Glen dan Ken, tidak ada yang tidak khawatir. Keduanya sama-sama diliputi rasa takut yang mendalam.Duduk sebentar, lalu berdiri. Berjalan mondar-mandir kemudian duduk lagi. Begitu terus hingga beberapa waktu lamanya.Sampai dari ujung sana terlihat Fic berlari kecil mendekat, dengan baju yang sudah berganti.Fic mengerem langkahnya mendadak ketika mata tajam milik Glen menatapnya, seperti mata tombak yang siap menghujam dadanya. Fic menunduk.Wajahnya berubah pias seketika saat Glen sudah memutar tubuhnya.Baru saja Glen hendak melangkah mendekat, tiba-tiba pintu ruangan terbuka."Dimana suami pasien?" sang Dokter bertanya.Ketiga pria itu langsung berlari mendekat."Bagaimana keadaannya?" serempak mereka bertanya membuat Sang Dokter pria itu bingung menatap mereka bertiga secara bergantian.Ketiganya saling melempar pandangan. 'Kenapa bisa bareng sih?'"Yang mana suami Pasien?" Dokter mengulang pertanyaan."Saya Dokter! Bagaimana keadaannya?" sahut cepat Glen dengan mendekatkan lang
Sudah sehari semalam Daniah berada di ruang Perawatan itu.Ken dan Fic, bolak balik untuk pergi dan kembali lagi ke rumah sakit. Mungkin ada hal yang mereka harus urus diluar sana.Sementara Glen sedikitpun tidak bergeser dari sisi Daniah, kecuali hanya mandi berganti dan kembali duduk di sampingnya.Seperti sekarang ini, Glen sudah ada lagi di samping Daniah kembali, dengan tangan yang tak lepas dari jemari wanitanya itu.Glen melirik Fic yang sudah datang dari tadi."Apa Ken belum kembali?" tanya Glen."Sebentar lagi Tuan, Tuan Ken sudah hampir sampai." jawab Fic."Oh." dengus Glen."Sebaiknya Tuan Glen makan dulu. Biar saya yang berganti menjaga Nona." saran Fic."Mana bisa Fic? Aku sama sekali tidak bisa menelan makanan sedikitpun. Aku terlalu resah." jawab Glen tapi menatap Daniah yang hanya tersenyum tipis padanya."Makanlah dulu Glen. Kamu akan sakit jika begitu." ucap Daniah."Iya Tuan. Aku sungguh mengkhawatirkan kesehatanmu." Fic pun menambahkan."Tunggu Ken. Aku akan makan
"Ricard menyandera seorang penjaga untuk bisa keluar dari tahanan. Bahkan ia sempat melukai beberapa Polisi dengan pistol yang ia rebut dari penjaga itu." ucap Ken menjelaskan bagaimana kronologinya Ricard bisa melarikan diri dari Tahanan."Sayang sekali. Padahal beberapa hari lagi hukuman untuknya baru akan diputuskan oleh hakim." timbal Glen."Saat ini Pihak dari kepolisian sedang mengerahkan banyak Polisi untuk mencari keberadaan Ricard. Tapi biarkan saja. Aku ingin, kali ini kamu yang harus memutuskan hukuman untuk Ricard. Bukan lagi Hakim." ucap Ken, dengan api amarah yang terlihat sangat berkobar di matanya.Glen pun mengangguk mantap. Kemudian menoleh pada Ken."Jangan sampai Daniah tau soal ini.""Kenapa? Bukankah Nona pun menginginkan kematiannya?" tanya Ken sempat heran tentang larangan Glen."Rupanya Kamu belum mengenal Daniah dengan benar, Ken. Itu hanya karena dia sedang emosi saja. Saat emosinya sudah mereda, maka hatinya akan dipenuhi rasa kasihan dan tidak tega. Aku y
Masih dengan perasaan campur aduk, Rimbun melangkah cepat mendekat pada Daniah."Nona. Maafkan Aku. Tadi, tadi itu aku tidak sempat menghindar. Maafkan aku. Jangan marah ya? Nanti, nanti aku akan memukul Tuan Ken jika dia sudah kembali. Sungguh maafkan aku." ucap Rimbun pada Daniah."Kenapa meminta maaf padaku? Baguslah, jika Ken sudah mau menciummu itu artinya dia mulai perhatian padamu. Jangan sia-siakan kesempatan itu. Jarang terjadi lho." sahut Daniah tanpa tau jika gadis ini sedang salah pemikiran alias salah sangka padanya."Tapi Nona. Ah, Tuan Ken itu memang Playboy. Dia harus dikasih pelajaran agar jangan terus melecehkan wanita!""Jangan begitu Rimbun. Kamu salah. Ken itu sebenarnya tidak Playboy kok. Aku tau semua cerita tentangnya. Meskipun pacarnya banyak, tidak ada satupun yang ia sukai. Dan sekarang, semua pacarnya sudah diputuskannya. Jadi ku rasa, kamu yang pertama mendapatkan ciuman darinya." sahut Daniah..Rimbun sungguh dibuat ternganga dengan ucapan Daniah barusan
Ricard mengerang hebat!"Ampuni Aku! Ampuni aku!" Masih terdengar raungan dari mulut Ricard yang sangat menyayat.Ricard berusaha untuk bergerak, dengan merayap dilantai, berusaha untuk menggapai kaki Glen."Singkirkan tangan kotormu itu dari Tuan Glen, Sampah!" tendangan dari Ken membuat Pria itu kembali terpental menjauh dari kaki Glen."Ampuni aku Glen ! Ampuni aku!" kini Ricard benar benar mengiba dengan tubuh yang mulai melemah, karena darah terus mengalir dari lukanya."Mengampuni mu. Baiklah, aku akan mengampuni mu segera!" Seru Glen."Roy!" Glen menoleh pada Roy yang langsung mendekat.Roy mengulurkan sebuah pistol yang langsung di sambut oleh Glen.Glen sudah menggenggam pistol itu dengan cukup kuat. Tangannya terlihat cukup gemetar menahan Emosi.Glen mendekat pada Ricard. Kini berjongkok untuk mensejajarkan dirinya dengan tubuh Ricard yang tergeletak di lantai."Aku akan mengampuni mu, tapi di neraka!" Glen menempelkan moncong pistol itu tepat di kening Ricard."Jangan Gl
Kamu seperti mafia.Glen melangkah keluar dari markas Roy dengan membopong tubuh Daniah, diikuti Ken dari belakang.Disana Mereka bisa melihat dua manusia yang tengah berdiri di dekat mobil . Fic dan Rimbun menunduk dengan wajah pias. Segera menggeser langkahnya ketika langkah Kedua pria itu sudah mendekat.Glen langsung memasuki mobilnya setelah Ken membukakan pintu tanpa mau peduli dengan dua manusia itu."Kau ikut aku!" Tuding Ken pada Rimbun dengan suara yang cukup sinis. Tanpa sempat menjawab, Ken sudah mendorong saja tubuh Rimbun untuk di dalam mobil.Sementara Fic sendiri, ikut bergegas memasuki mobil yang ia bawa dari rumah saat mengantar Daniah ke tempat ini tadi.Dua mobil itu melaju. Mobil yang dikendarai Ken di depan dan Milik Fic dibelakang.Tidak ada percakapan sedikit pun yang terdengar. Antara Glen dan Daniah, juga antara Ken dan Rimbun.Semua terdiam.Hingga mereka sudah sampai ke Rumah kembali, Glen langsung saja membawa Daniah ke kamarnya.Menyandarkan punggung Dani
"Memangnya kenapa? Aku mau pulang kok tidak boleh?" Rimbun mengangkat alisnya."Menginap disini, temani Nona Daniah!" Jawab Ken."Apa? Menginap? Yang benar saja. Sudah ada Tuan Glen. Yang ada aku malah mengganggu mereka!" Rimbun menunjuk dada Ken."Ya.. Ya.. Temani aku saja kalau begitu. Besok, kita bisa pergi ke kantor sama-sama. Asyik bukan?""Asyik kepalamu itu!" Rimbun melotot."Aku tidak mau menginap disini. Nanti kosku digondol semut, bagaimana?""Mana ada semut menggondol kost Segede itu, ubun-ubun?" Ken kini melotot."Katamu Kost ku kecil. Bisa saja lah!""Rimbun, jangan bercanda. Ayolah menginap saja." Ken terus merayu."Tidak bisa. Kalau ada maling bagaimana? Bisa habis barangku di embat maling." bantah Rimbun."Astaga! Memang barang apa sih yang kamu simpan di sana? Paling juga ponsel ganjel Mobil warisan Ayahmu itu.""Nah , itu tau!""Maling tidak akan doyan! Sudah menginap saja.""Aku tidak mau!!! Aku tidak mau dekat-dekat denganmu. Kamu itu pria galak dan jahat!"Seketik
"Tuan Glen. Ini tadi, ini aku.. Aku tadi terjatuh. Ya, aku terjatuh dan terkena ujung meja. Ya, begitulah." jawab cepat Ken."Terjatuh?" Glen kembali memeriksa."Tapi ini seperti bekas tamparan tangan Ken? Astaga! Ini bekas jari lima!" pekik Glen.Glen langsung melirik Rimbun yang seketika menunduk."Apa kamu yang melakukan ini padanya?" tanya Glen."Ma-maafkan aku Tuan. Aku.. Aku tidak sengaja. Tuan Ken, dia.. dia yang sudah kurang ajar padaku. Jadi aku, aku terpaksa melakukannya. Maafkan aku, Tuan." Rimbun meminta maaf sembari memohon."Jadi kamu benar-benar menggampar Ken?" Glen melotot sudah.Rimbun mengangguk, "Maafkan aku , Tuan. Hiks.. aku tidak sengaja."Glen menoleh pada Ken."Astaga, Ken!" Glen mendengus."Kalau begini ceritanya. Aku tidak bisa ikut campur.""Tuan! Kamu tidak jadi membelaku?" Ken segera mendelik."Maafkan aku Ken! Itu derita kamu!"Kemudian melirik Rimbun,"Kalau begitu, kamu boleh menggampar Ken sesukamu Rimbun. Lanjutkan. Lanjutkan saja, haha...! Dia me
Fic tidak menyadari perasaan yang tumbuh di antara mereka. Orang lain juga sama, tidak ada yang tahu apa yang tersimpan di dalam hati Ellena. Namun, suatu saat Ellena tidak mampu menahan lagi dan mulai mengekspresikan perasaannya dengan lebih jelas. Fic hanya menganggap bahwa Ellena begitu karena belum dewasa dan belum mengerti perasaannya. Suatu hari, Ellena yang sudah bukan remaja lagi, mengungkapkan perasaan cinta yang selama ini terpendam.Fic merasa seolah tersambar petir dan sulit memahami apa yang sedang terjadi. "Mana mungkin?" batin Fic. "Aku hanya seorang kepala pelayan, dan usia kita terpaut jauh. Aku bahkan bisa jadi pamanmu, nona!" Namun, Ellena sama sekali tidak peduli dengan alasan tersebut. Ia nekad melakukan apapun untuk bisa bersama Fic. Perasaan Ellena semakin memuncak dan menghempas rasa ragu di hatinya. Fic kini terjebak dalam dilema, antara menerima perasaan Ellena atau tetap pada prinsipnya. Ketika akhirnya ia mulai merasakan getaran yang sama dalam hatinya, ia
"Diam!" Ellena bersikukuh, masih saja melanjutkan pekerjaannya. Lalu mengambil celana Fic dan meminta Fic untuk mengenakannya dengan sabar.Fic hanya bisa menurut. Ellena memakaikan kemeja putih pada Fic, mengancingkan baju itu."Ellena, aku bisa sendiri." menarik tangan Ellena hingga tubuh Ellena menabrak dadanya."Aku ingin melakukannya Fic. Dengan begitu, aku semakin bahagia." Ellena melepaskan tangan Fic, sekarang memasangkan dasi untuk Fic."Nona."Ellena masih belum selesai merapikan rambut, baju dan dasi Suaminya."Sudah rapi. Tinggal jas nya saja. Dipakai sekarang apa nanti saja?"Fic tak menjawab pertanyaan Ellena. Masih senantiasa menatap wajah Ellena."Fic.""Bisa menikahimu saja, sudah membuatku tak berhenti bersyukur. Jangan melakukan ini lagi. Itu membuatku merasa bersalah."Ellena dengan lembut menarik tengkuk Fic, menciumi wajahnya dengan penuh kasih sayang. "Aku ingin melakukan ini setiap pagi. Kau tidak boleh melarangku, atau aku akan mengadu pada Ayah. Kau sudah men
Fic menarik nafas dalam-dalam dan tersenyum, "Baiklah, Tuan. Jika Anda telah mempercayai saya, saya tidak ingin mengecewakan Anda. Tapi, bolehkah saya mencari pengganti diri saya sebagai Kepala Pelayan?""Ya. Tentu saja. Semua itu ku serahkan padamu. Siapapun yang kau pilih, aku yakin kau sudah memikirkannya dengan baik," jawab Glen dengan mata yang bersinar penuh keyakinan. Fic mengangguk mantap, memperkuat pernyataannya.Mereka kembali ke kamar masing-masing setelah obrolan itu selesai. Langkah mereka terasa lebih ringan, seolah sebuah keputusan besar telah berhasil dilewati bersama. Di balik pintu kamar, Fic tersenyum tipis, merasa yakin akan kebijaksanaan pilihan yang telah dipertimbangkan matang-matang.Malam mulai menggantikan siang. Fic melangkah perlahan, merangkak ke atas ranjang mengikuti Ellena yang sudah lebih dulu berbaring. Mata Fic tak henti memandangi wajah Ellena, tersenyum padanya dengan penuh kebahagiaan. Sejenak Fic merasa puas, menikmati momen itu. Setelah itu, p
"Ellena, ayo kemari, Nak." ajak Daniah ramah. Glen juga menoleh ke arah Fic dengan tatapan yang sama hangatnya, "Ayo Fic, ajak istrimu makan bersama kami."Fic mengangguk, menarik kursi untuk Ellena dan kemudian duduk di sebelahnya. Meskipun bukan pertama kalinya dia berada dalam situasi ini, bahkan seringkali dia makan bersama mereka di masa lalu, namun suasana kali ini terasa berbeda. Fic merasa canggung, jantungnya berdebar kencang. Dahulu, dia hanya duduk di sini sebagai kepala pelayan yang setia. Namun sekarang, perannya telah berganti. Menjadi seorang menantu keluarga ini.Dua orang di hadapannya adalah sosok yang ia segani dan hormati selama ini, tuan dan nyonyanya. Dan tak disangka, kini mereka telah menjadi mertuanya. Fic menelan ludah, mencoba menyembunyikan kegugupan yang menjalar di seluruh tubuhnya.Daniah bergerak mengambil piring untuk Glen dan dirinya, lalu mengayunkan tangan ke arah piring Ellena dan Fic. Namun, tiba-tiba Fic menahan tangan Daniah. "Nyonya, biar saya
Lebih dari dua minggu sudah, Fic dan Ellena tinggal di villa puncak ini. Dan Pagi ini, Fic terlihat sibuk berkemas. Ellena duduk di samping tempat tidur dengan wajah murung dan bahunya yang terkulai. Semalam, Fic mencoba meyakinkan Ellena untuk pulang, bukan karena ia tidak ingin memenuhi keinginan Ellena untuk berlama-lama di sini, melainkan karena kekhawatiran terhadap rumah yang ditinggalkannya. Fic tak bisa menepis rasa cemas, terutama tentang kesepian yang pasti dirasakan Daniah tanpa Ellena sang putri.Setelah berbagai usaha Fic untuk merasuk, akhirnya Ellena mau pulang dengan imbalan janji berbulan madu ke Kampung halaman Ilham. Walaupun tampak masih belum sepenuhnya ikhlas, Ellena bertanya, "Jadi, setelah ini kita akan pergi ke Lampung, ya Fic?"Fic hanya mengangguk sambil mencium pucuk kepala Ellena, mengekspresikan rasa sayangnya padanya. Mereka berdua duduk di belakang mobil yang melaju perlahan meninggalkan Villa Puncak, tempat yang menyimpan begitu banyak kenangan manis
"Dasar sialan! Arg..!" bentak Keyan kesal, lalu meninju lengan Kimmy dan Khale bergantian. Tapi, perlahan ia ikut tertawa juga. Mereka masih terdengar tertawa bahagia, saling bercanda, sampai melangkah ke kamar masing-masing. "Besok, aku tidak mau lagi satu mobil dengan kalian! Mulai besok, kita akan membawa mobil masing-masing!" seru Keyan, wajahnya merah padam, sebelum menutup pintu kamarnya dengan keras.Sementara di sisi lain.Menuju Villa Puncak,Fic dengan lembut menuntun Ellena, melewati batu-batu hitam kecil yang tersusun apik di jalan setapak. Mereka berada di taman, tepat di luar Villa Puncak. Fic mengajak Ellena menuju bangku khusus yang lengkap dengan meja bundar berisi buah-buahan segar dan minuman yang menggoda. Fic mempersilahkan Ellena duduk, layaknya mempersilahkan seorang putri kerajaan. "Silahkan Tuan Putri," ucapnya sambil membungkukkan tubuh.Ellena tergelak dan menutup mulutnya dengan tangan. Ia duduk dan melihat sekitarnya, merasakan keindahan sore itu. "Ah Fic
Saat ini di kediaman Ken, Khale dan Kimmy melangkahkan kaki mereka ke dalam rumah dengan langkah gontai. Keyan menyusul dari belakang, tetapi mulutnya tak berhenti mengomel, mengumpat dua kakaknya yang sama sekali tidak menggubrisnya. Ketiga pemuda itu menghempaskan bokong mereka ke sofa dengan kasar, tak peduli dengan tas yang belum mereka taruh. "Aku kesal!! Hari ini aku kesal dengan kalian berdua!" ujar Keyan kesal sambil menunjuk kedua kakaknya."Apa sih anak ini?" balas Khale sambil melotot."Tau tuh!" Kimmy ikut melotot dengan wajah tidak senang.Keyan sudah berdiri, marah, dan menggerakkan tangannya hendak memukul kepala Kimmy, namun ditangkap oleh Kimmy. "Haha.. Keyan rupanya iri kepada kita, Khal. Dia tidak bisa mendekati wanita incarannya, berbeda dengan kita." ejek Kimmy sambil melepaskan tangannya dari Keyan. Khale hanya menanggapi dengan senyuman sinis, menambah rasa kesal Keyan semakin mendalam."Siapa bilang iri? Aku cuma ngerasa tidak dianggap oleh kalian. Kalian s
Mereka baru saja selesai menikmati hidangan makan malam. Fic duduk bersandar di sofa sambil menggelar lengannya ke arah Ellena yang duduk didepannya tanpa jarak. Ellena menyandarkan punggungnya di dada Fic yang hangat. Kedua tangan Fic membelai perut Ellena seolah memberikan rasa nyaman pada istrinya ini, sementara lehernya dielusnya dengan lembut. "Fic, kenapa saat yang tadi itu kamu mendadak menjadi cerewet sih?" Ellena bertanya dengan nada iseng, sambil tangannya asyik mengutak-atik ponselnya.Fic tersenyum kecil. "Siapa yang cerewet? Aku?" dia menanggapi dengan nada bercanda."Padahal kamu sedang kesulitan bernafas, aku hanya peduli dan mencoba mengetahui penyebabnya." Jawab Ellena."Susah bernafas? Memang kenapa, ya? Apa aku menekan tubuhmu terlalu keras? Sepertinya tidak." Fic berkata sambil melanjutkan elusan lembutnya di leher Ellena, tangannya kadang bergerak meraba-raba sekilas membuat Ellena menggelinjang. "Ya... aku tidak tahu. Rasanya sesak saja," jawab Ellena, sambil ter
Fic melucuti pakaian Ellena. Sekali lagi mengamati tubuh indah itu sambil tangannya bergerak aktif. Menyentuh semua itu tanpa terlewat.Fic menyisir setiap bagian tubuh Ellena dengan bibirnya. Hingga sampai pada Area sensitif. Fic merenggangkan kedua paha Ellena. Dan memposisikan wajahnya. Ellena menggeliat bak cacing kepanasan karena ulah Fic. Meremas kuat rambut Fic hingga berantakan."Fic, berhenti." nafasnya tersengal sengal.Fic mendongak, menatap wajah Ellena yang sudah memerah. Fic tersenyum, menyambar bibir itu. Hanya sebentar, lagi lagi turun perlahan dan kembali lagi ke area sensitif.Ellena menegang, Fic belum berhenti. Masih berada disitu. Fic benar benar ingin membuat Ellena menggelinjang tak karuan. Hingga Ellena menggoyahkan tubuhnya tanda tak sanggup lagi."Ah, Fic. Berhentilah. Ku mohon." Mendorong kepala Fic.Fic akhirnya berhenti , memandangi tubuh yang terus menggeliat itu."Fic. Kamu menyiksaku!"Fic hanya tersenyum, kembali menyerang wajah leher dan dada Ellena,