Share

8. Pulang

Penulis: Himmalelie
last update Terakhir Diperbarui: 2022-05-06 06:53:30

“Permisi, Mbak. Saya mau ambil sabun cuci muka,” ucap pelanggan supermarket yang merasa kesulitan karena terhalang Brie yang berdiri menutupi deretan sabun muka pria.

Sedikit kaget, Brie bergeser lalu mengambil posisi duduk berpura-pura melihat produk di rak bawah yang berisi alat cukur dan minyak rambut. Ada perasaan malu yang menyelimuti, karena telah menyangka Edwin yang sudah menegurnya.

“Mau cukuran?”

“Ah, nggak..” ucap Brie sambil segera berdiri mendengar ada yang menegurnya lagi. Namun, matanya terbelalak dan seketika membeku.

“Cuma mau ambil dompet Sherly,” tukas Edwin yang ternyata sudah di depan Brie. Bahkan, aroma woody dari parfum Edwin dapat menyusup masuk ke hidung Brie.

Brie salah tingkah mengambil dompet Sherly yang ada di keranjang belanjanya, sikap kikuknya membuatnya lebih ceroboh sehingga dompet itu jatuh ke lantai. Dengan gelagapan ia langsung menunduk mengambil dompet itu, namun ternyata tangan Edwin lebih dulu sampai menyentuh dompet berwarna merah marun itu. Sedangkan, tangan Brie menyentuh punggung tangan Edwin.

Otak Brie seperti membeku, ia tak langsung menarik tangannya tapi malah terdiam. Hingga, Edwin yang menarik tangannya sendiri dan berdiri.

“Makasih, ya. Aku balik dulu,” ucap Edwin dengan senyum ramah dan kemudian meninggalkan Brie yang masih kikuk.

Mata Brie memandang punggung Edwin hingga sosok itu menghilang menuju pintu keluar. Brie tersadar.

“Aih, dasar menyebalkan.” Brie merutuki dirinya sendiri. Rasa marah yang sebelumnya timbul berubah menjadi rasa malu yang sangat besar.

                                                                            ***

Siang yang panas, akhirnya Brie memutuskan untuk berhenti di warung es dekat kos. Segelas es kelapa muda dapat memuaskan kerongkongan yang kering dan mendinginkan emosi Brie.

Hanya butuh kurang dari semenit, Brie menenggak setengah gelas es kelapa mudanya. Tidak hanya cuaca yang panas, tapi hatinya juga panas.

“Hariku yang indah, menjadi menyebalkan kalau ada si Manusia Gorila itu.” Brie bersungut-sungut sambil membuka bungkus biskuit coklat yang tadi ia beli.

Baru saja biskuit coklatnya masuk mulut, ponselnya berbunyi. Terpampang nama Anita, adik Brie.

[Halo, Mbak.]

“Iya, kenapa, An?”

[Kapan pulang, Mbak?]

“Emang kenapa?” tanya Brie penasaran dengan adiknya yang tiba-tiba bertanya.

[Hmm.. ibuk sakit, Mbak. Uda tiga hari lemes, tadi nanyain kamu.]

“Hah?! Sakit apa, An?” Brie terbelalak mendengar kabar dari Anita, sehingga biskuit yang sudah masuk mulut langsung ia lepeh.

[Pokoknya cepet pulang, Mbak.]

“Jawab dulu, udah ke dokter?”

[Uda, cepet pulang] sambungan telepon langsung diputus oleh Anita.

Beberapa kali Brie mencoba menghubungi Anita namun tidak diangkat.

[Ibuk udah mendingan, kata dokter ibuk kena asam lambung] Anita membalas melalui pesan.

[Tapi kamu tetep pulang ya, Mbak] Anita kembali mengirimkan pesan dengan nada memohon.

Raga Brie disergap kecemasan. Pikirannya tiba-tiba kacau dan berkeringat. Segera ia memesan tiket kereta untuk pulang sore nanti. Rasa cemas itu semakin menjadi, mengingat Anita sangat jarang menghubunginya, sehingga ketika Anita memintanya pulang dengan alasan kondisi ibunya, Brie merasa sangat kacau dan berpikiran buruk.

                                                               ***

Hari bahagia yang telah Brie rencanakan menjadi hari yang sedikit kacau. Bertemu dengan Edwin si Manusia Gorila dan kabar ibunya sakit. Sesuai dengan kata orang, sebaik-sebaiknya manusia membuat rencana, tetap Tuhan yang mengaturnya.

Pukul tiga sore Brie sudah di dalam kereta menuju kampung ibunya. Membutuhkan perjalanan sekitar 8 jam, jadi hampir tengah malam ia akan sampai tujuan. Sepanjang jalan ia tak bisa berhenti memikirkan ibunya, jantungnya berdebar tiap mencoba menghubungi Anita, namun sama sekali tidak ada respon. Terlebih ia tak tahu siapa yang akan menjemputnya di stasiun.

“Ibu, kita mau kemana?” Anak kecil yang duduk di depan Brie bertanya pada ibunya yang sedang melamun memandang keluar jendela.

“Hmm.. Kita ke rumah mbah ya,” ujar wanita berusia kisaran 25 tahun.

“Kok Ayah nggak ikut kita?” Anak itu kembali bertanya pada ibunya.

“Ayah lagi sibuk, Sayang.” Ibu muda itu mengecup kening anaknya, kemudian memperlihatkan pemandangan persawahan di luar jendela.

Brie tertegun melihat ibu dan anak tersebut, mata ibu muda itu sembab seperti telah melewati hari-hari penuh tangis. Ia teringat masa kecilnya dulu, mata ibunya sering sembab dan Ayah jarang di rumah sampai akhirnya benar-benar menghilang.

Sebuah kenangan pahit tentang orangtuanya saat Brie kecil masih tersimpan pada otaknya. Usianya saat itu masih empat tahun dan adiknya masih bayi. Ibunya mengamuk dan melempar barang-barang di dapur.

“Tega kamu sama aku dan anak-anak?” Tangis ibunya meledak.

“Kamu sendiri yang membuatku seperti ini!” Bentak Ayah Brie.

Dilihatnya sang Ibu terduduk menangis dengan menahan suara dan tangan yang terus memukul-mukul dirinya sendiri, sedangkan Ayah Brie, pria yang kala itu berusia 31 tahun membuang muka enggan melihat istrinya yang kacau balau.

“Ibuk kenapa. Yah?” Tanya Brie hati-hati dengan tangan mungilnya menyentuh tangan ayahnya yang sedari tadi mengepal dengan keras.

“Ssst.. masuk kamar lagi ya. Ibumu sedang gila,” ujar Pria itu sambil melirik tajam ke arah istrinya.

                                                                     ***

Himmalelie

Hai, selamat lebaran!

| Sukai

Bab terkait

  • Amazing brie   9. Memori Lama

    Brie yang masih kecil semakin bingung dengan jawaban ayahnya, kaki kecilnya melangkah perlahan mendekati ibunya yang sedang menangis tersedu.“Buk, kenapa?” tangan kecil Brie menyentuh punggung ibunyaIbunya menoleh, langsung memeluk Brie. Seketika tangisnya semakin kencang. Dalam pelukan ibunya, Brie diselimuti tanda tanya besar dengan situasi yang terjadi.“Kenapa menangis, Buk?” kembali Brie melontarkan pertanyaan. Tangis ibunya mereda, namun tak kuasa menjawab pertanyaan anaknya. Hanya memeluk dan mencium Brie.“Brie sayang, sini, Nduk.” Mbah muncul dari pintu dapur, melambaikan tangan ke arah Brie.Brie kecil langsung berlari ke arah wanita baya itu.“Mbah, ibuk kenapa sih?” pertanyaan Brie kembali muncul saat sudah dalam pangkuan Mbahnya.“Ibumu lagi capek, jangan diganggu dulu ya.”“Kata ayah, ibuk sedang gila. Masa ibuk gila, Mbah?”Mendengar kata-kata cucunya, wanita tua itu terdiam tak menjawab. Tangannya terus membelai lembut kepala Brie. Entah sudah berapa kali anak dan me

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-10
  • Amazing brie   10. Ibuk

    Brie duduk di teras rumahnya sambil mengecek pesan dari para calon klien yang mengajukan kerja sama. Beberapa sudah sepakat untuk bekerja sama yang akan dimulai minggu depan setelah Brie kembali ke rantau.“Nduk, ayo sarapan, udah ada nasi pecel sama lele goreng di meja,” ujar ibu dua anak itu.“Bentar, Buk.”Setelah mendengar jawaban dari anak sulungnya, wanita itu kembali masuk ke dalam rumah. Sedangkan Brie melanjutkan mengecek pesan dan membalas pesan dari calon kliennya.Udara pagi di desa terasa sangat segar dan menyenangkan paru-paru, setelah berbulan-bulan berada di kota besar yang lebih banyak polusi. Brie menarik napas dalam-dalam dan menghembuskan perlahan, benar-benar kenikmatan hidup.“Ngapain Mbak?” tanya Anita yang tiba-tiba muncul dari arah luar.“Dari mana aja kamu?” tanpa menjawab adiknya, Brie malah melemparkan pertanyaan pada Anita.“Abis olahraga pagi di alun-alun sama temen, sekalian ambil HP,” ujar Anita.Brie menatap Anita dari atas sampai bawah. Baju setelan b

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-15
  • Amazing brie   11. Ayah

    Wanita itu berhenti mencuci piring, terdiam sejenak. Pertanyaan anak sulungnya membuatnya terkejut, dengan kondisi tidak siap menjawab, ia menoleh dan menatap Brie. “Kenapa memangnya, Nduk?” “Nggak apa-apa, Buk.” Brie berdiri dari duduknya, dan melenggang masuk kamar. Ia paham betul pertanyaannya membuat ibunya tidak nyaman, ada perasaan canggung yang membuatnya enggan melanjutkan pertanyaannya. Ahmad Basri, ayah Brie, seorang anak juragan tembakau yang kaya raya. Semua orang segan dengan keluarga Basri. Tidak ada satupun materi yang tidak terpenuhi, semua keinginan Ahmad selalu dapat ia peroleh. Termasuk menikahi seorang gadis sederhana, Maryamah, ibu Brie. Awalnya ia dapat membina hidup bahagia bersama anak-anak dan istrinya. Namun, sifat egoisnya selalu tertanam dari dulu. Ahmad memiliki ketertarikan dengan gadis lain, dan berniat untuk poligami. Sayangnya, Maryamah menolak mentah-mentah permintaan semuanya. Tentu saja Ahmad berang, keinginannya harus selalu terpenuhi, dan hasr

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-24
  • Amazing brie   12. Langit Jingga

    Jumat malam, beberapa pesan dan telepon masuk ke ponsel Brie. Bukan Edwin, melainkan beberapa tawaran pekerjaan. Beberapa klien mendesak untuk pengerjaan dalam waktu dekat, bahkan untuk hari Minggu ini. Brie mengurut kepala, ia memang butuh dana, tapi klien banyak maunya. Ketika tawarannya untuk hari lain, ditolak oleh klien, Brie tidak memaksa. Ia akan rela melepas klien itu, karena ia masih ingin bersama keluarga.Untung saja masih ada beberapa klien yang masih bersabar untuk pengerjaan minggu depan, ketika Brie sudah kembali ke rantau. Brie selalu bersyukur dengan adanya klien yang masih memilihnya. Ia percaya, klien baik hati seperti itu datang padanya tak lepas dari doa ibunya, walau sebenarnya ibunya tak mengetahui status pekerjaannya sekarang.“Mbak, fotoin aku, dong!” Pinta Anita yang tiba-tiba muncul hanya melongokkan kepala dari balik pintu kamar Brie.Brie bangkit dari tempat tidur, membuka pintu dan melihat sang Adik sudah mengenakan topi toga, baju kebaya lengkap dengan h

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-02
  • Amazing brie   13. Sebuah Kenyataan

    Seringkali terjadi di kehidupan, sesuatu yang tidak diinginkan datang disaat tidak ada kesiapan untuk menghadapinya. Sepanjang di perjalanan kembali ke kota rantau, Brie tidak tenang dan gelisah. Anita duduk di sampingnya, sedang memandang keluar jendela gerbong kereta dengan antusias, sesekali ia mengambil video dan berkali-kali mengambil foto wajahnya sendiri.Brie menarik napas panjang dan menghembuskannya dengan kasar. Sekitar dua jam lagi sampai di kota tujuan, dan Brie masih berusaha menata hati dan kalimat yang akan diucapkannya pada Anita bahwa dirinya sudah tidak bekerja di kantor lamanya. Memang ada perasaan mengganjal, yaitu takut mengecewakan. Awalnya Brie hanya takut ibunya yang kecewa, namun kini ia juga takut jika Anita akan kecewa karena telah menaruh harapan pada Brie untuk membantu mencarikan pekerjaan di perusahaan tempat Brie bekerja dulu.“Mbak, ayo foto berdua!” Anita menarik lengan Brie, dengan tangan kiri masih memegang ponsel.“Males, ngantuk.” Tolak Brie samb

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-09
  • Amazing brie   1. Brie

    Segelas susu dingin sudah di meja bersama roti panggang yang tidak terpanggang sempurna. Semula Brie menyiapkan sarapannya terburu-buru, namun sepersekian detik situasi buru-buru itu berubah menjadi lambat dan melelahkan setelah Brie menerima pesan dari atasannya.[Pagi Brie, sesuai dengan keputusan rapat melihat dari penilaian terakhir. Perusahaan memutuskan untuk tidak melanjutkan kontrakmu. Untuk pengembalian ID dan pengambilan surat keterangan kerja bisa langsung ke HRD, ya.]Brie terduduk lesu dengan masih memakai pakaian kerja yang seharusnya ia kenakan untuk berangkat kerja hari ini, tetapi atasannya memutuskan jika kontrak kerja Brie tidak dilanjutkan sehingga Brie tidak perlu berangkat kerja hari ini atau dengan kata lain Brie diberhentikan atau lebih tepatnya saat ini Brie sudah menjadi pengangguran. Kepalanya pusing luar biasa, banyak hal yang tiba-tiba menghujani pikirannya. Tiba-tiba saja bayangan wajah ibunya, cicilan laptop barunya dan wajah ibu kos munc

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-19
  • Amazing brie   2. Pertemuan Pertama

    Selembar kain putih ditata rapi dengan tas cantik di atasnya. Brie membidikkan kameranya fokus pada tas tersebut agar mendapatkan kesan bagus dan menarik. Ia berniat menjual tas dan barang-barang layak guna miliknya untuk menambah pemasukan. Setelah mendapatkan foto yang bagus, ia akan mengunggahnya di media sosial untuk promosi. Sebelumnya ia telah berhasil mendapatkan uang setengah juta dari menjual baju-baju bekasnya.“Pandai juga aku jualan, apa aku buka small business aja, ya.” Brie berceloteh sambil menulis rekapan penjualan pada buku yang sama dengan yang ia gunakan untuk menulis sumpah serapah pada atasannya.Ponsel pintar Brie berbunyi, ia segera meraih benda berwarna pink itu. Ternyata sebuah pesan dari Erna, teman kantor Brie dulu.[Hai Brie, aku boleh minta tolong sesuatu gak?] Brie membaca pesan itu dengan pikiran bermacam-macam, apa yang ia bisa bantu untuk temannya itu karena jika bantuan berbentuk materi tentu saja ia tak bis

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-19
  • Amazing brie   3. Edwin

    “Hari ini kita buka pertama pukul sepuluh ya, jadi pastikan ketika kafe dibuka semua sudah siap. Barista siap, dapur juga siap,” kata Sherly memberi arahan ke semua pegawai kafe Bittercoffe. Satu jam menuju opening, ia cukup gugup. Gadis dua puluh tahun itu memberanikan diri untuk berwirausaha, tentu saja berdua dengan abangnya, Edwin. Keinginan Sherly membuka kafe memang sudah sejak satu tahun lalu, yang kemudian disetujui Edwin.Tidak mudah bekerja sama dengan Edwin yang perfeksionis dan sedikit otoriter. Sherly yang manja, tiba-tiba menjadi sosok yang paling semangat membangun bisnis. Edwin tentu saja tidak langsung mengabulkan permintaan adiknya untuk membuka bisnis kuliner, dia ingin melihat kesungguhan Sherly. Setahun lalu, setelah mengutarakan keinginannya pada Edwin, Sherly diberi tantangan untuk mengumpulkan uang 20 juta dengan metode Sinking Fund, dimana setiap bulannya Sherly diwajibkan menyisihkan uang sesuai dengan kesepakatan untuk mencapai

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-19

Bab terbaru

  • Amazing brie   13. Sebuah Kenyataan

    Seringkali terjadi di kehidupan, sesuatu yang tidak diinginkan datang disaat tidak ada kesiapan untuk menghadapinya. Sepanjang di perjalanan kembali ke kota rantau, Brie tidak tenang dan gelisah. Anita duduk di sampingnya, sedang memandang keluar jendela gerbong kereta dengan antusias, sesekali ia mengambil video dan berkali-kali mengambil foto wajahnya sendiri.Brie menarik napas panjang dan menghembuskannya dengan kasar. Sekitar dua jam lagi sampai di kota tujuan, dan Brie masih berusaha menata hati dan kalimat yang akan diucapkannya pada Anita bahwa dirinya sudah tidak bekerja di kantor lamanya. Memang ada perasaan mengganjal, yaitu takut mengecewakan. Awalnya Brie hanya takut ibunya yang kecewa, namun kini ia juga takut jika Anita akan kecewa karena telah menaruh harapan pada Brie untuk membantu mencarikan pekerjaan di perusahaan tempat Brie bekerja dulu.“Mbak, ayo foto berdua!” Anita menarik lengan Brie, dengan tangan kiri masih memegang ponsel.“Males, ngantuk.” Tolak Brie samb

  • Amazing brie   12. Langit Jingga

    Jumat malam, beberapa pesan dan telepon masuk ke ponsel Brie. Bukan Edwin, melainkan beberapa tawaran pekerjaan. Beberapa klien mendesak untuk pengerjaan dalam waktu dekat, bahkan untuk hari Minggu ini. Brie mengurut kepala, ia memang butuh dana, tapi klien banyak maunya. Ketika tawarannya untuk hari lain, ditolak oleh klien, Brie tidak memaksa. Ia akan rela melepas klien itu, karena ia masih ingin bersama keluarga.Untung saja masih ada beberapa klien yang masih bersabar untuk pengerjaan minggu depan, ketika Brie sudah kembali ke rantau. Brie selalu bersyukur dengan adanya klien yang masih memilihnya. Ia percaya, klien baik hati seperti itu datang padanya tak lepas dari doa ibunya, walau sebenarnya ibunya tak mengetahui status pekerjaannya sekarang.“Mbak, fotoin aku, dong!” Pinta Anita yang tiba-tiba muncul hanya melongokkan kepala dari balik pintu kamar Brie.Brie bangkit dari tempat tidur, membuka pintu dan melihat sang Adik sudah mengenakan topi toga, baju kebaya lengkap dengan h

  • Amazing brie   11. Ayah

    Wanita itu berhenti mencuci piring, terdiam sejenak. Pertanyaan anak sulungnya membuatnya terkejut, dengan kondisi tidak siap menjawab, ia menoleh dan menatap Brie. “Kenapa memangnya, Nduk?” “Nggak apa-apa, Buk.” Brie berdiri dari duduknya, dan melenggang masuk kamar. Ia paham betul pertanyaannya membuat ibunya tidak nyaman, ada perasaan canggung yang membuatnya enggan melanjutkan pertanyaannya. Ahmad Basri, ayah Brie, seorang anak juragan tembakau yang kaya raya. Semua orang segan dengan keluarga Basri. Tidak ada satupun materi yang tidak terpenuhi, semua keinginan Ahmad selalu dapat ia peroleh. Termasuk menikahi seorang gadis sederhana, Maryamah, ibu Brie. Awalnya ia dapat membina hidup bahagia bersama anak-anak dan istrinya. Namun, sifat egoisnya selalu tertanam dari dulu. Ahmad memiliki ketertarikan dengan gadis lain, dan berniat untuk poligami. Sayangnya, Maryamah menolak mentah-mentah permintaan semuanya. Tentu saja Ahmad berang, keinginannya harus selalu terpenuhi, dan hasr

  • Amazing brie   10. Ibuk

    Brie duduk di teras rumahnya sambil mengecek pesan dari para calon klien yang mengajukan kerja sama. Beberapa sudah sepakat untuk bekerja sama yang akan dimulai minggu depan setelah Brie kembali ke rantau.“Nduk, ayo sarapan, udah ada nasi pecel sama lele goreng di meja,” ujar ibu dua anak itu.“Bentar, Buk.”Setelah mendengar jawaban dari anak sulungnya, wanita itu kembali masuk ke dalam rumah. Sedangkan Brie melanjutkan mengecek pesan dan membalas pesan dari calon kliennya.Udara pagi di desa terasa sangat segar dan menyenangkan paru-paru, setelah berbulan-bulan berada di kota besar yang lebih banyak polusi. Brie menarik napas dalam-dalam dan menghembuskan perlahan, benar-benar kenikmatan hidup.“Ngapain Mbak?” tanya Anita yang tiba-tiba muncul dari arah luar.“Dari mana aja kamu?” tanpa menjawab adiknya, Brie malah melemparkan pertanyaan pada Anita.“Abis olahraga pagi di alun-alun sama temen, sekalian ambil HP,” ujar Anita.Brie menatap Anita dari atas sampai bawah. Baju setelan b

  • Amazing brie   9. Memori Lama

    Brie yang masih kecil semakin bingung dengan jawaban ayahnya, kaki kecilnya melangkah perlahan mendekati ibunya yang sedang menangis tersedu.“Buk, kenapa?” tangan kecil Brie menyentuh punggung ibunyaIbunya menoleh, langsung memeluk Brie. Seketika tangisnya semakin kencang. Dalam pelukan ibunya, Brie diselimuti tanda tanya besar dengan situasi yang terjadi.“Kenapa menangis, Buk?” kembali Brie melontarkan pertanyaan. Tangis ibunya mereda, namun tak kuasa menjawab pertanyaan anaknya. Hanya memeluk dan mencium Brie.“Brie sayang, sini, Nduk.” Mbah muncul dari pintu dapur, melambaikan tangan ke arah Brie.Brie kecil langsung berlari ke arah wanita baya itu.“Mbah, ibuk kenapa sih?” pertanyaan Brie kembali muncul saat sudah dalam pangkuan Mbahnya.“Ibumu lagi capek, jangan diganggu dulu ya.”“Kata ayah, ibuk sedang gila. Masa ibuk gila, Mbah?”Mendengar kata-kata cucunya, wanita tua itu terdiam tak menjawab. Tangannya terus membelai lembut kepala Brie. Entah sudah berapa kali anak dan me

  • Amazing brie   8. Pulang

    “Permisi, Mbak. Saya mau ambil sabun cuci muka,” ucap pelanggan supermarket yang merasa kesulitan karena terhalang Brie yang berdiri menutupi deretan sabun muka pria. Sedikit kaget, Brie bergeser lalu mengambil posisi duduk berpura-pura melihat produk di rak bawah yang berisi alat cukur dan minyak rambut. Ada perasaan malu yang menyelimuti, karena telah menyangka Edwin yang sudah menegurnya. “Mau cukuran?” “Ah, nggak..” ucap Brie sambil segera berdiri mendengar ada yang menegurnya lagi. Namun, matanya terbelalak dan seketika membeku. “Cuma mau ambil dompet Sherly,” tukas Edwin yang ternyata sudah di depan Brie. Bahkan, aroma woody dari parfum Edwin dapat menyusup masuk ke hidung Brie. Brie salah tingkah mengambil dompet Sherly yang ada di keranjang belanjanya, sikap kikuknya membuatnya lebih ceroboh sehingga dompet itu jatuh ke lantai. Dengan gelagapan ia langsung menunduk mengambil dompet itu, namun ternyata tangan Edwin lebih dulu sampai menyentuh dompet berwarna merah marun itu

  • Amazing brie   7. Sekotak Coklat Berbentuk Cinta

    Setelah melewatkan malam-malam dengan begadang untuk mengedit foto, akhirnya Brie dapat memulai tidur malamnya pada pukul 9 malam, tanpa terbangun. Sangat nyenyak.Bahkan, pukul lima pagi, ketika semua penghuni kos sudah mulai beraktivitas karena sebagian besar adalah pegawai kantor yang bekerja pukul 8 pagi dan pulang pukul 5, Brie masih nyaman berselimut.Pukul lima lewat lima menit, alarm berbunyi. Brie menggeliat, dengan mata masih menyipit, tangannya meraih ponsel untuk mematikan alarm. Pagi ini, Brie bangun dengan bahagia tanpa beban. Semalam ia telah menghabiskan hampir setengah porsi brownies, akhirnya suasana hati Brie sudah jauh lebih baik.“Pagi, Mbak Shella. Berangkatnya pagi banget, Mbak,” sapa Brie ke penghuni kamar sebelahnya.“Iya, Brie. Ada audit hari ini, bikin pusing,”ujar Shella yang terburu-buru memakai flatshoes.“Hati-hati ya Mbak.” Brie tersenyum melihat tetangga kamarnya itu berl

  • Amazing brie   6. Dasar Pembohong!

    Brie berdiri mematung di pinggir jalan. Begitu selesai mengutarakan petuahnya, Edwin langsung kembali ke kafe tanpa menunggu jawaban dari Brie. Sedangkan Brie memang tidak mampu membuat jawaban dari serangan Edwin yang tiba-tiba. Mental Brie ambruk begitu saja. “Permisi, Neng Brie?” “Ah-iya, Pak.” Jawab Brie parau, sambil mengusap mata. “Maaf, Neng. Tadi Bapak antri bensinnya lama banget, jadi Neng lama nunggunya.” Tukas Bapak Ojek. “Oh iya, nggak apa-apa, Pak. Saya nggak buru-buru, kok.” Si Bapak Ojek mengendarai motornya dengan hati-hati, namun tetap gesit. Sepanjang jalan Brie melamun,

  • Amazing brie   5. Manusia Gorila

    Terdengar suara uang koin yang saling beradu sejak tadi dari kamar Brie. Ia mengumpulkan semua uang koin yang ia miliki setelah melakukan pencarian di sudut-sudut kamarnya. Brie memang gemar mengumpulkan uang koin dalam wadah plastik bekas toples sosis, selain itu terkadang ada saja uang koin yang terjatuh dari sakunya namun sengaja tidak ia ambil agar menjadi harta karun yang akan ia korek-korek. Setidaknya terkumpul uang koin sebesar tiga ratus ribu yang terkumpul selama dua bulan. Setelah dirapikan dalam bungkus plastik, kumpulan uang itu akan ia tukarkan ke toko waralaba untuk mendapatkan uang kertas.Hari ini Brie sudah berjanji bertemu Sherly di Bittercoffee untuk menyerahkan hasil pekerjaannya. Setelah menukarkan uang di toko waralaba, Brie langsung menuju Bittersweet, sepanjang jalan ia berharap hasil kerjanya dapat diterima dengan baik tanpa ada masalah. Berkali-kali ia menarik napas panjang, jantungnya berdesir kencang tak karuan. Perasaan ini mengingatkannya saat p

DMCA.com Protection Status