Home / Fiksi Remaja / Alvaro Sang Genus / Bab 12. Kilauan Darah Alvaro

Share

Bab 12. Kilauan Darah Alvaro

Author: Whieta Dy
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Pagi-pagi sekali Alvaro sudah berangkat ke kampus. Ia sedikit mengantuk karena tadi malam ia menyelinap ke luar menuju gedung Familia yang berada di sayap kiri bangunan. Ia sangat berharap bisa menemui Davira untuk menanyakan perihal simbol itu.

Lelaki itu menduga kuat bahwa simbol itu ada hubungan dengan dirinya di masa lalu. Ia yakin simbol itu sebuah déjà vu yang hadir dalam mimpinya. Itu sebabnya ia selalu mencari tahu makna simbol tersebut dan selalu menyangka hanya ia yang penasaran setengah mati dengan simbol tersebut.

Ternyata kini, ia mengetahui bahwa ada orang lain yang mengetahui simbol tersebut dan itu membuat penasarannya semakin meningkat. Apa Davira mengetahui sesuatu tentang simbol tersebut? Apa Davira ada hubungannya dengan itu semua?

Setelah cukup lama mengendap-endap di gedung Familia dan hampir kepergok beberapa kali, akhirnya Alvaro kembali ke gedungnya. Ia memutuskan meringkuk dalam selimutnya yang hangat dan m

Whieta Dy

Apa yang terpampang di hadapannya membuatnya tercengang. Ia melihat leukosit dalam darahnya bergerak dan berkelip, sementara eritrositnya berbentuk cakram  dan bercahaya keemasan di bagian tepi-tepinya. Darahnya tetap berwarna merah tetapi terlihat indah karena cahaya yang dihasilkan. Di antara bingung dan tak percaya, Alvaro mengangkat kepala dan menoleh untuk melihat reaksi teman-temannya.

| Like
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Alvaro Sang Genus   Bab 13. Penggemar Alvaro

    “Kita harus menyelidiki markas mereka.” Alton memberi lingkaran pada peta besar yang ada di hadapan mereka. Selain Alton, di dalam ruangan itu ada Metira Jovanka, Haldis, Davira dan tiga Ordo lainnya yang sedang menatap serius ke arah peta. “Kami curiga kalau mereka bermarkas di sebuah gudang tua bekas pabrik yang sudah lama tak terpakai,” kata Metira sambil bersedekap. Davira memperhatikan peta tersebut dengan seksama. Mempelajari segala yang ia lihat dengan cermat. “Ini peta gudang tersebut. Davira akan masuk lewat pintu kiri dan memasang pengait di dinding yang berdekatan dengan lubang angin. Haldis masuk melalui lubang angin di sebelah timur. Sementara itu dua Familia akan mengendap-endap di bagian utara memastikan tak ada yang

  • Alvaro Sang Genus   Bab 14. Penyelidikan Ke Markas Musuh

    Langit demikian gelap saat Davira dan yang lain bergerak ke gudang tua bekas pabrik yang diduga sarang musuh mereka. Mereka mengendap-endap dalam gelap dan bau debu beterbangan menyerang pernapasan. Haldis menyelinap dari pintu sebelah kiri diikuti dengan Davira dan tujuh Familia yang lain. Sampai di sebuah ruangan yang beraroma lembab Haldis memasang pengait pada sebuah tiang. “Davira, kau masuk ke lubang angin duluan. Nanti kau masuk ke jalur kiri. Aku melewati tepi dinding dan menunggu di atas. Sementara yang lain ikut aku ke atas, dua orang berjaga di sini,” bisik Haldis tegas. “Aku dengar dari Pak Alton, Anda yang lewat lubang angin,” tegas Davira. “Siapa pemimpi

  • Alvaro Sang Genus   Bab 15. Mencari Davira

    Makan malam bagi warga RB adalah momen di mana mereka dapat bertemu satu sama lain. Meski Genus dan Familia tidak dalam satu meja, tetapi mereka bisa saling melihat satu sama lain. “Al, daging wagyu ini lembut sekali. Sangat beda dengan makanan di kampus. Aku senang makanan di sini enak-enak,” cengir Gio sembari memandangi daging pada garpunya. “Ya, harus. Setiap tiga bulan sekali kita harus mendonorkan darah kita. Kalau nggak ditunjang dengan makanan bergizi seperti ini, kita bisa seperti zombie,” jawab Alvaro. Sembari mengunyah, irisnya mengitari ruangan. Terlihat para Ordo di bagian balkon yang makan menghadap ke arah mereka. “Haha, nggak apa-apa deh jadi zombie. Aku pengen ngerasain daging Familia

  • Alvaro Sang Genus    Bab 16. Bukti Penyelidikan

    15 jam sebelumnya. “Kau yakin sudah memberikan seluruh barang penyelidikan, Davira?” Iris Metira seakan ingin menelanjangi gadis itu. Davira menatap lurus ke meja, berusaha menyembunyikan wajahnya yang sedikit memucat akibat pertanyaan itu. “Sudah, Metira,” jawabnya.“Biar kubantu menggeledahnya, Metira,” seringai Haldis.“Bisa kau tutup mulut dulu, Haldis? Aku sedang berbicara dengan Davira,” bentak Metira Jovanka.Haldis bergeming dengan raut masam.“Aku ingin mengetahui apa yang sebenarnya mereka inginkan dan penelitian apa yang mereka kembangkan. Itu yang seharusnya kalian cari. Tapi setidaknya dengan semua barang petunjuk ini, aku jadi benar-benar tau bahwa mereka memang ada dan mengincar kita.”“Sia

  • Alvaro Sang Genus   Bab 17. Menjadi Populer

    Hari ini berbeda. Alvaro terlihat lebih sumringah dari biasanya. Senyum sesekali menghias rautnya yang biasanya dingin dan acuh. “Dean, aku siap gabung dengan tim basketmu.” Alvaro tiba-tiba mendatangi Dean dan berucap demikian. Spontan tim basket Dean bersorak. Mereka mengangkat tubuh Alvaro dan melambungkannya ke atas sembari berteriak. Meski kikuk, Alvaro mengurai senyum menerima perlakuan itu. Saat praktikum Entomologi, Alvaro membimbing teman-temannya dengan sabar dan teratur. Tak ada yang merasa diabaikan baik laki-laki mau pun perempuan. Dalam waktu sekejap, Alvaro mendapatkan tempat di hati para mahasiswa yang sejurusan atau di luar jurusan. Namun demikian, Alvaro menyadari ada yang mengawasi dirinya. Ia yakin bukan Davira orangnya karena gadis i

  • Alvaro Sang Genus   Bab 18. Pengakuan

    Alvaro tersenyum simpul mendengar jawaban Dokter Moreno. Ia mulai rileks demi melihat keramahan Dokter Moreno. “Saya benar-benar tidak mengerti kenapa Dokter ingin tahu tentang saya. Tapi baik, saya akan memberikan sebuah informasi dengan satu syarat, saya ingin Dokter menjawab sebuah pertanyaan dari saya.” “Baik, sepakat.” Dokter Moreno mengangkat jempolnya. Saat mereka saling sepakat itulah, terdengar teriakan di luar. “Toloooooong! Namura hilaaang!” Alvaro terperanjat dan segera menghambur ke luar. Di lorong panjang kampus, Sansan menangis histeris dikerumuni mahasiswa lain. Alvaro mengenal gadis itu juga gadis ya

  • Alvaro Sang Genus   Bab 19. Kecurigaan Haldis

    Alvaro menarik wajahnya lalu berdiri. Kedekatan yang baru terbangun seketika memudar. Alvaro merasa Davira demikian asing di matanya. Ia berdiri cukup lama untuk memandangi Davira yang menunduk menekuri lantai. Menunggu kemarahan Alvaro yang meledak-ledak seperti biasanya. “Katakan sesuatu, Al,” lirih Davira hampir tak terdengar di telinganya. Lelaki itu tidak menjawab. Ia bahkan mundur dan melangkah mendekati jendela. Sekejap saja bayangannya menghilang. Baik Alvaro mau pun Davira tak menyadari, ada sepasang mata yang menyaksikan perjumpaan mereka.  

  • Alvaro Sang Genus   Bab 20. Dua Calon Korban

    Pembicaraan kemping ke Balakosa Park sepertinya menjadi topik panas bagi mahasiswa semester lima. Apalagi ketika Dekan ketok palu bahwa yang berangkat sebanyak tiga jurusan, mahasiswa spontan menyambut dengan antusias. Maesa dan Selin, gadis-gadis yang pernah diselamatkan oleh Alvaro dari hantaman bola di lapangan basket masih rajin mengekor pada Alvaro. “Al, di bus nanti kami boleh duduk di sebelahmu, ya?” Maesa menangkupkan kedua telapak tangannnya di depan dada. “Please, Alvaro,” Selin ikut memohon. Alvaro menggeleng. Alvaro sekarang tak segalak yang dulu. Ia lebih bisa menghargai orang lain. “Aku duduk dengan Ferro,” tolaknya halus.&n

Latest chapter

  • Alvaro Sang Genus   Bab 72. Bertemu Gio Kembali

    Alvaro berbaring di samping Davira. Mereka bertatapan, tersenyum canggung. Jemarinya mengelus pipi halus Davira. “Maaf, aku tak menanyakan kesiapanmu. Ini menjadi tak seromantis yang diinginkan oleh setiap wanita.” sesal Alvaro. “Apa yang diinginkan oleh setiap wanita?” Davira tersenyum. “Aku tahu hari itu akan tiba. Hari di mana aku menjadi istri sesungguhnya. Aku sudah cukup siap.” “Kau membuatnya menjadi seperti melakukan kewajiban saja. Aku suami yang buruk.” Alvaro megerang. Elusannya di pipi Davira terhenti.” “Tidak, bukan begitu. Itu sangat luar biasa, sungguh.” Davira meremas tangan Alvaro, cemas oleh kekecewaan yang tergurat di wajah kekasihnya. “Meski rasanya aneh karena kita sangat terburu-buru. Tiba-tiba saja aku menjadi berbeda dan ada sesuatu yang menggelegak di tubuhku dan menuntut untuk dipenuhi.” Ucapan itu membuat Alvaro tersentak. Ia pun memikirkan hal yang sama. “Kau benar, Vira. Aku menjadi sangat bergairah sejak memasuki ka

  • Alvaro Sang Genus   Bab 71. Si Muka Dua

    Alvaro dan Davira tak pernah menyangka bahwa di Rumah Berwarna ada kamar seluas dan seindah itu. Lantainya mengkilat dan separuhnya ditutupi dengan karpet empuk dan tebal berwarna hijau mint. Ranjang di tengah ruangan berukuran king ditutupi seprei lembut dan wangi. Di dalamnya terdapat kamar mandi dengan bath up yang besar. “Aku tak percaya bahwa kita masih menginjakkan kaki di RB. Ini sangat kontras dengan seluruh ruangan di RB yang kaku dan hanya berwarna silver,” ucap Davira meraba furniture dan seprei dengan hati-hati. “Kau salah. Seharusnya justru kamar ini representasi dari RB. RB itu artinya rumah berwarna. Tapi kenyataannya, tak ada warna dalam kehidupan RB. Kita tak dibiarkan memilih ‘warna’ kita sendiri.” Alvaro bersungut-sungut. Mengerjapkan mata, Davira tersadar Alvaro masih kesal. Sebuah kulkas berwarna merah elegan menarik perhatiannya. Ia menuju ke sana, membuka pintunya dan melongok isinya. Sebotol air dingin, sirup lemon dan bua

  • Alvaro Sang Genus   Bab 70. Negosiasi

    Perempuan itu sedang menatap layar laptopnya saat Alvaro dan Davira menyerbu masuk ke ruangan kerjanya. Di belakangnya, petugas keamanan tergesa mengikuti. “Maaf Metira, saya sudah menahan mereka tapi mereka memaksa masuk,” ucap petugas itu khawatir. Sebagai jawaban, Metira menggeleng dan memberi isyarat agar petugas itu pergi. “Hai, kalian rindu padaku? Terima kasih akhirnya kalian mau mendatangi ibu kalian ini,” sindirnya. Senyum sinis terukir di bibirnya. “Tak perlu basa-basi. Kembalikan gadis itu. Kau menginginkanku. Bukan dia,” sergah Davira, kesal. “Aku menginginkanmu?” Metira mengangkat alisnya. “Yang tepat adalah, aku menginginkan kalian. Kau dan terutama Alvaro.” “Aku tahu. Kau butuh darahku dan ketangguhan Davira,” timpal Alvaro tanpa menyembunyikan kekesalannya. “Ya.” Metira menjetikkan jari. “Jika kemurnian darah Alvaro bisa didapat dengan keturunan, maka aku mau kalian punya anak. Generasi yan

  • Alvaro Sang Genus   Bab 69. Siluet Masa Lalu

    Davira memerhatikan garis pembatas putih di jalan raya. Ia tak bicara sepatah kata pun selama di mobil. Saat mengisi bahan bakar, Alvaro mampir ke mini market dan membelikan air mineral dingin untuknya. Davira menerimanya dalam diam tapi kemudian ia sadar, Alvaro mengkhawatirkan dirinya. “Hai, apa kau pikir reaksiku tadi berlebihan?” tanyanya sedikit malu. Alvaro menatapnya lembut. “Aku tahu. Tak apa. Kau panik. Kau tak suka dengan seseorang yang terlalu banyak bicara apalagi itu mengenai sesuatu tentangmu.” Davira mengangkat kepalanya. “Selama sembilan belas tahun aku bertanya-tanya, apa di luar sana aku memiliki keluarga? Seperti apa mereka? apakah rambutnya selurus rambutku dan bola matanya coklat sepertiku? Dan apa yang ia katakan tadi ….” Napas Davira tercekat.“Adalah jawaban yang selama ini aku cari. Aku tak siap. Fakta tentang saudara kembarnya yang hilang saat berumur tiga tahun dan itu adalah usia saat aku diculik. Warna biru itu ….” Ia

  • Alvaro Sang Genus   Bab 68. Keyakinan Geisha

    Apa yang akan dilakukan seseorang ketika bertemu dengan orang yang begitu mirip dengannya? Apakah ia akan antusias bertanya berasal dari mana ia? Siapa namanya? Mengapa mereka bisa memiliki tekstur rambut dan gigi yang sama seolah Tuhan menuangkan mereka pada cetakan yang sama? Alih-alih melemparkan semua pertanyaan itu, Davira justru duduk menatap perempuan di depannya dengan senyuman kaku. Meski ia mengenal dirinya seorang yang cukup mudah bergaul. Dulu, dulu sekali, kemampuannya itu ia gunakan untuk mendapatkan Spesies dengan mudah. Itu sebabnya Metira bangga padanya. Mengingatnya justru memperburuk keadaan. Perasaan aneh yang karib tadi hadir semakin kuat. “Aku Davira. Maaf ya, aku biasanya tak secanggung ini terhadap orang baru. Tapi kita benar-benar mirip … meski kuakui kau lebih lembut atau feminin? Ah semacam itu.” Davira berusaha mencairkan suasana dan tertawa. Geisha ikut tertawa lirih. “Tapi lekuk tubuhmu lebih feminin. Kau pasti seo

  • Alvaro Sang Genus   Bab 67. Doppelganger?

    “Hai, sudah berapa lama kau temukan kafe ini? Minumannya enak.” Davira menyeruput es kopinya dengan nikmat. “Aku baru sekali ke sini. Dean yang mengajakku,” jawab Alvaro. Tubuhnya condong ke depan dan lagi-lagi ia melirik meja bar.“Kulihat kau gelisah dari tadi. Kenapa, Al?” Alis Davira terangkat, menyentuh jemari Alvaro. Lelaki itu sudah dari setengah jam yang lalu terus-menerus menatap ke sekeliling mereka. Bahkan pelayan yang menyajikan pesanan mereka tadi, Alvaro tatap berkali-kali. Alvaro meringis, menggeleng pelan. “Nggak. Nggak ada masalah,” jawabnya kikuk. Dielusnya jemari Davira yang berada di atas meja untuk meyakinkan perempuan itu, sementara pupilnya tetap bergerak-gerak gelisah. “Ada yang kau tunggu, Al? Dean?” “Nggak. Sudahlah, aku ke toilet dulu, ya.” Alvaro buru-buru berdiri, menghindar dari pertanyaan Davira dengan melangkah cepat, meninggalkan perempuan itu. Davira menggigit-gigit sedotan minumannya. Aura kegelisaha

  • Alvaro Sang Genus   Bab 66. Rencana Alvaro

    Melangkah menuju mobil, Metira memegangi ujung topi bulat pada bagian depan agar wajahnya lebih tersembunyi. Ia tak suka wajahnya diketahui orang dan dihubungkan dengan peristiwa di kampus beberapa bulan yang lalu. Saat sampai di mobil, ia dengan segera melempar topinya ke jok penumpang, memperbaiki kaca spion untuk melihat rumah mungil di belakangnya. Ia tahu pemuda itu tadi ada di sana, di ruangan itu, saat ia berbicara dengan Davira. Ia sengaja menyinggung masa lalu Davira agar pemuda itu terusik. Metira akhirnya tersenyum penuh kemenangan. *** Meski pemuda itu sudah berusaha berubah menjadi lebih penyabar, bayangan Alvaro yang marah tetap mendominasi benaknya. Davira langsung berbalik dan bergegas mengambil apron, menyibukkan diri di dapur. “Kau sudah lama pulangnya? Biasanya kau langsung menemuiku setiap kali pulang ke rumah. Pasti karena lapar, ya?” oceh Davira. Ia

  • Alvaro Sang Genus   Bab 65. Tamu Pengganggu

    Suara ketukan di pintu seolah palu godam yang menghantam kepala Davira. Saat matanya terbuka dan kesadaran menyentaknya, ia pun menyadari bahwa suara menggelegar itu hanya ada di mimpinya. Pada kenyataannya, ketukan itu terdengar lembut dan berirama. Segera diraihnya pistol dari laci dan berjingkat menuruni anak tangga menuju lantai bawah. Meski ia sudah menduga siapa pemilik ketukan berirama itu, ia tetap harus waspada. Sambil mengintip keluar, Davira mengarahkan pistolnya ke pintu sementara sebelah tangannya membuka slot. Namun saat melihat yang datang adalah sosok sesuai dugaannya, Davira menurunkan pistol dan menyembunyikannya dipinggang. Sosok yang dimaksud adalah seorang perempuan berambut cokelat ikal dengan topi lebar yang hampir menutup seluruh wajahnya. “Hai, kau merindukanku, Dav?” sapa perempuan itu dan langsung menyelinap masuk. Davira menutup pintu di belakangnya dan mengikuti langkah perempuan itu dengan wajah kusut. “

  • Alvaro Sang Genus   Bab 64. Serupa Davira

    Tubuh ramping berbalut setelan peach bermotif kupu-kupu. Rambut panjangnya dibiarkan tergerai menutupi punggung. Alvaro terdorong untuk mendekat dan berdiri di sisi perempuan itu. Ia sedang mencatat pesanan pelanggan dan bagian depan tubuhnya ditutupi celemek. Gerakannya anggun dan sangat gemulai.Alvaro berharap perempuan itu segera menoleh dan menjelaskan alasan kenapa ia berada di sini dan bekerja sebagai pelayan. Namun harapan itu memudar seiring perasaan asing yang merambat di benaknya. Ia seolah tak pernah mengenal perempuan itu.Berbalik dan duduk kembali bersama Dean dan yang lain, menunggu perempuan itu yang mendatanginya. Keputusan itu baru akan diambil Alvaro. Belum sempat ia berbalik, perempuan itu menoleh dan tersenyum.Titik pandang mereka bertemu. Perempuan muda itu nyaris sama dengan Davira. Tinggi tubuh, warna kulit, hingga raut wajah. Alvaro saja sampai terperangah dibuatnya.“Hai, teman, di mana tempat dudukmu? Di sana masih kosong. Aku antar, yuk. Sekalia

DMCA.com Protection Status