Andrea kembali teringat saat ia kembali mual saat berada di bandara. Tubuhnya lemas karena ia sendiri belum makan selain satu lembar roti di rumah Sarah. Tak sadar sudah lama berada di kamar mandi, ia ternyata telah ketinggalan pesawatnya.
Untuk penerbangan selanjutnya ia harus menunggu sekitar tiga jam. Berada di bandara pun tidak begitu aman menurutnya. Pulang ke rumah Sarah pun bukan pilihan.
Dengan tubuh lemas ia terpaksa berjalan ke arah food court yang ada di bandara. Ia perlu mengisi tenaganya.
Saat sedang menikmati makanannya, seorang pria dengan setelan jas berwarna navy datang menghampirinya. Andrea langsung tegang, ia berpikir mungkin saja pria ini adalah orang suruhan Elov. Ingin lari tetapi pria itu justru menanyakan ibunya.
“Anda mengenal Ibu saya?”
Pria itu mengangguk. Matanya melirik ke arah koper Andrea. “Kamu akan pergi?”
Andrea mengangguk lemah. Pria itu sepertinya paham apa yang terjadi dengannya. “Pergilah ke negara di mana ibumu berasal. Dia memiliki satu rumah sederhana yang sudah lama aku jaga. Jika membutuhkan sesuatu, jangan sungkan untuk menghubungiku.”
Sebuah senyuman terbit di bibir Andrea. Mungkin ini sudah jalannya. Di saat seperti ini ia bertemu dengan malaikat penolongnya. Semua berkat ibunya.
‘Sekarang kita punya tujuan, Nak. Aku tahu, kehadiranmu di rahimku tidak akan pernah sia-sia. Kamu bukan aib, aku mencintaimu,’ ucap Andrea dalam hati.
****
“Lulu, jangan berlarian, Nak!”
Gadis kecil berusia lima tahun dengan manik mata sebiru langit cerah itu terus saja berlarian, ia dan anak lelaki kecil dengan mata biru keabu-abuan terus saja saling meledek.
“Levin, kamu jagain adik kamu. Jangan ikut berlarian sepertinya. Kita sedang berada di tempat ramai, tolong tenang sebentar,” tegur wanita dengan rambut panjang sebahu, sengaja dibuat ikal di bagian ujungnya hingga menambah kesan manisnya.
Andrea menghela napas. Satu senyuman ia lengkungkan melihat polah kedua anak kembarnya yang persis seperti pria itu. Lima tahun yang lalu, berjuang seorang diri tanpa satu pun keluarga yang mendampinginya ia berhasil melahirkan dan membesarkan kedua anaknya tanpa kekurangan satu pun.
Ponselnya terus saja berdering sedangkan ia sedang mengantre untuk mendapatkan popcorn. Mau tidak mau ia harus menjawab panggilan tersebut dengan harapan anak lelakinya akan menjaga sang adik.
Luvina terus berlari, ia berpikir Levin masih meladeninya tetapi ternyata Levin tidak berada di dekatnya karena tadi saudara kembarnya itu tak sengaja melihat beberapa orang berpakaian rapi dan serba hitam. Ia berdecak kagum sampai lupa pada adiknya.
Menyadari sang kakak tidak berada di dekatnya membuat Luvina ketakutan. Ia mulai panik dan tak sengaja menabrak seseorang yang sedang sibuk bicara di telepon.
“Maaf, Tuan. Lulu tidak sengaja,” ucapnya hampir menangis.
Pria itu membuka kacamatanya lalu berjongkok melihat sosok kecil yang sedang meringis di kakinya.
“Are you okay?”
Luvina mengangguk lalu menggeleng. “Aku kehilangan Mama dan kakakku. Aku takut, Paman.”
Elov mengusap kepala Luvina dan tiba-tiba saja ia merasakan desiran aneh di hatinya. Ia tidak mengerti tetapi menyentuh anak kecil ini membuat tubuhnya bereaksi aneh.
“Baiklah, ayo kita cari mereka. Kamu tadi datang dari arah mana?”
Luvina menunjuk tempat di mana tadi ia bersama kakaknya. Elov membawanya ke dalam gendongan sambil terus mencari jawaban atas apa yang tengah ia rasakan.
Andrea baru saja mengakhiri panggilan teleponnya, ia menghampiri Levin yang terlihat gugup. “Di mana adikmu?”
Kepala Levin tertunduk dalam, persis seperti Andrea saat dalam keadaan takut. “Maaf Mama, aku tidak menjaga adik dengan benar. Dia hilang!”
Mata Andrea terbuka lebar. Dadanya terasa sesak, bagaimana bisa anaknya hilang. Dia masih sangat kecil dan harus mencarinya ke mana. Ia juga tidak bisa menyalahkan putranya karena Levin masih terlalu kecil untuk diberi tugas tersebut.
“Sekarang kamu tenang, kita cari Lulu bersama-sama,” ucap Andrea, ia memberikan senyuman untuk putranya yang ia tahu pasti sedang merasa bersalah.
Tangan mungil itu menggenggam tangan hangat Andrea. Keduanya berjalan sesuai arah yang ditunjuk Levin. Seharusnya Luvina belum terlalu jauh dengan kaki kecilnya itu.
Dari arah berlawanan Luvina yang merasa nyaman berada di dalam gendongan Elov juga terus memindai seluruh tempat, berharap bisa melihat sosok ibunya atau kakaknya.
“Ma, itu Lulu …!” pekik Levin. Bocah lelaki itu melepaskan genggamannya dari Andrea kemudian ia berlari ke arah Luvina.
Tubuh Andrea kaku. Bagaikan disambar petir di siang bolong, saat ini ia melihat putrinya berada dalam gendongan Elov Graff, ayahnya.
Matanya tak sengaja beradu tatap dengan Elov, konsentrasi Andrea buyar, ingatan malam itu kembali berputar bak film di benaknya. Sekarang, mana mungkin ia bisa menghindar. Ia hanya bisa berharap semoga Elov tidak mengenalinya dan juga kedua anaknya.
Luvina turun dari gendongan Elov, ia berlari memeluk Levin. “Maaf Kak, aku nakal,” bisiknya.
Levin melepaskan pelukan. “Lain kali jangan seperti ini, Mama dan aku sangat cemas,” ucapnya begitu bijak.
Elov terpaku. Dua anak kecil di hadapannya ini membuat ia terdiam, apalagi bocah lelaki yang sangat sangat mirip dengan dirinya. Elov tidak bisa berbohong, bocah lelaki itu jelas meniru wajahnya diperkuat dengan warna bola mata mereka yang sama persis. Warna langka yang tidak sembarang orang dapat memilikinya.
Menyadari Elov mulai mengenali kedua anaknya, Andrea bergegas mendekat. Ia harus melindungi kedua anaknya, ia tidak mau Elov sampai mengenali mereka dan berujung dihabisi.
Rasa trauma itu masih begitu melekat.
Mengapa juga kedua anaknya itu mengambil semua yang ada pada Elov sedangkan ia yang mengandung dan melahirkan mereka hanya mendapat hikmahnya saja? Belum lagi Levin, anak itu duplikat Elov Graff, siapapun akan langsung mengatakan jika mereka adalah pasangan Ayah dan Anak.
“Mama …,” panggil Luvina. Ia bergegas masuk ke dalam dekapan Andrea.
“Lulu, kamu baik-baik saja, Nak?” tanya Andrea, ia memilih mendekap erat tubuh Luvina untuk menyembunyikan ketakutannya.
“Um.” Luvina mengangguk, ia kemudian melepaskan pelukannya. “Paman itu telah menolongku, Ma,” tunjuknya pada Elov.
Manik mata Andrea bertemu dengan manik mata indah milik Elov. Andai ia tidak tahu sepak terjang lelaki itu, Andrea pasti akan kembali memuji ketampanannya.
“Te-terima kasih, Tuan. Maaf sudah merepotkan Anda,” ucap Andrea, ia ingin segera pergi dari hadapan Elov.
Elov pun terkesiap. “Ah, oh ya. Tidak apa-apa. Dia anak yang manis, Nyonya,” jawab Elov tergagap, ia mengalihkan pandangannya pada bocah lelaki yang terus saja mencuri perhatiannya.
“Lulu, ucapkan terima kasih pada Paman itu sebelum kita pergi.”
Walau ia ketakutan luar biasa, tetapi Andrea tetap menanamkan kebiasaan baik pada kedua anaknya dengan tidak melupakan ucapan terima kasih pada siapapun yang sudah membantu mereka.
Luvina berjalan mendekat ke arah Elov, dengan satu tangannya ia memberi kode pada lelaki itu untuk berjongkok menyesuaikan tinggi badan mereka. Elov yang tidak biasa diperintah ini justru dibuat takluk oleh gadis kecil yang tak tahu jika di belakangnya sang ibu sedang ketar-ketir.
Satu kecupan di pipi Elov Luvina hadiahkan sebagai ucapan terima kasih. Elov memegangi pipinya yang terasa hangat dan lagi-lagi desiran aneh itu mengganggu hatinya.
“Terima kasih, Paman. Lulu pamit dulu ya,” ucapnya kemudian ia berbalik dan menggenggam tangan Andrea bersama Levin.
Demi menjaga sopan santun, Andrea tetap mengangguk sebelum meninggalkan Elov yang masih berjongkok sambil menatap tiga punggung yang perlahan menjauhinya.
‘Siapa mereka? Mengapa kedua bocah itu begitu mirip denganku. Apakah mereka adalah ….’
"Ma, bukankah kita akan menonton bioskop?"Pertanyaan Levin membuat Andrea tersentak. Andrea menjanjikan mereka untuk menonton di bioskop bahkan sudah mengantre untuk memberi popcorn, tetapi pertemuannya hari ini dengan Elov mengacaukan segalanya. Andrea tidak bisa berlama-lama di tempat ini, ia khawatir Elov akan mengejar mereka."Ah, maaf sayang. Mama sedang tidak enak badan. Bagaimana jika menontonnya nanti saja?"Dengan sangat menyesal Andrea terpaksa berbohong dan mengingkari janjinya pada dua bocah yang bak pinang dibelah dua dengan aktor tampan itu. "Mama sakit? Kalau begitu ayo kita segera pulang. Mama terlalu sibuk bekerja hingga lupa beristirahat," ujar Luvina.Andrea membuang napas pendek. Ia tahu kedua anaknya sangat perhatian. Dalam hati ia berdoa agar selalu diberi kesehatan agar bisa terus menjaga kedua anaknya dan memberikan kehidupan yang layak untuk mereka.Sesampainya di rumah, Andrea meminta kedua anaknya untuk beristirahat saja di kamar mereka. Meski Levin dan Lu
Langkah Andrea tergesa-gesa. Ia hampir terlambat, satu menit sebelum waktu bekerja ia baru menempelkan sidik jarinya hingga akhirnya gajinya terselamatkan karena siapapun karyawan yang terlambat maka gaji akan dipotong.Baru saja ia merasa lega, salah satu staf yang bekerja satu divisi dengannya langsung memintanya menemui manager divisi. Ada hal penting yang harus mereka bicarakan, Andrea menebak ini masalah wawancara Elov Graff.Pintu diketuk Andrea dengan perlahan, sebenarnya sangat malas dan berharap hari ini ia pingsan mendadak hingga ada yang menggantikan tugasnya. Namun sayang, ia tidak pernah pingsan sekalipun sehingga akan sangat sulit mewujudkan harapannya."Duduk Rea," ucap William.Andrea duduk di hadapan lelaki bermata minimalis dengan kulitnya yang putih itu. Wajahnya cukup tampan hanya saja sikapnya membekukan siapa saja yang berada di dekatnya saking dinginnya lelaki ini."Kamu sudah tahu apa tugasmu hari ini, bukan?"Andrea mengangguk lemas, biasanya ia sangat antusia
Finn mengerahkan anak buahnya bahkan ia menghubungi beberapa untuk meminta mereka segera datang ke negara ini. Permintaan Elov tidak bisa ia tolak karena ia pun memikirkan aktor itu. Bagaimana pun selama ini ia yang bekerja keras menjaga nama baik Elov dan jika ada yang hendak merusaknya maka ia akan berdiri di barisan terdepan untuk menghalaunya."Kalian periksa CCTV di mulai dari tempat Tuan Elov bertemu dengan anak kecil," titah Finn pada dua anak buahnya.Setelah dua orang itu pergi, Finn menatap pintu kamar Elov. Pertanyaannya tentang tindakan apa yang hendak Elov ambil ketika mereka berhasil menemukan anak-anak itu tak juga bisa dijawab olehnya. Ia kembali masuk, sebentar lagi akan ada pengambilan adegan dan ia tidak ingin Elov dalam keadaan tidak siap apalagi terguncang."Saya telah meminta beberapa anak buah kita untuk mengecek CCTV di mall. Saya juga sudah memanggil bala bantuan. Sekarang saya harap Anda memperbaiki mood Anda karena sebentar lagi kita akan menuju ke lokasi sy
"Andrea kamu tidak apa-apa?"Pertanyaan Ben seolah menarik Andrea yang tadinya sudah masuk pada sebuah dimensi hampa udara mini kembali masuk dalam dunia nyata, di mana ada Elov yang masih menatapnya.Satu anggukan pelan Andrea berikan sebagai pertanda. Ben mengembuskan napas lega, ia pun menarik tangan Andrea untuk segera mendekat."Ben, bisakah kamu saja yang mewawancarai aktor itu? Aku akan menjadi juru kamera. Berhadapan dengannya membuatku gugup," pinta Andrea, dalam hati ia berdoa semoga ide gilanya diterima oleh Ben.Lelaki itu tertawa. "Aku tidak bisa mengabulkan permintaanmu, Rea. Anggap saja ini keberuntungan karena kamu bisa bertemu langsung dengan aktor popular itu," ujar Ben yang kini semakin dekat dengan kerumunan wartawan.Beruntung?Hidup Andrea bahkan berubah 360 derajat sejak bertemu dengan Elov. Selain mendapatkan dua anak spesial itu, pertemuannya dengan Elov tidak bisa dikatakan sebagai sebuah keberuntungan.Andrea menggigit bibirnya, Elov kembali memakai kacamata
"Kamu dipecat!" Ucapan tersebut terus terngiang di telinga Andrea. Tidak diizinkan menjelaskan perkaranya, hanya demi seorang Elov Graff yang terlalu mendramatisir keadaan ia bahkan langsung ditendang dari perusahaan. Apakah dedikasinya selama hampir enam tahun itu tidak bisa dipertimbangkan? Sungguh miris, Andrea tersenyum sinis mengingat nasibnya yang kini pengangguran sedangkan dua anaknya memiliki banyak kebutuhan. Untuk bertahan dua sampai tiga bulan ke depan dia mungkin bisa, tabungannya cukup. Bagaimana dengan selanjutnya? Nama Andrea jelas sudah di-black list, meski ia menggunakan ID Hera, wanita itu justru datang membela diri dan memberikan tuduhan pada Andrea. Siapa yang ingin dipecat? Dalam hal ini, semua yang terlihat baik belum tentu baik dan yang jahat belum tentu jahat. "Rea!" Langkah gontai itu berhenti saat namanya dipanggil. Ia menoleh dan tersenyum pedih pada Ben yang entah datang dari mana. "Ada apa Ben?" Napas lelaki itu belum teratur, ia menunduk untuk s
Ketukan pintu semakin lama semakin kuat hingga membuat pemilik rumah terbangun. Wanita itu menguncir asal rambut panjangnya, sesekali menguap, tak lupa dengan sedikit keluhan karena tamu yang datang. Mata itu melirik ke arah jam dinding di ruang tengah. Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam, entah orang gila dari mana yang datang mengganggunya. "Siapa?" tanya Andrea. Di hadapannya kini berdiri tiga orang pria berjas hitam dengan wajah datar tanpa ekspresi. "Nona Andrea Sebastian?" tanya salah satu dari mereka. Meski bingung Andrea tetap menganggukkan kepalanya. "Anda ditunggu Tuan kami untuk datang meminta maaf, jika Anda menolak maka detik ini juga nama Anda akan masuk daftar hitam. Yakinlah esok tidak akan ada satu pun yang mau menerima Anda bekerja." Apakah ini sebuah ancaman? Andrea tersenyum kecut. Wajahnya kembali muram teringat kejadian hari ini namun berubah secepat kilat menjadi penuh amarah saat teringat biang masalahnya. "Katakan pada tuanmu, aku ti
Andrea menghitung pengeluaran bulanan dan mencocokkan dengan keuangannya saat ini. Ada beberapa hal yang harus ia kurangi selagi ia belum mendapatkan pekerjaan tetap. Ingin rasanya ia sekali lagi menerima bantuan pria paruh baya itu tetapi ia merasa tidak enak karena selama ini Paman Alvons selalu melindunginya di balik layar.Sesekali wanita itu menghela napas pendek, sesekali juga melirik ke arah pintu kamar anaknya yang sedang tidur siang. Hari menjelang sore dan kedua bocah itu masih asyik di alam mimpi mereka."Sepertinya si kembar tidak akan masuk sekolah internasional. Sangat disayangkan tetapi aku tidak bisa berbuat banyak. Mengikuti Paman Alvons pun aku harus kembali pindah negara. Ini cukup rumit!"Andrea meminta pelipisnya. Bayangkan, seorang Elov Graff selalu mampu memporak-porandakan kehidupannya. Mengapa lelaki itu kembali datang? Apakah karena merasakan benihnya telah tumbuh dengan baik di negara ini?Sungguh menggelikan!Suara ketukan pintu mengalihkan perhatian Andrea
"Mama, mengapa mengemasi banyak barang?“Pertanyaan Luvina membuat gerakan tangan Andrea yang sedang mengepak pakaian anak-anaknya terhenti. Ia menghela napas, ia juga yang harus menjelaskan semuanya meski tidak semuanya."Mama dipindahkan ke luar negara. Kita akan pergi dua hari lagi," jawab Andrea sekenanya."Bagiamana dengan sekolah?" tanya Levin.Satu napas pendek Andrea buang seakan teras begitu berat. Mengapa bukan Elov yang menjelaskan segalanya. Ia bahkan tidak tahu akan menjadi budak seperti apa oleh lelaki itu. Ia hanya asal menerima dan Elov berkata akan menjemputnya dua hari lagi."Mama akan mengurus semuanya besok. Kalian bisa melanjutkan sekolah di sekolah baru nanti. Tenang saja, sekarang kalian tidur lebih cepat biar Mama yang menyelesaikannya," ucap Andrea. Setelah selesai membereskan barang-barang anaknya, Andrea kembali ke kamarnya. Dua anaknya sudah pulas, ia pun harus mengistirahatkan diri.Ingin tidur tetapi kantuk enggan mendekat. Pikirannya tidak mau berhenti m
Langkah Morgan begitu berat mendekati Elov dan Brandon, dia ingin mendengar semua kejelasan tentang yang terjadi malam ini di acara yang sengaja dibuatnya untuk menunjukkan kedekatannya bersama keluarga Graff. Di sini juga nantinya dia yang akan memilih siapa yang berhak mendapatkan proyek besar ini, tetapi dia justru mendapatkan pengkhianatan sebelum dia sempat melepaskan proyek tersebut pada keluarga Graff. "Aku sangat tersanjung sekali mendengar berita hari ini. Bagaimana mungkin hal ini bisa terjadi, Tuan Brandon? Brandon tahu itu adalah sebuah sindiran, dia juga seharusnya memperingati Elov untuk menyingkirkan Harry pada acara ini sebab mereka sedang berebut untuk mendapatkan proyek besar kota Clove yang akan dipilih langsung oleh Tuan Morgan. Brandon tersenyum tipis, dia membalas tatapan Morgan yang begitu sinis padanya dengan lembut dan matanya tampak memperlihatkan jika dia tak mudah diintimidasi. "Sepertinya sudah saatnya yang tua mengalah untuk kebahagiaan anak muda.
Elov baru saja sampai di kediaman Alvons, tidak tenang hatinya karena sudah dua hari dia tidak mendapatkan kabar tentang Andrea sedikitpun, bahkan orang-orang yang disebar oleh Brandon untuk mencari Andrea juga kedua anaknya sama sekali tidak membuahkan hasil. Terpaksa Elov datang ke negara ini dan langsung menuju ke rumah Alvons, tetapi ternyata usahanya sia-sia. Dia bersama Finn sama sekali tidak menemukan jejak Andrea di sana, bahkan Alvons sendiri tidak berada di rumahnya. "Tolonglah, aku sedang mencari Andrea," pinta Elov pada kepala pelayan di rumah itu. "Nona Andrea tidak pernah pulang lagi setelah Anda menjemputnya tempo hari. Seharusnya Anda yang tahu di mana keberadaannya. Tuan juga sedang tidak berada di rumah, sedang ada perjalanan bisnis ke luar negeri," ucap kepala pelayan tersebut, wajahnya terlihat datar hingga Elov tidak ingin bertanya banyak hal lagi. Tidak menemukan apa yang dia cari di negara ini akhirnya Elov memilih untuk pulang. Dia juga sudah memeriksa pene
"Bagaimana perasaanmu terhadap Elov? Bertahan atau pergi?"Ruangan yang sepi itu menjadi saksi dimana untuk pertama kalinya Andrea merasa ragu dengan perasaannya sendiri. Jika selama ini dia selalu melangkah tanpa banyak berpikir, maka kali ini dia merasa dilema dan tak tahu harus mengambil keputusan seperti apa."Kamu bingung? Jika sikapmu seperti ini maka bisa Paman katakan jika cintamu sudah tumbuh untuk lelaki itu. Bukan begitu, Rea?"Kepala Andrea semakin tertunduk, dia menatap lantai yang begitu bersinar entah mencari apa di bawah sana.Tak mudah baginya untuk mengakui jika dia menginginkan Elov saat ini dan juga akan sulit baginya jika dia mengatakan dia ingin berpisah dari lelaki itu. Sungguh, hubungan yang baru mereka mulai ini sudah mulai tertanam di hati Andrea.Diamnya Andrea menjadi tolak ukur bagi Alvons jika keponakannya ini memang benar sudah mencintai Elov. Mungkin dia belum menyadari bagaimana perasaannya terhadap pria itu tetapi sikapnya sudah menunjukkan segalanya.
Elov merasa frustrasi, dia yakin sekali Andrea tidak diculik seperti sebelumnya melainkan ini ada campur tangan Alvons. Sekarang dia harus bagaimana? Andrea dan kedua anaknya sudah tidak lagi bersamanya. Belum juga mendaftarkan pernikahan tetapi masalah yang harus mereka hadapi begitu banyak."Semua ini karena Mommy!"Reyna tentu tidak terima mendengar tudingan Elov tersebut. Dia masih merasa benar dengan sikapnya yang tidak menerima Andrea. Meksipun dia tahu lelaki tadi adalah paman Andrea yang menurut Elov bukanlah orang sembarangan, tetapi tetap saja dia tidak akan pernah merestui hubungan mereka."Mom, kalau Mommy bisa lebih membuka hati lagi kepada Andrea semuanya pasti tidak akan terjadi. Sekarang bagaimana, aku yakin sekali jika Andrea dibawa pergi oleh orang-orang Paman Alvons. Anak-anak juga dibawa olehnya, aku sudah tidak memiliki siapapun di sisiku!" Reyna berdecak sebal. "Bagaimana bisa kamu mengatakan itu sedangkan kamu masih memiliki Mommy dan Daddy? Jika dia ingin mem
Iring-iringan mobil Alvons yang diikuti anak buahnya sampai di sebuah mansion mewah yang tak pernah si kembar kunjungi sebelumnya. Levin dan Luvina saling berpandangan dengan tanya yang tersirat dari kedua manik indah nan langka itu. Saat mobil berhenti, pintu langsung dibuka oleh salah satu pengawal lalu pria berwajah kaku itu mempersilakan dua tuan dan nona kecil untuk turun. "Grandpa, ini rumah siapa?" tanya Luvina dengan begitu polos. "Rumah milik Grandpa. Ayo kita masuk, ada banyak hal yang ingin Grandpa tanyakan pada kalian berdua," ajak Alvons. Tiba-tiba Luvina menguap. Levin mendengkus, dia tahu saudara kembarnya ini hanya sedang berpura-pura mengantuk saja. "Entah mengapa aku mendadak mengantuk, Grandpa. Aku tidak akan sanggup berjalan ke dalam rumahmu yang begitu besar. Bisakah Grandpa menggendongku?" Alvons tertawa. Dia berbalik dan langsung menggendong kelinci kecil yang manja ini. "Apakah Tuan Muda Levin juga ingin digendong?" Meskipun Alvons tahu Levin aka
Reyna tidak tahu jika ucapannya tersebut didengar oleh si kembar yang diam-diam menguping obrolannya dengan Serena di ruang tamu. Reyna berkata lagi, "Kamu tidak perlu mengajukan protes apapun kepadaku, karena sesuai dengan kesepakatan awal bahwa Geez adalah calon menantu di keluarga Graff. Kami hanya menginginkan cucu kami, tidak dengan ibunya." Serena tersenyum penuh kepuasan, ini yang ingin dia buktikan dengan datang ke rumah ini. Serena lalu berkata, "Aku bukan ingin menuntut kalian, tetapi putriku sudah terlanjur berharap pada Elov. Akan jadi seperti apa nanti jika kelak Eliv justru menolaknya dan kalian mematahkan hatinya? Putriku yang malang itu pasti akan mengalami kesedihan dan akan sangat terguncang." Reyna mengangguk-anggukkan kepalanya. "Kamu tenang saja Sere, aku yang akan memastikan bahwa Geez yang akan menjadi menantuku nanti. Bukan ibu dari kedua cucuku." Si kembar saling menatap, wajah keduanya kini benar-benar tidak sedap dipandang. Entah hilang ke mana ke
Andrea menatap malas pada sosok Harry yang kembali datang menjenguknya. Dia tahu jika ayahnya ini sengaja datang hanya untuk mencari muka di hadapan Elov, jika saja kemarin dia tidak mengetahui tentang hubungannya bersama Elov maka Andrea yakin ayahnya tidak akan bersikap sepeduli ini padanya. Harry begitu angkuh dan Andrea tidak lagi percaya padanya."Jadi Rea, apakah benar kamu dan Elov sudah menikah?"Andrea tidak menjawab, dia hanya menatap ayahnya dengan datar.Harry sebenarnya inging marah melihat ekspresi Andrea yang sangat angkuh. Padahal dia sudah datang dan berada di sini sebagai sosok Ayah yang sangat peduli terhadap anaknya, tetapi Andrea masih saja bersikap dingin."Rea, maaf jika dulu Ayah bersikap keterlaluan padamu bahkan sampai mengusirmu ketika kamu hamil. Seandainya kamu mengatakan siapa pria itu, Ayah nggak akan mungkin menyuruhmu pergi bahkan nggak akan menghapus namamu dari daftar kartu keluarga."Andrea menatap Harry dengan sinis. Dia enggan mengatakan apapun pa
Malam hampir larut ketika Reyna, Brandon dan si kembar sampai di kediaman utama. Sepanjang perjalanan tadi Levin dan Luvina sempat tertidur dan begitu Brandon menggendong Levin, cucunya lakinya itu terbangun begitupun dengan Luvina yang berada di gendongan Reyna. Padahal tadinya Brandon dan Reyna berharap keduanya tidak terbangun sehingga mereka tidak akan bertanya mengapa dibawa pulang ke rumah ini bukan dikembalikan kepada Ibu mereka. Reyna belum cukup puas dan tidak akan pernah puas bermain dengan kedua cucunya yang sangat menggemaskan, begitu cantik dan tampan hingga dia ia tidak rela melepaskannya barang sedetik pun. "Kita sudah sampai ya? Kita di mana? Di mana Mama?" tanya Luvina sambil menggosok-gosok kedua matanya. "Kita berada di rumah Kakek dan Nenek," jawab Levin yang lebih dulu menyadari keberadaan mereka. Brandon dan Reyna saling menatap. Keduanya sama-sama khawatir jika Luvina merengek untuk bertemu dengan ibunya. "Kakek, Nenek,.mengapa tidak mengembalik
Si kembar sudah puas bermain di pantai ketika Brandon sampai. Dia tersenyum saat melihat bagaimana istrinya dan kedua cucunya terlihat sangat akrab, mereka bahkan menggandeng tangan Reyna dengan begitu posesif. Sepertinya Reyna menuruti perkataannya sehingga dia berhasil memenangkan hati kedua cucunya. Tidak ingin mengganggu, Brandon pun memutuskan untuk pergi ke kafe yang tak jauh dari resortnya. Dia ingin memberikan waktu untuk Reyna bersama kedua cucunya sebelum nanti akhirnya si kembar menyadari bahwa mereka hanya sedang memainkan sandiwara. "Sebaiknya kalian tidur setelah Nenek bersihkan," ucap Reyna."Iya Nek. Rasanya sangat lelah dan aku sudah sangat mengantuk," ucap Luvina yang menurut begitu dia dibawa masuk ke kamar mandi. Reyna menoleh kepada Levin yang enggan untuk masuk bersama. "Levin, apa kamu nggak mau membersihkan tubuhmu? Ayo cepat masuk, biar Nenek yang bilaskan tubuhmu."Levin menggeleng. "Kakak nggak pernah mau dibantu oleh siapapun kalau mandi, Nek. Katanya d