Di jalanan yang masih sepi. Hanya masih terlihat beberapa pengguna jalan saja. Mobil yang dikendarai Ken terus melaju dengan kecepatan yang sedang.Setelah beberapa jam di perjalanan, akhirnya mobil itu pun tiba juga di rumah besar milik Glen.Para penjaga tentu saja langsung menyambut kedatangan mereka.Ken turun dan membukakan pintu untuk Glen.Tak ingin membangunkan Daniah yang masih pulas, Glen akhirnya menggendongnya. Memasuki pintu dan menaiki tangga menuju kamarnya.Dibaringkan kekasihnya itu di ranjang. Glen menarik selimut untuk Daniah. Menatap wajah itu untuk beberapa saat, kemudian melangkah meninggalkannya untuk membersihkan diri.Setelah selesai, Glen kembali. Masih melihat Daniah terlelap. "Kamu pasti sangat lelah." bisiknya.Glen melangkah keluar kamar.Di ujung sana, ia melihat Ken yang sudah mengenakan baju kantor, melangkah menghampirinya."Kamu mau ke kantor Ken? Yang benar saja. Kamu tidak lelah?" tanya Glen.Ken mendengus, "Sebenarnya Lelah. Tapi, aku ada urusan.
"Ken, siapa lagi dia? Kamu bilang tidak suka ada wanita manapun yang masuk ke ruangan itu. Lalu dia? Jangan bilang jika dia juga pacarmu!" tanya Sella, melirik tangan Ken yang sudah menggenggam erat tangan Rimbun."Dia memang bukan pacarku. Tapi calon istriku. Iya kan sayang?" menoleh pada Rimbun yang seketika menarik wajahnya mundur."Bu, bukan! Bukan.." Rimbun reflek menjawab, beruntung sempat melirik wajah Ken yang sudah melotot ke arahnya."Bukan urusanmu maksudnya. Mau aku pacarnya atau calon istrinya itu bukan urusanmu." Rimbun akhirnya berkata demikian pada Sella."Kamu bilang apa? Bukan urusan ku?" Sella mendekat."Wanita murahan! Kamu tau, Ken itu milikku. Kamu yang merebutnya dariku. Dasar pelakor!" Bentak Sella, membuat Rimbun terbelalak."Eh, Ngatain aku Pelakor. Siapa yang merebutnya? Kalau dia milikmu, Ambil saja. Aku juga tidak mau kok?" sahut Rimbun ringan. Membuat Ken sungguh geram dengan jawaban Rimbun.'Astaga...! Kenapa malah menjawab begitu bodoh?'"Ken!" Sella b
Saat ini, Kayla berada di Kapolres.Duduk terisak menghapus air matanya dihadapan Ricard. Sementara Pria itu hanya menunduk, tak berani menatap wajah Kayla sedikitpun."Kenapa bisa seperti ini Ric? Kenapa? Kenapa kamu memilih berurusan dengan Glen? Kamu tau dia orang seperti apa! Kamu nekad!""Maafkan aku Kay, maafkan aku.""Kamu sudah keterlaluan, Glen tidak mungkin mengampuni mu kali ini. Dan kamu tau apa ancaman hukum untuk mu?" Kayla mengangkat wajah Ricard yang masih tetap menunduk itu."Seumur hidup Ric. Kamu akan dipenjara seumur hidup karena percobaan pembunuhan berencana mu pada Glen dan juga Ken! Belum lagi kasus penjualan atas diri Mira yang kamu lakukan! Dan terakhir kamu malah mencoba memeras Glen Dimana otakmu Ricard??""Kay, aku melakukan ini karena aku membenci Glen. Kamu tau itu dari dulu kan?""Tapi tidak harus seperti ini! Kamu susah sendiri jadinya.""Kay, bantu aku. Lepaskan aku dari sini. Ku mohon Kay. Hanya kamu yang bisa membantuku!" Ricard mengiba."Mana bisa
"Kenapa Tuan ikut masuk???" Teriak Rimbun spontan saat melihat Ken masuk dan malah menutup pintu.Yang diteriaki tak menggubris, matanya beredar. Pandangan yang begitu menyakitkan matanya bagi Ken. Kamar seorang gadis sungguh berantakan. Beberapa gantungan baju tergeletak di lantai dan dibiarkan begitu saja. Bahkan bekas nasi bungkus dan Es Teh masih terlihat menumpuk di pojokan ruangan. Menambah sempit saja.Ken duduk di kasur tak berseprai yang tergeletak dilantai. Lalu membaringkan tubuhnya dengan kedua tangan tertumpu dibawah kepalanya. Menatap langit langit kamar kost sempit itu. Bau apek, hanya itu yang bisa dicium oleh hidung Ken."Apa kamu tidak TBC tinggal di kamar ini? Ini seperti kandang Ayam." ucap Ken melirik Rimbun yang berdiri di sudut dengan bibir yang manyun."Begini begini aku punya tempat tinggal. Dari pada harus tinggal di pinggir Rel Kereta Api atau di bawah Jembatan, hayoo." sahut Rimbun.Ken langsung duduk. "Kalau begitu rapih kan! Kamu ini anak gadis! Seperti
Glen melirik wanitanya yang sedang bersandar di sisi ranjang dengan mengelus perutnya itu.Pria itu segera menghampiri dan duduk disampingnya dengan tatapan yang cukup khawatir."Ada apa? Apa ada keluhan?"Daniah tersenyum menatap kekhawatiran Glen."Tidak. Aku hanya ingin menyentuhnya.""Kalau begitu, aku juga ingin menyentuhnya." Glen menyentuh perut Daniah. Namun segera ditepis oleh Daniah."Jangan ikut menyentuhnya, Glen!"Glen mendongak. "Kenapa? Dia milikku juga." dengan nada memelas."Ya. Tapi belum resmi.""Sebentar lagi akan resmi Niah. Aku ingin menyentuhnya. Ayolah. Kenapa kamu pelit?" iba Glen, membuat Daniah tertawa."Cengeng sekali. Baiklah, kamu boleh menyentuhnya sesukamu." Daniah menarik tangan Glen dan menaruh di perutnya."Sentuhlah. Dia milikmu.""Ah, iya." Buru-buru Glen meraba disana."Jangan kemana-mana. Cukup disini saja." ucap Daniah."Memang kenapa kalau kemana-mana? Beberapa hari lagi kamu sudah akan menjadi milikku seutuhnya. Jadi tidak ada masalah lagi b
Daniah sungguh terkejut ketika melihat sebuah kilatan pisau yang sudah digenggam pria itu. Seketika Daniah mundur."Si-siapa kamu? Apa yang kamu inginkan?" Daniah terbata.Pria itu melepas maskernya. Sungguh membuat Daniah tercengang ketika sangat mengenali wajah itu."Hah! Kamu...! Bagaimana mungkin?" Daniah menutup mulutnya karena sangat terkejut, terus menarik mundur kakinya. Dan pria itu terus mendekat."Ya. Ini aku Daniah! Kamu masih mengenalku bukan?""Mau apa? Kamu mau apa?? Pergi! Jangan menggangguku!" teriak Daniah."Aku datang kemari, untuk membunuhmu dan bayi Glen. Aku akan membuatnya menyesal sudah menghancurkan aku. Aku akan membunuhmu dan calon bayinya, Daniah!""Kamu tidak boleh melakukan itu Ricard! Jika kamu melakukannya, maka Glen tidak akan mengampunimu lagi. Jangan lakukan itu Ricard!" tubuh Daniah seketika gemetaran, wajahnya telah pucat.Brug...!!Pria itu mendorong tubuh Daniah dengan sangat kuat, hingga Daniah terpelanting ke lantai."Argh....!!" Daniah
Glen dan Ken, tidak ada yang tidak khawatir. Keduanya sama-sama diliputi rasa takut yang mendalam.Duduk sebentar, lalu berdiri. Berjalan mondar-mandir kemudian duduk lagi. Begitu terus hingga beberapa waktu lamanya.Sampai dari ujung sana terlihat Fic berlari kecil mendekat, dengan baju yang sudah berganti.Fic mengerem langkahnya mendadak ketika mata tajam milik Glen menatapnya, seperti mata tombak yang siap menghujam dadanya. Fic menunduk.Wajahnya berubah pias seketika saat Glen sudah memutar tubuhnya.Baru saja Glen hendak melangkah mendekat, tiba-tiba pintu ruangan terbuka."Dimana suami pasien?" sang Dokter bertanya.Ketiga pria itu langsung berlari mendekat."Bagaimana keadaannya?" serempak mereka bertanya membuat Sang Dokter pria itu bingung menatap mereka bertiga secara bergantian.Ketiganya saling melempar pandangan. 'Kenapa bisa bareng sih?'"Yang mana suami Pasien?" Dokter mengulang pertanyaan."Saya Dokter! Bagaimana keadaannya?" sahut cepat Glen dengan mendekatkan lang
Sudah sehari semalam Daniah berada di ruang Perawatan itu.Ken dan Fic, bolak balik untuk pergi dan kembali lagi ke rumah sakit. Mungkin ada hal yang mereka harus urus diluar sana.Sementara Glen sedikitpun tidak bergeser dari sisi Daniah, kecuali hanya mandi berganti dan kembali duduk di sampingnya.Seperti sekarang ini, Glen sudah ada lagi di samping Daniah kembali, dengan tangan yang tak lepas dari jemari wanitanya itu.Glen melirik Fic yang sudah datang dari tadi."Apa Ken belum kembali?" tanya Glen."Sebentar lagi Tuan, Tuan Ken sudah hampir sampai." jawab Fic."Oh." dengus Glen."Sebaiknya Tuan Glen makan dulu. Biar saya yang berganti menjaga Nona." saran Fic."Mana bisa Fic? Aku sama sekali tidak bisa menelan makanan sedikitpun. Aku terlalu resah." jawab Glen tapi menatap Daniah yang hanya tersenyum tipis padanya."Makanlah dulu Glen. Kamu akan sakit jika begitu." ucap Daniah."Iya Tuan. Aku sungguh mengkhawatirkan kesehatanmu." Fic pun menambahkan."Tunggu Ken. Aku akan makan