Ellena sudah berada di dalam kamarnya bersama Fic. Tapi Fic masih berdiri terpaku disana, yaitu di ambang pintu. Dia terus menatap ke dalam kamar Ellena itu. Begitu banyak kerinduan yang menumpuk di hatinya tentang segala kisah yang telah terjadi disini, di kamar ini.Ellena menoleh, melihat Fic yang masih terpaku di kedua kakinya. Kemudian Ellena menegur."Fic, apa yang kamu lakukan dengan hanya berdiri disitu? Kamu tidak ingin masuk ke kamar ini?" Suara Ellena menyentak Fic dari lamunan sesaatnya."Ah iya." Fic pun melangkah masuk. Tapi dia berdiri di sisi ranjang. Fic memutarkan pandangannya."Aku sangat merindukan kamar ini. Aku masih merasa seperti bermimpi bisa kembali melangkahkan kakiku kemari." Ucap Fic sedikit lirih.Ellena tersenyum kecil dan memiringkan kepalanya."Kamu tidak merindukan pemiliknya?" Goda Ellena.Fic Menoleh, juga tersenyum kecil. "Tentu saja. Setiap tarikan nafasku, aku merindukan pemilik kamar ini." Ellena tersenyum lebar sekarang, dia berjalan mendeka
"Aku tau, kamu pasti merindukan kamarmu. Jadi tidur lah disini. Tapi aku ikut." ucap Ellena tersenyum manja."Baiklah, tapi Aku tidak akan tidur. Aku ingin menemanimu malam ini."jawab Fic."Baguslah. Kamu memang harus menemaniku. Dimanapun itu." Ellena kini duduk dipangkuan Fic. Posisi ini persis seperti yang pernah Ellena lakukan saat di Villa Puncak.Perasaan Fic saat ini pun sama, tak jauh beda dengan saat itu.Gemuruh dalam dadanya bahkan sampai terdengar oleh Ellena. Gadis itu kembali mendekatkan wajahnya. Menempelkan keningnya pada kening Fic."Sekarang kamu tidak bisa melarang ku lagi kan Fic. Kamu sudah menjadi milikku seutuhnya sekarang." tangan Ellena bergerak, menyusuri dada bidang Fic.Fic meremang. Apalagi ketika Ellena sudah menarik kaosnya dan membuat pria itu sekarang bertelanjang dada.Tangan Fic pun mulai meraba punggung mulus Ellena, membuat Ellena mengeluarkan rengekan merdu yang membuat libido Fic langsung melonjak seketika."Aku merindukanmu, Fic." Bisik Ellena ,
"Aduh!" Fic mengeluh saat Ellena beberapa kali memukul tubuhnya dengan kuat. Fic hanya bisa menarik tubuhnya sampai ke tepi Ranjang.Ellena sungguh kesal. Rasa ingin berteriak kencang tapi malu didengar orang. Memilih untuk menarik selimut, menutupi seluruh tubuhnya sampai kepala. Lalu juga memiringkan tubuhnya menghadap tembok.Fic sedih melihat itu. Sekarang jadi serba salah."Nona. Kamu marah ya?" Ucap Fic dengan hati-hati.Ellena menyibak selimutnya sebatas leher.Dia menoleh sinis."Pergi sana!", kakinya menendang Fic.Fic menangkap kaki Ellena. Dia tau Ellena sangat marah padanya."Maafkan aku. Maaf." Fic merengek, kembali merangkak mendekati Ellena."Kamu itu tidak waras! Apa jangan-jangan kamu bukan pria sejati ya? Apa kamu ada kelainan, Fic? Katakan padaku sejujurnya. Jika benar, tidak masalah bagiku. Aku akan menerimamu apa adanya. Tapi jika tidak benar, aku marah! Aku sangat marah padamu! Kamu mempermainkan aku dimalam pertamaku!"Fic tertegun mendengar celoteh amarah dari
Fic menyeruput bibir imut Ellena, menghisapnya dengan semangat. Sejurus kemudian, Fic sudah melucuti pakaiannya dan pakaian Ellena kembali."Aku tidak akan gagal lagi. Meskipun kamu harus menjerit kesakitan, aku tidak akan menyerah lagi Ellena." Dia kini sudah berada di atas tubuh Ellena. Mendusel di leher Ellena dan turun ke dadanya. Selesai usel usel disana, mulai kembali turun ke area sensitif.Sungguh, keduanya benar benar dibuat melambung tinggi dengan adegan mereka itu. Fic terengah-engah, Ellena juga.Bahkan tanpa di sadari keduanya, Fic sudah berada diantara Paha Ellena. Fic mulai kembali menghentak, sekarang dengan sangat hati-hati. Ellena meringis, menggigit bibirnya. Ellena berusaha untuk tidak bersuara. Dia takut bersuara lagi, khawatir Fic akan kendor lagi dan menggagalkan ritual penting ini.Fic sudah beberapa kali mencoba , tapi terus melesat sempurna. 'Kenapa payah sekali? Apa milikku benar benar tidak perkasa?' batin Fic.Dia meraba miliknya untuk memastikan. Ini kera
Sinar matahari mulai masuk melalui celah gorden menandakan jika ini sudah bukan malam lagi. Sedangkan di luar rumah besar ini, Matahari ternyata mulai meninggi menandakan waktu bukanlah pagi lagi.Tidak ada yang berani mengetuk pintu kamar Ellena seperti hari biasanya meskipun mereka tahu jika ini sudah telat untuk waktu sarapan Tuan Putri mereka.Biasanya Elfa dan beberapa Pelayan sudah berada di kamar Ellena untuk menyiapkan mandi , pakaian dan sarapan untuk nona mereka. Tapi kali ini, tidak ada. Sengaja, mereka hanya bisa mengintip pintu dari ujung tangga saja. Sambil tersenyum, hati mereka ikut bahagia dengan otak traveling kemana mana. Membayangkan apa yang terjadi di dalam sana.Elfa pun begitu, tersenyum-senyum sendiri persis seperti orang yang sedang terkena gangguan jiwa, sambil menatap pintu yang padahal ada jauh di sana. Sampai sebuah tepukan tangan temannya menyadarkannya.“Apa yang kamu pikirkan, hayo!”Wajah Elfa memerah, malu tapi sangat bahagia.Kedua wanita itu pergi
Saat ini, Ken sudah duduk bersama Fic di ruang tengah."Apa yang kau lakukan padanya Tuan Ken? Kau tidak mengusut masalah ini kepada jalur hukum bukan?" Fic menoleh sedikit pada Ken yang terdengar mendengus."Lalu menurutmu?" tanya Ken.Fic hanya mengerutkan keningnya."Katakan saja bagaimana pendapat mu yang baik Fic. Tak perlu sungkan. Kau sekarang adalah menantu di keluarga ini. Kau punya hak untuk bersuara lebih." ucap Ken."Walau bagaimanapun juga, orang orang itu adalah abdi setia Keluarga Fiandi. Dan menurutku, setelah Kakek Fiandi mengakui semua kesalahannya kita bisa menganggap semua masalah sudah kelar. Tak perlu lagi untuk memperpanjangnya." jawab Fic.Ken menyeringai tipis."Apa hanya semudah itu? Lalu bagaimana dengan aib yang sudah mereka hempaskan pada wajahku ini? Aku hampir kehilangan kepercayaan Tuan Glen. Itu sangat menyakitkan bagiku!" tegas Ken.Fic menarik nafas. "Aku paham Tuan. Tapi anda harus bisa melihat istri anda. Setidaknya untuk menghargainya. Lalu ketiga
Senja itu, mereka sudah berada di villa Puncak. Tidak ada pelayan khusus yang ikut. Hanya beberapa pelayan dan Penjaga khusus yang memang ada di villa puncak itu.Fic melangkah sambil satu tangan menggandeng Ellena, dan satu tangan menarik koper.Beberapa pelayan membungkuk memberi Hormat."Selamat datang Tuan Putri Ellena. Selamat datang Tuan Fic. Selamat atas pernikahan kalian."Mereka hanya membalas dengan senyuman dan anggukan."Mari kami antar ke kamar." satu orang maju untuk mempersilahkan.Fic mengikuti dengan masih menggenggam tangan Ellena.Mereka menuju lantai paling atas, menuju sebuah pintu. Saat pelayan membuka pintu kamar itu, wangi semerbak bunga mawar seketika menyeruak dalam indra penciuman mereka."Astaga!" Ellena memekik, menatapi taburan kelopak mawar yang menghiasai ranjang pengantin mereka. Bahkan kamar itu dihias dengan begitu indah, kelambu berwarna putih dan semua serba putih. Sprei bahkan Gordennya.Ellena tersenyum ke arah pelayan."Kalian sengaja menyiapkan
Fic melucuti pakaian Ellena. Sekali lagi mengamati tubuh indah itu sambil tangannya bergerak aktif. Menyentuh semua itu tanpa terlewat.Fic menyisir setiap bagian tubuh Ellena dengan bibirnya. Hingga sampai pada Area sensitif. Fic merenggangkan kedua paha Ellena. Dan memposisikan wajahnya. Ellena menggeliat bak cacing kepanasan karena ulah Fic. Meremas kuat rambut Fic hingga berantakan."Fic, berhenti." nafasnya tersengal sengal.Fic mendongak, menatap wajah Ellena yang sudah memerah. Fic tersenyum, menyambar bibir itu. Hanya sebentar, lagi lagi turun perlahan dan kembali lagi ke area sensitif.Ellena menegang, Fic belum berhenti. Masih berada disitu. Fic benar benar ingin membuat Ellena menggelinjang tak karuan. Hingga Ellena menggoyahkan tubuhnya tanda tak sanggup lagi."Ah, Fic. Berhentilah. Ku mohon." Mendorong kepala Fic.Fic akhirnya berhenti , memandangi tubuh yang terus menggeliat itu."Fic. Kamu menyiksaku!"Fic hanya tersenyum, kembali menyerang wajah leher dan dada Ellena,