Andhin keluar dari kamar mandi di kamar Raissa, Ia baru saja selesai membersihkan dirinya. Kini Ia memakai pakaian yang Raissa pinjamkan padanya.
"Seger banget," ucap Andhin.
"Iya, karena tadi abis keringetan banget di sekolah, abis mandi rasanya seger." Raissa duduk di ranjangnya.
"Eh, tapi lo beneran udah Izin sama orang tua lo?" tanya Raissa pada Andhin yang tengah melihat lihat isi dari kamar Raissa.
"Udah, tenang aja. Mereka juga gak bakal nyariin kali. Gue udah gede." Andhin berkata seraya mengotak atik aksesoris pajangan di meja belajar Raissa.
"Emang dasarnya lo sih, suka keluyuran kayak gak punya rumah aja." Raissa berujar membuat Andhin menatapnya tak terima.
"Eh, gue anak rumahan tau, seminggu paling keluar rumah buat main tuh tujuh kali." Perkataan Andhin sukses membuat Raissa melemparkan sebuah bantal padanya. Lalu mereka tertawa setelah itu.
"Eh, Rai. Tadi Kakak perempuan yang ngobrol sama lo siapa?" tanya Andhin.
"Itu? Kak Zara."
"Untung aja ada dia, sumpah tadi gue deg deg an banget bakal gak bisa pulang." Andhin berujar.
"Iya, untung aja."
"Kalau gak, di hari pertama sekolah kita udah dapet kenangan buruk," ucap Andhin.
"Lo sih, lama banget, udah tau jam pulang sekolah, masih aja dandan di toilet." Raissa melihat Andhin dengan datar.
"Ih, biar tetep cantik. Zaman sekarang, gak cantik gak dapet pacar," ujar Andhin membuat wajah Raissa semakin datar.
Raissa dan Andin yelah agak lama mengobrol, Andhin se-pulang sekolah tadi, langsung ikut ke Rumah Raissa ketika Shana menjemputnya.
"Jadi, lo cuma tinggal berdua sama Tante Shana?" tanya Andhin dijawab anggukan oleh Raissa.
"Tadinya bertiga, tapi...," ucapnya terhenti sejenak.
"Kakak gue, meninggal bulan lalu." Raissa tersenyum menahan sesak dadanya.
"Sorry, gue gak maksud bikin lo sedih." Andhin mendekati Raissa dan memegang tangannya.
"Its okay," senyum Raissa.
"Kalau boleh tahu, Kakak lo meninggal karena apa?"
"Kecelakaan, Kak Razzan ngehindarin seseorang yang mau nyebrang." Raissa berkata dengan ekspresi sedih yang tak bisa Ia sembunyikan.
Andhin memagang bahu Raissa, berusaha memberi sedikit kekuatan pada gadis itu.
"Jangan sedih lagi, masih ada Tante Shana, sama gue. Kak Razzan pasti juga bahagia disana." Andhin tersenyum tulus dan Raissa mengangguk.
"Senyum dong," ucapnya. Raissa mengangkat kepalanya dan tersenyum pada Andhin.
"Gitu, dong!"
Tok tok tok
"Raissa, Andhin. Ayo makan, tante udah masakin buat kalian," ucap Shana setelah membuka pintu kamar Raissa.
"Siap, Tante!" Andhin bersemangat.
"Ya udah, tante tunggu diluar ya." Shana menutup pintu kamar tersebut lalu pergi darisana.
"Oh iya, habis makan, boleh gak gue lihat lihat toko?" tanya Andhin.
"Boleh, dong! Asal jangan asal comot."
"Yee, lo kira gue anak kecil." Andhin menampakkan wajah datarnya.
Mereka berdua berdiri dari duduknya, keluar dari kamar Raissa dan pergi ke ruang makan untuk menyusul Shana.
Raissa dan Andhin segera memakan makanan yang telah disiapkan Shana.
"Jangan malu malu ya, Andhin. Anggap aja rumah sendiri." Shana tersenyum.
"Siap, Tante! Gak tante suruh, Aku juga bakal jadiin rumah ini rumah Aku," ucap Andhin.
"Dasar," cibir Raissa.
"Tadi, aku dihukum di sekolah karna Andhin tau Tan." Raissa mengadu.
"Ih, kok gue?" protesnya tak terima.
"Lah salah gue gitu?"
"Sudah, sudah. Kalian ini, gak baik berdebat disaat makan." Shana berusaha melerai.
Mereka berdua diam, namun masih tetap saling mengejek, membuat Shana menggeleng gelengkan kepalanya akan tingkah kedua remaja perempuan itu.
"Tan, tante tau gak?" tanya Raissa pada Shana.
"Apa tuh?"
"Anaknya Tante Raini yang aneh itu, Dia ketua Osis." Raissa berkata masih dengan mengunyah makanan di mulutnya.
"Oh ya? Bagus dong. Kamu bisa punya pacar ketua Osis."
Uhuk uhuk
"Eh, minum dulu minum dulu," ucap Shana memberikan segelas air pada Raissa.
"Kenapa sih tante? Raissa panggil Kak Farell gak jelas terus?" tanya Andhin.
"Parah, ogah banget aku punya pacar kayak dia." Raissa memprotes Shana.
"Gak tau tuh, Raissa emang suka gitu," ujar Shana.
"Hm, awas Rai, benci sama cinta itu beda tipis." Andhin berkata pada Raissa.
"Diem gak, apaan cinta cinta," ucap Raissa menampakkan ekspresi tak suka.
"Udah, katanya lo mau lihat toko kan? Ayok."
"Oh iya, boleh kan Tante?" tanya Andhin.
"Boleh dong! Sana gih," suruhnya.
"Oke, daa Tante cantik." Andhin menghoda Shana, Raissa hanya menampakkan ekspresi datarnya seraya menarik Andhin untuk segera pergi.
Bahkan belum sehari mereka kenal, tapi sikap Andhin seperti sudah kenal sangat lama dengan orang dirumah itu.
Raissa masuk ke toko, diikuti dengan Andhin dibelakangnya.
"Wah, besar juga ya. Dikelola sendiri sama Tante Shana?" tanya Andhin.
"Lo gak lihat ada gue?" tanya Raissa dengan malas.
"Iya iya, maksud gue, gak mau rekrut karyawan gitu?" Andhin menjelaskan.
"Gak, gue udah pernah saranin. Tapi tante bilang bisa tangani semuanya sendiri," jelas Raissa membuat Andhin mengangguk angguk.
"Eh, itu lukisan siapa?" Andhin berjalan menuju lukisan Razzan yang dipajang oleh Raissa dan Zara beberapa saat lalu.
"Itu, Kak Razzan."
"Wah, Kak Razzan ganteng banget, manis!" Andhin bersemangat.
"Lo mah, semua cowo aja lo bilang ganteng," kesal Raissa.
"Ih, serius!" Andhin meyakinkan Raissa.
"Ya, ya, ya."
"By the way, siapa yang ngelukis?" tanya Andhin.
"Gak tau, lukisan itu dikirim sama orang tanpa nama kesini, mungkin sama sopir mobil yang nabrak Kakak," jelas Raissa.
"Kenapa dia gak dipenjara?"
"Polisi nyimpulin, kecelakaan itu bukan kesalahan siapa siapa, tapi..."
"Tapi apa?" tanya Andhin penasaran.
"Bagi gue, ada satu orang yang gak bisa gue maafin dari insiden kecelakaan Kakak." Raissa melihat Andhin yang juga melihatnya.
"Siapa?" Andhin semakin penasaran menunggu kalimat yang akan dikatakan oleh Raissa.
"I don't know," ucapnya.
"Oke, udah jangan bahas itu mulu. Sekarang agar kita bisa menjadi teman yang baik dan mengerti satu sama lain, kita harus lebih tau satu sama lain." Andhin bersemangat.
"Caranya?"
"Main truth or dare," ucap Andhin.
"Tante ikut!" Teriak Shana yang baru saja masuk ke toko tersebut, Ia segera duduk bergabung bersama dengan Andhin dan Raissa.
"Eh? Tante gak ada pesanan?" tanya Raissa dijawab gelengan kepala oleh Shana.
"Tadi udah tante anter."
"Oke!" Andhin mengambil sebuah botol dan menumpahkan isinya higga tersisa sedikit.
"Siapa yang ditunjuk sama tutup botol, dia yang harus jawab atau lakuin tantangan. Cuma satu ya, dan harus dilakuin, harus jujur." Andhin memperingatkan.
"Okay."
"Siap!"
Andhin memutar botol tersebut hingga benda itu berputar dengan cepat, semakin melambat dan akhirnya berhenti di tepat di arah Andhin.
"Yah, kok gue sih," kesalnya.
"Truth or dare?" tanya Shana.
"Truth aja deh, main aman."
"Oke, apa hal yang orang gak tau tentang lo?" Raissa bertanya dengan ekspresi menyelidiknya.
"Gue... suka sama Om-om." Andhin menjawab dengan santai, sedang Shana dan Raissa heboh karenanya.
"Gila lo ya?!"
"Kamu ini,"
"Eh, dengerin dulu dong. Ini Om-Om nya beda, duda ganteng kaya raya, Song Jongki namanya." Setelah Andhin menyelesaikan kalimatnya, segera tangan Shana dan Raissa mengarah kepadanya.
"Eh, ampun, ampun!"
"Yang bener!" ucap Raissa.
"Iya, ntar beneran. Sekarang putar lagi dulu." ujarnya lalu memutar botol itu kembali. sudah beberapa kali putaran, dan Shana juga telah mendapat gilirannya.
Andhin memutar botol itu sekali lagi, dan akhirnya, arah botol tersebut berhenti di depan Raissa.
"Truth or dare?"
"Dare," ucap Raissa dengan santai.
"Andhin, sini deh tante bisikin." Shana mendekat pada Andhin lalu mereka berbisik bisik dengan tertawa.
"Apaan sih, bisik bisik." Kesal Raissa, tadi saat giliran yang lain, Ia tidak melakukan itu.
"Oke, Raissa. Tantangan lo..." ucap Andhin menggantung.
"Apa?"
"Besok, lo harus minta nomor Kak Farell disekolah."
Hari ini adalah hari kedua masa pengenalan sekolah di SMA Vidatra. Sekarang, setelah pelatihan baris berbaris selesai, murid baru disuguhkan dengan penampilan penampilan dari setiap ekstrakulikuler dan juga Organisasi yang berada di sekolah Itu."Baiklah, kita akan saksikan penamilan dari band SMA Vidatra," ucap Pak Sugeng, selaku pembina ekstrakulikuler.Seluruh siswa baru yang tengah duduk di aula SMA Vidatra, bersorak sorai. Menyambut kedatangan beberapa orang yang naik ke atas panggung aula."Okay, apa kabar semuanya?" tanya sang vokalis perempuan yang dijawab dengan suara riuh oleh para murid baru."Baik, Kak!""Bagus, semangat banget ya," ucapnya."Kalian, harus banget jadi bagian dati kita kita, band SMA Vidatra. Yang berminat, nanti habis ini langsung daftar Ya!" ujarnya bersemangat."Okay, sekarang, kita akan bawain lagu dari Cha
Raissa dan Zara berjalan menuju area pemakaman Razzan, membawa satu keranjang bunga berwarna warni untuk mereka tabur diatas peristirahatan Razzan nantinya.Zara menjemput Raissa sepulang sekolah, dan sekarang mereka diantar oleh supir Zara ke tempat itu."Eh, Rai kamu udah kesini sehabis pemakaman?" tanya Zara pada Raissa yang berada di belakangnya."Belum, kenapa Ka--"Ucapan Raissa menggantung melihat ke arah makam Razzan. Diatas makam Razzan bertabur bunga bunga yang masih segar, sepertinya seseorang baru saja berkunjung."Lho? Siapa yang abis kesini?" heran Raissa."Tante Shana, Kali." Zara berkata dengan menatap Raissa."Gak mungkin, tante ada dirumah terus kok, pasti juga bakal ngajak aku kalo kesini," ujar Raissa."Ya udah, gak usah di pikirin."Zara dan Raissa sedikit membersihkan rumput
"Kak Zara!" Teriak Raissa, lalu segera berlari mendekat pada Zara. "Hi Rai," senyumnya. "Kak, aku uku udah Izin sama Tante, katanya terserah Aku." Raissa dan Zara berjalan ke bersama ke Aula sekolah. "Oh ya? Bagus dong," ucapnya. "Eits!" Raissa dan Zara menghentikan langkah ketika Farell menghadang jalan mereka ditengah pintu masuk Aula. "Apa lagi sih." Raissa memutar bola matanya malas. "Kenapa Rell?" tanya Zara pada Farell. "Gua gak ada perlu sama lo Zar, silahkan masuk." Farell mempersilahkan Zara, Ia menurut saja meninggalkan Raissa setelah menepuk bahunya, menyuruh Ia tenang. "Ada apa?" tanya Raissa dengan malas. Farell tak menjawab, Ia menarik Raissa untuk pergi menjauh dari keramaian, Raissa hanya mengikuti langkah Farell dengan malas.
"Balikin punya kakak, Raissa!""Gak mau, wleee." Raissa mengejek Razzan yang sedang mengejarnya.Mereka tengah berkejar kejaran di dalam rumah, Raissa menjahili Razzan dengan mengambil buku hariannya."Raissa, Kakak beneran marah ya!""Silahkan," ucap Raissa santai, mereka terhalang oleh meja makan dan berdiri berhadapan."Raissa!" teriak Razzan."Zara, hari ini lo cantik banget." Raissa membaca sedikit isi dari tulisan Razzan di buku itu membuat Razzan mengejarnya lagi dan kini Ia mendapatkan Raissa."Kamu jahil banget sih!""Jangan! Lepasin! Kakak! hahaha" Raissa tertawa karena Razzan menggelitiknya."Tante!" teriak Raissa dengan suara sangat keras membuat Shana menghampiri mereka."Eh, kalian ini apa apaan," ucapnya. "Razzan, lepasin adek kamu."Razzan
"Makasih," ucap Raissa pada Farell seraya mengembalikan helm yang telah Ia pakai."Sama sama."Raissa diam, begitu juga dengan Farell. itu berlangsung hingga hampir satu menit membuat Raissa mengerutkan dahinya."Nungguin apa?" tanya Raissa."Sana masuk," ucapnya. "Atau lo mau gua mampir?""Gak!" Raissa segera berbalik dan masuk ke rumahnya, tak melihat kepada Farell sama sekali dan langsung menutup pintu."Cih." Farell terkekeh, Ia menyimpan helm yang Ia pegang di belakang motor, lalu segera pergi dari halaman rumah Raissa."Ish, lama lama darah tinggi gue," ucap Raissa mengintip dari balik tirai jendela."Kamu lagi apa?""Astaga!" Raissa terkaget. "Tante ngagetin Raissa aja!" ujarnya."Orang tante nanya baik baik." Tante Shana memasang wajah malasnya."I
Pagi hari di SMA Vidatra, siswa siswi mulai berdatangan untuk menjalani rutinitas belajar seperti semula.Murid baru pun akhirnya dapat melakukan aktifitas belajar normal setelah masa orientasi selesai.Raissa melambaikan tangan pada Shana, lalu sang Tante segera pergi dari tempat itu. Raissa berjalan dengan senyuman di bibirnya, Ia bersemangat untuk bersekolah."Rai!" Sebuah panggilan membuat Raissa mengedarkan matanya untuk mencari siapa yang memanggilnya."Aduh, kenapa harus ketemu dia pagi pagi sih," gumam Raissa dengan sedikit menunduk.Zevan lah yang memanggilnya, dan kini berlari kearah Raissa. Raissa masih merasa sedikit merasa canggung, karena insiden buah kelapa yang jatuh di pantai kemarin."Iya?" katanya."Ayo masuk bareng," ucap Zevan, Raissa mengangguk, lalu mereka berjalan beriringan memasuki gerbang sekolahnya.&nbs
"Hi Rai, Hi Andhin."Zevan menyapa Raissa dan Andhin yang baru saja keluar dari pintu kelasnya."Eh hi," sapa balik Andhin seraya melambaikan tangannya pada Zevan dengan kebingungan."Dia Zevan," ucap Raissa memperkenalkan Zevan pada Andhin."Kok lo bisa kenal sama cowok cowok ganteng di sekolah ini sih?" Andhin menarik Raissa dan berbisik padanya."Sstt!" ucap Raissa meletakkan jari telunjuk di bibirnya untuk menyuruh Andhin diam.Zevan mengerutkan dahinya melihat kedua gadis itu."Hehe, ada apa?" tanya Raissa pada Zevan setelahnya."Mau ke kantin bareng?" tawarnya."Mau!" Andhin menjawab berantusis membuat Raissa memandangnya datar."Dia ngajak gue, bukan lo!""Andhin juga boleh ikut kalo mau," ucapnya dengan tersenyum."Tuh kan! Sew
Raissa duduk dengan gelisah dikamarnya, Ia memandangi ponselnya dengan bimbang. Apakah dia harus menghubungi Zevan atau tidak.Tadi sepulang sekolah, Ia tahu dari teman temannya bahwa Zevan tidak mengikuti pelajaran seusai istirahat. Ia pulang entah karena apa.Raissa meminta nomor Zevan dari teman temannya, Ia ingin menghubunginya menanyakan apa yang terjadi. Namun, apakah pantas? Bagaimana jika itu menyangkut urusan pribadinya.Raissa tak tahan lagi, Ia mengambil ponsel diatas ranjang disampingnya. Segera Ia memencet kontak nomor Zevan dan memanggilnya.Tut... Tut... Tut...Raissa menunggu panggilan tersebut diangkat, dan tak sampai se-menit. Kini seseorang dari seberang telepon mengangkat suaranya."Halo?""Halo, Zevan. Ini gue Raissa," ucap Raissa dengan cepat."Kenapa Rai?""Lo tadi pulang? L
Raissa berada pada kantin sekolah Vidatra. Ia bersama dengan Farell, laki-laki itu menyeret Raissa dari rumahnya pagi pagi sekali."Kalo lo gak makan, gua gak izinin lo ke kelas." Farell mengancam."Lo ngeselin banget sih," kesal Raissa, menatap Farell datar."Siapa suruh lo buat gua nunggu, kemana lo kemarin?" tanya Farell meng-interogasi Raissa."Siapa yang nyuruh lo nunggu?" Raissa berkata dengan nada sewot sembari menyantap roti bakar yang telah Ia pesan."Lo?!" Farell menunjuk tepat didepan wajah Raissa."Ah!"Farell memekik keras ketika Raissa menggigir jari telunjuknya."Jangan nunjuk-nunjuk gue," Raissa berkata santai, memandangi Farell yang mengelus elus jari telunjuknya."Parah banget lo!" ujar Farell, sedang Raissa hanya tersenyum."Kenapa? mau bales? nih, gigit nih
Raissa dan Zevan kini berada dikebun belakang rumah Zevan. Tempat itu sangat sejuk dengan ditumbuhi beraneka ragam bunga. Bahkan, ada beberapa sayuran dan buah yang ditanam disana."Gue betah banget disini," ucap Raissa tersenyum seraya menghirup udara segar di tempat itu."Lo bisa kesini setiap saat kalo lo mau. Gua seneng lo disini." Zevan tersenyum tulus."Asem, tapi enak!" ujar Raissa tak menggubris ucapan Zevan. Ia memakan buah strowberry yang telah ia petik dan dicuci."Lo suka banget mengabaikan orang lain." Zevan berucap datar. Ia ikut memakan strowberry di atas meja, yang memisahkan Raissa dan dirinya."Bukan suka mengabaikan, tapi... gue nyimpen energi buat dipergunakan pada hal yang lebih penting." Raissa berkata santai, masih asik memakan buah dihadapannya."Ck." Zevan berdecak."Den Zevan, Non, ini minumannya," ucap seorang a
Raissa duduk dengan gelisah dikamarnya, Ia memandangi ponselnya dengan bimbang. Apakah dia harus menghubungi Zevan atau tidak.Tadi sepulang sekolah, Ia tahu dari teman temannya bahwa Zevan tidak mengikuti pelajaran seusai istirahat. Ia pulang entah karena apa.Raissa meminta nomor Zevan dari teman temannya, Ia ingin menghubunginya menanyakan apa yang terjadi. Namun, apakah pantas? Bagaimana jika itu menyangkut urusan pribadinya.Raissa tak tahan lagi, Ia mengambil ponsel diatas ranjang disampingnya. Segera Ia memencet kontak nomor Zevan dan memanggilnya.Tut... Tut... Tut...Raissa menunggu panggilan tersebut diangkat, dan tak sampai se-menit. Kini seseorang dari seberang telepon mengangkat suaranya."Halo?""Halo, Zevan. Ini gue Raissa," ucap Raissa dengan cepat."Kenapa Rai?""Lo tadi pulang? L
"Hi Rai, Hi Andhin."Zevan menyapa Raissa dan Andhin yang baru saja keluar dari pintu kelasnya."Eh hi," sapa balik Andhin seraya melambaikan tangannya pada Zevan dengan kebingungan."Dia Zevan," ucap Raissa memperkenalkan Zevan pada Andhin."Kok lo bisa kenal sama cowok cowok ganteng di sekolah ini sih?" Andhin menarik Raissa dan berbisik padanya."Sstt!" ucap Raissa meletakkan jari telunjuk di bibirnya untuk menyuruh Andhin diam.Zevan mengerutkan dahinya melihat kedua gadis itu."Hehe, ada apa?" tanya Raissa pada Zevan setelahnya."Mau ke kantin bareng?" tawarnya."Mau!" Andhin menjawab berantusis membuat Raissa memandangnya datar."Dia ngajak gue, bukan lo!""Andhin juga boleh ikut kalo mau," ucapnya dengan tersenyum."Tuh kan! Sew
Pagi hari di SMA Vidatra, siswa siswi mulai berdatangan untuk menjalani rutinitas belajar seperti semula.Murid baru pun akhirnya dapat melakukan aktifitas belajar normal setelah masa orientasi selesai.Raissa melambaikan tangan pada Shana, lalu sang Tante segera pergi dari tempat itu. Raissa berjalan dengan senyuman di bibirnya, Ia bersemangat untuk bersekolah."Rai!" Sebuah panggilan membuat Raissa mengedarkan matanya untuk mencari siapa yang memanggilnya."Aduh, kenapa harus ketemu dia pagi pagi sih," gumam Raissa dengan sedikit menunduk.Zevan lah yang memanggilnya, dan kini berlari kearah Raissa. Raissa masih merasa sedikit merasa canggung, karena insiden buah kelapa yang jatuh di pantai kemarin."Iya?" katanya."Ayo masuk bareng," ucap Zevan, Raissa mengangguk, lalu mereka berjalan beriringan memasuki gerbang sekolahnya.&nbs
"Makasih," ucap Raissa pada Farell seraya mengembalikan helm yang telah Ia pakai."Sama sama."Raissa diam, begitu juga dengan Farell. itu berlangsung hingga hampir satu menit membuat Raissa mengerutkan dahinya."Nungguin apa?" tanya Raissa."Sana masuk," ucapnya. "Atau lo mau gua mampir?""Gak!" Raissa segera berbalik dan masuk ke rumahnya, tak melihat kepada Farell sama sekali dan langsung menutup pintu."Cih." Farell terkekeh, Ia menyimpan helm yang Ia pegang di belakang motor, lalu segera pergi dari halaman rumah Raissa."Ish, lama lama darah tinggi gue," ucap Raissa mengintip dari balik tirai jendela."Kamu lagi apa?""Astaga!" Raissa terkaget. "Tante ngagetin Raissa aja!" ujarnya."Orang tante nanya baik baik." Tante Shana memasang wajah malasnya."I
"Balikin punya kakak, Raissa!""Gak mau, wleee." Raissa mengejek Razzan yang sedang mengejarnya.Mereka tengah berkejar kejaran di dalam rumah, Raissa menjahili Razzan dengan mengambil buku hariannya."Raissa, Kakak beneran marah ya!""Silahkan," ucap Raissa santai, mereka terhalang oleh meja makan dan berdiri berhadapan."Raissa!" teriak Razzan."Zara, hari ini lo cantik banget." Raissa membaca sedikit isi dari tulisan Razzan di buku itu membuat Razzan mengejarnya lagi dan kini Ia mendapatkan Raissa."Kamu jahil banget sih!""Jangan! Lepasin! Kakak! hahaha" Raissa tertawa karena Razzan menggelitiknya."Tante!" teriak Raissa dengan suara sangat keras membuat Shana menghampiri mereka."Eh, kalian ini apa apaan," ucapnya. "Razzan, lepasin adek kamu."Razzan
"Kak Zara!" Teriak Raissa, lalu segera berlari mendekat pada Zara. "Hi Rai," senyumnya. "Kak, aku uku udah Izin sama Tante, katanya terserah Aku." Raissa dan Zara berjalan ke bersama ke Aula sekolah. "Oh ya? Bagus dong," ucapnya. "Eits!" Raissa dan Zara menghentikan langkah ketika Farell menghadang jalan mereka ditengah pintu masuk Aula. "Apa lagi sih." Raissa memutar bola matanya malas. "Kenapa Rell?" tanya Zara pada Farell. "Gua gak ada perlu sama lo Zar, silahkan masuk." Farell mempersilahkan Zara, Ia menurut saja meninggalkan Raissa setelah menepuk bahunya, menyuruh Ia tenang. "Ada apa?" tanya Raissa dengan malas. Farell tak menjawab, Ia menarik Raissa untuk pergi menjauh dari keramaian, Raissa hanya mengikuti langkah Farell dengan malas.
Raissa dan Zara berjalan menuju area pemakaman Razzan, membawa satu keranjang bunga berwarna warni untuk mereka tabur diatas peristirahatan Razzan nantinya.Zara menjemput Raissa sepulang sekolah, dan sekarang mereka diantar oleh supir Zara ke tempat itu."Eh, Rai kamu udah kesini sehabis pemakaman?" tanya Zara pada Raissa yang berada di belakangnya."Belum, kenapa Ka--"Ucapan Raissa menggantung melihat ke arah makam Razzan. Diatas makam Razzan bertabur bunga bunga yang masih segar, sepertinya seseorang baru saja berkunjung."Lho? Siapa yang abis kesini?" heran Raissa."Tante Shana, Kali." Zara berkata dengan menatap Raissa."Gak mungkin, tante ada dirumah terus kok, pasti juga bakal ngajak aku kalo kesini," ujar Raissa."Ya udah, gak usah di pikirin."Zara dan Raissa sedikit membersihkan rumput