Home / Romansa / Amazing brie / 6. Dasar Pembohong!

Share

6. Dasar Pembohong!

Author: Himmalelie
last update Last Updated: 2022-04-27 00:35:05

Brie berdiri mematung di pinggir jalan. Begitu selesai mengutarakan petuahnya, Edwin langsung kembali ke kafe tanpa menunggu jawaban dari Brie. Sedangkan Brie memang tidak mampu membuat jawaban dari serangan Edwin yang tiba-tiba. Mental Brie ambruk begitu saja.

           “Permisi, Neng Brie?”

            “Ah-iya, Pak.” Jawab Brie parau, sambil mengusap mata.

            “Maaf, Neng. Tadi Bapak antri bensinnya lama banget, jadi Neng lama nunggunya.” Tukas Bapak Ojek.

            “Oh iya, nggak apa-apa, Pak. Saya nggak buru-buru, kok.”

            Si Bapak Ojek mengendarai motornya dengan hati-hati, namun tetap gesit. Sepanjang jalan Brie melamun, sambil memandangi jalanan dengan hiruk pikuk manusia dengan kehidupannya. Pikirannya melayang-layang, dilihatnya tukang gorengan, ibu-ibu warung tenda, serta pedagang-pedagang keliling lainnya.

“Pak, sudah lama ikut ojek online?” tanya Brie membuka pembicaraan saat lampu merah panjang menghadang. Ia memilih membuka obrolan dengan si Bapak Ojek agar sedikit menepis kesedihannya.

            “Ya, lumayan, Neng. Sekitar lima tahun.”

            “Pernah kejadian nggak enak sama customer nggak, Pak? Misalnya diomelin, gitu.” Brie bertanya tanpa basa basi, seolah-olah ia sedang mencari sekutu atas rasa sakit hatinya.

            “Aduh, Neng. Udah makanan sehari-hari itu, Neng. Apalagi yang nggak sabaran. Padahal kondisi jalanan suka macet.”

            “Bapak sakit hati nggak?”

            “Awalnya sakit hati, Neng. Tapi karena sudah lima tahun kerja di jalanan, akhirnya ya biasa aja. Yang penting kita tetap minta maaf walau mereka tidak ada toleransi”

            “Berarti Bapak sudah banyak ketemu customer yang menyakitkan, ya Pak?”

            “Betul, Neng. Manusia itu sebenarnya unik. Ada banyak karakter dan sifat. Ada yang ramah dan yang judes banget.” Mendengar jawaban bapak ojek tersebut, Brie terdiam namun membenarkannya dalam hati.

            “Pak, nanti mampir ke toko Brownies di depan ya.” Kata Brie sambil menunjuk plang bergambar brownies cokelat.

            “Oke, Neng!” Sahut laki-laki paruh baya itu, kemudian mulai mengambil jalan sisi kiri.

            Brie memasuki toko Brownies kesukaannya. Aroma brownies panggang langsung memenuhi seisi rongga hidung Brie. Sejak kecil Brie menyukai cake dan brownies, namun ibunya sangat jarang membelikannya makanan seperti itu karena keterbatasan ekonomi. Biasanya kalau ada keluarga atau tetangga hajatan yang menyajikan jajanan cake, pasti Brie mengambil diam-diam beberapa potong untuk dimakannya sendiri. Jika ketahuan ibunya, sudah pasti ia akan diomeli. Rakus, kata ibunya. Padahal menurut Brie, ia tak rakus. Ia hanya mengambil beberapa potong cake, bukan mengambil semua makanan yang ada.

            Sejak merantau dan memiliki penghasilan sendiri, Brie memang lebih leluasa untuk memenuhi keinginannya sendiri, seperti makan sekotak brownies tanpa harus sembunyi dan takut diprotes. Setiap Brie ingin menikmati waktu santainya, maka kudapan yang akan selalu ada adalah sekotak brownies.

            Brie berjalan keluar toko dan langsung menuju ke bapak ojek yang sedang menunggunya. Menurut perkiraan Brie, bapak itu berusia setengah abad lebih. Hampir seumuran dengan ibunya. Pasti sudah sangat banyak sekali asam garam yang dirasakan. Kalau sekedar celaan dari pelanggan atau orang lain, mungkin bukan masalah lagi, karena hidup harus tetap berlanjut.

            “Pak, ini buat Bapak," ujar Brie sembari menyodorkan sebungkus brownies original.

            “Wah, makasih, Neng. Alhamdulillah.”

            “Sama-sama, Pak.”

            Baru berjalan beberapa meter, motor harus berhenti kembali karena lampu sudah merah. Kendaraan mengular panjang karena durasi lampu merah yang lama, sedangkan lampu hijau hanya sekedipan mata. Jadi tak jarang terdengar umpatan para pengendara yang sedang terburu-buru, namun harus setia menunggu lampu merah kembali.

            “Pak, kalau boleh saya tahu, waktu bapak dapet omelan customer, biar nggak sakit hati gimana, Pak?” Kembali Brie memulai sesi tanya jawab.

            “Wah, Neng kayanya lagi ada masalah ya?” Si Bapak Ojek sungguh peka.

            “Hehe. Iya, Pak. Saya habis diomelin klien.”

            “Nggak usah risau, Neng. Diomelin klien itu sebagai penguat mental, pengalaman kan guru paling baik. Betul kan?”

            “Iya, Pak.”

            “Kalau, Neng, sekali diomelin langsung ciut, nanti Neng bakal susah bertahan. Dunia ini kejam sekali, Neng.” Bapak Ojek menambahkan, “Jangan kalah sama omongan negatif orang lain. Dulu saya juga gitu, Neng pas masih muda.” kali ini sedikit lebih berapi-api. Brie hanya mengangguk, tanpa bersuara.

            “Terus gimana, Pak?”

             “Lama-lama saya bingung terus menerus menciut, kapan saya bisa berkembang. Awal ngojek dulu saya sering kaget ketemu customer yang ngomelnya nggak berhenti-henti, sampai ngatain nggak becus." Laki-laki itu bercerita dengan menyenangkan, khas bapak-bapak periang. "Saya kecewanya tuh sampai berhari-hari. Tapi saya nggak berhenti ngojek, biar dapur tetep ngebul, Neng," imbuhnya dengan semangat.

             Brie manggut-manggut. Iya membenarkan kalimat Bapak Ojek, kalau dia terus terendam dalam keterpurukan, tentu ia tidak akan berkembang. Tapi, rasa sakit hati yang baru saja membekas memang tidak mudah untuk dihapus.

           “Lalu, rasa sakit hatinya gimana, Pak?”

           “Rasa sakit hati akan hilang begitu saja, kalau kita sibuk memperbaiki diri.”

           “Kalau Bapak sendiri, gimana caranya?”

           "Ikut komunitas pecinta taneman, Neng. Nambah ilmu, nambah relasi," ujar tukang ojek itu dengan riang.

            “Wah, keren ya si Bapak ini.”

            “Nah, jadi jangan langsung percaya omongan negatif klien yang merendahkan, Neng.” Brie tidak menyahut, hanya manggut-manggut.

            "Semangat, Neng!" kata Bapak Ojek ketika sudah sampai di depan kos, kemudian berputar arah kembali beredar untuk mencari orderan.

            Brie berdiri di depan pintu gerbang kos dengan tangan kanan memegang pintu gerbang, namun tak langsung membukanya. Ia menarik napas dalam-dalam, lalu menghembuskannya pelan-pelan.

            “Dasar Pembohong, aku nggak percaya omonganmu! “ gumam Brie sambil meremas tas plastik bergambar brownies kesukaannya.

            Dari kejauhan nampak sepasang mata sedang memperhatikan Brie. Kedua sudut bibirnya tertarik ke atas melihat tingkah Brie.

                                                                       ***

Related chapters

  • Amazing brie   7. Sekotak Coklat Berbentuk Cinta

    Setelah melewatkan malam-malam dengan begadang untuk mengedit foto, akhirnya Brie dapat memulai tidur malamnya pada pukul 9 malam, tanpa terbangun. Sangat nyenyak.Bahkan, pukul lima pagi, ketika semua penghuni kos sudah mulai beraktivitas karena sebagian besar adalah pegawai kantor yang bekerja pukul 8 pagi dan pulang pukul 5, Brie masih nyaman berselimut.Pukul lima lewat lima menit, alarm berbunyi. Brie menggeliat, dengan mata masih menyipit, tangannya meraih ponsel untuk mematikan alarm. Pagi ini, Brie bangun dengan bahagia tanpa beban. Semalam ia telah menghabiskan hampir setengah porsi brownies, akhirnya suasana hati Brie sudah jauh lebih baik.“Pagi, Mbak Shella. Berangkatnya pagi banget, Mbak,” sapa Brie ke penghuni kamar sebelahnya.“Iya, Brie. Ada audit hari ini, bikin pusing,”ujar Shella yang terburu-buru memakai flatshoes.“Hati-hati ya Mbak.” Brie tersenyum melihat tetangga kamarnya itu berl

    Last Updated : 2022-04-28
  • Amazing brie   8. Pulang

    “Permisi, Mbak. Saya mau ambil sabun cuci muka,” ucap pelanggan supermarket yang merasa kesulitan karena terhalang Brie yang berdiri menutupi deretan sabun muka pria. Sedikit kaget, Brie bergeser lalu mengambil posisi duduk berpura-pura melihat produk di rak bawah yang berisi alat cukur dan minyak rambut. Ada perasaan malu yang menyelimuti, karena telah menyangka Edwin yang sudah menegurnya. “Mau cukuran?” “Ah, nggak..” ucap Brie sambil segera berdiri mendengar ada yang menegurnya lagi. Namun, matanya terbelalak dan seketika membeku. “Cuma mau ambil dompet Sherly,” tukas Edwin yang ternyata sudah di depan Brie. Bahkan, aroma woody dari parfum Edwin dapat menyusup masuk ke hidung Brie. Brie salah tingkah mengambil dompet Sherly yang ada di keranjang belanjanya, sikap kikuknya membuatnya lebih ceroboh sehingga dompet itu jatuh ke lantai. Dengan gelagapan ia langsung menunduk mengambil dompet itu, namun ternyata tangan Edwin lebih dulu sampai menyentuh dompet berwarna merah marun itu

    Last Updated : 2022-05-06
  • Amazing brie   9. Memori Lama

    Brie yang masih kecil semakin bingung dengan jawaban ayahnya, kaki kecilnya melangkah perlahan mendekati ibunya yang sedang menangis tersedu.“Buk, kenapa?” tangan kecil Brie menyentuh punggung ibunyaIbunya menoleh, langsung memeluk Brie. Seketika tangisnya semakin kencang. Dalam pelukan ibunya, Brie diselimuti tanda tanya besar dengan situasi yang terjadi.“Kenapa menangis, Buk?” kembali Brie melontarkan pertanyaan. Tangis ibunya mereda, namun tak kuasa menjawab pertanyaan anaknya. Hanya memeluk dan mencium Brie.“Brie sayang, sini, Nduk.” Mbah muncul dari pintu dapur, melambaikan tangan ke arah Brie.Brie kecil langsung berlari ke arah wanita baya itu.“Mbah, ibuk kenapa sih?” pertanyaan Brie kembali muncul saat sudah dalam pangkuan Mbahnya.“Ibumu lagi capek, jangan diganggu dulu ya.”“Kata ayah, ibuk sedang gila. Masa ibuk gila, Mbah?”Mendengar kata-kata cucunya, wanita tua itu terdiam tak menjawab. Tangannya terus membelai lembut kepala Brie. Entah sudah berapa kali anak dan me

    Last Updated : 2022-05-10
  • Amazing brie   10. Ibuk

    Brie duduk di teras rumahnya sambil mengecek pesan dari para calon klien yang mengajukan kerja sama. Beberapa sudah sepakat untuk bekerja sama yang akan dimulai minggu depan setelah Brie kembali ke rantau.“Nduk, ayo sarapan, udah ada nasi pecel sama lele goreng di meja,” ujar ibu dua anak itu.“Bentar, Buk.”Setelah mendengar jawaban dari anak sulungnya, wanita itu kembali masuk ke dalam rumah. Sedangkan Brie melanjutkan mengecek pesan dan membalas pesan dari calon kliennya.Udara pagi di desa terasa sangat segar dan menyenangkan paru-paru, setelah berbulan-bulan berada di kota besar yang lebih banyak polusi. Brie menarik napas dalam-dalam dan menghembuskan perlahan, benar-benar kenikmatan hidup.“Ngapain Mbak?” tanya Anita yang tiba-tiba muncul dari arah luar.“Dari mana aja kamu?” tanpa menjawab adiknya, Brie malah melemparkan pertanyaan pada Anita.“Abis olahraga pagi di alun-alun sama temen, sekalian ambil HP,” ujar Anita.Brie menatap Anita dari atas sampai bawah. Baju setelan b

    Last Updated : 2022-05-15
  • Amazing brie   11. Ayah

    Wanita itu berhenti mencuci piring, terdiam sejenak. Pertanyaan anak sulungnya membuatnya terkejut, dengan kondisi tidak siap menjawab, ia menoleh dan menatap Brie. “Kenapa memangnya, Nduk?” “Nggak apa-apa, Buk.” Brie berdiri dari duduknya, dan melenggang masuk kamar. Ia paham betul pertanyaannya membuat ibunya tidak nyaman, ada perasaan canggung yang membuatnya enggan melanjutkan pertanyaannya. Ahmad Basri, ayah Brie, seorang anak juragan tembakau yang kaya raya. Semua orang segan dengan keluarga Basri. Tidak ada satupun materi yang tidak terpenuhi, semua keinginan Ahmad selalu dapat ia peroleh. Termasuk menikahi seorang gadis sederhana, Maryamah, ibu Brie. Awalnya ia dapat membina hidup bahagia bersama anak-anak dan istrinya. Namun, sifat egoisnya selalu tertanam dari dulu. Ahmad memiliki ketertarikan dengan gadis lain, dan berniat untuk poligami. Sayangnya, Maryamah menolak mentah-mentah permintaan semuanya. Tentu saja Ahmad berang, keinginannya harus selalu terpenuhi, dan hasr

    Last Updated : 2022-08-24
  • Amazing brie   12. Langit Jingga

    Jumat malam, beberapa pesan dan telepon masuk ke ponsel Brie. Bukan Edwin, melainkan beberapa tawaran pekerjaan. Beberapa klien mendesak untuk pengerjaan dalam waktu dekat, bahkan untuk hari Minggu ini. Brie mengurut kepala, ia memang butuh dana, tapi klien banyak maunya. Ketika tawarannya untuk hari lain, ditolak oleh klien, Brie tidak memaksa. Ia akan rela melepas klien itu, karena ia masih ingin bersama keluarga.Untung saja masih ada beberapa klien yang masih bersabar untuk pengerjaan minggu depan, ketika Brie sudah kembali ke rantau. Brie selalu bersyukur dengan adanya klien yang masih memilihnya. Ia percaya, klien baik hati seperti itu datang padanya tak lepas dari doa ibunya, walau sebenarnya ibunya tak mengetahui status pekerjaannya sekarang.“Mbak, fotoin aku, dong!” Pinta Anita yang tiba-tiba muncul hanya melongokkan kepala dari balik pintu kamar Brie.Brie bangkit dari tempat tidur, membuka pintu dan melihat sang Adik sudah mengenakan topi toga, baju kebaya lengkap dengan h

    Last Updated : 2022-09-02
  • Amazing brie   13. Sebuah Kenyataan

    Seringkali terjadi di kehidupan, sesuatu yang tidak diinginkan datang disaat tidak ada kesiapan untuk menghadapinya. Sepanjang di perjalanan kembali ke kota rantau, Brie tidak tenang dan gelisah. Anita duduk di sampingnya, sedang memandang keluar jendela gerbong kereta dengan antusias, sesekali ia mengambil video dan berkali-kali mengambil foto wajahnya sendiri.Brie menarik napas panjang dan menghembuskannya dengan kasar. Sekitar dua jam lagi sampai di kota tujuan, dan Brie masih berusaha menata hati dan kalimat yang akan diucapkannya pada Anita bahwa dirinya sudah tidak bekerja di kantor lamanya. Memang ada perasaan mengganjal, yaitu takut mengecewakan. Awalnya Brie hanya takut ibunya yang kecewa, namun kini ia juga takut jika Anita akan kecewa karena telah menaruh harapan pada Brie untuk membantu mencarikan pekerjaan di perusahaan tempat Brie bekerja dulu.“Mbak, ayo foto berdua!” Anita menarik lengan Brie, dengan tangan kiri masih memegang ponsel.“Males, ngantuk.” Tolak Brie samb

    Last Updated : 2022-09-09
  • Amazing brie   1. Brie

    Segelas susu dingin sudah di meja bersama roti panggang yang tidak terpanggang sempurna. Semula Brie menyiapkan sarapannya terburu-buru, namun sepersekian detik situasi buru-buru itu berubah menjadi lambat dan melelahkan setelah Brie menerima pesan dari atasannya.[Pagi Brie, sesuai dengan keputusan rapat melihat dari penilaian terakhir. Perusahaan memutuskan untuk tidak melanjutkan kontrakmu. Untuk pengembalian ID dan pengambilan surat keterangan kerja bisa langsung ke HRD, ya.]Brie terduduk lesu dengan masih memakai pakaian kerja yang seharusnya ia kenakan untuk berangkat kerja hari ini, tetapi atasannya memutuskan jika kontrak kerja Brie tidak dilanjutkan sehingga Brie tidak perlu berangkat kerja hari ini atau dengan kata lain Brie diberhentikan atau lebih tepatnya saat ini Brie sudah menjadi pengangguran. Kepalanya pusing luar biasa, banyak hal yang tiba-tiba menghujani pikirannya. Tiba-tiba saja bayangan wajah ibunya, cicilan laptop barunya dan wajah ibu kos munc

    Last Updated : 2022-01-19

Latest chapter

  • Amazing brie   13. Sebuah Kenyataan

    Seringkali terjadi di kehidupan, sesuatu yang tidak diinginkan datang disaat tidak ada kesiapan untuk menghadapinya. Sepanjang di perjalanan kembali ke kota rantau, Brie tidak tenang dan gelisah. Anita duduk di sampingnya, sedang memandang keluar jendela gerbong kereta dengan antusias, sesekali ia mengambil video dan berkali-kali mengambil foto wajahnya sendiri.Brie menarik napas panjang dan menghembuskannya dengan kasar. Sekitar dua jam lagi sampai di kota tujuan, dan Brie masih berusaha menata hati dan kalimat yang akan diucapkannya pada Anita bahwa dirinya sudah tidak bekerja di kantor lamanya. Memang ada perasaan mengganjal, yaitu takut mengecewakan. Awalnya Brie hanya takut ibunya yang kecewa, namun kini ia juga takut jika Anita akan kecewa karena telah menaruh harapan pada Brie untuk membantu mencarikan pekerjaan di perusahaan tempat Brie bekerja dulu.“Mbak, ayo foto berdua!” Anita menarik lengan Brie, dengan tangan kiri masih memegang ponsel.“Males, ngantuk.” Tolak Brie samb

  • Amazing brie   12. Langit Jingga

    Jumat malam, beberapa pesan dan telepon masuk ke ponsel Brie. Bukan Edwin, melainkan beberapa tawaran pekerjaan. Beberapa klien mendesak untuk pengerjaan dalam waktu dekat, bahkan untuk hari Minggu ini. Brie mengurut kepala, ia memang butuh dana, tapi klien banyak maunya. Ketika tawarannya untuk hari lain, ditolak oleh klien, Brie tidak memaksa. Ia akan rela melepas klien itu, karena ia masih ingin bersama keluarga.Untung saja masih ada beberapa klien yang masih bersabar untuk pengerjaan minggu depan, ketika Brie sudah kembali ke rantau. Brie selalu bersyukur dengan adanya klien yang masih memilihnya. Ia percaya, klien baik hati seperti itu datang padanya tak lepas dari doa ibunya, walau sebenarnya ibunya tak mengetahui status pekerjaannya sekarang.“Mbak, fotoin aku, dong!” Pinta Anita yang tiba-tiba muncul hanya melongokkan kepala dari balik pintu kamar Brie.Brie bangkit dari tempat tidur, membuka pintu dan melihat sang Adik sudah mengenakan topi toga, baju kebaya lengkap dengan h

  • Amazing brie   11. Ayah

    Wanita itu berhenti mencuci piring, terdiam sejenak. Pertanyaan anak sulungnya membuatnya terkejut, dengan kondisi tidak siap menjawab, ia menoleh dan menatap Brie. “Kenapa memangnya, Nduk?” “Nggak apa-apa, Buk.” Brie berdiri dari duduknya, dan melenggang masuk kamar. Ia paham betul pertanyaannya membuat ibunya tidak nyaman, ada perasaan canggung yang membuatnya enggan melanjutkan pertanyaannya. Ahmad Basri, ayah Brie, seorang anak juragan tembakau yang kaya raya. Semua orang segan dengan keluarga Basri. Tidak ada satupun materi yang tidak terpenuhi, semua keinginan Ahmad selalu dapat ia peroleh. Termasuk menikahi seorang gadis sederhana, Maryamah, ibu Brie. Awalnya ia dapat membina hidup bahagia bersama anak-anak dan istrinya. Namun, sifat egoisnya selalu tertanam dari dulu. Ahmad memiliki ketertarikan dengan gadis lain, dan berniat untuk poligami. Sayangnya, Maryamah menolak mentah-mentah permintaan semuanya. Tentu saja Ahmad berang, keinginannya harus selalu terpenuhi, dan hasr

  • Amazing brie   10. Ibuk

    Brie duduk di teras rumahnya sambil mengecek pesan dari para calon klien yang mengajukan kerja sama. Beberapa sudah sepakat untuk bekerja sama yang akan dimulai minggu depan setelah Brie kembali ke rantau.“Nduk, ayo sarapan, udah ada nasi pecel sama lele goreng di meja,” ujar ibu dua anak itu.“Bentar, Buk.”Setelah mendengar jawaban dari anak sulungnya, wanita itu kembali masuk ke dalam rumah. Sedangkan Brie melanjutkan mengecek pesan dan membalas pesan dari calon kliennya.Udara pagi di desa terasa sangat segar dan menyenangkan paru-paru, setelah berbulan-bulan berada di kota besar yang lebih banyak polusi. Brie menarik napas dalam-dalam dan menghembuskan perlahan, benar-benar kenikmatan hidup.“Ngapain Mbak?” tanya Anita yang tiba-tiba muncul dari arah luar.“Dari mana aja kamu?” tanpa menjawab adiknya, Brie malah melemparkan pertanyaan pada Anita.“Abis olahraga pagi di alun-alun sama temen, sekalian ambil HP,” ujar Anita.Brie menatap Anita dari atas sampai bawah. Baju setelan b

  • Amazing brie   9. Memori Lama

    Brie yang masih kecil semakin bingung dengan jawaban ayahnya, kaki kecilnya melangkah perlahan mendekati ibunya yang sedang menangis tersedu.“Buk, kenapa?” tangan kecil Brie menyentuh punggung ibunyaIbunya menoleh, langsung memeluk Brie. Seketika tangisnya semakin kencang. Dalam pelukan ibunya, Brie diselimuti tanda tanya besar dengan situasi yang terjadi.“Kenapa menangis, Buk?” kembali Brie melontarkan pertanyaan. Tangis ibunya mereda, namun tak kuasa menjawab pertanyaan anaknya. Hanya memeluk dan mencium Brie.“Brie sayang, sini, Nduk.” Mbah muncul dari pintu dapur, melambaikan tangan ke arah Brie.Brie kecil langsung berlari ke arah wanita baya itu.“Mbah, ibuk kenapa sih?” pertanyaan Brie kembali muncul saat sudah dalam pangkuan Mbahnya.“Ibumu lagi capek, jangan diganggu dulu ya.”“Kata ayah, ibuk sedang gila. Masa ibuk gila, Mbah?”Mendengar kata-kata cucunya, wanita tua itu terdiam tak menjawab. Tangannya terus membelai lembut kepala Brie. Entah sudah berapa kali anak dan me

  • Amazing brie   8. Pulang

    “Permisi, Mbak. Saya mau ambil sabun cuci muka,” ucap pelanggan supermarket yang merasa kesulitan karena terhalang Brie yang berdiri menutupi deretan sabun muka pria. Sedikit kaget, Brie bergeser lalu mengambil posisi duduk berpura-pura melihat produk di rak bawah yang berisi alat cukur dan minyak rambut. Ada perasaan malu yang menyelimuti, karena telah menyangka Edwin yang sudah menegurnya. “Mau cukuran?” “Ah, nggak..” ucap Brie sambil segera berdiri mendengar ada yang menegurnya lagi. Namun, matanya terbelalak dan seketika membeku. “Cuma mau ambil dompet Sherly,” tukas Edwin yang ternyata sudah di depan Brie. Bahkan, aroma woody dari parfum Edwin dapat menyusup masuk ke hidung Brie. Brie salah tingkah mengambil dompet Sherly yang ada di keranjang belanjanya, sikap kikuknya membuatnya lebih ceroboh sehingga dompet itu jatuh ke lantai. Dengan gelagapan ia langsung menunduk mengambil dompet itu, namun ternyata tangan Edwin lebih dulu sampai menyentuh dompet berwarna merah marun itu

  • Amazing brie   7. Sekotak Coklat Berbentuk Cinta

    Setelah melewatkan malam-malam dengan begadang untuk mengedit foto, akhirnya Brie dapat memulai tidur malamnya pada pukul 9 malam, tanpa terbangun. Sangat nyenyak.Bahkan, pukul lima pagi, ketika semua penghuni kos sudah mulai beraktivitas karena sebagian besar adalah pegawai kantor yang bekerja pukul 8 pagi dan pulang pukul 5, Brie masih nyaman berselimut.Pukul lima lewat lima menit, alarm berbunyi. Brie menggeliat, dengan mata masih menyipit, tangannya meraih ponsel untuk mematikan alarm. Pagi ini, Brie bangun dengan bahagia tanpa beban. Semalam ia telah menghabiskan hampir setengah porsi brownies, akhirnya suasana hati Brie sudah jauh lebih baik.“Pagi, Mbak Shella. Berangkatnya pagi banget, Mbak,” sapa Brie ke penghuni kamar sebelahnya.“Iya, Brie. Ada audit hari ini, bikin pusing,”ujar Shella yang terburu-buru memakai flatshoes.“Hati-hati ya Mbak.” Brie tersenyum melihat tetangga kamarnya itu berl

  • Amazing brie   6. Dasar Pembohong!

    Brie berdiri mematung di pinggir jalan. Begitu selesai mengutarakan petuahnya, Edwin langsung kembali ke kafe tanpa menunggu jawaban dari Brie. Sedangkan Brie memang tidak mampu membuat jawaban dari serangan Edwin yang tiba-tiba. Mental Brie ambruk begitu saja. “Permisi, Neng Brie?” “Ah-iya, Pak.” Jawab Brie parau, sambil mengusap mata. “Maaf, Neng. Tadi Bapak antri bensinnya lama banget, jadi Neng lama nunggunya.” Tukas Bapak Ojek. “Oh iya, nggak apa-apa, Pak. Saya nggak buru-buru, kok.” Si Bapak Ojek mengendarai motornya dengan hati-hati, namun tetap gesit. Sepanjang jalan Brie melamun,

  • Amazing brie   5. Manusia Gorila

    Terdengar suara uang koin yang saling beradu sejak tadi dari kamar Brie. Ia mengumpulkan semua uang koin yang ia miliki setelah melakukan pencarian di sudut-sudut kamarnya. Brie memang gemar mengumpulkan uang koin dalam wadah plastik bekas toples sosis, selain itu terkadang ada saja uang koin yang terjatuh dari sakunya namun sengaja tidak ia ambil agar menjadi harta karun yang akan ia korek-korek. Setidaknya terkumpul uang koin sebesar tiga ratus ribu yang terkumpul selama dua bulan. Setelah dirapikan dalam bungkus plastik, kumpulan uang itu akan ia tukarkan ke toko waralaba untuk mendapatkan uang kertas.Hari ini Brie sudah berjanji bertemu Sherly di Bittercoffee untuk menyerahkan hasil pekerjaannya. Setelah menukarkan uang di toko waralaba, Brie langsung menuju Bittersweet, sepanjang jalan ia berharap hasil kerjanya dapat diterima dengan baik tanpa ada masalah. Berkali-kali ia menarik napas panjang, jantungnya berdesir kencang tak karuan. Perasaan ini mengingatkannya saat p

DMCA.com Protection Status