Ricard dan Kayla berjalan penuh ragu menghampiri Glen. Sebenarnya mereka sadar, jika kehadiran mereka tidak dipedulikan atau mungkin malah tidak diinginkan. Tapi sudah menjadi niat dan kesepakatan mereka sebelum berangkat kemari, apapun yang terjadi mereka hanya berniat untuk sekedar memberi ucapan selamat dan mencoba menjalin kembali pertemanan mereka yang sempat hancur, sekaligus Ricard ingin meminta maaf secara langsung pada Glen dan Daniah atas kesalahan di masa lalu. Ricard belum pernah punya kesempatan untuk meminta maaf pada Mereka, karena saat itu dia harus mendekam di penjara dan baru keluar beberapa bulan yang lalu.Tapi siapa yang menyangka, sebelum Ricard sempat menyapa diluar dugaan, Glen yang terlebih dulu menyapa mereka."Ricard, Kayla. Ah, maafkan kami. Ini ada sedikit masalah tadi. Tapi sudah terselesaikan. Kami sampai mengabaikanmu. Maafkan kami ya?" sapaan Glen kali ini terdengar begitu bersahabat ditelinga Ricard dan Kayla, padahal bagi Glen ini adalah bentuk rasa
"Bagaimana kabarmu? Apa aku terlambat?" Friya mendekatinya, lalu kepalanya miring untuk mengintip ke dalam."Kenapa kamu diluar? Bukankah ini hari pernikahanmu?" Friya kembali pada Khale dan bertanya lagi.Mulut Khale seperti terkunci, lehernya terasa tercekik. 'Apa ini mimpi?'"Khal, kamu lupa padaku? Aku Friya."Khale masih terpaku,"Khale!" Friya menepuk bahunya."Friya!" Khale meraup wajah itu dan seketika memeluk wanita itu."Khal, apa yang kamu lakukan? Lepas!"Khale tak melepaskan pelukannya malah semakin mendekap erat."Khale, kamu gila ya. Lepas! Jika Nona Ellena tau, kita akan bermasalah!"Kali ini Khale melepaskan pelukannya, menatap Friya dengan cukup dekat. Meraih di kedua lengan Friya dan mengguncang."Friya, kamu kemana saja? Kenapa menghilang dariku? Kenapa tidak memberi kabar sedikitpun untukku?""Kamu bahkan menonaktifkan semua akun media sosialmu. Aku mencarimu Friya. Aku menanyakan kamu kepada kakakmu terus menerus. Kepada teman temanmu. Aku tidak bisa menemukanmu.
Ellena sudah berada di dalam kamarnya bersama Fic. Tapi Fic masih berdiri terpaku disana, yaitu di ambang pintu. Dia terus menatap ke dalam kamar Ellena itu. Begitu banyak kerinduan yang menumpuk di hatinya tentang segala kisah yang telah terjadi disini, di kamar ini.Ellena menoleh, melihat Fic yang masih terpaku di kedua kakinya. Kemudian Ellena menegur."Fic, apa yang kamu lakukan dengan hanya berdiri disitu? Kamu tidak ingin masuk ke kamar ini?" Suara Ellena menyentak Fic dari lamunan sesaatnya."Ah iya." Fic pun melangkah masuk. Tapi dia berdiri di sisi ranjang. Fic memutarkan pandangannya."Aku sangat merindukan kamar ini. Aku masih merasa seperti bermimpi bisa kembali melangkahkan kakiku kemari." Ucap Fic sedikit lirih.Ellena tersenyum kecil dan memiringkan kepalanya."Kamu tidak merindukan pemiliknya?" Goda Ellena.Fic Menoleh, juga tersenyum kecil. "Tentu saja. Setiap tarikan nafasku, aku merindukan pemilik kamar ini." Ellena tersenyum lebar sekarang, dia berjalan mendeka
"Aku tau, kamu pasti merindukan kamarmu. Jadi tidur lah disini. Tapi aku ikut." ucap Ellena tersenyum manja."Baiklah, tapi Aku tidak akan tidur. Aku ingin menemanimu malam ini."jawab Fic."Baguslah. Kamu memang harus menemaniku. Dimanapun itu." Ellena kini duduk dipangkuan Fic. Posisi ini persis seperti yang pernah Ellena lakukan saat di Villa Puncak.Perasaan Fic saat ini pun sama, tak jauh beda dengan saat itu.Gemuruh dalam dadanya bahkan sampai terdengar oleh Ellena. Gadis itu kembali mendekatkan wajahnya. Menempelkan keningnya pada kening Fic."Sekarang kamu tidak bisa melarang ku lagi kan Fic. Kamu sudah menjadi milikku seutuhnya sekarang." tangan Ellena bergerak, menyusuri dada bidang Fic.Fic meremang. Apalagi ketika Ellena sudah menarik kaosnya dan membuat pria itu sekarang bertelanjang dada.Tangan Fic pun mulai meraba punggung mulus Ellena, membuat Ellena mengeluarkan rengekan merdu yang membuat libido Fic langsung melonjak seketika."Aku merindukanmu, Fic." Bisik Ellena ,
"Aduh!" Fic mengeluh saat Ellena beberapa kali memukul tubuhnya dengan kuat. Fic hanya bisa menarik tubuhnya sampai ke tepi Ranjang.Ellena sungguh kesal. Rasa ingin berteriak kencang tapi malu didengar orang. Memilih untuk menarik selimut, menutupi seluruh tubuhnya sampai kepala. Lalu juga memiringkan tubuhnya menghadap tembok.Fic sedih melihat itu. Sekarang jadi serba salah."Nona. Kamu marah ya?" Ucap Fic dengan hati-hati.Ellena menyibak selimutnya sebatas leher.Dia menoleh sinis."Pergi sana!", kakinya menendang Fic.Fic menangkap kaki Ellena. Dia tau Ellena sangat marah padanya."Maafkan aku. Maaf." Fic merengek, kembali merangkak mendekati Ellena."Kamu itu tidak waras! Apa jangan-jangan kamu bukan pria sejati ya? Apa kamu ada kelainan, Fic? Katakan padaku sejujurnya. Jika benar, tidak masalah bagiku. Aku akan menerimamu apa adanya. Tapi jika tidak benar, aku marah! Aku sangat marah padamu! Kamu mempermainkan aku dimalam pertamaku!"Fic tertegun mendengar celoteh amarah dari
Fic menyeruput bibir imut Ellena, menghisapnya dengan semangat. Sejurus kemudian, Fic sudah melucuti pakaiannya dan pakaian Ellena kembali."Aku tidak akan gagal lagi. Meskipun kamu harus menjerit kesakitan, aku tidak akan menyerah lagi Ellena." Dia kini sudah berada di atas tubuh Ellena. Mendusel di leher Ellena dan turun ke dadanya. Selesai usel usel disana, mulai kembali turun ke area sensitif.Sungguh, keduanya benar benar dibuat melambung tinggi dengan adegan mereka itu. Fic terengah-engah, Ellena juga.Bahkan tanpa di sadari keduanya, Fic sudah berada diantara Paha Ellena. Fic mulai kembali menghentak, sekarang dengan sangat hati-hati. Ellena meringis, menggigit bibirnya. Ellena berusaha untuk tidak bersuara. Dia takut bersuara lagi, khawatir Fic akan kendor lagi dan menggagalkan ritual penting ini.Fic sudah beberapa kali mencoba , tapi terus melesat sempurna. 'Kenapa payah sekali? Apa milikku benar benar tidak perkasa?' batin Fic.Dia meraba miliknya untuk memastikan. Ini kera
Sinar matahari mulai masuk melalui celah gorden menandakan jika ini sudah bukan malam lagi. Sedangkan di luar rumah besar ini, Matahari ternyata mulai meninggi menandakan waktu bukanlah pagi lagi.Tidak ada yang berani mengetuk pintu kamar Ellena seperti hari biasanya meskipun mereka tahu jika ini sudah telat untuk waktu sarapan Tuan Putri mereka.Biasanya Elfa dan beberapa Pelayan sudah berada di kamar Ellena untuk menyiapkan mandi , pakaian dan sarapan untuk nona mereka. Tapi kali ini, tidak ada. Sengaja, mereka hanya bisa mengintip pintu dari ujung tangga saja. Sambil tersenyum, hati mereka ikut bahagia dengan otak traveling kemana mana. Membayangkan apa yang terjadi di dalam sana.Elfa pun begitu, tersenyum-senyum sendiri persis seperti orang yang sedang terkena gangguan jiwa, sambil menatap pintu yang padahal ada jauh di sana. Sampai sebuah tepukan tangan temannya menyadarkannya.“Apa yang kamu pikirkan, hayo!”Wajah Elfa memerah, malu tapi sangat bahagia.Kedua wanita itu pergi
Saat ini, Ken sudah duduk bersama Fic di ruang tengah."Apa yang kau lakukan padanya Tuan Ken? Kau tidak mengusut masalah ini kepada jalur hukum bukan?" Fic menoleh sedikit pada Ken yang terdengar mendengus."Lalu menurutmu?" tanya Ken.Fic hanya mengerutkan keningnya."Katakan saja bagaimana pendapat mu yang baik Fic. Tak perlu sungkan. Kau sekarang adalah menantu di keluarga ini. Kau punya hak untuk bersuara lebih." ucap Ken."Walau bagaimanapun juga, orang orang itu adalah abdi setia Keluarga Fiandi. Dan menurutku, setelah Kakek Fiandi mengakui semua kesalahannya kita bisa menganggap semua masalah sudah kelar. Tak perlu lagi untuk memperpanjangnya." jawab Fic.Ken menyeringai tipis."Apa hanya semudah itu? Lalu bagaimana dengan aib yang sudah mereka hempaskan pada wajahku ini? Aku hampir kehilangan kepercayaan Tuan Glen. Itu sangat menyakitkan bagiku!" tegas Ken.Fic menarik nafas. "Aku paham Tuan. Tapi anda harus bisa melihat istri anda. Setidaknya untuk menghargainya. Lalu ketiga