Glen dan Ken sama-sama menelan ludah melihat Daniah yang begitu lahap memakan Mangga Muda dengan cocolan sambel cabe rawit dan gula merah itu."Ken, seperti ada yang tidak beres pada Daniah. Kamu merasakan tidak?" bisik Glen."Em, sepertinya begitu." sahut Ken.Mendengar bisik-bisik dua pria di depannya itu Daniah mendongak."Kenapa kalian? Mau juga? Nih cicip. Enak lho?" menyuap mulut Glen dengan sepotong Mangga Muda."Em..!" Glen langsung menutup mulutnya."Ayolah Glen, sedikit saja. Temani aku. Bantu habiskan ini. Sayang jika ke buang?" Daniah masih memaksa."Em,.. Tidak mau Daniah. Itu asam. Ken saja. Ken saja ya?""Ken, kamu saja kalau begitu. Aak...!" Daniah beralih menyuap Ken yang juga buru buru menutup mulutnya."Tidak, tidak. Aku.. aku.""Kau kan biasanya suka Ken. Ayo mangap!"Glen menyodok perut Ken dengan sikunya."Ck, mana ada. Itu kecut! Mana pedes pula!" geram Ken, setengah berbisik pada Nathan."Kau ini! Iya'in saja kenapa sih. Biar Daniah senang! Ayo mangap! Apa s
Glen,Pria itu duduk bersandar di sisi ranjang. Menarik selimut untuk menutupi bagian bawah tubuhnya saja.Daniah, dia pun sama. Menarik selimut itu untuk seluruh tubuhnya, hanya menyisakan wajahnya saja. Juga duduk bersandar di sisi Glen. Dengan wajah yang merah menahan malu. Malu karena kejadian barusan yang jelas sekali ia ingat. Kejadian yang murni terjadi karena keinginan berdua. Bukan kecelakaan atau paksaan.Daniah menunduk, membenarkan selimut. Lalu memberanikan diri untuk menoleh."Glen. Kita.. Apa yang sudah kita lakukan?" kembali menunduk.Glen langsung menarik tubuh Daniah, memeluk dengan sangat erat."Maafkan aku. Maaf! Aku.. Aku, ah.." Glen tidak bisa melanjutkan ucapannya."Apa kamu khilaf?""Ti, tidak Daniah. Aku, aku tidak khilaf. Aku, aku sadar seratus persen. Tapi aku tidak bisa menahan diri. Maafkan aku." Glen terus mengiba."Jangan marah, jangan marah ya? Aku, entah lah. Tiba tiba saja, aku tidak terkendali. Mungkin.. mungkin karena.._""Karena aku membalasnya?"
Dua pria itu terlihat mondar mandir tak tenang di depan ruangan dimana Daniah di periksa seorang Dokter.Glen dan Ken sama sama tidak bisa duduk.Perasaan gelisah, takut terjadi apa apa dengan Daniah."Ken, apa Daniah punya penyakit berbahaya?""Tuan bersabar lah. Sebentar lagi kita akan tau." sahut Ken."Selama kita belum bertemu Daniah, hidupnya menderita Ken! Daniah kurang makan, kurang tidur. Kelelahan bekerja, keliling kota menjual asongan Ken. Daniah pasti punya penyakit serius karena penderitaan itu. Ken, bagaimana ini? Aku takut Ken! Kalau Daniah tidak selamat bagaimana? Aku bisa gila Ken!" Glen terus menerocos penuh khawatir."Tuan! Kamu ini bicara apa sih? Sudah diam!" bentak Ken."Ken!!""Diam! Diam tidak! Kalau tidak bisa diam, lebih baik keluar. Aku yang akan menunggu disini. Bikin tambah panik saja." Ken kembali membentak.Glen tidak peduli dengan bentakan Sekretarisnya itu, yang menguasainya saat ini adalah ketakutannya. Glen malah memeluk Ken dengan tiba tiba."Aku
'Cinta memang rumit! Huh!' Ken hanya bisa menggelengkan kepalanya memikirkan masalah Glen yang tidak bisa dianggap sepele ini."Bayangkan saja Anak perawan orang hamil. Ah, bukan. Jika Anak perawan masih mending, lha ini istri orang! Astaga!" Ken menggumam masih sambil melaju."Tapi, Tuan Glen tidaklah bersalah. Mereka tidak ada yang bersalah. Semua ini ulah Ricard brengsek itu. Aku harus mendapatkanmu hari ini juga." Ken masih berbicara sendiri sambil terus menyetir.Ken melirik jam, tepat sudah setengah hari."Pantas saja perut ku sudah menuntut. Rupanya sudah siang." Menggerutu.Ken memutuskan untuk mencari makan dahulu sebelum menemui Ricard."Jika perut lapar, urusan apapun tidak akan berjalan lancar. Otak saja tidak akan bisa encer untuk berpikir." Ucap Ken sendiri, sambil tersenyum memikirkan kekonyolannya sendiri. Bisa bisanya disaat darurat masih memikirkan perut.Mobil Ken berhenti di sebuah rumah makan. Kemudian Ken memutuskan untuk segera turun. Namun baru saja ia turun
Mereka sudah selesai makan.Ken hanya bisa mendengus ketika melihat Rimbun yang sibuk membungkus sisa makanan ke dalam kantong yang baru saja ia minta dari pelayan."Heh, Ubun ubun! Sudah lah. Kamu ini, bikin malu saja!" cetus Ken."Sayang Tuan. Kamu sudah membayar mahal tapi tidak habis. Mending untuk makan malamku, tidak mubajir ke buang.""Ah, terserahlah. Cepat, cepat!"Ken melangkah duluan meninggalkan Rimbun.Rimbun berlari kecil menyusul."Tuan Ken! Kamu sudah mau pergi ya?" tanya Rimbun saat sudah berada diluar."Kenapa?" Ken menoleh."Uang gajiku mana?" tanya Rimbun nyengir sambil mengangkat kedua alisnya."Astaga.. Kalau masalah uang kamu ingat sekali ya?"Ken merogoh dompet, menghitung berapa uang."Jangan lupa Tiga bulan gaji. Jangan dipotong hutangku!""Bringsik! Ambil nih!" Ken mengulurkan uang itu."Ah.. ini beneran Tuan. Aku, aku hanya bercanda lho." matanya terbelalak menatap lembaran merah yang banyak itu, dan kini berada ditangannya. Tidak menyangka jika Ken benar
Ken sudah menepikan mobilnya, sedikit jauh dari depan rumah Ricard. Melirik dua mobil yang juga menepikan mobil mereka dengan jarak yang tidak terlalu jauh di belakangnya.Ken tidak langsung turun melainkan meraih ponselnya."Roy! Apa kamu sudah mengambil berkas-berkas itu dari Pengacara Husnan?" tanya Ken, saat panggilannya terangkat."Sudah Tuan Ken!" jawab yang di sana."Kalau begitu kamu turun menemaniku. Suruh anak buahmu tetap berada disini. Jangan ada yang bertindak apapun tanpa perintah dariku.""Baik Tuan!"Ken menutup panggilan. Tak begitu lama, seorang pria tegap berpakaian hitam telah membukakan pintu mobil untuk Ken. Kemudian Ken turun, dan melangkah bersama pria itu.Saat tiba di depan pintu, tanpa ragu Ken mengetuk.Setelah berulang kali mengetuk, pintu itu akhirnya di buka juga.Sosok yang dicari Ken, benar sudah berdiri di depannya dengan mengulas senyum dingin.Ricard sama sekali tidak terkejut akan kedatangan Ken, walau di dalam hati ia sempat mengumpat. 'Bodoh se
"Daniah, Ken sudah menuju pulang. Kamu tidak perlu cemas lagi." ucap Glen menghampiri Daniah yang sedang termangu di pinggir ranjang.Seketika Daniah mendongak, menatap wajah Glen."Apa dia berhasil bertemu dengan Ricard?""Katanya begitu. Sebentar lagi dia datang. Kita akan segera tau. Kamu makan dulu ya? Sejak tadi kamu belum makan." sahut Glen.Daniah kali ini tersenyum, "Aku mau mandi dulu ya? Setelah itu baru makan." sahut Daniah."Ah iya. Baiklah, aku akan menyiapkan air hangat untukmu." Glen langsung sumringah."Tidak usah Glen. Aku mau mandi dengan air dingin. Kamu kira aku sedang sakit apa? Aku sehat-sehat saja." bantah Daniah.Mendengar itu Glen mendekat. Meraih tangan Daniah."Aku hanya khawatir kamu sedang tidak enak badan, dan tidak mau berterus terang padaku Daniah. Kamu sedang ngidam. Kamu pasti merasakan tubuhmu tidak enak kan? Perutmu mual, dan kepalamu pusing?"Daniah tersenyum mendengar kekhawatiran Glen. "Tapi aku memang tidak merasakan apapun Glen. Selain nafsu
Pagi telah datang menyapa seluruh alam semesta, tempat berpijaknya jiwa jiwa yang berbeda pemikiran dan pendapat.Lelah, sudah pasti menggerogoti tubuh Ken, namun tak sedikit pun ia rasakan setelah semalam ia telah mempersiapkan segala sesuatunya dengan sangat baik dan tepat."Saat kamu merangkak di kaki Tuan Glen, disaat itu juga, aku akan meludahi wajahmu Ricard! Aku akan berbahagia ketika melihatmu sengsara. Itu adalah gantinya, karena kamu sudah membuat Nona menderita dan berani mencoba untuk menghilangkan nyawaku. Kamu tidak tau berurusan dengan siapa. Kamu salah memilih lawan!"Sementara Glen, dengan segala upaya berusaha untuk meyakinkan Daniah dan merayu Daniah agar mau berdiam di rumah saja."Aku harus menemui Ricard. Hanya ini satu-satunya kesempatanku untuk bisa menuntaskan permasalahan kita yang ada Daniah! Percayalah. Semua akan berjalan lancar, dan kamu akan menerima kabar gembira dari kami." Glen mengusap air mata Daniah yang tak berhenti mengalir. Glen melirik Ken yan