Beranda / Romansa / Ambivalensi CEO / Bab 5 : Sentuhan Berakhir, Hukuman terjadi.

Share

Bab 5 : Sentuhan Berakhir, Hukuman terjadi.

Penulis: MA Marayna
last update Terakhir Diperbarui: 2021-08-26 15:39:07

Satu jangkauan lagi ... 

Ceklek. 

Suara langkah kaki mendekat, sedangkan dua insan yang hampir saling menempelkan bibir itu masih terpaku dan belum saling menjauh. 

“Oalah, kalo misalnya gak tahan mending langsung ke hotel saja daripada di kamar mandi. Ganggu, ya.” Dengan santainya, seorang wanita dengan lipstik merah darah itu berbicara lebih tepatnya berkomentar. 

“Ekhem ... Ekhem.” Izzan langsung mendorong tubuh Mawar, ia pun berdehem. 

Mawar juga langsung merapikan rambut dan lipstik yang tercoreng pada pipinya. Wanita yang sedang mencuci tangan di sebelah mereka pun, terkekeh pelan. 

Izzan masih menghadap tembok tak mau melihat ke arah suara yang sudah membuat pikirannya waras kembali. 

“Ya, sebenarnya lanjut saja tidak apa-apa. Lumayan tontonan gratis. Haha ... Haha ...,” ucapnya kemudian tertawa di akhir kalimatnya, membuat Izzan dongkol dan Mawar menelan salivanya malu. 

Sepertinya wanita itu memiliki sifat yang berani, mungkin juga terlahir dari lingkungan keluarga yang di mana aktivitas tadi itu hal yang lumrah. Itu hanya tebakan dari Mawar saja, sebab sebagai salah satu karyawan wedding organizer tak jarang ia menemukan keluarga yang berkata tanpa disaring terlebih dahulu. 

“Oh, iya. Kalian ini sudah menikah atau hanya teman tidur saja?” tanyanya membuat Mawar menoleh dan melemahkan bahu atas segala hal yang diucapkan tante-tante itu. 

Masih tidak ada jawaban, meski begitu perkataan yang tidak pantas dibicarakan oleh orang asing kembali mendengung di telinga dua insan itu. 

“Cincin!” Wanita itu berseru, tatapannya langsung terarah ke tangan Mawar.

“Wah, tidak ada. Berarti kalian belum menikah ya?” Menganggukkan kepalanya. 

Lengan si lelaki sudah mengepal, Mawar pun berbalik meski masa bodo tapi ia tidak tahu jika Izzan sepertinya begitu terganggu. Mawar tersenyum tipis pada wanita itu, kemudian ia meraih tangan yang terkepal dan menyeretnya pergi. 

Izzan melototkan matanya, berani sekali perempuan ini memegang tangannya, menyeretnya juga? “Heh, lepas!” titahnya sambil menghempaskan pegangan Mawar. 

Mawar menghembuskan napas, ia pasrah jika akan dimarahi oleh lelaki yang tangannya ia seret untuk menjauhkannya dari amarah.

“Maaf, tapi marah tidak akan menyelesaikan masalah.” Mawar berkomentar membela diri, meski tahu tidak akan mengurungkan niat Izzan untuk mengeluarkan ledakan amarahnya.

 

“Apa? Kamu menyindir saya, hah?” Benar saja bukan, Lelaki itu pemarah dan tidak punya hati? 

Mawar diam.

Melihat santainya Mawar, tentu saja lelaki itu tidak suka dan semakin menganggapnya ejekan. Izzan pun menarik pergelangan tangan Mawar, tidak ada kelembutan di sentuhan tangannya. Hanya dingin dan membuat Mawar sedikit takut pada lelaki ini. 

“Duh, minta maaf deh iya. Le-pas,” ucapnya memundurkan ego agar bisa selamat dari segala penyiksaan yang mungkin akan Izzan lakukan seperti halnya di rumah sakit. 

Enak saja, luka yang ia torehkan saja belum kering. Untungnya, sang ayah tidak menyadari luka di punggung tangan yang ia tutupi dengan lengan bajunya. 

Izzan tidak peduli. Ia terus menyeret tangan itu, membuat Mawar kesusahan menyamai langkah yang begitu lebar.

Terlihat ia mengetik sesuatu sambil berjalan, Mawar tak habis pikir lelaki itu bisa mengetik pesan sambil berjalan.

Selesai dengan ponselnya, Izzan membelokkan arah langkah kakinya ke sebuah lorong yang gelap. Tentu saja hal itu membuat Mawar bergidik ngeri. Sederet pikiran negatif tentu saja bersarang dalam benaknya. 

Apa, ini akhir hidupnya?

Tidak bisa kah, ia meminta maaf terlebih dahulu pada sang ayah?

Dua pertanyaan, yang menjadi khawatir itu membuat Mawar merengek. “Aku mohon, jangan akhiri hidupku di tempat ini,” katanya mencoba bernegosiasi dengan Izzan. 

Izzan melepas pegangannya. Sebuah gudang yang sepertinya tidak terpakai, terlihat debu dan ruangan yang tidak memiliki penerangan. 

“Tenang saja, kamu tidak akan dibunuh. Hanya saja, kamu harus menginap di gudang ini satu malam.” 

“Apa? Nggak, jangan bercanda dong. Di sini itu gak ada penerangan apapun, terus kotor.” Mawar menentang dengan mata yang mengedarkan pandangan. 

“Ya bagus, hitung-hitung kamu sedang latihan dipenjara, ya kan?” Tangan lelaki itu bersedekap dada, wajahnya begitu bahagia melihat Mawar menderita. 

Mawar langsung memeluk lengan si lelaki kejam itu, ia harus keluar dengan Izzan dan mengurungkan niat lelaki itu untuk mengurungnya satu malam di tempat ini. 

Izzan terperanjat, langsung melototkan matanya seram tapi Mawar benar-benar ingin keluar bersama lelaki itu. Ia tidak mau ditinggal meski hanya satu jam tanpa siapapun. 

“Le-pas!” Izzan menggertak, namun hanya pegangan yang semakin kuat ia rasakan. 

“Pokoknya, aku gak mau ditinggal di sini apalagi semalaman.” Mawar menggelengkan kepalanya dengan bahu yang bergidik ngeri. 

Izzan berdecak sebal, ia berpikir cara agar Mawar melepaskan rangkulan pada lengannya. Hingga senyum smirknya ia tampilkan tanpa sepengetahuan Mawar. 

Ia menghela napasnya.

“Huh, oke iya. Saya tidak punya waktu lagi untuk menghukum kamu di sini, saya ada rapat.” Perkataan ini sukses membuat Mawar menampilkan binar bahagia di matanya. 

“Serius? Jadi, saya gak jadi dikurung di sini kan?” Ia ingin memastikan. 

Lelaki itu berdecak. “Ck ... Ya udah lepas dong!” titahnya membuat Mawar langsung melepa rangkulannya.

 

Setelah tangan laki-laki itu terbebas, dengan cepat ia mendorong pelan tubuh gadis itu. Kemudian menarik hendel pintu dan menutupnya. 

Berhasil. 

Tok ... Tok ... Tok. 

Mawar langsung terperanjat saat pintu tertutup, langsung saja ia mengetuk pintu itu. Air mata mulai datang dari matanya, ia benar-benar ketakutan berada di ruangan ini. 

“Sudah, nikmati saja hukuman pertama ini. Eum, tidak satu hari hanya saja menunggu sampai pagi,” ucapnya dengan gelak tawa yang begitu puas. 

Mawar menangis diam, ia tahu jika hati nurani lelaki itu sudah hilang sejak kekasihnya meninggal. Sungguh, Mawar juga merasa bersalah bahkan terpukul mengetahui ia telah menghilangkan nyawa seseorang. Setiap malam ia berdoa, untuk diampuni. 

Ini kah hukuman dari Pencipta untuknya? 

Begitu berat rasanya, mengetahui  akan berada di neraka dunia dalam tangan Izzan. “Hiks ... Hiks ....” Ia tak bisa menahan mulutnya agar diam, hukuman ini benar-benar awal yang mengerikan. 

Suara seseorang datang, sekilas Mawar mendengar dentingan kunci yang saling beradu. “Ini, tuan kunci gudang yang Anda inginkan,” ucap orang itu. 

“Oke,” ucapnya langsung mengunci pintu dengan kunci aslinya karena sebelumnya ia hanya mengunci menggunakan papan kayu yang ada. 

Izzan sibuk memainkan ponsel saat berjalan adalah untuk mengabari keluarga dan ayahanda dari Mawar. Ia mengarang ingin menghabiskan waktu berdua mencari pernak-pernik pernikahan. Sungguh ayah mana yang tidak akan menyetujui jika izinnya diminta langsung calon menantu? 

Ia juga meminta pada sahabatnya yang merupakan, pemilik gedung termasuk restoran tempat mereka makan malam untuk meminjamkan satu tempat terbengkalai ini. Sungguh, cerdas memang lelaki itu menyusun rencana penghukuman bagi Mawar. 

“To-long buka pintunya,” lirihnya begitu tak bertenaga. 

“Tidak usah pura-pura lemah, kita baru saja melangsungkan makan malam. Jadi itu cukup untuk kamu bertahan sampai pagi, hanya pagi tenang saja.” Izzan langsung memasukkan kuncinya ke saku celana. 

“Nanti, ayah mencariku.” Mawar memikirkan ayahnya yang pasti khawatir padanya. 

“Tenang saja, aku sudah mengurusnya. Dia tahu kalo kamu pergi dengan calon suaminya. Selesai! sampai jumpa besok pagi, calon istri.” Dengan kekehan ia berlalu meninggalkan lantai bawah tanah yang tak jauh dari toilet, tempat yang hampir membuat akalnya tidak berguna. 

Tok ... Tok  ... 

Mawar hanya bisa mengetuk pintu dengan lemah. “Aku, benci diriku dan kamu.” 

Mawar pasrah, meratapi hidupnya. Ketika tersakiti oleh pengkhianatan, ia juga harus menderita oleh laki-laki yang baru dikenalnya. 

Terlalu lama menangis, ternyata membuat mata Mawar tak bisa terbuka dengan baik, alhasil ia pun tertidur sambil memeluk lututnya.

Enam jam berlalu, Mawar masih terlelap dalam tidurnya meski terkadang ia mengigau memanggil sang ibu yang sudah pergi menemui Sang Pencipta.

 

Hingga, sebuah asap datang melalui atap. Masuk memenuhi ruangan kotor dan berdebu tempat Mawar tertidur. 

“Uhuk ... Uhuk ....”

Membuka mata, kemudian mendongak Mawar langsung membulatkan matanya.

“Hah, api?” 

Bersambung ... 

Bab terkait

  • Ambivalensi CEO   Bab 6 : Api yang Melembutkan

    Lelaki dengan jas abunya tengah berdiri di hadapan para stafnya. Seharusnya memang pekerjaan mereka selesai, namun lelaki yang berstatus sebagai owner sekaligus CEO memilih membuat lembur para staf sampai pukul 12 malam, dengan embel-embel bonus yang langsung dibayar tunai keesokan harinya. Meski lelah, tapi para staf itu memilih mengambil bonus yang dijanjikan, sebab Izzan Madava selalu memberikan bonus dengan nilai yang tinggi. “Baik, terima kasih atas penjelasannya. Pendapat saya, tidak ada salahnya menaikkan harga tapi ingat harus diimbangi dengan kualitas yang terbaik juga. Jadi, saya harap Anda meninjaunya kembali,” ucapnya pada salah satu manajer. “Baik, Tuan.” Manajer itu menganggukkan kepalanya. “Oke, lanjut.” Ia kembali duduk, bertepatan dengan berdirinya seorang wanita yang akan memberikan laporannya tentang perusahaan. Drtt ... Drtt ... Handphone di meja membua

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-09
  • Ambivalensi CEO   Bab 7 : Keriuhan H-1 Pernikahan

    Lelaki yang masih menggunakan jas abunya itu membantu mendorong brankar yang dibawa para suster. Ia masih menepuk-nepuk pipi perempuan yang terbaring lemah.“Mohon, tunggu di luar saja.” Perawat rumah sakit itu menghentikan si lelaki yang ingin masuk, ke dalam ruang pemeriksaan.Tiba-tiba, Izzan memegang kepalanya yang terasa sakit. Ia menjangkau tembok kemudian duduk di kursi tunggu.Gemetar pun dirasakan Izzan, semua itu terjadi karena traumanya kembali.Ya, dua traumanya terjadi dalam waktu yang berdekatan. Pertama, api yang hampir membakarnya ketika kecil, akibat kelalaian pengasuhnya. Kedua, menunggu kecemasan hilang di rumah sakit.Mungkin, itu juga yang membuat si lelaki bersikap manis seakan melupakan balas dendamnya. Merasa sesuatu yang berbeda, Izzan langsung pergi dari depan ruang UGD.Membasuh wajah, seketika ia m

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-12
  • Ambivalensi CEO   Bab 8 : Memilih Bertahan

    “Kamu, pikir aku mau ikut?” tanyanya dengan bibir melengkung bukan karena senyuman tapi ketidakpercayaan pada lawan bicaranya. Lelaki itu menghela napas. “Mawar, aku yakin kamu menerima pinangan CEO itu bukan karena cinta, ya kan?” Pertanyaan yang tepat sasaran. “Jangan sok tahu, ya.” Mawar jengkel, ia muak dengan mata menghanyutkan laki-laki itu. “Aku tahu ...,” ucapnya pelan langsung membuat Mawar mendelik. Melihat wajah gadis yang dicintainya sedikit berbeda, Izzan meraih tangan Mawar dan menggenggamnya. “Jadi, aku mohon jangan pernah korbankan hidup kamu hanya untuk menikah dengan seorang laki-laki yang tidak kamu cintai.” “Apa yang kamu tahu?” Takut jika lelaki ini mengetahui sebuah rahasia dan tentunya ia akan mempertanyakan pada calon suaminya. “Mawar, aku tahu kalo kamu terpaksa kan menikah dengannya?” Matanya masih sama, begitu memikat.

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-13
  • Ambivalensi CEO   Bab 9 : First Kiss Mawar

    Deg. Jantungnya bergemuruh ketika laki-laki itu mengucapkan kalimat yang membawanya pada satu hubungan. Dia, lelaki yang sudah mengambil tanggung jawab dari Ayahnya. Sungguh, meski ini hanya sebuah motif balas dendam tapi sudah membuatnya merasakan getaran aneh. Bukan cinta! Pengantin perempuan menggeleng, karena cinta sepertinya tidak akan tumbuh jika setiap hal yang dilakukan si lelaki itu hanya untuk menyakiti. “Mbak, senyumnya.” Suara fotografer membuat Mawar melengkungkan senyum terbaik yang ia punya meski tidak didukung oleh hati. Izzan sudah menikahi Mawar, gadis yang menjadi penyebab hilangnya nyawa sang calon istri. Kini mereka tengah diarahkan beberapa pose oleh fotografer yang di sewa. Selesai dengan itu, tiba saatnya bersalaman dengan para tamu undangan. Satu persatu pegawai kantor dan teman-temannya yang datang sekaligus bekerja sebagai wedding organizer pun me

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-15
  • Ambivalensi CEO   Bab 10 : Setelah Malam Pertama

    Bulu mata yang begitu lentik menambah paras cantik seorang perempuan yang masih tertidur. Hingga, sinar mentari yang masuk melalui jendela kaca yang tertutup gorden itu membangunkannya. Perlahan matanya membuka, langit putih dengan lampu indah membuatnya langsung membulat seketika. Langsung ia menengok ke kanan dan kiri. Tempat tidur? Selimut putih? Tangan perempuan itu perlahan membuka selimut yang membalut tubuhnya. “Jangan-jangan?” Ia khawatir, mengingat bahwa kemarin adalah pesta pernikahannya dengan CEO Buana Dama. “Huh, syukurlah aman.” Bernapas lega ketika semua pakaian ganti yang semalam ia pakai itu masih utuh di badannya. Meski masih ingin bergulung dalam selimut, Mawar menurunkan kakinya dari atas ranjang hotel. Tok ... Tok ... Baru saja kaki gadis itu menginjak lantai, suara ketukan membuat dia diam terlebih dahulu. Matanya menyipi

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-21
  • Ambivalensi CEO   Bab 11: Keluarga CEO

    Mawar masih tersedu, sedangkan suaminya tengah menerima panggilan. Ia hanya berharap segera pergi dari tempat yang begitu mengingatkannya tentang kesalahan. Izzan berdiri di hadapan Mawar refleks membuat si empu berdiri dan menggenggam lengan Izzan. Mata sang suami yang enggan di sentuh itu langsung membuat Mawar perlahan menjauhkan lengannya. "Ayo cepat, kita sudah di tunggu di sana." Tanpa menunggu, Izzan berjalan cepat meninggalkan MawarMenghela napas panjang, ia mencoba menyamai langkah Izzan namun tidak begitu takut jika akan ditinggal pergi. Akhirnya ia bisa menduduki jok mobil dengan tenang sampai kemudian mobil melaju meninggalkan tempat penyiksaannya. "Aku tahu ini kesalahan, aku akan coba untuk menebusnya." Mawar berkata dalam hati dengan mata menggenang. Sekitar setengah jam akhirnya mobil yang dikendarai Izzan berhenti. Ketika keluar, terlihat mobil yang sebelumnya bersama mereka terlihat diparkir di sebuah halaman yang begitu luas..Rumah sederhana dengan pekarangan

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-14
  • Ambivalensi CEO   Bab 12 : Pulang meski bukan Rumah

    Sedih, ketika ternyata tempat pulang mu bukanlah rumah. -Mawar Anindita***Kapan bisa kita hidup tenang, jika dipaksa hidup bersama orang yang berniat balas dendam? Kekasaran tentu bukan tipikal Izzan, namun tatapan yang tercipta sungguh memuakkan bagi Mawar. Ia ingin ditatap cinta tapi itu hanya tertawaan tentunya. "Hoh, niatnya apa pergi sama mereka, hah?" tanyanya dengan intimidasi. Mawar hanya menunduk bingung apa yang harus ia jawab. Namun, Izzan tetaplah dia yang pasti memerlukan jawaban. "Jawab!" Lengan lelaki itu sedikit mencengkeram bahu. Mawar mundur agar lengan suaminya menjauh, berhasil. Setelahnya ia menjawab, "Aku tidak punya maksud apapun, menurut kamu seorang menantu bisa menolak ajakan dari keluarga mertuanya?" Sedikit mendongakkan wajah, seakan berani menantang. Izzan masih melototkan matanya, seakan api yang ada di mata itu tidak akan padam. Keduanya menatap sampai Izzan memutuskan kontak mata."Kita pulang, dua jam dari sekarang!" Perintah yang tidak bisa di

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-26
  • Ambivalensi CEO   Bab 13 : Kebodohan Izzan

    Meski tidak punya rasa, bukan permainan seperti ini yang dirancang. -Izzan Madava***Aroma bumbu dan rempah-rempah menyeruak di dalam dapur, membuat siapa saja merasa lapar. Ketiga penghuni lama di rumah megah ini memang sering membagi tugas namun terkadang mereka mengerjakan tugas itu secara bersamaan. Mawar bukan seorang perempuan yang buta akan memasak, namun ia terkadang hanya memanfaatkan bahan yang ada lalu mengolahnya tanpa resep. Kali ini ia belajar masakan berat seperti pepes ikan, sayur lodeh dan beberapa masakan lainnya. "Gimana Mbok Yun, enak?" Mawar bertanya ketika Mbok Yun mencicipi sayur lodeh yang dibuatnya atas instruksi Yuhasanah. Wajah yang sudah mulai kendor itu sedikit mengernyitkan alis tanda yang membuat Mawar berdegup takut jika ia mengacaukan masakan. "So delicious!" Dengan logat khas sunda yang berpadu dengan bahasa asing. "Tuan Izzan pasti suka!" Uli langsung menimpali. Menarik senyum Mawar tahu harapan ini bisa saja hancur, tapi ia menikmati hal itu.

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-06

Bab terbaru

  • Ambivalensi CEO   Bab 14 Apakah Ini Hukuman?

    Jika harus menghukum dengan cara seperti ini, maka cukup dengan kamu saja yang lebih pantas bukan orang lain. -Mawar *** "Please, keluarkan saya dari sini. Hiks!" Tangisnya, tapi tidak membuat langkah Gena berhenti. Mawar sudah terpojok, ia pasrah. Jaket denimnya sudah tergeletak di atas lantai. "Hiks ...." Sekelebat bayangan ibunya menghampiri, sang ibu pernah mengatakan, "Jangan pernah kalah oleh keadaan, cari terus jalan ya." Entah kekuatan dari mana, Mawar mendorong lelaki yang jaraknya semakin dekat dengannya. Meski lolos, tapi ia bingung mencari jalan keluar. Pintu yang ia gedor untuk meminta bantuan tiba-tiba terdengar suara kunci yang membuka. Mengambil jaket denim Mawar berancang untuk keluar, hingga sosok yang tak disangka itu datang membuatnya lega. Izzan. Mawar menghambur ke pelukan Izzan meski ia tahu lelaki itu hanya diam. "Hiks ... Izzan please, tolong." Dengan air mata yang masih membasahi wajahnya, Mawar begitu erat memeluk seakan takut pelukan ini

  • Ambivalensi CEO   Bab 13 : Kebodohan Izzan

    Meski tidak punya rasa, bukan permainan seperti ini yang dirancang. -Izzan Madava***Aroma bumbu dan rempah-rempah menyeruak di dalam dapur, membuat siapa saja merasa lapar. Ketiga penghuni lama di rumah megah ini memang sering membagi tugas namun terkadang mereka mengerjakan tugas itu secara bersamaan. Mawar bukan seorang perempuan yang buta akan memasak, namun ia terkadang hanya memanfaatkan bahan yang ada lalu mengolahnya tanpa resep. Kali ini ia belajar masakan berat seperti pepes ikan, sayur lodeh dan beberapa masakan lainnya. "Gimana Mbok Yun, enak?" Mawar bertanya ketika Mbok Yun mencicipi sayur lodeh yang dibuatnya atas instruksi Yuhasanah. Wajah yang sudah mulai kendor itu sedikit mengernyitkan alis tanda yang membuat Mawar berdegup takut jika ia mengacaukan masakan. "So delicious!" Dengan logat khas sunda yang berpadu dengan bahasa asing. "Tuan Izzan pasti suka!" Uli langsung menimpali. Menarik senyum Mawar tahu harapan ini bisa saja hancur, tapi ia menikmati hal itu.

  • Ambivalensi CEO   Bab 12 : Pulang meski bukan Rumah

    Sedih, ketika ternyata tempat pulang mu bukanlah rumah. -Mawar Anindita***Kapan bisa kita hidup tenang, jika dipaksa hidup bersama orang yang berniat balas dendam? Kekasaran tentu bukan tipikal Izzan, namun tatapan yang tercipta sungguh memuakkan bagi Mawar. Ia ingin ditatap cinta tapi itu hanya tertawaan tentunya. "Hoh, niatnya apa pergi sama mereka, hah?" tanyanya dengan intimidasi. Mawar hanya menunduk bingung apa yang harus ia jawab. Namun, Izzan tetaplah dia yang pasti memerlukan jawaban. "Jawab!" Lengan lelaki itu sedikit mencengkeram bahu. Mawar mundur agar lengan suaminya menjauh, berhasil. Setelahnya ia menjawab, "Aku tidak punya maksud apapun, menurut kamu seorang menantu bisa menolak ajakan dari keluarga mertuanya?" Sedikit mendongakkan wajah, seakan berani menantang. Izzan masih melototkan matanya, seakan api yang ada di mata itu tidak akan padam. Keduanya menatap sampai Izzan memutuskan kontak mata."Kita pulang, dua jam dari sekarang!" Perintah yang tidak bisa di

  • Ambivalensi CEO   Bab 11: Keluarga CEO

    Mawar masih tersedu, sedangkan suaminya tengah menerima panggilan. Ia hanya berharap segera pergi dari tempat yang begitu mengingatkannya tentang kesalahan. Izzan berdiri di hadapan Mawar refleks membuat si empu berdiri dan menggenggam lengan Izzan. Mata sang suami yang enggan di sentuh itu langsung membuat Mawar perlahan menjauhkan lengannya. "Ayo cepat, kita sudah di tunggu di sana." Tanpa menunggu, Izzan berjalan cepat meninggalkan MawarMenghela napas panjang, ia mencoba menyamai langkah Izzan namun tidak begitu takut jika akan ditinggal pergi. Akhirnya ia bisa menduduki jok mobil dengan tenang sampai kemudian mobil melaju meninggalkan tempat penyiksaannya. "Aku tahu ini kesalahan, aku akan coba untuk menebusnya." Mawar berkata dalam hati dengan mata menggenang. Sekitar setengah jam akhirnya mobil yang dikendarai Izzan berhenti. Ketika keluar, terlihat mobil yang sebelumnya bersama mereka terlihat diparkir di sebuah halaman yang begitu luas..Rumah sederhana dengan pekarangan

  • Ambivalensi CEO   Bab 10 : Setelah Malam Pertama

    Bulu mata yang begitu lentik menambah paras cantik seorang perempuan yang masih tertidur. Hingga, sinar mentari yang masuk melalui jendela kaca yang tertutup gorden itu membangunkannya. Perlahan matanya membuka, langit putih dengan lampu indah membuatnya langsung membulat seketika. Langsung ia menengok ke kanan dan kiri. Tempat tidur? Selimut putih? Tangan perempuan itu perlahan membuka selimut yang membalut tubuhnya. “Jangan-jangan?” Ia khawatir, mengingat bahwa kemarin adalah pesta pernikahannya dengan CEO Buana Dama. “Huh, syukurlah aman.” Bernapas lega ketika semua pakaian ganti yang semalam ia pakai itu masih utuh di badannya. Meski masih ingin bergulung dalam selimut, Mawar menurunkan kakinya dari atas ranjang hotel. Tok ... Tok ... Baru saja kaki gadis itu menginjak lantai, suara ketukan membuat dia diam terlebih dahulu. Matanya menyipi

  • Ambivalensi CEO   Bab 9 : First Kiss Mawar

    Deg. Jantungnya bergemuruh ketika laki-laki itu mengucapkan kalimat yang membawanya pada satu hubungan. Dia, lelaki yang sudah mengambil tanggung jawab dari Ayahnya. Sungguh, meski ini hanya sebuah motif balas dendam tapi sudah membuatnya merasakan getaran aneh. Bukan cinta! Pengantin perempuan menggeleng, karena cinta sepertinya tidak akan tumbuh jika setiap hal yang dilakukan si lelaki itu hanya untuk menyakiti. “Mbak, senyumnya.” Suara fotografer membuat Mawar melengkungkan senyum terbaik yang ia punya meski tidak didukung oleh hati. Izzan sudah menikahi Mawar, gadis yang menjadi penyebab hilangnya nyawa sang calon istri. Kini mereka tengah diarahkan beberapa pose oleh fotografer yang di sewa. Selesai dengan itu, tiba saatnya bersalaman dengan para tamu undangan. Satu persatu pegawai kantor dan teman-temannya yang datang sekaligus bekerja sebagai wedding organizer pun me

  • Ambivalensi CEO   Bab 8 : Memilih Bertahan

    “Kamu, pikir aku mau ikut?” tanyanya dengan bibir melengkung bukan karena senyuman tapi ketidakpercayaan pada lawan bicaranya. Lelaki itu menghela napas. “Mawar, aku yakin kamu menerima pinangan CEO itu bukan karena cinta, ya kan?” Pertanyaan yang tepat sasaran. “Jangan sok tahu, ya.” Mawar jengkel, ia muak dengan mata menghanyutkan laki-laki itu. “Aku tahu ...,” ucapnya pelan langsung membuat Mawar mendelik. Melihat wajah gadis yang dicintainya sedikit berbeda, Izzan meraih tangan Mawar dan menggenggamnya. “Jadi, aku mohon jangan pernah korbankan hidup kamu hanya untuk menikah dengan seorang laki-laki yang tidak kamu cintai.” “Apa yang kamu tahu?” Takut jika lelaki ini mengetahui sebuah rahasia dan tentunya ia akan mempertanyakan pada calon suaminya. “Mawar, aku tahu kalo kamu terpaksa kan menikah dengannya?” Matanya masih sama, begitu memikat.

  • Ambivalensi CEO   Bab 7 : Keriuhan H-1 Pernikahan

    Lelaki yang masih menggunakan jas abunya itu membantu mendorong brankar yang dibawa para suster. Ia masih menepuk-nepuk pipi perempuan yang terbaring lemah.“Mohon, tunggu di luar saja.” Perawat rumah sakit itu menghentikan si lelaki yang ingin masuk, ke dalam ruang pemeriksaan.Tiba-tiba, Izzan memegang kepalanya yang terasa sakit. Ia menjangkau tembok kemudian duduk di kursi tunggu.Gemetar pun dirasakan Izzan, semua itu terjadi karena traumanya kembali.Ya, dua traumanya terjadi dalam waktu yang berdekatan. Pertama, api yang hampir membakarnya ketika kecil, akibat kelalaian pengasuhnya. Kedua, menunggu kecemasan hilang di rumah sakit.Mungkin, itu juga yang membuat si lelaki bersikap manis seakan melupakan balas dendamnya. Merasa sesuatu yang berbeda, Izzan langsung pergi dari depan ruang UGD.Membasuh wajah, seketika ia m

  • Ambivalensi CEO   Bab 6 : Api yang Melembutkan

    Lelaki dengan jas abunya tengah berdiri di hadapan para stafnya. Seharusnya memang pekerjaan mereka selesai, namun lelaki yang berstatus sebagai owner sekaligus CEO memilih membuat lembur para staf sampai pukul 12 malam, dengan embel-embel bonus yang langsung dibayar tunai keesokan harinya. Meski lelah, tapi para staf itu memilih mengambil bonus yang dijanjikan, sebab Izzan Madava selalu memberikan bonus dengan nilai yang tinggi. “Baik, terima kasih atas penjelasannya. Pendapat saya, tidak ada salahnya menaikkan harga tapi ingat harus diimbangi dengan kualitas yang terbaik juga. Jadi, saya harap Anda meninjaunya kembali,” ucapnya pada salah satu manajer. “Baik, Tuan.” Manajer itu menganggukkan kepalanya. “Oke, lanjut.” Ia kembali duduk, bertepatan dengan berdirinya seorang wanita yang akan memberikan laporannya tentang perusahaan. Drtt ... Drtt ... Handphone di meja membua

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status