—[Allium Sativum POV]—
"Hari ini pasien nomer 231 dijadwalkan melakukan treadmill. Apa sudah siap?" tanya gue ke Suster Kila, seorang perawat yang selalu menemani gue ke mana-mana.
Pemeriksaan treadmill atau yang juga dikenal dengan sebutan stress test, merupakan pemeriksaan yang dilakukan guna melihat kinerja jantung selama seseorang melakukan aktivitas fisik. Karena aktivitas fisik dapat membuat jantung memompa lebih keras dan cepat. Pemeriksaan treadmill dapat membantu mengungkapkan adanya masalah aliran darah dalam jantung.
Pemeriksaan ini disebut sebagai pemeriksaan treadmill karena menggunakan alat treadmill dalam praktiknya. Dalam pemeriksaan ini, irama jantung, tekanan darah, dan pernapasan akan dipantau.
"Pasien sudah siap, Dok. Bahkan beliau sudah berada di tempat," ujar Suster Kila membuat gue cuma menganggukkan kepala.
Gue semakin mempercepat langkah kaki diikuti Suster Kila. Pekerjaan sebagai dokter bedah membuat gue harus siap siaga jika ada pasien yang harus melakukan operasi secara mendadak misalnya pasca kecelakaan.
Dalam melakukan pekerjaan, gue selalu mengutamakan tepat waktu karena nyawa seseorang yang menjadi taruhannya.
"Selamat siang, Pak. Apa Bapak sudah siap?" tanya Suster Kila menyapa pasien dengan ramah.
"Siap, Suster," ujarnya.
Di dalam ruangan treadmill ada Dokter Maya seorang dokter jantung dan beberapa staff medis yang akan membantu gue.
Sebelum pemeriksaan dilakukan suster Kila meminta pasien untuk melepaskan pakaian dan jam tangan yang menempel pada tubuh.
Kemudian Suster Kila memasang Elektroda pada dada dan perut, fungsinya untuk mengukur aktivitas listrik jantung dan mengirimkan hasilnya ke monitor EKG yang sudah terpasang. Sementara gue memasangkan alat pengukur tekanan darah di lengan.
Pasien lalu diminta berjalan di atas treadmill dari intensitas paling rendah sampai yang tertinggi. Gue secara teliti memantau setiap perubahan dari detak jantung, tekanan darah, sekaligus EKG, karena aktivitas dan stres tubuh.
"Apa Anda merasakan nyeri pada dada?" tanya gue sembari menatap monitor di depan.
"Tidak, Dok."
Gue mengangguk pelan.
Setelah pasien menyudahi latihan pada pemeriksaan treadmill, intensitas latihan akan diperlambat secara perlahan untuk mendinginkan dan membantu menghindari mual atau kram karena tiba-tiba berhenti.
Pasien kemudian diminta duduk pada kursi dan EKG serta tekanan darahnya akan dipantau sampai kembali normal atau mendekati normal, hal ini mungkin membutuhkan waktu sekitar 10-20 menit.
Setelah hasil akhir EKG dan tekanan darah pasien diketahui, elektroda EKG dan alat tekanan darah yang menempel di lengan dilepas. Pasien pun boleh mengenakan pakaian kembali.
Gue mengucapkan terimakasih kepada pasien dan meninggalkan ruangan treadmill menuju ke ruangan gue. Tiga jam berada di ruangan treadmill membuat gue lelah, rasanya gue ingin makan.
***
"Hai, Om Alli," sapa seorang perempuan begitu gue membuka pintu ruangan gue.
Lah, kenapa perempuan ini bisa duduk nyantai di ruangan gue?
Gue mendekat ke arah perempuan itu. Perempuan yang hampir bikin hidup gue berantakan karena keisengan dia.
"Kenapa liatin aku gitu, Om? Naksir ya?"
Sumpah pengin gue sledding nih orang, untung dia perempuan dan gue nggak bakal nyakitin perempuan. Gimana pun gue lahir dari rahim seorang perempuan dan adik gue juga perempuan. Gue nggak mau karmanya ke adik gue.
"Aku mau tanya, kenapa kamu ngaku-ngaku kalau aku ini calon suami kamu?" tanya gue selembut mungkin.
"Karena aku pengin nikah sama Om." Dia nggak sedikit pun menoleh ke arah gue, dia sibuk meniup-niupkan kukunya. Berdosa sekali.
"Aku udah punya istri," ucap gue biar dia nggak makin nglantur. Padahal pacar aja gue nggak punya. Miris.
Kali ini dia menatap gue.
"Yaudah cerai-in istri om dan om nikah sama aku, gampang 'kan?"Gila gila gila.
Otak perempuan ini memang gila, pita kewarasannya udah nggak ada. Kenapa dia dengan entengnya menganggap perceraian itu gampang. Emang udah nggak ada akhlak."Tidak semudah itu, Maemunah. Dikiranya cerai itu gampang? Belum nyewa pengacara, biaya perceraian, ngurus surat-surat ke pengadilan. Emang menurutmu tinggal sim-salabim jadi apa prok-prok-prok gitu?"
"Yaudah Om tinggal duduk santai aja, biar yang ngurus itu pengacara aku. Om tinggal tanda tangan aja, oke?" dia mengacungkan ibu jari kanan.
Memang udah kacau ini orang. Sumpah, ini Ucup versi cewek. Kalau cewek ini ketemu sama Ucup pasti bisa gila gue, untuk bayanginnya aja gue udah nggak sanggup.
"Jadi gimana, Om? Om mau nikah sama aku?"
"Sinting kamu, Maemunah!" ketus gue.
"Nama aku bukan Maemunah, Om Alli. Tapi Miska, Miska Amarilis anaknya Papa Restu Iskandar. Ayo hapalin nama aku."
"Ngapain hapalin nama kamu, nggak penting!"
Perempuan itu melototkan matanya.
"Penting lah, Om. Kalau ijab qobul, Om harus nyebutin nama aku dan papa aku. Jadi hapalin dari sekarang, ya, Om. Tiga bulan lagi kita nikah.""Heh! Jangan bercanda kamu, Anak Muda!"
"Aku nggak bercanda, Anak Tua." Dia menatap gue serius. "Kalau tiga bulan terlalu lama, gimana kalau bulan depan?"
"Kamu keras kepala, ya! Aku udah punya istri dan anak! Sana cari laki-laki lain!" gue makin kesal.
Gue lalu beranjak dari tempat duduk, semakin gue bersama dia maka semakin dekat pula gue dengan hipertensi mending gue nyari makan di kantin.
"Om Alli, tunggu sebentar!" teriaknya.
Gue menghela napas lelah lalu menoleh ke arah dia yang berjalan mendekati gue.
"Ini kartu nama aku, ada nomer hp aku juga di situ. Aku yakin dalam waktu dekat Om bakal hubungi aku," katanya mulai kepedean.
Dia lalu menyerahkan kartu namanya itu, dengan begonya gue malah nerima dan membiarkan dia pergi ninggalin gue yang masih bengong.
Gue menarik napas panjang dari hidung lalu hembuskan dari mulut berulang kali untuk mengontrol emosi. Menurut mitos, orang yang sering marah itu cepat tua padahal faktanya orang yang sering marah itu lebih berpotensi terkena serangan jantung. Sebagai ahli dokter jantung, jelas gue nggak mau terkena serangan jantung.
Sabar ... sabar ... semakin sabar semakin waras dan berumur panjang.
—Bersambung—
—[Allium Sativum POV]—Gue pulang ke rumah tepat sebelum makan malam, jadi gue masih bisa mandi setidaknya untuk meregangkan otot yang lelah karena seharian berada di rumah sakit.Sesibuk-sibuknya gue, kalau memang nggak ada operasi malam, gue bakal selalu meluangkan waktu gue untuk makan malam bareng keluarga, begitu juga Ayah. Beda cerita dengan Nia dan Bunda yang memang selalu di rumah."Ucup tumben hari ini nggak ke sini. Lagi marahan?" tanya Bunda sambil melirik Nia yang sedang menyuapkan nasi ke dalam mulut.Gue juga secara refleks ikut menoleh ke Nia, biasanya Si Pecinta Lele itu emang ada di tengah acara makan malam keluarga gue. Walaupun tuh anak belum sepenuhnya jadi adik ipar gue, tapi dia udah jadi bagian keluarga. So, kalau dia nggak ada serasa ada yang kurang."Eh ... nggak marahan kok, Bun. Ucup lagi ke acara nikahan," ucap Nia."Oh, teman Ucup ada yang nikah?"Nia menggelengkan kepalanya."Enggak, Bun.
—[Allium Sativum POV]—"Cie ... Calon Pengantin, kusut amat tuh wajah kayak taplak meja belum disetrika."Gue langsung melotot mendengar ucapan Leo. Baru sampai ke kantin udah kena ejekan aja gue."Tega lu, Sob. Nggak kasih tau kita kalau pacaran sama pemain sinetron Janji Hati, gue suka banget itu sinetron padahal." Kini Abiyan yang memberi komentar.Gue menghembuskan napas. Berita tentang pernikahan gue sudah beredar ke mana-mana, padahal gue aja nggak kenal sama sosok manusia yang ngaku-ngaku jadi calon istri gue itu."Bagaimana perasaan Anda setelah berita ini viral?" tanya Abiyan sambil menodongkan botol minuman ke arah mulut gueseolah dia adalah wartawan."Sudah berapa lama Anda melakukan backstreet?" Leo melakukan hal yang sama seperti Abiyan.Lalu mereka tertawa seolah kehidupan gue lucu. Memang laknat sekali teman-teman gue ini."Bacot, ya, kalian!" sambar gue.Abiyan dan Leo mala
—[Allium Sativum POV]— Hari ini gue shift malam, jadi gue bisa nyantai dulu di rumah sambil nonton tv. Gue melirik ke arah Nia dan Ucup yang sedang bermain dengan Shila—keponakan Ucup. Gue mematikan tv karena acara gosip yang dibahas masih tentang gue dan cewek gila bernama Miska, bisa-bisanya berita itu bisa trending di mana-mana. "Minum dulu, Bang." Bunda memberikan segelas es jeruk buat gue. Bunda gue memang yang terbaik, padahal gue udah gede tapi selalu memperlakukan gue seperti anak masih kecil. "Makasih, Bund." Bunda lalu duduk di samping gue sembari memijit-mijit bahu gue dengan pelan."Gimana kerjaan Abang?" "Besok ada jadwal operasi, Bund. Do'ain aja semoga lancar." Bunda mengamiinkan sambil menganggukkan kepala, masih memijit bahu gue dengan telaten. "Bang Alli! Bang Alli!" Ucup teriak kencang sampai membuat indera pendengaran gue bisa pecah. "Dicariin sama kakak ipar," kata Ucup set
—[Allium Sativum POV]—Pukul tiga sore gue masih berada di balkon sambil menatap beberapa pepohonan yang menjulang tinggi. Entah kenapa gue suka sekali melihat pohon atau rerumputan berwarna hijau sejak dulu. Mungkin karena sudah kebiasaan atau memang ada faktor lain. Gue sendiri tidak tau.Dua jam lagi gue harus kembali ke rumah sakit, ada jadwal operasi nanti malam dan gue harus benar-benar fokus.Menjadi dokter spesialis adalah suatu cita-cita gue dari sekolah dulu selain pekerjaan yang mulia, seorang dokter spesialis juga bisa dibilang mempunyai pendapatan yang lumayan tinggi antara dua puluh juta sampai empat puluh lima juta meskipun sebenarnya banyak resiko yang harus ditangani.Jika ingin menjadi dokter, pendidikan yang harus dijalani pun sangat lama, bisa dari empat sampai enam tahun. Itu pun harus siap menjadi dokter umun terlebih dahulu sebelum menjadi dokter spesialis.Namun sayangnya, menjadi dokter spesialis bukan hal
—[Allium Sativum POV]—Sekarang gue sudah berada di rumah sakit bersama beberapa tim medis untuk melakukan operasi toraks. Seperti yang kita tau jika operasi toraks akan membutuhkan keahlian dari banyak dokter bedah, termasuk dokter bedah kardiotoraks, dokter spesialis penyakit jantung bawaan, dokter toraks umum, dan dokter bedah kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah) seperti gue.Operasi toraks dapat menangani berbagai penyakit, seperti kanker paru-paru, tumor dan pertumbuhan jaringan lunak di paru-paru, kanker kerongkongan, akalasia, kesulitan menelan dan sebagainya, penyempitan dan tumor pada kerongkongan, refluks gastroesfagus, mesotelioma, infeksi dan keluarnya cairan dari paru-paru, tumor di dinding dada, hiperhidrosis, dan lain-lain. Dokter bedah toraks juga dapat melakukan transplantasi paru-paru (terutama bagi pasien yang menderita penyakit paru-paru stadium akhir), reseksi trakea, dan menghilangkan penyumbatan di jantung dan pem
—[Allium Sativum POV]—"Om, kalau kita nikah apa Om mau cepet-cepet punya anak?"Pertanyaan dari Miska benar-benar langsung membuat gue menyemburkan kopi yang tadi ada di mulut. Lantai mobil Miska pun basah, gue nggak peduli kalau nanti ada semut yang datang."Pelan-pelan, Om." Miska mengusap bibir gue dengan telapak tangannya bukan dengan tisu, apa dia nggak jijik."Basah." Tunjuk gue ke lantai mobil."Tidak apa-apa, besok aku beli lagi," jawab Miska."Karpetnya mau beli lagi?" tanya gue.Miska menggelengkan kepalanya."Bukan karpetnya yang beli lagi, tapi mobilnya." Miska meringis, memarken giginya.Jujur, gue baru nemu wanita sombong seperti Miska. Ya, walaupun sebenarnya Miska ini anak yang baik. Tapi, tetap saja gue belum bisa jatuh cinta pada wanita ini."Jadi, Om pengin langsung pengin punya anak dari aku?"Sumpah, gue kira Miska bakalan lupa sama pertanyaan ini. Gue bahkan belum tau mau ja
—[Allium Sativum POV]—Cafetaria Thomix salah satu tempat favorit gue dan Nadia untuk sekedar ngobrol atau makan siang bersama. Untuk menu makanannya memang selera gue dan Nadia. Dan gue nggak tau kenapa tiba-tiba Nadia ingin bertemu di cafe. Mungkinkah Nadia mau bilang kalau dia mencintai gue? Tentu saja itu hanya ekspektasi gue yang terlalu tinggi karena realitanya nggak mungkin Nadia mau ngomong itu.Sekitar lima belas menit gue nunggu Nadia, akhirnya wanita yang udah lama nggak gue temui itu datang sambil membawa tas berwarna biru muda, itu adalah tas yang gue belikan dua tahun lalu dan Nadia masih mau memakainya. Kepercayaan diri gue meningkat.Begitu melihat gue, Nadia langsung tersenyum manis ke arah gue. Sumpah, gue kangen banget sama wanita ini. Nggak ngerti lagi deh kalau Nadia nikah sama laki-laki lain, hati gue masih nggak ikhlas rasanya."Lama, ya? Selama enam tahun aku kenal sama kamu, selama enam tahun juga aku yang selalu telat
—[Allium Sativum POV]—"Tidak bisa, Dokter Alli." Untuk kesekian kalinya Dokter Tasya menggelengkan kepalanya tegas. "Meskipun Dokter Alli adalah dokter kepala tim, tapi untuk jadwal operasi memang tidak bisa kami ajukan atau mundurkan lagi.""Tolonglah, Dok. Tanggal empat saya ada keperluan." Gue masih memohon penuh harap kepada Dokter Tasya.Lagi-lagi Dokter Tasya menggelengkan kepala."Begini, Dok. Di tanggal dua kita juga ada jadwal operasi dan membutuhkan waktu sekitar sepuluh jam. Kita tidak mungkin melakukan dua operasi pada saat itu. Lalu kalau kita undur ke tanggal enam, apa kata keluarga pasien yang sudah menunggu jadwal operasi. Kita bisa dianggap tidak profesional." Dokter Tasya menunjuk tanggal pada kalender.Gue baru sadar jika dua minggu ini sangat banyak jadwal operasi, kenapa gue malah mengiyakan ajakan Miska kemarin. Tau begini, gue bakal menolak mentah-mentah. Ya, lihat sendiri, sekarang gue merasa pusing dengan jadwal
—[Allium Sativum POV]—"Tidak bisa, Dokter Alli." Untuk kesekian kalinya Dokter Tasya menggelengkan kepalanya tegas. "Meskipun Dokter Alli adalah dokter kepala tim, tapi untuk jadwal operasi memang tidak bisa kami ajukan atau mundurkan lagi.""Tolonglah, Dok. Tanggal empat saya ada keperluan." Gue masih memohon penuh harap kepada Dokter Tasya.Lagi-lagi Dokter Tasya menggelengkan kepala."Begini, Dok. Di tanggal dua kita juga ada jadwal operasi dan membutuhkan waktu sekitar sepuluh jam. Kita tidak mungkin melakukan dua operasi pada saat itu. Lalu kalau kita undur ke tanggal enam, apa kata keluarga pasien yang sudah menunggu jadwal operasi. Kita bisa dianggap tidak profesional." Dokter Tasya menunjuk tanggal pada kalender.Gue baru sadar jika dua minggu ini sangat banyak jadwal operasi, kenapa gue malah mengiyakan ajakan Miska kemarin. Tau begini, gue bakal menolak mentah-mentah. Ya, lihat sendiri, sekarang gue merasa pusing dengan jadwal
—[Allium Sativum POV]—Cafetaria Thomix salah satu tempat favorit gue dan Nadia untuk sekedar ngobrol atau makan siang bersama. Untuk menu makanannya memang selera gue dan Nadia. Dan gue nggak tau kenapa tiba-tiba Nadia ingin bertemu di cafe. Mungkinkah Nadia mau bilang kalau dia mencintai gue? Tentu saja itu hanya ekspektasi gue yang terlalu tinggi karena realitanya nggak mungkin Nadia mau ngomong itu.Sekitar lima belas menit gue nunggu Nadia, akhirnya wanita yang udah lama nggak gue temui itu datang sambil membawa tas berwarna biru muda, itu adalah tas yang gue belikan dua tahun lalu dan Nadia masih mau memakainya. Kepercayaan diri gue meningkat.Begitu melihat gue, Nadia langsung tersenyum manis ke arah gue. Sumpah, gue kangen banget sama wanita ini. Nggak ngerti lagi deh kalau Nadia nikah sama laki-laki lain, hati gue masih nggak ikhlas rasanya."Lama, ya? Selama enam tahun aku kenal sama kamu, selama enam tahun juga aku yang selalu telat
—[Allium Sativum POV]—"Om, kalau kita nikah apa Om mau cepet-cepet punya anak?"Pertanyaan dari Miska benar-benar langsung membuat gue menyemburkan kopi yang tadi ada di mulut. Lantai mobil Miska pun basah, gue nggak peduli kalau nanti ada semut yang datang."Pelan-pelan, Om." Miska mengusap bibir gue dengan telapak tangannya bukan dengan tisu, apa dia nggak jijik."Basah." Tunjuk gue ke lantai mobil."Tidak apa-apa, besok aku beli lagi," jawab Miska."Karpetnya mau beli lagi?" tanya gue.Miska menggelengkan kepalanya."Bukan karpetnya yang beli lagi, tapi mobilnya." Miska meringis, memarken giginya.Jujur, gue baru nemu wanita sombong seperti Miska. Ya, walaupun sebenarnya Miska ini anak yang baik. Tapi, tetap saja gue belum bisa jatuh cinta pada wanita ini."Jadi, Om pengin langsung pengin punya anak dari aku?"Sumpah, gue kira Miska bakalan lupa sama pertanyaan ini. Gue bahkan belum tau mau ja
—[Allium Sativum POV]—Sekarang gue sudah berada di rumah sakit bersama beberapa tim medis untuk melakukan operasi toraks. Seperti yang kita tau jika operasi toraks akan membutuhkan keahlian dari banyak dokter bedah, termasuk dokter bedah kardiotoraks, dokter spesialis penyakit jantung bawaan, dokter toraks umum, dan dokter bedah kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah) seperti gue.Operasi toraks dapat menangani berbagai penyakit, seperti kanker paru-paru, tumor dan pertumbuhan jaringan lunak di paru-paru, kanker kerongkongan, akalasia, kesulitan menelan dan sebagainya, penyempitan dan tumor pada kerongkongan, refluks gastroesfagus, mesotelioma, infeksi dan keluarnya cairan dari paru-paru, tumor di dinding dada, hiperhidrosis, dan lain-lain. Dokter bedah toraks juga dapat melakukan transplantasi paru-paru (terutama bagi pasien yang menderita penyakit paru-paru stadium akhir), reseksi trakea, dan menghilangkan penyumbatan di jantung dan pem
—[Allium Sativum POV]—Pukul tiga sore gue masih berada di balkon sambil menatap beberapa pepohonan yang menjulang tinggi. Entah kenapa gue suka sekali melihat pohon atau rerumputan berwarna hijau sejak dulu. Mungkin karena sudah kebiasaan atau memang ada faktor lain. Gue sendiri tidak tau.Dua jam lagi gue harus kembali ke rumah sakit, ada jadwal operasi nanti malam dan gue harus benar-benar fokus.Menjadi dokter spesialis adalah suatu cita-cita gue dari sekolah dulu selain pekerjaan yang mulia, seorang dokter spesialis juga bisa dibilang mempunyai pendapatan yang lumayan tinggi antara dua puluh juta sampai empat puluh lima juta meskipun sebenarnya banyak resiko yang harus ditangani.Jika ingin menjadi dokter, pendidikan yang harus dijalani pun sangat lama, bisa dari empat sampai enam tahun. Itu pun harus siap menjadi dokter umun terlebih dahulu sebelum menjadi dokter spesialis.Namun sayangnya, menjadi dokter spesialis bukan hal
—[Allium Sativum POV]— Hari ini gue shift malam, jadi gue bisa nyantai dulu di rumah sambil nonton tv. Gue melirik ke arah Nia dan Ucup yang sedang bermain dengan Shila—keponakan Ucup. Gue mematikan tv karena acara gosip yang dibahas masih tentang gue dan cewek gila bernama Miska, bisa-bisanya berita itu bisa trending di mana-mana. "Minum dulu, Bang." Bunda memberikan segelas es jeruk buat gue. Bunda gue memang yang terbaik, padahal gue udah gede tapi selalu memperlakukan gue seperti anak masih kecil. "Makasih, Bund." Bunda lalu duduk di samping gue sembari memijit-mijit bahu gue dengan pelan."Gimana kerjaan Abang?" "Besok ada jadwal operasi, Bund. Do'ain aja semoga lancar." Bunda mengamiinkan sambil menganggukkan kepala, masih memijit bahu gue dengan telaten. "Bang Alli! Bang Alli!" Ucup teriak kencang sampai membuat indera pendengaran gue bisa pecah. "Dicariin sama kakak ipar," kata Ucup set
—[Allium Sativum POV]—"Cie ... Calon Pengantin, kusut amat tuh wajah kayak taplak meja belum disetrika."Gue langsung melotot mendengar ucapan Leo. Baru sampai ke kantin udah kena ejekan aja gue."Tega lu, Sob. Nggak kasih tau kita kalau pacaran sama pemain sinetron Janji Hati, gue suka banget itu sinetron padahal." Kini Abiyan yang memberi komentar.Gue menghembuskan napas. Berita tentang pernikahan gue sudah beredar ke mana-mana, padahal gue aja nggak kenal sama sosok manusia yang ngaku-ngaku jadi calon istri gue itu."Bagaimana perasaan Anda setelah berita ini viral?" tanya Abiyan sambil menodongkan botol minuman ke arah mulut gueseolah dia adalah wartawan."Sudah berapa lama Anda melakukan backstreet?" Leo melakukan hal yang sama seperti Abiyan.Lalu mereka tertawa seolah kehidupan gue lucu. Memang laknat sekali teman-teman gue ini."Bacot, ya, kalian!" sambar gue.Abiyan dan Leo mala
—[Allium Sativum POV]—Gue pulang ke rumah tepat sebelum makan malam, jadi gue masih bisa mandi setidaknya untuk meregangkan otot yang lelah karena seharian berada di rumah sakit.Sesibuk-sibuknya gue, kalau memang nggak ada operasi malam, gue bakal selalu meluangkan waktu gue untuk makan malam bareng keluarga, begitu juga Ayah. Beda cerita dengan Nia dan Bunda yang memang selalu di rumah."Ucup tumben hari ini nggak ke sini. Lagi marahan?" tanya Bunda sambil melirik Nia yang sedang menyuapkan nasi ke dalam mulut.Gue juga secara refleks ikut menoleh ke Nia, biasanya Si Pecinta Lele itu emang ada di tengah acara makan malam keluarga gue. Walaupun tuh anak belum sepenuhnya jadi adik ipar gue, tapi dia udah jadi bagian keluarga. So, kalau dia nggak ada serasa ada yang kurang."Eh ... nggak marahan kok, Bun. Ucup lagi ke acara nikahan," ucap Nia."Oh, teman Ucup ada yang nikah?"Nia menggelengkan kepalanya."Enggak, Bun.
—[Allium Sativum POV]—"Hari ini pasien nomer 231 dijadwalkan melakukan treadmill. Apa sudah siap?" tanya gue ke Suster Kila, seorang perawat yang selalu menemani gue ke mana-mana.Pemeriksaan treadmill atau yang juga dikenal dengan sebutan stress test, merupakan pemeriksaan yang dilakukan guna melihat kinerja jantung selama seseorang melakukan aktivitas fisik. Karena aktivitas fisik dapat membuat jantung memompa lebih keras dan cepat. Pemeriksaan treadmill dapat membantu mengungkapkan adanya masalah aliran darah dalam jantung.Pemeriksaan ini disebut sebagai pemeriksaan treadmill karena menggunakan alat treadmill dalam praktiknya. Dalam pemeriksaan ini, irama jantung, tekanan darah, dan pernapasan akan dipantau."Pasien sudah siap, Dok. Bahkan beliau sudah berada di tempat," ujar Suster Kila membuat gue cuma menganggukkan kepala.Gue semakin mempercepat langkah kaki diikuti Suster Kila. Pekerjaan sebagai dokter bedah memb