Beberapa hari ini Andrea tinggal di rumah sahabatnya, Sarah. Hari ini ia akan mengambil ijazah dan mulai mencari pekerjaan agar tidak menumpang hidup di rumah Sarah. Meski sahabatnya itu selalu menerima keberadaanya tetapi Andrea tidak ingin menyusahkannya. Sarah pun mengantarnya ke kampus dan akan kembali menjemputnya.
Setelah mendapatkan ijazahnya, Andrea pun memutuskan untuk pulang. Baru beberapa langkah keluar dari ruang administrasi, Andrea merasa pusing dan mual. Ia pun bergegas ke toilet dan tak sengaja bertabrakan dengan seseorang yang baru saja kembali dari toilet.
‘Di-dia ada di sini? Untuk apa? Mencariku?’
Andrea merasa tegang. Rasa pusing dan ingin muntah pun seketika lenyap. Andrea merasa takut dan ingin bersembunyi tetapi pria itu berhenti lalu ia menjawab panggilan telepon hingga tak sengaja Andrea mencuri dengar.
“Aku tidak mau tahu, kalian harus menemukan gadis itu. Aku yakin saat ini dia tengah mengandung. Aku ingin kalian menemukannya dan membuatnya keguguran, jika dia melawan … habisi saja. Jangan meninggalkan jejak!” ucap Elov dengan penuh penekanan.
Andrea berpegangan di dinding. Ini lebih mengerikan daripada diusir oleh ayahnya. Ia tidak pernah menyangka Elov akan semengerikan ini. Tubuh Andrea semakin lunglai, fakta ia akan dihabisi karena berhasil mengandung benih aktor tampan dengan sejuta pesona dan mata indah tetapi menyimpan kejahatan dalam jeratnya itu membuat tubuh Andrea lemas dan tak bertenaga lagi.
“A-aku harus segera pergi dari sini sebelum dia sendiri yang menemukanku. Aku tidak bersalah, dia yang bersalah padaku tetapi mengapa aku yang harus dihabisi?”
Andrea mencoba menguatkan dirinya dan bergegas pergi melewati jalan yang berbeda dengan Elov. Ia harus sampai lebih dulu di gerbang kampus dan mendapatkan taksi sebelum lelaki itu mengenalinya dan hari ini juga ia dan janin yang ia kandung akan berpindah alam.
****
Andrea menatap rumahnya yang kini bukan lagi tempat untuk pulang. Tak tahu harus ke mana justru mengantarnya sampai di depan rumah mewah yang dulunya tempat ia bernaung dan tumbuh besar di sana. Air matanya tumpah mengingat jika sekarang ia sudah tak lagi diinginkan di rumah ini.
Belum lagi kabar yang ia dengar jika Damian dan Lusiana akan mengadakan pertunangan. Secepat itu, ayahnya bahkan lupa jika ada anak yang membutuhkannya saat ini.
Damian, lelaki itu … meskipun mereka tidak pernah saling mengutarakan perasaan tetapi mereka cukup dekat dan Andrea pernah menyimpan rasa untuknya.
Wajah cantik itu semakin muram, semua harus ia ikhlaskan. Hidupnya harus terus berjalan, ada bayi yang harus ia lindungi dan sayangi.
‘Aku akan pergi. Pergi sejauh mungkin tanpa ada yang mengenaliku dan anak ini. Dia terlalu egois karena hanya menginginkan aku dan dia saja hidup bersama. Aku menerima takdir ini walaupun sulit. Aku harus pergi.’ Andrea membatin.
“Kita ke bandara, Pak,” ucap Andrea pada sopir taksi yang masih setia menemaninya.
Andrea masih memiliki sisa tabungan yang bisa menopang hidupnya untuk beberapa bulan ke depan. Di tempat yang baru nanti ia akan mencari pekerjaan, setidaknya ia bisa bertahan hidup dan merasa aman dari lelaki yang hendak membunuhnya. Pergi sejauh mungkin hingga ia sendiri tak akan ingat jalan untuk kembali.
Lagi pula siapa yang akan menantikan dirinya kembali. Akan lebih baik mengambil langkah ini dan menghilang hingga semua orang menganggapnya telah mati.
‘Apa aku perlu mengubah identitasku dan membuat seolah-olah aku telah tiada? Bukankah seperti ini akan membuat aktor itu berhenti mencariku? Tetapi aku harus bagaimana?’
Andrea mencoba mencari cara, dalam kebingungannya sebuah panggilan masuk dari Sarah membuatnya tersentak. Ia bahkan tidak pamit pada sahabatnya dengan baik. Ia hanya mengambil barang-barangnya tanpa meninggalkan sebuah pesan karena saat ia pulang ke rumah Sarah, sahabatnya itu masih berada di kampus dan mungkin mencarinya juga karena tak kunjung bertemu.
Satu helaan napas berat keluar dari mulut Andrea. Ia hanya akan mengirim pesan pada Sarah, tak sanggup mendengar suara sahabatnya itu.
[Maaf Sarah, aku tidak pamit dengan benar padamu. Aku dalam masalah besar dan harus pergi sejauh mungkin. Aku bukan buronan polisi, kok. Aku sengaja tidak memberitahu kamu ke mana aku akan pergi karena aku tidak ingin kamu terlibat jika orang itu sampai nyasar padamu. Nanti aku akan menghubungimu lagi]
Andrea mematikan ponselnya. Ia tidak ingin seseorang mengganggunya. Ia juga tidak ingin terlacak. Wartawan yang dulu ia ambil identitasnya untuk bisa masuk ke kamar Elov dengan bantuan tim Elov pun pasti sudah mendapat ancaman dari mereka. Ia benar-benar dalam bahaya sekarang dan satu-satunya cara untuk menyelamatkan diri adalah dengan pergi sejauh mungkin.
****
Beberapa hari ini media sosial, media cetak dan para pemburu berita dihebohkan dengan trending topic yang mengatakan jika aktor dari luar negeri yang sangat popular itu akan mengambil beberapa adegan dalam film terbarunya di negara ini. Semua berbondong-bondong mendapatkan kesempatan mewawancarai atau bahkan sekadar mendapatkan gambar yang bagus untuk dimuat dalam berita mereka.
Tak terkecuali dengan wanita yang saat ini mengenakan kacamata baca sambil mengamati berita teratas hari ini dari meja kerjanya. Ia menghembuskan napas dengan satu tangan memegangi dadanya. Beberapa kali ia memijat pelipisnya berharap satu proyek ini tak akan diberikan padanya.
Namun sayang beribu sayang, sepertinya takdir tak berpihak padanya dan kematian selalu ingin menemuinya. Ia tidak bisa membantah saat tugas berat yang sumpah demi apapun tak ingin ia kerjakan akhirnya dilimpahkan ke pundaknya.
“Aku merasa deja vu dengan tugas ini. Hah … setelah enam tahun berlalu dan aku terus bersembunyi darinya, kini aku sendiri yang harus mencari berita tentangnya dan maksimal harus bisa mengambil sedikit waktu untuk mewawancarai dia. Setelah enam tahun? Mengapa harus bertemu lagi?”
Rasanya Andrea ingin mati saja saat ini atau setidaknya sekarat selama aktor tampan pemilik bola mata biru didominasi abu-abu itu berada di negara ini agar tugasnya diganti oleh rekannya yang lain.
Enam tahun telah berlalu sejak Andrea meninggalkan negaranya dan memutus segala kontak dengan orang terdekatnya termasuk Sarah untuk menghindari Elov Graff, namun takdir seakan sedang mengajaknya bercanda karena orang yang justru harus hilang dari kehidupannya itu harus ia temui dengan sendirinya.
“Aku harus bagaimana?!” pekik Andrea tertahan. Ia membuka kacamatanya lalu menghembuskan napas dengan kasar. Ia memutar-mutar kurisnya sambil memikirkan solusi untuk masalah antara hidup dan matinya ini.
“Eh tunggu dulu … bukankah semua orang mengira aku telah tiada? Enam tahun yang lalu pesawat yang seharusnya aku tumpangi mengalami kecelakaan dan tak ada penumpang yang selamat. Aku bahkan melihat namaku sendiri berada dalam daftar penumpang hari itu. Seharusnya jika si berengsek itu sudah mengetahui siapa wanita yang mengandung benihnya maka dia pasti mengira aku sudah tiada dan tidak akan mengenaliku. Ya, sepertinya ini tidak begitu susah. Aku hanya perlu sedikit mengubah penampilan ….”
Andrea kembali teringat saat ia kembali mual saat berada di bandara. Tubuhnya lemas karena ia sendiri belum makan selain satu lembar roti di rumah Sarah. Tak sadar sudah lama berada di kamar mandi, ia ternyata telah ketinggalan pesawatnya.Untuk penerbangan selanjutnya ia harus menunggu sekitar tiga jam. Berada di bandara pun tidak begitu aman menurutnya. Pulang ke rumah Sarah pun bukan pilihan.Dengan tubuh lemas ia terpaksa berjalan ke arah food court yang ada di bandara. Ia perlu mengisi tenaganya. Saat sedang menikmati makanannya, seorang pria dengan setelan jas berwarna navy datang menghampirinya. Andrea langsung tegang, ia berpikir mungkin saja pria ini adalah orang suruhan Elov. Ingin lari tetapi pria itu justru menanyakan ibunya.“Anda mengenal Ibu saya?” Pria itu mengangguk. Matanya melirik ke arah koper Andrea. “Kamu akan pergi?”Andrea mengangguk lemah. Pria itu sepertinya paham apa yang terjadi dengannya. “Pergilah ke negara di mana ibumu berasal. Dia memiliki satu rumah
"Ma, bukankah kita akan menonton bioskop?"Pertanyaan Levin membuat Andrea tersentak. Andrea menjanjikan mereka untuk menonton di bioskop bahkan sudah mengantre untuk memberi popcorn, tetapi pertemuannya hari ini dengan Elov mengacaukan segalanya. Andrea tidak bisa berlama-lama di tempat ini, ia khawatir Elov akan mengejar mereka."Ah, maaf sayang. Mama sedang tidak enak badan. Bagaimana jika menontonnya nanti saja?"Dengan sangat menyesal Andrea terpaksa berbohong dan mengingkari janjinya pada dua bocah yang bak pinang dibelah dua dengan aktor tampan itu. "Mama sakit? Kalau begitu ayo kita segera pulang. Mama terlalu sibuk bekerja hingga lupa beristirahat," ujar Luvina.Andrea membuang napas pendek. Ia tahu kedua anaknya sangat perhatian. Dalam hati ia berdoa agar selalu diberi kesehatan agar bisa terus menjaga kedua anaknya dan memberikan kehidupan yang layak untuk mereka.Sesampainya di rumah, Andrea meminta kedua anaknya untuk beristirahat saja di kamar mereka. Meski Levin dan Lu
Langkah Andrea tergesa-gesa. Ia hampir terlambat, satu menit sebelum waktu bekerja ia baru menempelkan sidik jarinya hingga akhirnya gajinya terselamatkan karena siapapun karyawan yang terlambat maka gaji akan dipotong.Baru saja ia merasa lega, salah satu staf yang bekerja satu divisi dengannya langsung memintanya menemui manager divisi. Ada hal penting yang harus mereka bicarakan, Andrea menebak ini masalah wawancara Elov Graff.Pintu diketuk Andrea dengan perlahan, sebenarnya sangat malas dan berharap hari ini ia pingsan mendadak hingga ada yang menggantikan tugasnya. Namun sayang, ia tidak pernah pingsan sekalipun sehingga akan sangat sulit mewujudkan harapannya."Duduk Rea," ucap William.Andrea duduk di hadapan lelaki bermata minimalis dengan kulitnya yang putih itu. Wajahnya cukup tampan hanya saja sikapnya membekukan siapa saja yang berada di dekatnya saking dinginnya lelaki ini."Kamu sudah tahu apa tugasmu hari ini, bukan?"Andrea mengangguk lemas, biasanya ia sangat antusia
Finn mengerahkan anak buahnya bahkan ia menghubungi beberapa untuk meminta mereka segera datang ke negara ini. Permintaan Elov tidak bisa ia tolak karena ia pun memikirkan aktor itu. Bagaimana pun selama ini ia yang bekerja keras menjaga nama baik Elov dan jika ada yang hendak merusaknya maka ia akan berdiri di barisan terdepan untuk menghalaunya."Kalian periksa CCTV di mulai dari tempat Tuan Elov bertemu dengan anak kecil," titah Finn pada dua anak buahnya.Setelah dua orang itu pergi, Finn menatap pintu kamar Elov. Pertanyaannya tentang tindakan apa yang hendak Elov ambil ketika mereka berhasil menemukan anak-anak itu tak juga bisa dijawab olehnya. Ia kembali masuk, sebentar lagi akan ada pengambilan adegan dan ia tidak ingin Elov dalam keadaan tidak siap apalagi terguncang."Saya telah meminta beberapa anak buah kita untuk mengecek CCTV di mall. Saya juga sudah memanggil bala bantuan. Sekarang saya harap Anda memperbaiki mood Anda karena sebentar lagi kita akan menuju ke lokasi sy
"Andrea kamu tidak apa-apa?"Pertanyaan Ben seolah menarik Andrea yang tadinya sudah masuk pada sebuah dimensi hampa udara mini kembali masuk dalam dunia nyata, di mana ada Elov yang masih menatapnya.Satu anggukan pelan Andrea berikan sebagai pertanda. Ben mengembuskan napas lega, ia pun menarik tangan Andrea untuk segera mendekat."Ben, bisakah kamu saja yang mewawancarai aktor itu? Aku akan menjadi juru kamera. Berhadapan dengannya membuatku gugup," pinta Andrea, dalam hati ia berdoa semoga ide gilanya diterima oleh Ben.Lelaki itu tertawa. "Aku tidak bisa mengabulkan permintaanmu, Rea. Anggap saja ini keberuntungan karena kamu bisa bertemu langsung dengan aktor popular itu," ujar Ben yang kini semakin dekat dengan kerumunan wartawan.Beruntung?Hidup Andrea bahkan berubah 360 derajat sejak bertemu dengan Elov. Selain mendapatkan dua anak spesial itu, pertemuannya dengan Elov tidak bisa dikatakan sebagai sebuah keberuntungan.Andrea menggigit bibirnya, Elov kembali memakai kacamata
"Kamu dipecat!" Ucapan tersebut terus terngiang di telinga Andrea. Tidak diizinkan menjelaskan perkaranya, hanya demi seorang Elov Graff yang terlalu mendramatisir keadaan ia bahkan langsung ditendang dari perusahaan. Apakah dedikasinya selama hampir enam tahun itu tidak bisa dipertimbangkan? Sungguh miris, Andrea tersenyum sinis mengingat nasibnya yang kini pengangguran sedangkan dua anaknya memiliki banyak kebutuhan. Untuk bertahan dua sampai tiga bulan ke depan dia mungkin bisa, tabungannya cukup. Bagaimana dengan selanjutnya? Nama Andrea jelas sudah di-black list, meski ia menggunakan ID Hera, wanita itu justru datang membela diri dan memberikan tuduhan pada Andrea. Siapa yang ingin dipecat? Dalam hal ini, semua yang terlihat baik belum tentu baik dan yang jahat belum tentu jahat. "Rea!" Langkah gontai itu berhenti saat namanya dipanggil. Ia menoleh dan tersenyum pedih pada Ben yang entah datang dari mana. "Ada apa Ben?" Napas lelaki itu belum teratur, ia menunduk untuk s
Ketukan pintu semakin lama semakin kuat hingga membuat pemilik rumah terbangun. Wanita itu menguncir asal rambut panjangnya, sesekali menguap, tak lupa dengan sedikit keluhan karena tamu yang datang. Mata itu melirik ke arah jam dinding di ruang tengah. Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam, entah orang gila dari mana yang datang mengganggunya. "Siapa?" tanya Andrea. Di hadapannya kini berdiri tiga orang pria berjas hitam dengan wajah datar tanpa ekspresi. "Nona Andrea Sebastian?" tanya salah satu dari mereka. Meski bingung Andrea tetap menganggukkan kepalanya. "Anda ditunggu Tuan kami untuk datang meminta maaf, jika Anda menolak maka detik ini juga nama Anda akan masuk daftar hitam. Yakinlah esok tidak akan ada satu pun yang mau menerima Anda bekerja." Apakah ini sebuah ancaman? Andrea tersenyum kecut. Wajahnya kembali muram teringat kejadian hari ini namun berubah secepat kilat menjadi penuh amarah saat teringat biang masalahnya. "Katakan pada tuanmu, aku ti
Andrea menghitung pengeluaran bulanan dan mencocokkan dengan keuangannya saat ini. Ada beberapa hal yang harus ia kurangi selagi ia belum mendapatkan pekerjaan tetap. Ingin rasanya ia sekali lagi menerima bantuan pria paruh baya itu tetapi ia merasa tidak enak karena selama ini Paman Alvons selalu melindunginya di balik layar.Sesekali wanita itu menghela napas pendek, sesekali juga melirik ke arah pintu kamar anaknya yang sedang tidur siang. Hari menjelang sore dan kedua bocah itu masih asyik di alam mimpi mereka."Sepertinya si kembar tidak akan masuk sekolah internasional. Sangat disayangkan tetapi aku tidak bisa berbuat banyak. Mengikuti Paman Alvons pun aku harus kembali pindah negara. Ini cukup rumit!"Andrea meminta pelipisnya. Bayangkan, seorang Elov Graff selalu mampu memporak-porandakan kehidupannya. Mengapa lelaki itu kembali datang? Apakah karena merasakan benihnya telah tumbuh dengan baik di negara ini?Sungguh menggelikan!Suara ketukan pintu mengalihkan perhatian Andrea