seorang dokter tampan dengan senyuman manis menyapanya dan memanjakan indra penglihatan Elina.
“Alhamdulilah, akhirnya kamu membuka mata Ibu Elina. Liam dan liana sangat bersedih melihatmu menutup mata kemarin. Sekarang Liam dan Liana tengah masuk sekolah.”
Tanpa ditanya oleh Elina, dokter Andre mengerti arti sorotan mata Elina, ingin menanyakan sesuatu. Ia sudah hafal dengan gelagat pasien, karena ia ahli dalam bidang ini juga.
“Terima kasih dokter tela
Kedua anak kembar masih menggunakan pakaian sekolah berlari berhamburan memeluk bundanya yang tengah menyendok makanan. Elina tidak ingin disuapi oleh Rani, karena ia bisa sendiri melakukannya.Rani mengalah dan duduk di dekat Elina sembari memperhatikannya."Bunda, akhirnya bangun. Nana takut Bunda ninggalin Nana dan kak Liam."Elina menaruh sepiring makanannya di samping meja dan beralih mengelus wajah putrinya. Pasti anak-anak sangat sedih melihatnya sakit seperti ini. Ia adalah ibu yang lemah."Bunda sudah sehat berkat doa kalian. Kalian mendoakan Bunda, kan?"Mereka mengangguk kencang. Elina bangga anak-anak nya tumbuh menjadi anak-anak yang baik
Hari ini Elina diizinkan untuk pulang. Elina telah berkemas. Liam dan Liana memegang dua tangan bundanya sembari tersenyum lebar."Bunda mau ajak kalian ke bertemu saudara kalian."Liam dan Liana diam mendengar perkataan bundanya. Alis mereka bertaut, menandakan mereka tengah bingung. Ternyata mereka memiliki saudara. Mereka langsung mengangguk.Elina melangkah keluar dari ruang inap rumah sakit, berjalan di lorong dengan sesekali mendapatkan sapaan ramah dari beberapa tenaga kesehatan yang mengenalnya.Liam dan Liana tidak luput dari perhatian mereka semua. Wajah kedua anak kembar itu sangat tampan dan juga cantik."Lihatlah, kedua anak kembar
Pandangan berbinar tercetak jelas di dalam manik mata ketiga wanita memperhatikan Elina dan kedua anak kembarnya yang baru turun dari taksi.Elina menatap mereka dengan ekspresi sulit diartikan. Bahkan si pelaku yang Elina bahas beberapa jam yang lalu berada di depannya, seraya memperhatikan wajah kedua anak kembarnya.Sepertinya mereka tidak diberikan akses untuk masuk. Bahkan gerbang otomatis pengenal wajah anggota keluarga Syahreza mempersulit mereka untuk menerobos. Atau alarm peringatan akan berbunyi dengan nyaring. Dan membuat semua orang di dalam rumah akan keluar. Berakhir mengusir mereka."Elina, ini anaknya Aldi? Dan cucu saya?" tanya Tamara.Liam dan Liana bersembunyi di belakang tubuh Elina.
Sudah seminggu lamanya Aldi memperhatikan kediaman Syahreza dari kejauhan. Aldi tidak diizinkan masuk, semenjak satpam mengusirnya dengan paksa beberapa hari yang lalu atas perintah Elina.Aldi menunduk dengan tatapan sendu mengarah ke dalam gerbang, terlihat tiga anak kecil tengah bermain di depan rumah, belajar menggunakan sepeda yang masih terlihat mengkilap.Tatapan berbinar dan ceria menguar dari wajah gadis kecil itu. Aldi ingin sekali berbincang-bincang kembali dengan putra dan putrinya. Ini semua gara-gara Angel, anak yang tidak jelas asal usulnya. Aldi mengeram, anak itu penghancur segalanya.Sekarang Aldi tengah mencari keberadaan Shanika. Wanita itu tidak akan bisa kabur darinya. Aldi akan memberikan pelajaran yang setimpal tidak hanya surat cerai dari penga
Di butik Alice, Elina terlihat sibuk mengurus pekerjaan nya dan para pesanan pelanggan yang semakin bertambah banyak. Elina harus tetap semangat walaupun baru selesai sakit dan tiga hari cuti kemarin."Ibu Elina. Ibu Pelita ingin mengambil pesanannya sekarang. Ibu Pelita tengah menunggu Anda di luar.""Baik. Saya akan segera menemuinya. Terima kasih Gita.""Sama-sama Ibu Elina. Saya pamit."Elina mengangguk dan tersenyum ramah. Banyak karyawan butik yang menyukai attitude Elina yang baik dan berwawasan tinggi. Walaupun Elina atasan mereka sekarang. Namun Elina tidak pernah sombong dan selalu membimbing para karyawan dengan baik penuh akan kesabaran.Elina m
Tamara dan beberapa bodyguard nya berjalan di perkampungan kumuh di sebuah desa terpencil di kota besar Jakarta. "Boleh kami bertanya?" tutur Tamara memperhatikan ibu-ibu yang terlihat sedang bergosip ria dan lihatlah mereka, tidak menghiraukan kotoran akibat kutu yang mereka sedang cari di kepala. Mereka memperhatikan penampilan mewah Tamara. Aura orang kaya terlihat sangat jelas. Mereka juga mencium bau harum tubuh Tamara yang terjaga. "Boleh. Bertanya tentang apa ya Buk?" tanya mereka. "Rumah almarhum pak Toni di mana, ya? Saya ingin berkunjung." "Pak almarhum Toni Hartono maksud Ibu?" tutur mereka kembali.
"Pagi semuanya." Liana berlari ke arah meja makan bersama dengan Liam. Namun Liam tidak berlari seperti Liana. Liam memilih berjalan dengan santai dan duduk di dekat Liana. Mereka semua membalas sapaan hangat Liana. Gadis kecil itu memperlihatkan deretan giginya yang putih dan bersih, karena tetap menyikat gigi sebelum tidur, sesuai perintah bundanya. "Cucu Nenek sangat cantik dengan memakai bando kupu-kupu." "Iya Nek. Hadiah mingguan dari Dev. Nana suka dengan hadiah Dev yang ini." "Devan yang memberikannya?" tanya Rani. Liana mengangguk kencang. Mereka memperhatikan bando kupu-kupu itu terlihat sangat mahal. Itu bukan sembarang bando tapi dibuat
Andre mencium tangan sang ibu setelah selesai berdoa dan menjadi imam shalat subuh."Bagaimana perkembangannya, Andre?" tanya Pelita."Elina belum menghubungi Andre, Ma. Biarlah Elina melakukan shalat istikharah dahulu. Andre akan menunggu sampai Elina siap menerima Andre menjadi calon imam nya."Pelita tersentuh mendengar penuturan putranya yang sangat sabar dan tidak memaksa."Mama... Yakin Elina akan menerima kamu."Andre tersenyum, "Terima kasih, Ma.""Andre, Elina memiliki dua orang anak. Apakah kamu telah siap menjadi orang tua sambung mereka?" tutur Pelita lembut. Kalau Andre tidak sia