Pagi telah datang menyapa seluruh alam semesta, tempat berpijaknya jiwa jiwa yang berbeda pemikiran dan pendapat.Lelah, sudah pasti menggerogoti tubuh Ken, namun tak sedikit pun ia rasakan setelah semalam ia telah mempersiapkan segala sesuatunya dengan sangat baik dan tepat."Saat kamu merangkak di kaki Tuan Glen, disaat itu juga, aku akan meludahi wajahmu Ricard! Aku akan berbahagia ketika melihatmu sengsara. Itu adalah gantinya, karena kamu sudah membuat Nona menderita dan berani mencoba untuk menghilangkan nyawaku. Kamu tidak tau berurusan dengan siapa. Kamu salah memilih lawan!"Sementara Glen, dengan segala upaya berusaha untuk meyakinkan Daniah dan merayu Daniah agar mau berdiam di rumah saja."Aku harus menemui Ricard. Hanya ini satu-satunya kesempatanku untuk bisa menuntaskan permasalahan kita yang ada Daniah! Percayalah. Semua akan berjalan lancar, dan kamu akan menerima kabar gembira dari kami." Glen mengusap air mata Daniah yang tak berhenti mengalir. Glen melirik Ken yan
Saat ini juga, Glen dan Ken sudah melaju kembali.Kali ini mereka menggunakan sopir untuk membawa mereka menuju rumah Ricard.Mereka hanya pergi bertiga dengan sang sopir saja tanpa pengawalan dari anak buah Glen.Ken dan Glen duduk di kursi belakang.Ken melirik Glen yang terlihat resah."Kamu khawatir?""Ya. Memikirkan Daniah!""Oh, kupikir khawatir memikirkan Ricard.""Haha.. mana mungkin. Aku sedang memikirkan Daniah. Pasti hatinya saat ini tak tenang. Jedag jedug memikirkan kita." sahut Daniah."Kamu salah lagi. Lihatlah, tunggu sebentar." Ken merogoh Hpnya dan mengulik sebentar. Menekan panggilan video atas kontak Fic.Sesaat panggilan terhubung dan Fic terlihat mengarahkan kameranya pada Sosok Daniah yang tengah sibuk di dapur."Lihatlah, Nona sepertinya sangat bahagia tanpa adanya tuan di rumah." Ken menunjukkannya pada Glen.Glen memperhatikan itu, merebut ponsel Ken. Dilihatnya Daniah sedang asyik memasak tanpa sadar jika sedang direkam oleh Fic."Astaga...! Ini pasti kel
"Nona! Kamu tidak boleh pergi!" Fic sekuat tenaga mencegah Daniah, ketika kekasih Bosnya itu sudah berontak akan lari keluar rumah."Tidak Bisa, Tuan Fic! Ayahku sakit. Dia menyuruhku pulang sekarang juga!" bantah Daniah, sudah kalang kabut sesaat ketika selesai menerima telepon dari tetangganya yang mengatakan jika Ayah Daniah jatuh sakit dan parah. Meminta Daniah harus pulang sekarang juga."Nona, mohon tenanglah. Setidaknya tunggu Tuan Glen dahulu." Fic terus mencegah."Tidak bisa Fic! Aku tidak bisa menunggu siapapun! Aku takut Fic, Aku takut terjadi apa-apa dan menyesal jika tidak segera pulang pada Ayahku!" seru Daniah, segera menyambar tas kecil miliknya dan bergegas keluar kamar dengan langkah yang sangat cepat.'Aduh! Bagaimana ini? Bisa gawat." Fic pun semakin panik dan terus mengikuti langkah Daniah sampai keluar rumah."Nona! Tolonh tunggu dulu!" Fic menghadang langkah kaki Daniah."Tuan Fic! Jangan menghalangiku. Itu Ayahku. Kalau terjadi apa-apa bagaimana? Kamu mau ber
"Maafkan aku Pak. Aku yang salah. Jika kamu ingin menghukum, hukumlah aku. Tolong jangan hukum Daniah. Dia sama sekali tidak bersalah." ucap Glen , berlutut sambil menunduk dihadapan Ayah Daniah yang masih tercengang."Jadi kamu laki-laki brengsek itu?"Glen hanya mengangguk."Laki-laki yang sudah merusak kehormatan dan rumah tangga anakku?" Ayah Daniah kembali membentak.Glrn tidak bergeming dari berlututnya kecuali hanya mengangguk."Maafkan aku Pak. Aku mencintai anak bapak.""Kamu sudah gila! Kamu mencintai wanita yang sudah bersuami? Dimana otakmu Tuan?""Dasar pria brengsek! Aku akan membunuhmu!" Ayah Daniah menyambar tongkat miliknya yang kebetulan tersandar di dinding. Tongkatnya ketika ia masih belum bisa berjalan kemarin.Ayah Daniah sudah mengangkat tongkat itu tinggi tinggi."Glen!" melihat itu Daniah berlari hendak melindungi Glen. Tapi Glen tidak mungkin membiarkan itu terjadi. Segera merengkuh tubuh Daniah.Bug ..!Satu pukulan mendarat di punggung Glen yang mendeka
Keempat orang di dalam rumah sederhana itu kini sudah di sofa, dengan saling memandang hangat.Daniah duduk diantara Glen dan Ayahnya. Sementara Ken, duduk di hadapan mereka terhalang meja."Daniah, Ayah mertua. Ah, maksudnya calon Ayah mertua." terdengar Glen mulai berbicara dengan sedikit gugup."Sekarang kan status Daniah sudah resmi bercerai dari Ricard. Jadi, saat ini juga didepan Ayah Daniah langsung, aku.. Aku ingin meminta restu untuk menikahi Daniah. Apa boleh Ayah mertua?"Ken ingin tertawa mendengar ucapan Glenyang cukup menggelikan baginya.'Apa boleh? Kalau dijawab tidak, mampus!' hati Ken terkekeh kekeh."Orang melamar mah, harusnya. Bolehkah saya menikahi putri anda Pak?" sela Ken yang membuat Glen melotot."Bringsik kamu itu Ken. Jika orang tua sedang berunding, diam lah dulu!" bentak Glen."Oh, baiklah para orang tua. Silahkan dilanjut." sahut Ken masih terkikik.Glen menarik nafas, kembali menoleh pada Ayah Daniah."Bagaimana Ayah?""Ah, iya Nak Glen. Ayah memang h
Di jalanan yang masih sepi. Hanya masih terlihat beberapa pengguna jalan saja. Mobil yang dikendarai Ken terus melaju dengan kecepatan yang sedang.Setelah beberapa jam di perjalanan, akhirnya mobil itu pun tiba juga di rumah besar milik Glen.Para penjaga tentu saja langsung menyambut kedatangan mereka.Ken turun dan membukakan pintu untuk Glen.Tak ingin membangunkan Daniah yang masih pulas, Glen akhirnya menggendongnya. Memasuki pintu dan menaiki tangga menuju kamarnya.Dibaringkan kekasihnya itu di ranjang. Glen menarik selimut untuk Daniah. Menatap wajah itu untuk beberapa saat, kemudian melangkah meninggalkannya untuk membersihkan diri.Setelah selesai, Glen kembali. Masih melihat Daniah terlelap. "Kamu pasti sangat lelah." bisiknya.Glen melangkah keluar kamar.Di ujung sana, ia melihat Ken yang sudah mengenakan baju kantor, melangkah menghampirinya."Kamu mau ke kantor Ken? Yang benar saja. Kamu tidak lelah?" tanya Glen.Ken mendengus, "Sebenarnya Lelah. Tapi, aku ada urusan.
"Ken, siapa lagi dia? Kamu bilang tidak suka ada wanita manapun yang masuk ke ruangan itu. Lalu dia? Jangan bilang jika dia juga pacarmu!" tanya Sella, melirik tangan Ken yang sudah menggenggam erat tangan Rimbun."Dia memang bukan pacarku. Tapi calon istriku. Iya kan sayang?" menoleh pada Rimbun yang seketika menarik wajahnya mundur."Bu, bukan! Bukan.." Rimbun reflek menjawab, beruntung sempat melirik wajah Ken yang sudah melotot ke arahnya."Bukan urusanmu maksudnya. Mau aku pacarnya atau calon istrinya itu bukan urusanmu." Rimbun akhirnya berkata demikian pada Sella."Kamu bilang apa? Bukan urusan ku?" Sella mendekat."Wanita murahan! Kamu tau, Ken itu milikku. Kamu yang merebutnya dariku. Dasar pelakor!" Bentak Sella, membuat Rimbun terbelalak."Eh, Ngatain aku Pelakor. Siapa yang merebutnya? Kalau dia milikmu, Ambil saja. Aku juga tidak mau kok?" sahut Rimbun ringan. Membuat Ken sungguh geram dengan jawaban Rimbun.'Astaga...! Kenapa malah menjawab begitu bodoh?'"Ken!" Sella b
Saat ini, Kayla berada di Kapolres.Duduk terisak menghapus air matanya dihadapan Ricard. Sementara Pria itu hanya menunduk, tak berani menatap wajah Kayla sedikitpun."Kenapa bisa seperti ini Ric? Kenapa? Kenapa kamu memilih berurusan dengan Glen? Kamu tau dia orang seperti apa! Kamu nekad!""Maafkan aku Kay, maafkan aku.""Kamu sudah keterlaluan, Glen tidak mungkin mengampuni mu kali ini. Dan kamu tau apa ancaman hukum untuk mu?" Kayla mengangkat wajah Ricard yang masih tetap menunduk itu."Seumur hidup Ric. Kamu akan dipenjara seumur hidup karena percobaan pembunuhan berencana mu pada Glen dan juga Ken! Belum lagi kasus penjualan atas diri Mira yang kamu lakukan! Dan terakhir kamu malah mencoba memeras Glen Dimana otakmu Ricard??""Kay, aku melakukan ini karena aku membenci Glen. Kamu tau itu dari dulu kan?""Tapi tidak harus seperti ini! Kamu susah sendiri jadinya.""Kay, bantu aku. Lepaskan aku dari sini. Ku mohon Kay. Hanya kamu yang bisa membantuku!" Ricard mengiba."Mana bisa