"Kamu....!" Glen menuding Ken."Jadi! Kau yang sudah merencanakan semua ini?""Brengsek!!" Glen menarik kerah baju Ken.Rimbun dan Khale tentu sangat terkejut melihat Glen murka.Ken sama halnya."Tuan Glen. Maafkan kami jika ini lancang. Tolong maafkan kami jika ini membuat Tuan Glen tidak suka. Tolong lepaskan dulu." ucap Ken dengan keterkejutannya.“Glen.. Jangan seperti ini. Kamu bisa berbicara baik-baik." Daniah mencegah, menarik tangan Glen dari kerah Ken.“Daniah, dia yang sudah mengkhianati kita! Benar dugaan kita selama ini!""Ayah. Tenang lah. Jangan seperti ini, bukankah keputusan ada di tanganku?" kini Ellena yang menahan tubuh Glen.Sementara Ken Rimbun dan Khale masih kebingungan dengan kemarahan Glen yang di luar dugaan mereka. Mereka sebenarnya sudah menduga jika Glen akan menolaknya, tapi tidak pernah menduga jika Glen akan semarah ini."Tuan, sebenarnya ada apa ini?" Ken memberanikan diri untuk bertanya."Jika anda menolak lamaran ini tidak masalah. Tapi kenapa kau s
Sekarang semua sudah berpindah. Rimbun mengantar Daniah ke kamarnya. Sedikit terdengar mengobrol untuk sekedar mengusir kegundahan mereka.Glen dan Ken masuk ke dalam ruangan kerja. Kembali duduk di sana dan saling berhadap hadapan."Apa benar ini perbuatan Ricard? Kalau benar, dia sungguh bosan hidup. Setelah ini aku pastikan dia tidak akan lagi melihat sinar Matahari untuk tahun depan." Ucap Ken."Kenapa harus tahun depan?" Glen mendongak, sedikit heran dengan ucapan Ken."Ya. Karena tahun ini tinggal beberapa bulan, itu untuk kita menuntaskan masalah ini dulu. Baru tahun depan bisa menghukum Ricard."Glen sebenarnya ingin tertawa. Ucapan Ken seperti candaan. Glen jadi teringat, bagaimana kebersamaan dia dan Ken dulu. Tanpa terpisah, tanpa pernah ada perselisihan sedikit pun.Glen menghela nafas. Hampir saja dia bertikai dengan Ken. Mencurigai Ken dan menuduh Ken dalang dari semua kebohongan ini."Tapi kenapa Rimbun tetap mencurigai kakek Fiandi ya?" Ken tiba-tiba bergumam demikian.
Wajah Fic seketika memerah padam saat Elfa mengatakan sesuatu dengan nafas memburu, seolah-olah baru saja berlari dari jauh saja. "Apa yang kamu dengar itu benar-benar serius, Elfa? Kamu tidak sedang salah mendengar kan?" tanya Ayah dengan ekspresi khawatir. Elfa mengangguk,"Aku juga bingung, Ayah. Malam itu aku habis membeli sesuatu, lewat dekat mobil itu, dan tak sengaja menangkap obrolan dua pria asing yang sedang serius di dalamnya. Aku cukup terkejut mendengar mereka menyebut nama itu, jadi aku memutuskan untuk menguping." Elfa mengelap dahinya, dia terlihat cemas."Kamu mengenal pria itu?" tanya Fic, alisnya berkerut mencoba mengingat wajah pria yang Elfa sebutkan. "Tidak! Tapi aku melihat mereka beberapa kali menemui Tuan Glen," sahut Elfa, lalu keningnya mengerut. "Kamu boleh tidak percaya padaku, Kak Fic. Di dalam rumah itu pun, aku pernah menangkap seorang pelayan pria yang sedang berbicara dengan seseorang di ponselnya." Elfa menggigit bibirnya, mengingat kejadian itu.
"Tapi aku takut, Khale..." ucap Ellena, gemetar saat mengguncang lengan Khale."Kamu itu takut denganku? Atau takut dengan pernikahan ini sih?" tanya Khale, mencoba menyelami perasaan Ellena. "Takut dengan pernikahan ini, Khal," jawab Ellena dengan suara gemetar."Aku juga takut memikirkan itu, Ellen. Aku penasaran, apa rencana mereka setelah kita menikah?" ungkap Khale dengan wajah cemas. "Aku juga tidak tau, aku juga bertanya-tanya. Mungkin mereka ingin kita bahagia dalam pernikahan yang rukun, damai dan sejahtera. Begitu?" Khale memiringkan wajahnya, berusaha membuat candaan untuk meredakan suasana tegang. "Diam! Kenapa kamu malah bercanda tidak pada waktunya!" teriak Ellena, kesal dan hampir menangis. Khale mendengus, kini bangun dan duduk di samping Ellena. "Setidaknya kita harus bersyukur. Orang itu masih memilih aku yang menikahimu, bukan pria kejam yang tak kamu kenal sedikit pun. Jadi masih sedikit aman." Ellena menoleh, terdiam sejenak, kemudian menghela napas."Kamu ben
Kurang dari tiga puluh menit lagi, mereka akan mengucapkan janji suci. Semua sudah siap, hanya tinggal menunggu kedatangan pendeta saja. Tamu-tamu yang terdiri dari orang-orang terdekat telah mengisi bangku-bangku kosong. Dua pria yang sering mendatangi Glen terlihat di ujung sana, mengawasi keadaan. Entah mereka diutus oleh siapa, menjadi tanda tanya besar bagi mereka. Namun saat ini, Glen hanya bisa diam, kali ini dia harus menuruti anjuran Ken sebelum pergi meninggalkan pesta yang seharusnya ia tunggu. Tak lama kemudian, pendeta tiba. Seorang staf WO segera menyambut dan mempersilahkan duduk di tempat yang telah disiapkan. Kemudian, sang staf beranjak menemui pemilik hajat. Beberapa menit kemudian, pasangan calon mempelai berjalan beriringan menuju tempat di mana pendeta sudah duduk. Di belakang mereka, Glen dan Daniah menyertai bersama Rimbun.Dari luar, wajah-wajah mereka tampak bahagia, meski hanya pura-pura menutupi keadaan yang sebenarnya. Khale dan Ellena, yang duduk berdamp
Glen menghela nafas panjang. Ia melirik jam tangannya, lalu melirik ke arah pintu. Beberapa kali ia melakukan hal itu. "Bagaimana, Tuan?" tanya Sang Pendeta sekali lagi. Glen belum menjawab, ia menoleh pada Daniah terlebih dahulu. Daniah juga melirik jam. Sudah saatnya. Kemudian, Daniah terlihat mengangguk pelan. "Baiklah. Mulai saja." "Paman!" Khale bersuara, seolah ingin protes. "Tidak perlu menunggu Ayahmu lagi," jawab Glen. "Tuan Glen, tunggu lima menit lagi saja. Bagaimana?" Rimbun yang kini mencoba mencegah. "Baiklah, kita tunggu lima menit lagi," sahut sang Pendeta. Kini mereka kembali terdiam, semua orang merasa berdebar. Khale dan Ellena saling menatap. Tangan Khale perlahan meraih tangan Ellena dan meremas lembut jemari gadis itu. "Tenanglah Ellena, jangan bersedih. Berdoalah, semoga Fic segera datang menggantikan posisiku," bisik Khale. Ellena tertunduk, mengusap air mata yang tak terasa menetes. ___ Berpindah ke tempat lain, sepuluh menit yang lalu. Fic duduk di se
"Fic...!" Ellena kini menjerit ketika menyadari siapa yang muncul ditengah tengah Keyan dan Kimmy itu. Seketika berlari sambil mengangkat Gaun yang ia kenakan. "Fic..!" Ellena menubruk Fic dan memeluknya dengan erat, tangisan Ellena pecah mengisi seluruh ruangan. Membuat Pendeta dan para tamu melompong bengong dan bingung."Maafkan Fic Nona. Fic hampir saja terlambat." Fic pun memeluk Ellena dengan Erat. "Ken, apa kamu berhasil?" Glen bertanya pada Ken. Ken mengangguk dan kini berlutut di hadapan Nathan di susul Kimmy dan Keyan."Aku tadinya tidak pernah menyangka. Tapi setelah istriku terus mengatakan itu, aku jadi curiga dan aku menyelidikinya. Ampuni aku Tuan. Tolong maafkan segala kekhilafan Kakek Mertua ku!" "Jadi... Ini semua...?" Glen membulatkan matanya sekarang. Ken mengangguk, sementara Rimbun langsung mendekat, bersimpuh disisi suaminya dan memeluk Ken. "Ken..""Maafkan aku Rimbun,aku sudah menekan Kakek agar mau membatalkan perjanjian itu. Aku tidak mungkin mengorbankan
Kimmy menyenggol bahu Keyan dengan pelan. "Lihat gadis itu, apa kamu masih mengingatnya, Key?"Tanpa mengalihkan pandangannya dari sosok Elfa yang sedang berlari-lari kecil di seberang ruangan, Keyan mengangguk pelan. Dalam hati, ia mempertanyakan kenapa gadis itu bisa berada disini dan bisa terlihat begitu akrab dengan Fic? Apa hubungan Gadi itu dengan mereka.Mendadak saat ini, Elfa berhenti lari dan berbalik arah, menuju pintu. "Ayah!" serunya girang, memukul lengan Ayahnya yang baru saja tiba."Kak Fic sudah menikah!" Serunya pada sang ayahnya.Ayah tersenyum lebar, jelas bangga dengan peristiwa tersebut. "Ayo, beri selamat kepada mereka," ajak Elfa, menarik tangan Ayahnya ingin masuk. "Tunggu, Bodoh!" sahut sang Ayah, menahan langkah Elfa sekaligus memukul kepalanya pelan. "Kamu tidak melihat, mereka sedang terharu begitu? Aku kemari juga untuk mengucapkan SELAMAT. Tapi nanti!" Dia menunjuk pada pasangan yang sedang berbagi perasaan bahagia di tengah acara pernikahan.Elfa terse