—[Allium Sativum POV]—
Hari ini gue shift malam, jadi gue bisa nyantai dulu di rumah sambil nonton tv. Gue melirik ke arah Nia dan Ucup yang sedang bermain dengan Shila—keponakan Ucup.
Gue mematikan tv karena acara gosip yang dibahas masih tentang gue dan cewek gila bernama Miska, bisa-bisanya berita itu bisa trending di mana-mana.
"Minum dulu, Bang." Bunda memberikan segelas es jeruk buat gue. Bunda gue memang yang terbaik, padahal gue udah gede tapi selalu memperlakukan gue seperti anak masih kecil.
"Makasih, Bund."
Bunda lalu duduk di samping gue sembari memijit-mijit bahu gue dengan pelan.
"Gimana kerjaan Abang?""Besok ada jadwal operasi, Bund. Do'ain aja semoga lancar."
Bunda mengamiinkan sambil menganggukkan kepala, masih memijit bahu gue dengan telaten.
"Bang Alli! Bang Alli!" Ucup teriak kencang sampai membuat indera pendengaran gue bisa pecah.
"Dicariin sama kakak ipar," kata Ucup setelah berdiri di depan gue.
Gue tau ucapan Ucup lagi ngaco jadi gue diemin aja. Lagian sejak kapan gue nikah dan Ucup punya Kakak Ipar.
"Kakak Ipar apa sih, Cup?" Itu bukan gue yang tanya, tapi Bunda.
"Itu pemeran Janji Hati, Bun. Ada di depan rumah nyariin Bang Alli."
Bunda langsung menarik tangan gue dan menarik ke depan untuk menemui wanita gila itu. Yang gue bingung, bagaimana dia bisa tau rumah gue? Memang nyeremin nih, cewek gila.
"Selamat pagi, Tante." Miska mencium tangan Bunda.
"Pagi." Bunda mengusap rambut Miska dan menyuruh Miska untuk duduk di sofa. "Ini yang namanya Miska, 'kan? Ternyata lebih cantik aslinya daripada di TV. Tante tuh setiap hari nonton sinetron Janji Hati loh, akting kamu bagus banget. Tante fans berat sama kamu."
Gue mengerutkan kening, sejak kapan Bunda suka nontonin sinetron? Bukannya Bunda kemarin-kemarin bilang kalau sinetron Janji Hati tuh nggak bagus karena pemeran utamanya nangis terus? Baru tau kalau Bunda bisa bohong.
"Sini-sini duduk, Sayang. Tante mau ambilin minum sebentar, ya."
Miska mulai senyam-senyum menjijikan seperti biasa, gue semakin pengin menyentil wajahnya dengan karet gelang. Awas saja kalau dia ngomong aneh-aneh sama Bunda.
"Kak Miska, Ucup boleh minta tanda tangan dan foto bareng nggak?"
Ucup mulai terlihat noraknya di depan calon istri gue.
"Boleh dong." Miska mengambil ponsel yang dipegang Ucup lalu menyerahkan ke gue.
"Fotoin," kata Miska, kurang ajar.
Padahal pekerjaan gue itu dokter spesialis bedah toraks dan kardiovaskular, bukan tukang foto. Untung gue baik hati, tampan dan suka menabung. Jadi, gue nurut.
Gue lalu memotret dua manusia yang mempunyai otak tidak waras. Lihat saja dari gaya fotonya yang sangat aneh jika dari sudut pandang manusia normal, si Ucup bergaya seperti ikan lele dan si Miska seperti kepiting. Aneh.
"Makasih, Kak Miska. Ucup mau pamer ke anggota Tohpati di grup."
Ucup langsung merebut ponselnya yang masih gue pegang dan berlari ke arah Nia dengan cepat. Memang nggak sopan, nggak ada kata makasih atau apa pun. Durhaka.
"Om Alli bohongin aku, ya? Ternyata Om Alli belum menikah."
Gue duduk di depan Miska lalu menganggukkan kepala.
"Aku bilang gitu ke kamu supaya kamu berhenti menganggap kalau aku ini calon suami kamu.""Tapi, aku maunya nikah sama Om Alli bukan yang lain, lagian bagus lah Om Alli jomblo jadi semakin besar peluang kita buat nikah." Miska tersenyum lebar.
Gue semakin nggak paham dengan keberadaan otak Miska, sebenarnya dia memang mempunyai otak atau tidak? Harusnya 'kan dia marah karena gue udah bohongin dia, tapi kenapa sekarang dia malah keliatan bahagia sekali. Memang ada yang putus di saraf otak Miska sepertinya.
"Maaf, ya, lama." Bunda membawakan minuman dan berbagai macam cemilan untuk Miska.
"Maaf loh, Tan. Jadi ngrepotin."
"Nggak papa, kamu kan bakal jadi menantu di rumah ini." Bunda tidak berkedip menatap Miska, sepertinya Bunda menyukai Miska, wah gawat kalau begini, "sejak kapan kalian kenal?"
"Sejak lama banget, Tan. Bisa dibilang anak tante itu cinta pertamaku."
Gue bener-bener nggak ngerti kenapa Miska bohong, padahal kita aja baru ketemu kemarin, bisa-bisanya dia bilang udah kenal lama.
"Terus, rencana menikah kapan?"
"Bund-" Ucapan gue terhenti ketika Bunda melototkan matanya ke gue menyuruh gue untuk diam.
"Kita menikah tiga bulan lagi," kata Miska yang hampir membuat gue tersedak saliva sendiri. Otak Miska bener-bener perlu direvisi ulang deh.
"Wah, Bunda nggak sabar nimang cucu." Bunda terlihat bahagia dan gue hanya bisa pasrah.
Gue nggak tau kenapa Miska dan Bunda bisa membicarakan pernikahan secepat ini, padahal gue aja masih belum bisa menerima kenyataan kalau Nadia sudah punya pacar. Gue masih dikelilingi rasa ragu ketika harus menikah dengan orang yang sama sekali nggak pernah gue cinta.
Demi apa pun, ternyata ekspektasi gue selama ini bisa menikah dengan Nadia, hidup bahagia bersama Nadia itu akan musnah dalam sekejap.
"Miska udah kenalan sama Nia?" tanya Bunda sambil menunjuk Nia.
"Oh, sudah kok, Tante, tadi sebelum ketemu sama Tante."
Miska menatap jam yang melingkar di pergelangan tangannya.
"Tan, kayaknya aku harus pergi sekarang karena masih ada jadwal shooting. Kalau ada waktu, aku usahain ke sini lagi."Miska meminum minuman yang dibuatkan oleh Bunda, mungkin untuk menghargai Bunda, walaupun gue tau kalau sebenarnya Miska tidak haus.
"Wah miumannya enak banget, Tan. Boleh aku bawa ke tempat kerja."
Bunda tersenyum senang.
"Tentu aja," jawab Bunda bergegas mengambil botol lalu menuangkan jus ke dalam botol.Miska memang cewek paling gila yang pernah gue tau. Bisa-bisanya ada cewek seperti Miska. Sangat berbanding terbalik dengan kelakuan dia di sinetron yang sangat sopan. Karena, di dunia nyata sosok Miska sama sekali tidak punya sopan santun.
"Abang, ayo anterin Miska ke tempat shooting."
Gue mendesah pelan, sangat merepotkan. Kalau Nadia yang gue antar, tanpa disuruh pun gue bakal langsung mengantar Nadia pulang, tapi kalau untuk Miska. Sungguh, rasa malas langsung melahap jiwa gue.
"Eh, tidak usah, Tan. Aku tadi naik mobil sama sopir aku. Lagian sopirnya masih ada di depan." Miska melirik ke arah gue. Sepertinya Miska tau kalau gue memang nggak mau mengantar dia.
Miska bangkit dari tempat duduk lalu mencium tangan Bunda dengan lembut, baru kemudian ke arah gue dan mencium tangan gue.
"Aku pulang dulu, ya."Senyum Miska mengembang, dia mengedipkan sebelah matanya lalu melangkah pergi sementara gue masih terpaku di tempat. Demi apa pun, ada getaran yang aneh saat Miska mencium tangan gue.
—Bersambung—
—[Allium Sativum POV]—Pukul tiga sore gue masih berada di balkon sambil menatap beberapa pepohonan yang menjulang tinggi. Entah kenapa gue suka sekali melihat pohon atau rerumputan berwarna hijau sejak dulu. Mungkin karena sudah kebiasaan atau memang ada faktor lain. Gue sendiri tidak tau.Dua jam lagi gue harus kembali ke rumah sakit, ada jadwal operasi nanti malam dan gue harus benar-benar fokus.Menjadi dokter spesialis adalah suatu cita-cita gue dari sekolah dulu selain pekerjaan yang mulia, seorang dokter spesialis juga bisa dibilang mempunyai pendapatan yang lumayan tinggi antara dua puluh juta sampai empat puluh lima juta meskipun sebenarnya banyak resiko yang harus ditangani.Jika ingin menjadi dokter, pendidikan yang harus dijalani pun sangat lama, bisa dari empat sampai enam tahun. Itu pun harus siap menjadi dokter umun terlebih dahulu sebelum menjadi dokter spesialis.Namun sayangnya, menjadi dokter spesialis bukan hal
—[Allium Sativum POV]—Sekarang gue sudah berada di rumah sakit bersama beberapa tim medis untuk melakukan operasi toraks. Seperti yang kita tau jika operasi toraks akan membutuhkan keahlian dari banyak dokter bedah, termasuk dokter bedah kardiotoraks, dokter spesialis penyakit jantung bawaan, dokter toraks umum, dan dokter bedah kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah) seperti gue.Operasi toraks dapat menangani berbagai penyakit, seperti kanker paru-paru, tumor dan pertumbuhan jaringan lunak di paru-paru, kanker kerongkongan, akalasia, kesulitan menelan dan sebagainya, penyempitan dan tumor pada kerongkongan, refluks gastroesfagus, mesotelioma, infeksi dan keluarnya cairan dari paru-paru, tumor di dinding dada, hiperhidrosis, dan lain-lain. Dokter bedah toraks juga dapat melakukan transplantasi paru-paru (terutama bagi pasien yang menderita penyakit paru-paru stadium akhir), reseksi trakea, dan menghilangkan penyumbatan di jantung dan pem
—[Allium Sativum POV]—"Om, kalau kita nikah apa Om mau cepet-cepet punya anak?"Pertanyaan dari Miska benar-benar langsung membuat gue menyemburkan kopi yang tadi ada di mulut. Lantai mobil Miska pun basah, gue nggak peduli kalau nanti ada semut yang datang."Pelan-pelan, Om." Miska mengusap bibir gue dengan telapak tangannya bukan dengan tisu, apa dia nggak jijik."Basah." Tunjuk gue ke lantai mobil."Tidak apa-apa, besok aku beli lagi," jawab Miska."Karpetnya mau beli lagi?" tanya gue.Miska menggelengkan kepalanya."Bukan karpetnya yang beli lagi, tapi mobilnya." Miska meringis, memarken giginya.Jujur, gue baru nemu wanita sombong seperti Miska. Ya, walaupun sebenarnya Miska ini anak yang baik. Tapi, tetap saja gue belum bisa jatuh cinta pada wanita ini."Jadi, Om pengin langsung pengin punya anak dari aku?"Sumpah, gue kira Miska bakalan lupa sama pertanyaan ini. Gue bahkan belum tau mau ja
—[Allium Sativum POV]—Cafetaria Thomix salah satu tempat favorit gue dan Nadia untuk sekedar ngobrol atau makan siang bersama. Untuk menu makanannya memang selera gue dan Nadia. Dan gue nggak tau kenapa tiba-tiba Nadia ingin bertemu di cafe. Mungkinkah Nadia mau bilang kalau dia mencintai gue? Tentu saja itu hanya ekspektasi gue yang terlalu tinggi karena realitanya nggak mungkin Nadia mau ngomong itu.Sekitar lima belas menit gue nunggu Nadia, akhirnya wanita yang udah lama nggak gue temui itu datang sambil membawa tas berwarna biru muda, itu adalah tas yang gue belikan dua tahun lalu dan Nadia masih mau memakainya. Kepercayaan diri gue meningkat.Begitu melihat gue, Nadia langsung tersenyum manis ke arah gue. Sumpah, gue kangen banget sama wanita ini. Nggak ngerti lagi deh kalau Nadia nikah sama laki-laki lain, hati gue masih nggak ikhlas rasanya."Lama, ya? Selama enam tahun aku kenal sama kamu, selama enam tahun juga aku yang selalu telat
—[Allium Sativum POV]—"Tidak bisa, Dokter Alli." Untuk kesekian kalinya Dokter Tasya menggelengkan kepalanya tegas. "Meskipun Dokter Alli adalah dokter kepala tim, tapi untuk jadwal operasi memang tidak bisa kami ajukan atau mundurkan lagi.""Tolonglah, Dok. Tanggal empat saya ada keperluan." Gue masih memohon penuh harap kepada Dokter Tasya.Lagi-lagi Dokter Tasya menggelengkan kepala."Begini, Dok. Di tanggal dua kita juga ada jadwal operasi dan membutuhkan waktu sekitar sepuluh jam. Kita tidak mungkin melakukan dua operasi pada saat itu. Lalu kalau kita undur ke tanggal enam, apa kata keluarga pasien yang sudah menunggu jadwal operasi. Kita bisa dianggap tidak profesional." Dokter Tasya menunjuk tanggal pada kalender.Gue baru sadar jika dua minggu ini sangat banyak jadwal operasi, kenapa gue malah mengiyakan ajakan Miska kemarin. Tau begini, gue bakal menolak mentah-mentah. Ya, lihat sendiri, sekarang gue merasa pusing dengan jadwal
*Happy Reading*Aku kira kamu adalah tempatku pulang yang kusebut rumah, berupa ruang dan wujud nyata seseorang.Aku kira kamu akan menjadikanku satu-satunya ratu di hatimu dan memberikanku kenyaman yang selalu kau jaga.Aku kira kamu akan menyadarkanku dari gelisahnya segala keraguan di dalam hati, jiwa dan raga.Aku kira kamu menjadi tempatku berlindung dari riuhnya dunia dan menjadikanku percaya bahwa denganmu hidupku akan baik-baik saja.Ternyata ....Ketika aku memberimu bahagia, namun kau memberiku luka.Ketika aku memberimu cinta, namun kau memberiku duka.Aku mencoba baik-baik saja dengan kepalsuan yang terucap kata dan membiarkan pilu hadir dalam jiwa.Mengabaikan resah bersama gelisah lalu mengubur luka di dalam duka.- Miska Amarilis -***
● Happy Reading ●—[Allium Sativum POV]—"Selamat sore Calon Kakak Ipar yang gantengnya di bawah gue."Gue menoleh sekilas ke arah manusia yang baru aja panggil gue dengan sebutan Calon Kakak Ipar. Yap, that right. Cowok yang sangat menggilai ikan lele itu namanya Ucup–bukan nama sebenarnya, tapi panggil aja Ucup biar nggak ribet–pacar adik gue."Bang, lo kapan nikah sih? Gue juga pengin buru-buru nikah sama Nia," ujarnya tanpa berhenti nyemilin keripik kentang yang ada di toples.Gue tendang kakinya yang dengan enaknya selonjoran di meja, nggak sopan banget ini jadi Calon Adik Ipar. Kalau bukan karena sayang Nia, gue ogah punya adik ipar macam si Ucup."Ngebet banget lo pengin nikah sama adik gue?" tanya gue sembari melipat tangan di depan dada."Yoi dong, Ucup 'kan sayang Nia banyak-banyak dan nggak pakai boong." Ucup mencoba meyakinkan gue.Nia emang belum mau nikah, katanya nggak pengin l
—[Allium Sativum POV]—Ruangan rumah sakit dengan tembok putih polos dan jendela di sisi kiri sedangkan pintu masuk di sisi kanan menjadi salah satu tempat paling menenangkan bagi gue. Kalau orang lain rata-rata membenci rumah sakit karena bau obat-obatan, itu nggak berlaku bagi gue. Karena gue sudah kebal dan menikmati pekerjaan gue."Selamat siang, Dok.""Selamat siang, Bapak Galuh Firmansyah, silakan duduk."Gue tentu saja tau nama pasien, bukan karena gue cenayang tapi sebelum bertemu dengan gue, pasien ini sudah konsultasi dengan dokter jantung umum, setelah mendapatkan rujukan baru bisa menemui dokter spesialis bedah toraks dan kardiovaskular kayak gue.Dia lalu memberikan kertas ke gue. Sebuah kertas rujukan."Apa saja keluhan yang Anda rasakan akhir-akhir ini, Pak?" tanya gue begitu dia duduk."Rasa nyeri dan rasa tida
—[Allium Sativum POV]—"Tidak bisa, Dokter Alli." Untuk kesekian kalinya Dokter Tasya menggelengkan kepalanya tegas. "Meskipun Dokter Alli adalah dokter kepala tim, tapi untuk jadwal operasi memang tidak bisa kami ajukan atau mundurkan lagi.""Tolonglah, Dok. Tanggal empat saya ada keperluan." Gue masih memohon penuh harap kepada Dokter Tasya.Lagi-lagi Dokter Tasya menggelengkan kepala."Begini, Dok. Di tanggal dua kita juga ada jadwal operasi dan membutuhkan waktu sekitar sepuluh jam. Kita tidak mungkin melakukan dua operasi pada saat itu. Lalu kalau kita undur ke tanggal enam, apa kata keluarga pasien yang sudah menunggu jadwal operasi. Kita bisa dianggap tidak profesional." Dokter Tasya menunjuk tanggal pada kalender.Gue baru sadar jika dua minggu ini sangat banyak jadwal operasi, kenapa gue malah mengiyakan ajakan Miska kemarin. Tau begini, gue bakal menolak mentah-mentah. Ya, lihat sendiri, sekarang gue merasa pusing dengan jadwal
—[Allium Sativum POV]—Cafetaria Thomix salah satu tempat favorit gue dan Nadia untuk sekedar ngobrol atau makan siang bersama. Untuk menu makanannya memang selera gue dan Nadia. Dan gue nggak tau kenapa tiba-tiba Nadia ingin bertemu di cafe. Mungkinkah Nadia mau bilang kalau dia mencintai gue? Tentu saja itu hanya ekspektasi gue yang terlalu tinggi karena realitanya nggak mungkin Nadia mau ngomong itu.Sekitar lima belas menit gue nunggu Nadia, akhirnya wanita yang udah lama nggak gue temui itu datang sambil membawa tas berwarna biru muda, itu adalah tas yang gue belikan dua tahun lalu dan Nadia masih mau memakainya. Kepercayaan diri gue meningkat.Begitu melihat gue, Nadia langsung tersenyum manis ke arah gue. Sumpah, gue kangen banget sama wanita ini. Nggak ngerti lagi deh kalau Nadia nikah sama laki-laki lain, hati gue masih nggak ikhlas rasanya."Lama, ya? Selama enam tahun aku kenal sama kamu, selama enam tahun juga aku yang selalu telat
—[Allium Sativum POV]—"Om, kalau kita nikah apa Om mau cepet-cepet punya anak?"Pertanyaan dari Miska benar-benar langsung membuat gue menyemburkan kopi yang tadi ada di mulut. Lantai mobil Miska pun basah, gue nggak peduli kalau nanti ada semut yang datang."Pelan-pelan, Om." Miska mengusap bibir gue dengan telapak tangannya bukan dengan tisu, apa dia nggak jijik."Basah." Tunjuk gue ke lantai mobil."Tidak apa-apa, besok aku beli lagi," jawab Miska."Karpetnya mau beli lagi?" tanya gue.Miska menggelengkan kepalanya."Bukan karpetnya yang beli lagi, tapi mobilnya." Miska meringis, memarken giginya.Jujur, gue baru nemu wanita sombong seperti Miska. Ya, walaupun sebenarnya Miska ini anak yang baik. Tapi, tetap saja gue belum bisa jatuh cinta pada wanita ini."Jadi, Om pengin langsung pengin punya anak dari aku?"Sumpah, gue kira Miska bakalan lupa sama pertanyaan ini. Gue bahkan belum tau mau ja
—[Allium Sativum POV]—Sekarang gue sudah berada di rumah sakit bersama beberapa tim medis untuk melakukan operasi toraks. Seperti yang kita tau jika operasi toraks akan membutuhkan keahlian dari banyak dokter bedah, termasuk dokter bedah kardiotoraks, dokter spesialis penyakit jantung bawaan, dokter toraks umum, dan dokter bedah kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah) seperti gue.Operasi toraks dapat menangani berbagai penyakit, seperti kanker paru-paru, tumor dan pertumbuhan jaringan lunak di paru-paru, kanker kerongkongan, akalasia, kesulitan menelan dan sebagainya, penyempitan dan tumor pada kerongkongan, refluks gastroesfagus, mesotelioma, infeksi dan keluarnya cairan dari paru-paru, tumor di dinding dada, hiperhidrosis, dan lain-lain. Dokter bedah toraks juga dapat melakukan transplantasi paru-paru (terutama bagi pasien yang menderita penyakit paru-paru stadium akhir), reseksi trakea, dan menghilangkan penyumbatan di jantung dan pem
—[Allium Sativum POV]—Pukul tiga sore gue masih berada di balkon sambil menatap beberapa pepohonan yang menjulang tinggi. Entah kenapa gue suka sekali melihat pohon atau rerumputan berwarna hijau sejak dulu. Mungkin karena sudah kebiasaan atau memang ada faktor lain. Gue sendiri tidak tau.Dua jam lagi gue harus kembali ke rumah sakit, ada jadwal operasi nanti malam dan gue harus benar-benar fokus.Menjadi dokter spesialis adalah suatu cita-cita gue dari sekolah dulu selain pekerjaan yang mulia, seorang dokter spesialis juga bisa dibilang mempunyai pendapatan yang lumayan tinggi antara dua puluh juta sampai empat puluh lima juta meskipun sebenarnya banyak resiko yang harus ditangani.Jika ingin menjadi dokter, pendidikan yang harus dijalani pun sangat lama, bisa dari empat sampai enam tahun. Itu pun harus siap menjadi dokter umun terlebih dahulu sebelum menjadi dokter spesialis.Namun sayangnya, menjadi dokter spesialis bukan hal
—[Allium Sativum POV]— Hari ini gue shift malam, jadi gue bisa nyantai dulu di rumah sambil nonton tv. Gue melirik ke arah Nia dan Ucup yang sedang bermain dengan Shila—keponakan Ucup. Gue mematikan tv karena acara gosip yang dibahas masih tentang gue dan cewek gila bernama Miska, bisa-bisanya berita itu bisa trending di mana-mana. "Minum dulu, Bang." Bunda memberikan segelas es jeruk buat gue. Bunda gue memang yang terbaik, padahal gue udah gede tapi selalu memperlakukan gue seperti anak masih kecil. "Makasih, Bund." Bunda lalu duduk di samping gue sembari memijit-mijit bahu gue dengan pelan."Gimana kerjaan Abang?" "Besok ada jadwal operasi, Bund. Do'ain aja semoga lancar." Bunda mengamiinkan sambil menganggukkan kepala, masih memijit bahu gue dengan telaten. "Bang Alli! Bang Alli!" Ucup teriak kencang sampai membuat indera pendengaran gue bisa pecah. "Dicariin sama kakak ipar," kata Ucup set
—[Allium Sativum POV]—"Cie ... Calon Pengantin, kusut amat tuh wajah kayak taplak meja belum disetrika."Gue langsung melotot mendengar ucapan Leo. Baru sampai ke kantin udah kena ejekan aja gue."Tega lu, Sob. Nggak kasih tau kita kalau pacaran sama pemain sinetron Janji Hati, gue suka banget itu sinetron padahal." Kini Abiyan yang memberi komentar.Gue menghembuskan napas. Berita tentang pernikahan gue sudah beredar ke mana-mana, padahal gue aja nggak kenal sama sosok manusia yang ngaku-ngaku jadi calon istri gue itu."Bagaimana perasaan Anda setelah berita ini viral?" tanya Abiyan sambil menodongkan botol minuman ke arah mulut gueseolah dia adalah wartawan."Sudah berapa lama Anda melakukan backstreet?" Leo melakukan hal yang sama seperti Abiyan.Lalu mereka tertawa seolah kehidupan gue lucu. Memang laknat sekali teman-teman gue ini."Bacot, ya, kalian!" sambar gue.Abiyan dan Leo mala
—[Allium Sativum POV]—Gue pulang ke rumah tepat sebelum makan malam, jadi gue masih bisa mandi setidaknya untuk meregangkan otot yang lelah karena seharian berada di rumah sakit.Sesibuk-sibuknya gue, kalau memang nggak ada operasi malam, gue bakal selalu meluangkan waktu gue untuk makan malam bareng keluarga, begitu juga Ayah. Beda cerita dengan Nia dan Bunda yang memang selalu di rumah."Ucup tumben hari ini nggak ke sini. Lagi marahan?" tanya Bunda sambil melirik Nia yang sedang menyuapkan nasi ke dalam mulut.Gue juga secara refleks ikut menoleh ke Nia, biasanya Si Pecinta Lele itu emang ada di tengah acara makan malam keluarga gue. Walaupun tuh anak belum sepenuhnya jadi adik ipar gue, tapi dia udah jadi bagian keluarga. So, kalau dia nggak ada serasa ada yang kurang."Eh ... nggak marahan kok, Bun. Ucup lagi ke acara nikahan," ucap Nia."Oh, teman Ucup ada yang nikah?"Nia menggelengkan kepalanya."Enggak, Bun.
—[Allium Sativum POV]—"Hari ini pasien nomer 231 dijadwalkan melakukan treadmill. Apa sudah siap?" tanya gue ke Suster Kila, seorang perawat yang selalu menemani gue ke mana-mana.Pemeriksaan treadmill atau yang juga dikenal dengan sebutan stress test, merupakan pemeriksaan yang dilakukan guna melihat kinerja jantung selama seseorang melakukan aktivitas fisik. Karena aktivitas fisik dapat membuat jantung memompa lebih keras dan cepat. Pemeriksaan treadmill dapat membantu mengungkapkan adanya masalah aliran darah dalam jantung.Pemeriksaan ini disebut sebagai pemeriksaan treadmill karena menggunakan alat treadmill dalam praktiknya. Dalam pemeriksaan ini, irama jantung, tekanan darah, dan pernapasan akan dipantau."Pasien sudah siap, Dok. Bahkan beliau sudah berada di tempat," ujar Suster Kila membuat gue cuma menganggukkan kepala.Gue semakin mempercepat langkah kaki diikuti Suster Kila. Pekerjaan sebagai dokter bedah memb