Amala menatap Nathan, dia meneliti dari ujung kaki hingga rambut."Jadi, kamu pria remaja itu?"Nathan mendekat, "Kamu, adalah gadis kecil yang aku jaga itu?"Dua orang ini kini saling menatap dengan jarak begitu dekat. Nathan mengulurkan tangannya, memegangi kedua pipi Amala. Tangannya gemetaran menahan sesuatu yang rasanya ingin meledak di dalam dadanya.Dia kemudian tertawa kecil, lalu tersenyum, dan tertawa kecil kembali. Menggeleng-gelengkan kepalanya tanda seperti tidak percaya dengan kenyataan ini."Ya Tuhan, Amala. Jadi kamu,"Sesaat Amala seperti linglung, kedua matanya nampak berkaca-kaca, kemudian dia memeluk Nathan dengan sangat cepat. Tangisnya pecah di dada pria itu."Nathan! Kamu, kamu pria remaja yang telah menyelamatkan aku dari sekapan para penculik itu? Kamu pemilik kalung giok yang terus aku cari selama ini. Hiks.. hiks.. huhu.."Amala menangis keras, tubuhnya sampai terguncang karena kerasnya menangis. Selama bersama wanita ini bahkan Nathan belum pernah mendengar
Saat ini Kenzi masih menjadi pendengar yang baik untuk Nathan. Mendengar cerita tentang Gadis kecil pemilik jepit rambut kupu-kupu itu. Hati Kenzi merasa tidak nyaman, pikirannya malah khawatir pada Amala."Kamu tahu Kenzi, siapa gadis kecil itu?" Nathan berkata dengan pelan pada Kenzi, tapi kedua matanya dipenuhi dengan senyuman.Kenzi hanya menggeleng. Rasanya dia sangat berat untuk mendengar kalimat lanjutan tentang gadis kecil itu dari mulut bosnya."Kamu tidak akan percaya jika mengetahuinya."Kenzi semakin malas untuk mendengar lanjutan cerita Nathan, tapi hatinya juga sedikit penasaran. "Siapa memangnya? Apakah Erin?" Nathan langsung memukul kepala Kenzi. "Kenapa bisa Erin? Dia sejak kecil bersama kita, bagaimana bisa dia disekap bersamaku oleh penculik?"Kenzi tertawa lucu dengan menggaruk kepalanya. "Lalu siapa?"Saat ini Nathan menatap serius Kenzi, "Dia adalah Amala."Mata Kenzi membulat sempurna. "A,Apa?""Iya, Gadis kecil pemilik jepit rambut kupu-kupu itu adalah Amala.
Saat ini Tuan Besar Lazka muncul dan tertawa terbahak."Putramu sangat nakal, dia memaksa untuk datang kemari. Oh, ya, mana Amala? Coba telpon dia untuk datang kemari. Katakan jika putranya sedang ada disini."Nathalie membeku, melihat pemandangan di depannya itu. Anak laki-laki kecil yang ada di gendongan Nathan Alazka saat ini, Nathalie bukan tidak dapat mengingat, jelas anak kecil ini adalah putra Amala. Lalu kenapa Tuan Besar Lazka berkata demikian? Dia gemetaran sekarang, saat paham jika Tuan Besar mengatakan Putramu pada Nathan barusan. Jadi?Tapi dia belum sepenuhnya percaya. Masa iya putra Amala adalah anak dari Nathan Alazka? Tiba-tiba Glen menoleh padanya dan kemudian bertanya pada ayahnya."Ayah, bukankah Bibi ini adalah orang yang pernah membuat Mama bersedih? Kenapa dia ada disini? Apa Ayah sekarang berteman dengannya?""Oh, Bibi ini bukan teman ayah. Bibi ini kemari karena ada urusan penting dengan ayah." Nathan menjawab."Oh, urusan? Tapi bukan untuk berbuat jahat p
.Sore ini, Nathan dan Amala akan pulang terlebih dahulu ke rumah utama keluarga Alazka karena permintaan Tuan Besar. Mereka tidak bisa menolak, apalagi Glen terus menggelayut di lengan Nathan. Amala juga masih sangat merindukan Glen."Baiklah, aku akan menelpon Nura dahulu untuk mengatakan jika aku pulang lebih awal." Amala berkata. Tadi dia bahkan belum sempat berpamitan pada Nura karena terburu-buru kemari.Amala kemudian berdiri dan menjauh dari sana. Tuan besar menatap punggung Amala dan bertanya pada Nathan. "Apakah dia masih bekerja pada Wilan? Apa tidak seharusnya kamu menyuruhnya berhenti saja, dia pasti sangat canggung bekerja disana. Apalagi Wilan sudah mendengar tentang pernikahan kalian."Nathan mendesah kasar, "Saat ini Amala mewakili Perusahaan Dexon untuk menjadi Desainer sementara di Perusahaan Larw."Mendengar ucapan Nathan Tuan Besar Lazka mendelik seketika. "Larw?""Iya, ada apa?" Nathan sempat aneh saat melihat ekspresi terkejut dari sang Kakek. Lalu wajah terkejut
Saat ingin melangkah, Amala menahan kakinya. "Nath, aku takut. Apa yang ingin dibicarakan Kakek padaku?" Dia menoleh kembali pada Nathan. "Tidak apa-apa. Pergilah, pasti ada sesuatu yang penting yang ingin Kakek bicarakan. Tidak perlu takut. Kakek itu menyukaimu."Amala merengut, "Mana ada. Kakek itu tidak menyukaiku. Dia hanya menyukai Glen saja."Nathan menghela nafas, menepuk lembut lengan Amala kemudian membawanya melangkah menuju ruangan Kakek. Dia berhenti di depan pintu."Masuklah. Semua akan baik-baik saja." Nathan berdiri disana, Amala dengan pelan mengetuk pintu dan masuk setelah mendengar jawaban dari dalam.Dia bisa melihat, punggung Tuan Besar yang sedang duduk membelakangi Meja."Tuan Besar." Dengan nada ragu-ragu, Amala menyapa.Nampak Kakek memutar kursinya dan kini menghadap ke arah Amala yang menundukkan wajahnya."Duduklah." Kakek memberi perintah. Tapi Amala masih belum bergerak."Hei.. Kamu tidak mendengarku?" Amala semakin gugup, kemudian cepat mengangguk dan m
Nathan ingin tertawa, dia tahu jika Amala saat ini sangat gugup. Meskipun kepalanya mengangguk, tapi hatinya belum sepenuh hati. Itu terbukti saat Nathan mulai meraba pinggangnya. Suhu badan Amala tiba-tiba menjadi sangat dingin dan dia gemetaran.Nathan tersenyum melihat itu, kemudian mengecup singkat bibir mungil Amala."Aku sudah berjanji tidak akan melakukannya jika kamu belum sepenuhnya siap. Jadi jangan khawatir. Kita tidak akan melakukannya sekarang."Amala mendongak, menatap wajah Nathan. Dia sungguh merasa bersalah. "Tapi bagaimana dengan Kakek?""Hanya ada satu cara." Nathan langsung menarik tubuh Amala hingga terjatuh ke kasur. Nathan segera berada di atasnya.Kedua pasang mata mereka kita saling menatap. Jantung Amala kali ini benar benar berdegup sangat kencang."Aku mencintaimu, Amala. Tidak peduli bagaimana cara kita bertemu. Dan suatu saat, aku ingin kamu juga mengatakan itu padaku." Tangan Nathan merambat ke leher Amala dan menyikap rambutmya.Nathan mendaratkan bibir
Di dalam kamar, terdengar dua orang sedang bertengkar kecil dengan diselingi tawa kecil yang menandakan jika pasangan yang sedang bertengkar karena bahagia."Nath, jangan seperti ini. Aku malu." Amala menarik rambut panjang yang telah diikat oleh Nathan dengan sebuat ikat rambut kupu-kupu. Amala juga melebarkan rambutnya ke depan, sengaja untuk menutupi bagian lehernya yang punya banyak bekas kecupan Nathan semalam.Nathan malah berusaha menahan tawanya sampai bahunya terlihat berguncang."Biarkan saja diikat. Jika begitu, bagaimana Kakek akan melihat bukti dari kita?" Amala memajukan bibirnya, "Iya Kakek, lalu jika Glen melihat bagaimana? Dia tidak mungkin tidak akan bertanya. Anak itu sangat peka." Protes Amala.Nathan kembali tertawa. Kali ini dia tidak bisa menahannya. "Aku akan menjelaskan padanya."Amala melotot, "Menjelaskan apa?""Ayo, sudahlah. Kakek sudah menunggu kita untuk sarapan. Aku harus segera berangkat ke kantor.""Iya aku tahu. Tapi aku malu Nath," balas Amala deng
Kantor Group Dexon.Nathalie sudah pergi dari ruangan tamu. Wilan menatap punggung bekas sahabat Amala itu. Pada saat ini dia mulai curiga pada Amala. Tetapi tiba-tiba dia teringat bagaimana pertamanya dia tahu jika Glen adalah anak kandung Nathan. Bukan Amala yang memberitahunya, tetapi Nathan sendiri yang langsung memberitahunya. Bahkan Nathan mengatakan jika mengetahui jika Glen adalah putranya karena sebuah tes DNA.Wilan mendadak terkejut sendiri dengan ingatan ini. Dia hampir berburuk sangka pada Amala. Dia tidak bisa seperti ini. Tidak boleh mencurigai Amala. Meskipun ada kekecewaan dalam hatinya. Semua itu bukan salah Amala. Amala tidak tahu apa-apa.Dia memang merasa sedih, karena Nathan telah menikahi Amala. Tapi itu semua sudah ia anggap sebagai takdir mereka. Wilan memang menyukai Nathan, dia pernah berharap. Tapi dia tidak ambisi. Jadi baginya ini bukan lah suatu masalah yang harus dianggap membuatnya kecewa.Pada akhirnya dia memutuskan untuk menghubungi Amala. Berniat m