Kurang dari tiga puluh menit lagi, mereka akan mengucapkan janji suci. Semua sudah siap, hanya tinggal menunggu kedatangan pendeta saja. Tamu-tamu yang terdiri dari orang-orang terdekat telah mengisi bangku-bangku kosong. Dua pria yang sering mendatangi Glen terlihat di ujung sana, mengawasi keadaan. Entah mereka diutus oleh siapa, menjadi tanda tanya besar bagi mereka. Namun saat ini, Glen hanya bisa diam, kali ini dia harus menuruti anjuran Ken sebelum pergi meninggalkan pesta yang seharusnya ia tunggu. Tak lama kemudian, pendeta tiba. Seorang staf WO segera menyambut dan mempersilahkan duduk di tempat yang telah disiapkan. Kemudian, sang staf beranjak menemui pemilik hajat. Beberapa menit kemudian, pasangan calon mempelai berjalan beriringan menuju tempat di mana pendeta sudah duduk. Di belakang mereka, Glen dan Daniah menyertai bersama Rimbun.Dari luar, wajah-wajah mereka tampak bahagia, meski hanya pura-pura menutupi keadaan yang sebenarnya. Khale dan Ellena, yang duduk berdamp
Glen menghela nafas panjang. Ia melirik jam tangannya, lalu melirik ke arah pintu. Beberapa kali ia melakukan hal itu. "Bagaimana, Tuan?" tanya Sang Pendeta sekali lagi. Glen belum menjawab, ia menoleh pada Daniah terlebih dahulu. Daniah juga melirik jam. Sudah saatnya. Kemudian, Daniah terlihat mengangguk pelan. "Baiklah. Mulai saja." "Paman!" Khale bersuara, seolah ingin protes. "Tidak perlu menunggu Ayahmu lagi," jawab Glen. "Tuan Glen, tunggu lima menit lagi saja. Bagaimana?" Rimbun yang kini mencoba mencegah. "Baiklah, kita tunggu lima menit lagi," sahut sang Pendeta. Kini mereka kembali terdiam, semua orang merasa berdebar. Khale dan Ellena saling menatap. Tangan Khale perlahan meraih tangan Ellena dan meremas lembut jemari gadis itu. "Tenanglah Ellena, jangan bersedih. Berdoalah, semoga Fic segera datang menggantikan posisiku," bisik Khale. Ellena tertunduk, mengusap air mata yang tak terasa menetes. ___ Berpindah ke tempat lain, sepuluh menit yang lalu. Fic duduk di se
"Fic...!" Ellena kini menjerit ketika menyadari siapa yang muncul ditengah tengah Keyan dan Kimmy itu. Seketika berlari sambil mengangkat Gaun yang ia kenakan. "Fic..!" Ellena menubruk Fic dan memeluknya dengan erat, tangisan Ellena pecah mengisi seluruh ruangan. Membuat Pendeta dan para tamu melompong bengong dan bingung."Maafkan Fic Nona. Fic hampir saja terlambat." Fic pun memeluk Ellena dengan Erat. "Ken, apa kamu berhasil?" Glen bertanya pada Ken. Ken mengangguk dan kini berlutut di hadapan Nathan di susul Kimmy dan Keyan."Aku tadinya tidak pernah menyangka. Tapi setelah istriku terus mengatakan itu, aku jadi curiga dan aku menyelidikinya. Ampuni aku Tuan. Tolong maafkan segala kekhilafan Kakek Mertua ku!" "Jadi... Ini semua...?" Glen membulatkan matanya sekarang. Ken mengangguk, sementara Rimbun langsung mendekat, bersimpuh disisi suaminya dan memeluk Ken. "Ken..""Maafkan aku Rimbun,aku sudah menekan Kakek agar mau membatalkan perjanjian itu. Aku tidak mungkin mengorbankan
Kimmy menyenggol bahu Keyan dengan pelan. "Lihat gadis itu, apa kamu masih mengingatnya, Key?"Tanpa mengalihkan pandangannya dari sosok Elfa yang sedang berlari-lari kecil di seberang ruangan, Keyan mengangguk pelan. Dalam hati, ia mempertanyakan kenapa gadis itu bisa berada disini dan bisa terlihat begitu akrab dengan Fic? Apa hubungan Gadi itu dengan mereka.Mendadak saat ini, Elfa berhenti lari dan berbalik arah, menuju pintu. "Ayah!" serunya girang, memukul lengan Ayahnya yang baru saja tiba."Kak Fic sudah menikah!" Serunya pada sang ayahnya.Ayah tersenyum lebar, jelas bangga dengan peristiwa tersebut. "Ayo, beri selamat kepada mereka," ajak Elfa, menarik tangan Ayahnya ingin masuk. "Tunggu, Bodoh!" sahut sang Ayah, menahan langkah Elfa sekaligus memukul kepalanya pelan. "Kamu tidak melihat, mereka sedang terharu begitu? Aku kemari juga untuk mengucapkan SELAMAT. Tapi nanti!" Dia menunjuk pada pasangan yang sedang berbagi perasaan bahagia di tengah acara pernikahan.Elfa terse
Sekarang giliran Keyan dan Kimmy. Mendadak, tawa keras Keyan dan Kimmy pecah saat Fic menjabat tangan Kimmy. Kimmy menoleh ke arah Khale sambil menahan tawa, "Khale, apa kamu pernah melihat wajah sangar, Fic?" Tanya Kimmy.Khale tersenyum kecil, "Sudah, waktu dia menghajar aku gara-gara kecelakaan aku tak sengaja memukul Nona Ellena." Keyan terkekeh. "Kami juga sudah! Fic hampir saja menelan kami! Bahkan ayah juga gemetar waktu itu." Mendengar hal tersebut, Ken pun ikut tertawa terbahak-bahak. Fic, yang mulai tersipu, menggaruk kepalanya, "Ah, maafkan aku. Kalian sukses membuat aku panik luar biasa, tadi." Ia teringat kejadian dimana tadi ia sempat memaki mereka habis-habisan dan menantang Ken untuk adu kekuatan. Kimmy melirik Fic dengan mengangkat kedua alisnya, "Itu kejutan untukmu, Fic. Gantinya indah kan?”Ken menimpali. "Sebenarnya aku tidak mau memakai kekerasan sih. Tapi kalau begitu, kami mungkin yang malah kena tangannya kamu, kan?""Benar, Tuan. Mohon maaf atas niat buru
Ricard dan Kayla berjalan penuh ragu menghampiri Glen. Sebenarnya mereka sadar, jika kehadiran mereka tidak dipedulikan atau mungkin malah tidak diinginkan. Tapi sudah menjadi niat dan kesepakatan mereka sebelum berangkat kemari, apapun yang terjadi mereka hanya berniat untuk sekedar memberi ucapan selamat dan mencoba menjalin kembali pertemanan mereka yang sempat hancur, sekaligus Ricard ingin meminta maaf secara langsung pada Glen dan Daniah atas kesalahan di masa lalu. Ricard belum pernah punya kesempatan untuk meminta maaf pada Mereka, karena saat itu dia harus mendekam di penjara dan baru keluar beberapa bulan yang lalu.Tapi siapa yang menyangka, sebelum Ricard sempat menyapa diluar dugaan, Glen yang terlebih dulu menyapa mereka."Ricard, Kayla. Ah, maafkan kami. Ini ada sedikit masalah tadi. Tapi sudah terselesaikan. Kami sampai mengabaikanmu. Maafkan kami ya?" sapaan Glen kali ini terdengar begitu bersahabat ditelinga Ricard dan Kayla, padahal bagi Glen ini adalah bentuk rasa
"Bagaimana kabarmu? Apa aku terlambat?" Friya mendekatinya, lalu kepalanya miring untuk mengintip ke dalam."Kenapa kamu diluar? Bukankah ini hari pernikahanmu?" Friya kembali pada Khale dan bertanya lagi.Mulut Khale seperti terkunci, lehernya terasa tercekik. 'Apa ini mimpi?'"Khal, kamu lupa padaku? Aku Friya."Khale masih terpaku,"Khale!" Friya menepuk bahunya."Friya!" Khale meraup wajah itu dan seketika memeluk wanita itu."Khal, apa yang kamu lakukan? Lepas!"Khale tak melepaskan pelukannya malah semakin mendekap erat."Khale, kamu gila ya. Lepas! Jika Nona Ellena tau, kita akan bermasalah!"Kali ini Khale melepaskan pelukannya, menatap Friya dengan cukup dekat. Meraih di kedua lengan Friya dan mengguncang."Friya, kamu kemana saja? Kenapa menghilang dariku? Kenapa tidak memberi kabar sedikitpun untukku?""Kamu bahkan menonaktifkan semua akun media sosialmu. Aku mencarimu Friya. Aku menanyakan kamu kepada kakakmu terus menerus. Kepada teman temanmu. Aku tidak bisa menemukanmu.
Ellena sudah berada di dalam kamarnya bersama Fic. Tapi Fic masih berdiri terpaku disana, yaitu di ambang pintu. Dia terus menatap ke dalam kamar Ellena itu. Begitu banyak kerinduan yang menumpuk di hatinya tentang segala kisah yang telah terjadi disini, di kamar ini.Ellena menoleh, melihat Fic yang masih terpaku di kedua kakinya. Kemudian Ellena menegur."Fic, apa yang kamu lakukan dengan hanya berdiri disitu? Kamu tidak ingin masuk ke kamar ini?" Suara Ellena menyentak Fic dari lamunan sesaatnya."Ah iya." Fic pun melangkah masuk. Tapi dia berdiri di sisi ranjang. Fic memutarkan pandangannya."Aku sangat merindukan kamar ini. Aku masih merasa seperti bermimpi bisa kembali melangkahkan kakiku kemari." Ucap Fic sedikit lirih.Ellena tersenyum kecil dan memiringkan kepalanya."Kamu tidak merindukan pemiliknya?" Goda Ellena.Fic Menoleh, juga tersenyum kecil. "Tentu saja. Setiap tarikan nafasku, aku merindukan pemilik kamar ini." Ellena tersenyum lebar sekarang, dia berjalan mendeka