Burung berkicau di senin pagi, Raissa terbangun karena alarmnya berbunyi sangat nyaring memekakan telinga.
"Here we go," ucapnya segera bangun dari tempat tidur.
Raissa mengambil handuknya dan segera memasuki kamar mandi dalam kamar. Membersihkan dirinya, bersiap untuk hari pertamanya sekolah di SMA.
Lima belas menit berlalu, Ia telah mengenakan seragam putih abu abunya dengan rambut ikat dua mengggunakan pita meraj putih seperti warna Bendera Indonesia.
"Tante!" Sapanya pada Shana dengan penuh semangat.
"Aduh aduh, yang mau udah SMA. Kamu cantik pake seragam itu." Shana menata makanan di meja makan untuk mereka sarapan.
"Hehe, iya dong cantik. Ponakan Tante Shana," ucapnya berbangga diri membuat Shana tersenyum.
"Ya udah, sarapan dulu. Habis itu tante anterin sekolah," ujar Shana.
Merdka berdua duduk di meja makan, menyantap menu sarapan yang di buat oleh Shana. Setelahnya, Shana segera merapikan piring kotor dan bersiap untuk mengantarkan Raissa ke sekolahnya.
Jarak antara Rumah Raissa dan SMA Vidatra tak terlalu jauh, yaitu sekitar tiga puluh menit perjalanan menggunakan mobil.
Raissa melalui perjalanan dengan bibir yang terus tersenyum. Shana juga sama, Ia senang melihat keponakannya itu bahagia seperti ini.
"Nanti telpon tante ya, kalo udah pulang. Biar yante jemput," ucap Shana kepada Raissa yang baru saja keluar dari mobilnya.
"Siap tante, hati hati pulangnya." Raissa melambaikan tangan pada Shana, dan setelahnya Ia segera berlari memasuki gerbang sekolah Vidatra.
Raissa memelankan langkah kakinya, Ia melihat begitu banyak wajah asing disekelilingnya.
'aduh, gak ada yang kenal lagi' keluh batin Raissa.
Ia mengamati sekitar, mencari keberadaan Zara. Namun, tak kunjung Ia bisa temukan.
"Perhatian, untuk seluruh siswa baru, diharapkan berbaris di tengah lapangan sekarang juga!"
Kakak pembimbing yang menggunakan pengeras suara, berteriak teriak untuk mengatur seluruh siswa baru.
Seluruh siswa baru tersebut berbari dengan rapi, mengikuti setiap arahan dan juga perintah dari kakak kakak OSIS yang bertugas.
Ada sembilan puluh siswa siswi di barisan tersebut, mereka akan dibagi menjadi tiga kelas nantinya.
"Baik, sebelumnya. Apa ada di antara kalian yang sakit?" tanya seorang siswi berseragam OSIS berdiri diatas mimbar.
"Yang sakit, bisa keluar dari barisan sekarang juga," ucapnya lagi.
Ia menunggu beberapa waktu. Namun, tak ada seorangpun yang keluar dari barisan siswa siswi baru.
"Oke, aku anggap semuanya bisa ngikutin rangkaian acara." Ia turun dari mimbar.
Posisi mimbar itu kini diisi dengan seorang Siswa.
"Okay, perkenalkan. Nama saya Farell Mananta, ketua OSIS angkatan tahun ini."
Raissa segera tersadar, Ia yang berada di barisan belakang, memfokuskan matanya dan melihat siapa yangberbicara.
'dia ketua OSIS?' tanya Raissa dalam hati.
Ia memastikan sekali lagi, dan benar. Siswa diatas mimbar tersebut adalah remaja aneh yang Ia temui kemarin, Farell.
"Sebelum kita melaksanakan Masa pengenalan sekolah kepada kalian, kalian akan dibagi sesuai dengan kelas yang sudah ditetapkan terlebih dahulu." Farell melepas mikrofon dari tempatnya lalu turun dari mimbar.
Raissa masuk ke kelas sepuluh A. Ke sembilan puluh siswa siswi baru, dibagi menjadi tiga kelompok. Setiap orang yang namanya dipanggil keluar dari barisan, dan bergabung dengan kelompoknya.
"Hai, gue Andhin." Seorang siswi di barisan samping Raissa mengulurkan tanggan pada Raissa.
"Raissa," ucapnya, seraya menjabat tangan siswi bernama Andhin tersebut.
"Gue deg deg an, gak ada seorang pun yang gue kenal," katanya dengan sedikit memelankan suaranya.
"Sama, tapi kita bisa berteman. Kita satu kelas kan?" tanyanya dibalas anggukan oleh Andhin.
"Yes! gue seneng banget. Nanti pokoknya kita harus duduk sebangku!" ujarnya lenuh semangat.
"Tentu." Raissa tersenyum.
"Kelompok kelas ini, akan berada di bawah pimpinan saya," ucap ketua Osis yang tak lain adalah Farell pada kelompok kelas A.
"Kenapa dia sih?" tanya Raissa sedikit tak suka.
"Emang kenapa? bagus lagi, kita dipimpin sama kakak ganteng." Andhin bersemangat.
"Eh, dia itu aneh." Raissa berkata membuat Andhin melihat kearahnya.
"Lo kenal dia?"
"Gak sih, tapi dia aneh aja dimata gue," ucap Raissa pada Andhin membuatnya menatap Raissa.
"Gak kenal, tapi udah bilang orang aneh," protesnya.
"Kalian berdua, barisan kelima dari belakang. Sedang bergosip apa?" teriak Farell dari depan barisan membuat Raissa dan Andhin segera menghentikan percakapan.
"Maju ke depan, sekarang!"
Raissa memejamkan matanya sekilas, begitu juga dengan Andhin, lalu mereka berdua maju melewati barisan murid lain untuk menuju tempat Farell, sang ketua Osis.
"Mau menggantikan saya berbicara di depan?" tanya Farell pada Andhin dan Raissa.
"Tidak, Kak." Mereka menjawab secara bersamaan.
"Baik, sebagai pelajaran. Kalian berdua harus bernyanyi. sekarang juga," ujar Farell.
"Tap-"
"Lagu apa, Kak?" Raissa bertanya dengan berani, sedang Andhin sedikit menarik tangan Raissa untuk memperingatkannya.
"Oh, kamu pemberani sekali." Farell tertawa remeh.
"Oke, semuanya. Kita dengerin artis baru kita hari ini." Farell berkata kepada seluruh siswa bimbingannya.
"Silahkan, nyanyikan apa saja," ucap Raka pada Raissa.
Raissa menarik nafasnya, Ia membuka suara dan mulai bernyanyi dihadapan Farell, beberapa kakak Osis lain, dan juga teman kelompoknya.
Bisa Ia lihat dari sudut matanya, kakak Osis lain berbisik bisik membicarakannya.
Ku ambil gitar, dan mulai memainkan
Lagu lama yang biasa, kita nyanyikan
Tapi tak sepatah kata, yang bisa terucap
Hanya ingatan yang ada di kepala
Dimalam yang dingin, dan gelap sepi
Benak ku melayang, pada kisah kita
Terlalu manis, untuk dilupakan
Kenangan yang indah, bersamamu
Tinggallah mimpi
Terlalu manis, untuk dilupakan
Kalau kita memang, tak saling cinta
Takkan terjadi.
Semuanya terdiam, suara Raissa mampu menyihir mereka, membuat mereka semua terpesona.
Raissa tersenyum setelah menyanyikan lagu yang dipopulerkan oleh band Slank tersebut, lalu, menatap Farell yang diam menatapnya.
"Apakah kami sudah boleh kembali?" tanya Raissa.
"Oh, ya. Silahkan." Farell tersadar.
Raissa menarik tangan Andhin untuk masuk kembali ke barisan mereka semula.
"Keren banget!" bisik Andhin.
"Diem, nanti kita dihukum lagi." Raissa tak melihat ke arah Andhin, Ia tak ingin dihukum untuk kedua kalinya.
Pengenalan lingkungan sekolah pada murid baru dilanjutkan sesuai jadwal yang sudah ditetapkan. Kini, tiba saat istirahat yang diberikan selama tiga puluh menit bagi siswa baru.
"Ahh, capek." Raissa mengeluh seraya duduk di salah satu bangku panjang sekolah bersama Andhin.
"Iya, capek. Tapi seru," ucapnya.
"Eh, Rai," panggil Andhin membuat Raissa yang tengah membuka kotak bekalnya menoleh.
"Nanti abis pulang sekolah, main yok ." Andhin bersemangat.
"Boleh, ntar ke rumah gue aja." Raissa menyetujui.
Andhin mengeluarkan ponsel dan memberikannya pada Raissa.
"Nomor lo," ucapnya.
Raissa menerima ponsel Andhin lalu mengetik nomornya di ponsel itu, setelahnya Ia mengembalikannya pada Andhin.
"Thank y-"
"Heh, anak baru." Seorang siswi yang berseragam Osis berdiri dihadapan Raissa bersama kedua temannya.
Raissa dan Andhin mendongak, melihat siapa yang menyapa mereka.
"Iya, Kak?" jawab Andhin.
"Gue peringatin sama lo berdua ya, gak usah caper disini." ujarnya, lalu segera pergi dari hadapan Raissa dan Andhin.
"Dia kenapa?" tanya Raissa pada Andhin.
"Biasa, disetiap masa orientasi. Pasti ada senior yang sok berkuasa." Andhin berbicara dengan nada mengejek, membuat Raissa tertawa karenanya.
"Kayaknya berteman sama lo, bakal seru deh," ujar Raissa membuat Andhin berbangga pada dirinya sendiri.
Andhin keluar dari kamar mandi di kamar Raissa, Ia baru saja selesai membersihkan dirinya. Kini Ia memakai pakaian yang Raissa pinjamkan padanya."Seger banget," ucap Andhin."Iya, karena tadi abis keringetan banget di sekolah, abis mandi rasanya seger." Raissa duduk di ranjangnya."Eh, tapi lo beneran udah Izin sama orang tua lo?" tanya Raissa pada Andhin yang tengah melihat lihat isi dari kamar Raissa."Udah, tenang aja. Mereka juga gak bakal nyariin kali. Gue udah gede." Andhin berkata seraya mengotak atik aksesoris pajangan di meja belajar Raissa."Emang dasarnya lo sih, suka keluyuran kayak gak punya rumah aja." Raissa berujar membuat Andhin menatapnya tak terima."Eh, gue anak rumahan tau, seminggu paling keluar rumah buat main tuh tujuh kali." Perkataan Andhin sukses membuat Raissa melemparkan sebuah bantal padanya. Lalu mereka tertawa setelah itu.
Hari ini adalah hari kedua masa pengenalan sekolah di SMA Vidatra. Sekarang, setelah pelatihan baris berbaris selesai, murid baru disuguhkan dengan penampilan penampilan dari setiap ekstrakulikuler dan juga Organisasi yang berada di sekolah Itu."Baiklah, kita akan saksikan penamilan dari band SMA Vidatra," ucap Pak Sugeng, selaku pembina ekstrakulikuler.Seluruh siswa baru yang tengah duduk di aula SMA Vidatra, bersorak sorai. Menyambut kedatangan beberapa orang yang naik ke atas panggung aula."Okay, apa kabar semuanya?" tanya sang vokalis perempuan yang dijawab dengan suara riuh oleh para murid baru."Baik, Kak!""Bagus, semangat banget ya," ucapnya."Kalian, harus banget jadi bagian dati kita kita, band SMA Vidatra. Yang berminat, nanti habis ini langsung daftar Ya!" ujarnya bersemangat."Okay, sekarang, kita akan bawain lagu dari Cha
Raissa dan Zara berjalan menuju area pemakaman Razzan, membawa satu keranjang bunga berwarna warni untuk mereka tabur diatas peristirahatan Razzan nantinya.Zara menjemput Raissa sepulang sekolah, dan sekarang mereka diantar oleh supir Zara ke tempat itu."Eh, Rai kamu udah kesini sehabis pemakaman?" tanya Zara pada Raissa yang berada di belakangnya."Belum, kenapa Ka--"Ucapan Raissa menggantung melihat ke arah makam Razzan. Diatas makam Razzan bertabur bunga bunga yang masih segar, sepertinya seseorang baru saja berkunjung."Lho? Siapa yang abis kesini?" heran Raissa."Tante Shana, Kali." Zara berkata dengan menatap Raissa."Gak mungkin, tante ada dirumah terus kok, pasti juga bakal ngajak aku kalo kesini," ujar Raissa."Ya udah, gak usah di pikirin."Zara dan Raissa sedikit membersihkan rumput
"Kak Zara!" Teriak Raissa, lalu segera berlari mendekat pada Zara. "Hi Rai," senyumnya. "Kak, aku uku udah Izin sama Tante, katanya terserah Aku." Raissa dan Zara berjalan ke bersama ke Aula sekolah. "Oh ya? Bagus dong," ucapnya. "Eits!" Raissa dan Zara menghentikan langkah ketika Farell menghadang jalan mereka ditengah pintu masuk Aula. "Apa lagi sih." Raissa memutar bola matanya malas. "Kenapa Rell?" tanya Zara pada Farell. "Gua gak ada perlu sama lo Zar, silahkan masuk." Farell mempersilahkan Zara, Ia menurut saja meninggalkan Raissa setelah menepuk bahunya, menyuruh Ia tenang. "Ada apa?" tanya Raissa dengan malas. Farell tak menjawab, Ia menarik Raissa untuk pergi menjauh dari keramaian, Raissa hanya mengikuti langkah Farell dengan malas.
"Balikin punya kakak, Raissa!""Gak mau, wleee." Raissa mengejek Razzan yang sedang mengejarnya.Mereka tengah berkejar kejaran di dalam rumah, Raissa menjahili Razzan dengan mengambil buku hariannya."Raissa, Kakak beneran marah ya!""Silahkan," ucap Raissa santai, mereka terhalang oleh meja makan dan berdiri berhadapan."Raissa!" teriak Razzan."Zara, hari ini lo cantik banget." Raissa membaca sedikit isi dari tulisan Razzan di buku itu membuat Razzan mengejarnya lagi dan kini Ia mendapatkan Raissa."Kamu jahil banget sih!""Jangan! Lepasin! Kakak! hahaha" Raissa tertawa karena Razzan menggelitiknya."Tante!" teriak Raissa dengan suara sangat keras membuat Shana menghampiri mereka."Eh, kalian ini apa apaan," ucapnya. "Razzan, lepasin adek kamu."Razzan
"Makasih," ucap Raissa pada Farell seraya mengembalikan helm yang telah Ia pakai."Sama sama."Raissa diam, begitu juga dengan Farell. itu berlangsung hingga hampir satu menit membuat Raissa mengerutkan dahinya."Nungguin apa?" tanya Raissa."Sana masuk," ucapnya. "Atau lo mau gua mampir?""Gak!" Raissa segera berbalik dan masuk ke rumahnya, tak melihat kepada Farell sama sekali dan langsung menutup pintu."Cih." Farell terkekeh, Ia menyimpan helm yang Ia pegang di belakang motor, lalu segera pergi dari halaman rumah Raissa."Ish, lama lama darah tinggi gue," ucap Raissa mengintip dari balik tirai jendela."Kamu lagi apa?""Astaga!" Raissa terkaget. "Tante ngagetin Raissa aja!" ujarnya."Orang tante nanya baik baik." Tante Shana memasang wajah malasnya."I
Pagi hari di SMA Vidatra, siswa siswi mulai berdatangan untuk menjalani rutinitas belajar seperti semula.Murid baru pun akhirnya dapat melakukan aktifitas belajar normal setelah masa orientasi selesai.Raissa melambaikan tangan pada Shana, lalu sang Tante segera pergi dari tempat itu. Raissa berjalan dengan senyuman di bibirnya, Ia bersemangat untuk bersekolah."Rai!" Sebuah panggilan membuat Raissa mengedarkan matanya untuk mencari siapa yang memanggilnya."Aduh, kenapa harus ketemu dia pagi pagi sih," gumam Raissa dengan sedikit menunduk.Zevan lah yang memanggilnya, dan kini berlari kearah Raissa. Raissa masih merasa sedikit merasa canggung, karena insiden buah kelapa yang jatuh di pantai kemarin."Iya?" katanya."Ayo masuk bareng," ucap Zevan, Raissa mengangguk, lalu mereka berjalan beriringan memasuki gerbang sekolahnya.&nbs
"Hi Rai, Hi Andhin."Zevan menyapa Raissa dan Andhin yang baru saja keluar dari pintu kelasnya."Eh hi," sapa balik Andhin seraya melambaikan tangannya pada Zevan dengan kebingungan."Dia Zevan," ucap Raissa memperkenalkan Zevan pada Andhin."Kok lo bisa kenal sama cowok cowok ganteng di sekolah ini sih?" Andhin menarik Raissa dan berbisik padanya."Sstt!" ucap Raissa meletakkan jari telunjuk di bibirnya untuk menyuruh Andhin diam.Zevan mengerutkan dahinya melihat kedua gadis itu."Hehe, ada apa?" tanya Raissa pada Zevan setelahnya."Mau ke kantin bareng?" tawarnya."Mau!" Andhin menjawab berantusis membuat Raissa memandangnya datar."Dia ngajak gue, bukan lo!""Andhin juga boleh ikut kalo mau," ucapnya dengan tersenyum."Tuh kan! Sew
Raissa berada pada kantin sekolah Vidatra. Ia bersama dengan Farell, laki-laki itu menyeret Raissa dari rumahnya pagi pagi sekali."Kalo lo gak makan, gua gak izinin lo ke kelas." Farell mengancam."Lo ngeselin banget sih," kesal Raissa, menatap Farell datar."Siapa suruh lo buat gua nunggu, kemana lo kemarin?" tanya Farell meng-interogasi Raissa."Siapa yang nyuruh lo nunggu?" Raissa berkata dengan nada sewot sembari menyantap roti bakar yang telah Ia pesan."Lo?!" Farell menunjuk tepat didepan wajah Raissa."Ah!"Farell memekik keras ketika Raissa menggigir jari telunjuknya."Jangan nunjuk-nunjuk gue," Raissa berkata santai, memandangi Farell yang mengelus elus jari telunjuknya."Parah banget lo!" ujar Farell, sedang Raissa hanya tersenyum."Kenapa? mau bales? nih, gigit nih
Raissa dan Zevan kini berada dikebun belakang rumah Zevan. Tempat itu sangat sejuk dengan ditumbuhi beraneka ragam bunga. Bahkan, ada beberapa sayuran dan buah yang ditanam disana."Gue betah banget disini," ucap Raissa tersenyum seraya menghirup udara segar di tempat itu."Lo bisa kesini setiap saat kalo lo mau. Gua seneng lo disini." Zevan tersenyum tulus."Asem, tapi enak!" ujar Raissa tak menggubris ucapan Zevan. Ia memakan buah strowberry yang telah ia petik dan dicuci."Lo suka banget mengabaikan orang lain." Zevan berucap datar. Ia ikut memakan strowberry di atas meja, yang memisahkan Raissa dan dirinya."Bukan suka mengabaikan, tapi... gue nyimpen energi buat dipergunakan pada hal yang lebih penting." Raissa berkata santai, masih asik memakan buah dihadapannya."Ck." Zevan berdecak."Den Zevan, Non, ini minumannya," ucap seorang a
Raissa duduk dengan gelisah dikamarnya, Ia memandangi ponselnya dengan bimbang. Apakah dia harus menghubungi Zevan atau tidak.Tadi sepulang sekolah, Ia tahu dari teman temannya bahwa Zevan tidak mengikuti pelajaran seusai istirahat. Ia pulang entah karena apa.Raissa meminta nomor Zevan dari teman temannya, Ia ingin menghubunginya menanyakan apa yang terjadi. Namun, apakah pantas? Bagaimana jika itu menyangkut urusan pribadinya.Raissa tak tahan lagi, Ia mengambil ponsel diatas ranjang disampingnya. Segera Ia memencet kontak nomor Zevan dan memanggilnya.Tut... Tut... Tut...Raissa menunggu panggilan tersebut diangkat, dan tak sampai se-menit. Kini seseorang dari seberang telepon mengangkat suaranya."Halo?""Halo, Zevan. Ini gue Raissa," ucap Raissa dengan cepat."Kenapa Rai?""Lo tadi pulang? L
"Hi Rai, Hi Andhin."Zevan menyapa Raissa dan Andhin yang baru saja keluar dari pintu kelasnya."Eh hi," sapa balik Andhin seraya melambaikan tangannya pada Zevan dengan kebingungan."Dia Zevan," ucap Raissa memperkenalkan Zevan pada Andhin."Kok lo bisa kenal sama cowok cowok ganteng di sekolah ini sih?" Andhin menarik Raissa dan berbisik padanya."Sstt!" ucap Raissa meletakkan jari telunjuk di bibirnya untuk menyuruh Andhin diam.Zevan mengerutkan dahinya melihat kedua gadis itu."Hehe, ada apa?" tanya Raissa pada Zevan setelahnya."Mau ke kantin bareng?" tawarnya."Mau!" Andhin menjawab berantusis membuat Raissa memandangnya datar."Dia ngajak gue, bukan lo!""Andhin juga boleh ikut kalo mau," ucapnya dengan tersenyum."Tuh kan! Sew
Pagi hari di SMA Vidatra, siswa siswi mulai berdatangan untuk menjalani rutinitas belajar seperti semula.Murid baru pun akhirnya dapat melakukan aktifitas belajar normal setelah masa orientasi selesai.Raissa melambaikan tangan pada Shana, lalu sang Tante segera pergi dari tempat itu. Raissa berjalan dengan senyuman di bibirnya, Ia bersemangat untuk bersekolah."Rai!" Sebuah panggilan membuat Raissa mengedarkan matanya untuk mencari siapa yang memanggilnya."Aduh, kenapa harus ketemu dia pagi pagi sih," gumam Raissa dengan sedikit menunduk.Zevan lah yang memanggilnya, dan kini berlari kearah Raissa. Raissa masih merasa sedikit merasa canggung, karena insiden buah kelapa yang jatuh di pantai kemarin."Iya?" katanya."Ayo masuk bareng," ucap Zevan, Raissa mengangguk, lalu mereka berjalan beriringan memasuki gerbang sekolahnya.&nbs
"Makasih," ucap Raissa pada Farell seraya mengembalikan helm yang telah Ia pakai."Sama sama."Raissa diam, begitu juga dengan Farell. itu berlangsung hingga hampir satu menit membuat Raissa mengerutkan dahinya."Nungguin apa?" tanya Raissa."Sana masuk," ucapnya. "Atau lo mau gua mampir?""Gak!" Raissa segera berbalik dan masuk ke rumahnya, tak melihat kepada Farell sama sekali dan langsung menutup pintu."Cih." Farell terkekeh, Ia menyimpan helm yang Ia pegang di belakang motor, lalu segera pergi dari halaman rumah Raissa."Ish, lama lama darah tinggi gue," ucap Raissa mengintip dari balik tirai jendela."Kamu lagi apa?""Astaga!" Raissa terkaget. "Tante ngagetin Raissa aja!" ujarnya."Orang tante nanya baik baik." Tante Shana memasang wajah malasnya."I
"Balikin punya kakak, Raissa!""Gak mau, wleee." Raissa mengejek Razzan yang sedang mengejarnya.Mereka tengah berkejar kejaran di dalam rumah, Raissa menjahili Razzan dengan mengambil buku hariannya."Raissa, Kakak beneran marah ya!""Silahkan," ucap Raissa santai, mereka terhalang oleh meja makan dan berdiri berhadapan."Raissa!" teriak Razzan."Zara, hari ini lo cantik banget." Raissa membaca sedikit isi dari tulisan Razzan di buku itu membuat Razzan mengejarnya lagi dan kini Ia mendapatkan Raissa."Kamu jahil banget sih!""Jangan! Lepasin! Kakak! hahaha" Raissa tertawa karena Razzan menggelitiknya."Tante!" teriak Raissa dengan suara sangat keras membuat Shana menghampiri mereka."Eh, kalian ini apa apaan," ucapnya. "Razzan, lepasin adek kamu."Razzan
"Kak Zara!" Teriak Raissa, lalu segera berlari mendekat pada Zara. "Hi Rai," senyumnya. "Kak, aku uku udah Izin sama Tante, katanya terserah Aku." Raissa dan Zara berjalan ke bersama ke Aula sekolah. "Oh ya? Bagus dong," ucapnya. "Eits!" Raissa dan Zara menghentikan langkah ketika Farell menghadang jalan mereka ditengah pintu masuk Aula. "Apa lagi sih." Raissa memutar bola matanya malas. "Kenapa Rell?" tanya Zara pada Farell. "Gua gak ada perlu sama lo Zar, silahkan masuk." Farell mempersilahkan Zara, Ia menurut saja meninggalkan Raissa setelah menepuk bahunya, menyuruh Ia tenang. "Ada apa?" tanya Raissa dengan malas. Farell tak menjawab, Ia menarik Raissa untuk pergi menjauh dari keramaian, Raissa hanya mengikuti langkah Farell dengan malas.
Raissa dan Zara berjalan menuju area pemakaman Razzan, membawa satu keranjang bunga berwarna warni untuk mereka tabur diatas peristirahatan Razzan nantinya.Zara menjemput Raissa sepulang sekolah, dan sekarang mereka diantar oleh supir Zara ke tempat itu."Eh, Rai kamu udah kesini sehabis pemakaman?" tanya Zara pada Raissa yang berada di belakangnya."Belum, kenapa Ka--"Ucapan Raissa menggantung melihat ke arah makam Razzan. Diatas makam Razzan bertabur bunga bunga yang masih segar, sepertinya seseorang baru saja berkunjung."Lho? Siapa yang abis kesini?" heran Raissa."Tante Shana, Kali." Zara berkata dengan menatap Raissa."Gak mungkin, tante ada dirumah terus kok, pasti juga bakal ngajak aku kalo kesini," ujar Raissa."Ya udah, gak usah di pikirin."Zara dan Raissa sedikit membersihkan rumput