Home / Romansa / All About Love / Jadilah Dirimu

Share

Jadilah Dirimu

Author: Selay Rahmi
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Tap! Tap! Tap!

Suara langkah Jiyeon terdengar hingga radius 10 meter. Ia berjalan mencari ayahnya di ruang makan yang terletak tepat di dekat tangga. Ayah tersayangnya sedang duduk di kursi dan menyantap makan malam itu. Jiyeon ingin mendekati dan mengatakan kepada ayahnya bahwa air hangat sudah siap digunakan untuk mandi. Tapi sejurus kemudian, ia memilih diam. Membungkam mulutnya karena pada saat ia tiba di ruang makan, ayah dan kakaknya, Mina, sedang membicarakan sesuatu yang serius.

Jiyeon mendekati meja makan dengan langkah pelan. Supaya tidak mengganggu mereka berdua yang tengah serius membahas masalah perusahaan.

“Jika bukti sudah ada di tangan kita, untuk apa lagi menundanya, Ayah?” Mina tampak sedikit emosi saat membahas masa depan perusahaan dengan ayahnya.

Tuan Park terlihat santai sambil menikmati sushi yang tertata rapi di atas piringnya. Sedangkan Jiyeon, duduk dan diam di kursi bagian pojok seraya memperhatikan dua anggota keluarganya. Ia berusaha memahami apa yang dibahas mereka berdua.

“Kita tidak bisa bertindak tergesa-gesa seperti itu. Semua bukti sudah dibawa pengacara Han. Kita akan menjebloskan dia ke penjara di saat yang tepat.”

Kekecewaan terpampang jelas di raut wajah Mina. “Menunggu apa? Menunggu orang itu korupsi lebih banyak lagi, Ayah?”

Jiyeon mengerutkan keningnya. Korupsi?

“Jika dia berani mengambil lebih banyak uang perusahaan maka hukumannya juga semakin berat.” Tuan Park tetap santai menanggapi kata-kata Mina.

“Tapi... Jika dia korupsi lebih banyak lagi, bukankah kita yang akan dirugikan, Ayah? Uang perusahaan tidak akan kembali 100 persen.”

Tuan Park menyadari bahwa Jiyeon mendengarkan pembicaraan mereka. Kemudian ia menatap Mina. “Aku akan menyita aset-aset berharga miliknya.”

Jiyeon bertanya-tanya dalam hati. Korupsi? Siapa yang melakukan korupsi? Berapa uang perusahaan yang sudah dibawa kabur oleh orang itu? Bagaimana nasib perusahaan kelak?

“Ayah...” lirih Jiyeon yang memandang ayah dan kakaknya secara bergantian. Jiyeon ingin mengatakan sesuatu. Tapi dia tidak yakin bahwa yang dikatakannya nanti mendapat persetujuan dari ayah dan kakaknya.

“Ada apa, Jiyeon? Kau mendengar pembicaraan kami?” tanya Tuan Park dengan nada datar, tanpa intimidasi atau nada marah.

“Mm... Begini, Ayah. Aku ingin bekerja di perusahaan, bukan di rumah sakit.”

Uhuk!

Mina tersedak mendadak saat mendengar pernyataan Jiyeon. Ia menatap lekat pada adik kandungnya yang notabennya adalah seorang dokter spesialis jantung. “A, apa yang kau katakan? Kau seorang dokter, bukan akuntan, pebisnis, investor atau yang lainnya.”

Tuan Park masih diam. Pria paruh baya itu nampak sedang memikirkan sesuatu yang berkaitan dengan pernyataan Jiyeon. “Kalau kau yakin, kenapa tidak dilakukan saja? Aku tidak pernah memaksamu melakukan hal-hal yang ku sukai. Lakukan sesukamu, Jiyeon.”

Mina meletakkan garpu dan pisau makannya. Selera makannya hilang seketika. “Jiyeon... Sadarkah kau bahwa... Kau adalah penerus ibu. Kau harus meneruskan perjuangan ibu sebagai dokter. Tidak ingin kah kau menyelamatkan banyak nyawa dengan tanganmu seperti yang ibu lakukan ketika masih hidup?” Kedua manik mata Mina berkaca-kaca. Selama ini dia menahan hasrat untuk tinggal bersama Jiyeon dan ibunya di Jerman demi masa depan adiknya. Supaya Jiyeon bisa lebih fokus mempelajari bidang kedokteran ditemani ibunya. “Harapanku dan ibu adalah kau menjadi seorang dokter yang hebat, Jiyeon. Bukan pengusaha.”

Jiyeon tertunduk sedih. Air bening hangat menetes dari kedua sudut mata indahnya. Ia teringat pesan sang Ibu yang menginginkan dirinya menjadi dokter yang hebat.

“Dengarkan aku, Jiyeon.” Mina beralih posisi. Saat ini gadis cantik itu berdiri di samping kursi yang Jiyeon duduki. “Dengarkan aku!” Mina memegang bahu adiknya dan meminta sang adik menatap matanya. “Tataplah aku.”

Jiyeon menahan tangisnya. Ia berusaha sekuat hati menatap kakaknya.

“Bukankah kau tahu bahwa cita-cita ibu adalah menjadi dokter spesialis syaraf terhebat di Jerman? Ibu tidak bisa mewujudkannya karena beliau sudah tiada. Bukankah kau sendiri yang mendengar sebelum ibu tiada, ibu menggantungkan harapan besar padamu? Ibu ingin kau menjadi dokter spesialis jantung terhebat di Korea Selatan, Jiyeon. Kau sudah mendapatkan gelarmu. Langkahmu tinggal separuh lagi menuju sukses. Tapi... Sekarang kau ingin menyerah? Kau ingin ibu kita kecewa di alam baka sana?”

Kata-kata Mina semakin membuat Jiyeon menangis tanpa kata. Ia ingat semua yang dikatakan Mina. Ia juga teringat pesan ibunya sebelum meninggal. Ia mengingat semuanya dengan jelas. Bagaimana ibu tersayangnya meninggal di pangkuannya.

“Cukup, Kak. Aku mohon...” Jiyeon menutup telinganya dengan kedua telapak tangannya. Ia sudah tidak sanggup mendengar kata-kata Mina yang membahas tentang ibu mereka. Hati Jiyeon terlalu sakit jika harus mengingat kematian ibunya. Kakaknya benar. Dia harus tetap menjadi seorang dokter demi mewujudkan cita-cita ibunya. “Ibu meninggal karena aku,” lirih Jiyeon diiringi isak tangisnya.

Mina memeluk Jiyeon dan menumpahkan air matanya di bahu adik kesayangannya. “Maafkan aku, Jiyeon. Aku sama sekali tidak bermaksud membuatmu sedih. Aku hanya tidak ingin ibu kecewa padamu.” Mina tak kalah sedih dari adiknya. “Aku akan selalu mendukungmu, Adikku. Kau dan aku harus melindungi masa depan keluarga kita.”

Tuan Park tak dapat meneteskan airmata seperti kedua putrinya. Dia hanya nampak sedih dengan mata berkaca-kaca.

“Itulah alasanku, kenapa aku tidak pernah melarangmu melakukan apapun yang kau suka, Jiyeon. Kau pasti sudah tahu apa yang harus kau lakukan. Ayah hanya bisa mendukungmu.” Tuan Park mengambil segelas air putih yang terletak tepat di samping piringnya. “Kasih sayangku pada kalian berdua tidak pernah ku beda-bedakan. Kalian sama. Kalian berdua adalah putriku yang memiliki kemampuan berbeda tapi sama hebatnya. Aku yakin padamu, Jiyeon, kau akan menjadi dokter yang hebat seperti yang diinginkan oleh ibumu.”

Mina melepaskan pelukan pada adik cantiknya. Ia mengusap airmata Jiyeon yang masih mengalir di pipi mulus itu.

“Besok pagi kita bisa bicara lagi, Jiyeon. Sekarang istirahatlah.” Tuan Park terlihat begitu perhatian pada putri bungsunya. “Ayah juga akan mandi lalu istirahat. Air hangat yang sudah kau siapkan tidak akan ayah sia-siakan begitu saja.”

Jiyeon tidak menyangka bahwa ayahnya kan mengatakan hal manis seperti itu padanya. Tuan Park memang menyayangi Jiyeon. Tapi ketika gadis itu masih kecil, kasih sayangnya berat sebelah. Tuan Park lebih menyayangi Mina daripada Jiyeon. Terlebih, Jiyeon adalah alasan ibunya meninggal. Demi menyelamatkan Jiyeon, nyonya Park rela meregang nyawa.

Tak ingin mengucapkan sepatah kata pun, Jiyeon berdiri kemudian berjalan pelan menapaki setiap anak tangga agar sampai di kamarnya.

Jiyeon POV

Sejak kemarin, kakiku terasa tak berdaya menopang tubuhku. Aku masih mengingat setiap kata yang dikatakan oleh Kak Mina. Mungkin itulah yang menjadi alasanku dibenci oleh keluarga ibu di Jerman. Aku adalah satu-satunya penyebab ibu meninggal. Aku yang bersalah atas kejadian malam itu hingga ibu harus mengorbankan nyawanya demi menyelamatkanku. Aku... Benar-benar tidak berguna.

Kak Mina mengingatkanku pada cita-cita Ibu. Ya, benar. Ketika ibu meninggal, aku bertekad melanjutkan perjuangan ibu sebagai dokter. Itu janjiku pada ibu. Aku akan tetap menjadi dokter.

Kriiiing!

Aku tersentak kaget mendengar dering ponselku yang membahana di kamarku. Ku lihat ponsel berlayar datar yang ada di atas ranjang, di sampingku. Nama Kim Jaehwan dan fotonya terpampang dengan jelas di layar itu.

“Ya, halo,” ucapku lirih.

“Hei, apa yang terjadi padamu?” tanya Jaehwan yang mendengar suaraku lesu, lirih, tidak seperti biasanya.

Aku menarik nafas panjang demi menenangkan pikiran dan hatiku. “Sesuatu telah terjadi. Ternyata kepulanganku membawa dampak buruk pada keluarga.”

Tak ada respon dari Jaehwan. Mungkin dia sedang menerka-nerka maksud kata-kataku.

“Aku mengerti perasaanmu, Jiyeon. Kamu sudah benar, mengambil keputusan pulang ke Korsel. Keluargamu ada di sana, bukan di Jerman. Lalu dampak buruk apa yang kau maksud ,heh?”

Kali ini aku yang terdiam. Mencari kata-kata yang pas untuk menjelaskan perkara tadi padanya. “Akan aku ceritakan jika kau sudah pulang ke Korsel. Baru empat hari aku di sini, sudah banyak masalah yang mengganggu pikiranku.” Ku akui saja apa yang kurasakan dan apa yang terjadi padaku pada Jaehwan.

“Hei, kau pelit sekali sekarang. Aku sudah sangat penasaran, malah kau bikin menunggu untuk mendengar ceritamu?”

“Aku tidak bisa menceritakannya via telepon. Mengertilah, Bodoh!” Aku kembali pada Jiyeon milik Jaehwan yang selalu bertengkar dengannya.

Jaehwan tertawa. “Hmm... Haruskah aku memanggilmu nyonya Kim? Atau tetap memanggilmu dengan panggilan nona Park?”

“Hei, Kim Jaehwan! Jangan bercanda! Aku sedang sedih. Tidak ada prihatinnya sama sekali. Suami macam apa seperti itu pada istrinya...”

Jaehwan tertawa terpingkal-pingkal. Mendengarnya tertawa seperti itu, membuat sedihku hilang seketika. Aku pun tersenyum tanpa bisa dilihat oleh Jaehwan.

“Aku akan pulang dalam waktu dekat ini. Mungkin besok ijazahku bisa diambil. Ya, aku telat mengambil ijazah dua hari yang lalu.”

“Dasar payah!” ketusku. Dia selalu seperti itu. Sering telat, sering lupa, sering apapun. “Telepon aku jika kau pulang, ya?” pintaku dengan nada datar. Aku belum bisa bermanja padanya. Suasana hatiku masih belum kembali normal.

“Tidak akan. Aku tidak akan meneleponmu.”

“Kau! Berani kau, Jaehwan jelek!”

“Jika aku meneleponmu, berarti kau harus menjemputku di bandara. Setuju?”

Ah, selalu aku yang kalah. Menyebalkan! “Baiklah, aku yang akan menjemputmu. Semoga aku tidak lupa.”

Jaehwan tertawa lagi.

“Ada yang ingin aku bicarakan dengamu. Ini tentang kak Mina. Jadi, kau harus segera kemari.”

“Mina? Memangnya ada apa dengan kakakmu?”

Aku sengaja tidak menjawabnya. Aku bahkan bingung menjelaskan itu padanya. “Entahlah. Ku tunggu kau pulang.”

Bersambung

Related chapters

  • All About Love   Dokter Kim yang Baik

    Keesokan hari. Jiyeon sengaja bangun jam enam pagi untuk menyiapkan sarapan bersama bibi Han di dapur kesayangan wanita yang mengasuhnya sejak masih bayi itu. Jiyeon membantu bibi Han menyiapkan bahan-bahan yang diperlukan untuk memasak makanan. Ia biasa melakukan pekerjaan seperti itu saat masih tinggal di Jerman, tentunya bersama ibu tercinta ketika mendiang masih hidup. Jiyeon meminta bibi Han untuk tidak sungkan padanya. Jika membutuhkan sesuatu, bibi Han panggil saja Jiyeon. Pasti gadis itu akan datang membawakan sesuatu yang diminta. Sayur mayur telah disiapkan, daging sapi telah diiris sesuai kebutuhan bibi Han, bumbu-bumbu disiapkan juga oleh Jiyeon sehingga bibi Han semakin mudah dan cepat menyelesaikan tugas memasak di dapur. Bibi Han sendiri sangat menyayangi Jiyeon seperti putri kandungnya. Sedari kecil, Jiyeon adalah gadis yang ringan tangan. Dia suka membantu siapapun selagi dia bisa melakukan pekerjaan itu. Sudah lama bib

  • All About Love   Selamat Datang

    “Baik,” jawab dua orang, seorang laki-laki dan seorang perempuan yang duduk di depan Jaehwan dengan kepala terus tertunduk. Jaehwan merasa heran. Kondisi kakek Hong pasti akibat pengaruh kedua orang ini. Pasti mereka telah mengatakan sesuatu pada laki-laki tua itu. “Sebenarnya apa yang telah kalian lakukan pada kakek Hong?” selidik Jaehwan yang merasa curiga bahwa kakek Hong mendapat tekanan atau ancaman dari keluarganya. “Dokter Kim...” Perawat yang duduk di samping Jaehwan berusaha menghentikan pertanyaan pemuda itu. Ia merasa bahwa pertanyaan seperti itu tidak layak keluar dari mulut seorang dokter. “Biarkan saja. Aku harus tahu apa yang terjadi.” Masih tetap menatap dua orang di depannya. “Jawab pertanyaanku! Apakah kalian tidak ingin kakek Hong sembuh?” “Dokter Kim, tolong jangan seperti ini,” pinta perawat itu. Jika petinggi rumah sakit mengetahui bahwa ada seorang dokter baru melakukan interogasi pada keluarga pasien seperti itu maka Ja

  • All About Love   Lee Namju yang Licik

    Malam hari begitu cepat menghampiri. Perputaran waktu yang cepat berlalu membuat banyak orang merasakan kepenatan dan kelelahan yang berlebih. Seharian bekerja, tak terasa malam sudah tiba. Ketika beristirahat pada malam hari pun, dengan cepatnya pagi sudah tiba. Begitu seterusnya. Hari ini Park Jiyeon memang belum aktif bekerja di RS. Dia hanya membantu Jaehwan menganalisa keadaan beberapa pasien. Sebagai dokter spesialis yang keahliannya di atas keahlian dokter biasa, dia harus bersikap profesional. Membantu Jaehwan pun sudah membuatnya menambah pengalaman di bidang kedokteran. Tapi malam ini, badannya terasa pegal-pegal dan ingin sekali lekas berbaring di ranjang kesayangannya. Jiyeon berjalan gontai menuju tempat parkir mobil. Malam ini Jaehwan tak menemaninya sampai pulang ke rumah. Laki-laki tampan penghuni hatinya itu mendapat panggilan ayahnya untuk segera pulang karena ada sesuatu yang penting. Jiyeon melihat keadaan sekelilingnya, sepi. Diliriknya arloji ma

  • All About Love   Mina Tidak Terima

    Auhor POV Seorang laki-laki berpostur tubuh tinggi, kekar, leher jenjang, dan bersurai hitam dengan kacamata hitam terpasang menutup total kedua netranya – keluar dari sebuah mobil Ferrari keluaran terbaru. Masih mengenakan kacamata hitamya, laki-laki itu membenahi jas abu terang yang melekat di badan atletisnya. Beberapa detik kemudian, sepasang kaki jenang berjalan lurus menuju pintu masuk rumah sakit terlihat sepi. Baginya, rumah sakit sama dengan kantor dan tempat umum lainnya. Di tempat itu, dia juga bisa bertransaksi. Di halaman parkir, rupanya mobil mewah milik keluarga Park baru saja tiba dengan laju pelan. Park Jiyeon dan Park Mina duduk di jok bagian depan. Mina yang berada di belakang kemudi, sesekali melirik Jiyeon yang nampak tenang tak bergeming sedikit pun. Tak butuh waktu lama, mobil yang membawa dua gadis bermarga Park itu telah sukses parkir di bagian depan, bersebelahan dengan mobil laki-laki yang ba

  • All About Love   Kenikmatan itu

    Halaman rumah sakit Diamond Group terlihat sedikit ramai dibanding hari-hari sebelumnya. Cuaca hangat saat ini membuat banyak pasien ingin menikmati sinar matahari yang dapat menyehatkan tubuh dengan kandungan vitamin D. Beberapa pasien berjemur di bawah sinar matahari pagi ini didampingi keluarga ataupun tenaga kesehatan. Di pagi yang hangat itu, seorang laki-laki dengan setelan jas abu terang dan dasi berwarna hitamnya sedang berjalan keluar dari rumah sakit dengan kekesalan dan kekecewaan memuncak di hatinya.Lee Namju tak bisa melupakan setiap kata yang keluar dari mulut Mina beberapa menit yang lalu. “Baiklah, kita tunjukkan siapa yang akan menang,” katanya lirih sembari mengenakan kacamata hitamnya sebelum berjalan menyusuri halaman rumah sakit. Enam langkah dari teras rumah sakit, Namju melihat sosok gadis yang akhir-akhir ini mencuri perhatiannya. Park Jiyeon terlihat tengah asyik mengobrol dengan dua orang pasien di halaman samping rumah sakit. Ia masih m

  • All About Love   Jebakan untuk Jiyeon?

    Keesokan harinya, ponsel Jiyeon tak henti-hentinya berdering hingga memekakkan telinga. Dalam keadaan setengah sadar, ia melihat nama Mina di layar ponselnya. Pagi sekali kakaknya menelepon. Ini pasti karena ia tidak pulang ke rumah kemarin malam. Ya ampun, dirinya sudah dewasa tapi masih diperlakukan seperti anak kecil. Jiyeon yang masih dalam keadaan bugil dan dibalut dengan selimut tebal milik Jaehwan akhirnya menjawab telepon dari kakaknya.“Ada apa?” tanyanya dengan suara parau karena baru saja membuka mata dari lelapnya tidur.“Kau di mana?” tanya Mina. Bukannya menjawab pertanyaan Jiyeon, dia malah balik bertanya.“Aku tidur di rumah teman. Kemarin malam ada pesta kecil-kecilan untuk merayakan pasien kami yang berhasil sembuh dan sekarang sudah bisa meninggalkan rumah sakit. Aku hendak pulang tapi malam sudah larut. Jadi, aku putuskan tidur di rumah teman. Tenanglah, Kak. Aku baik-baik saja. Hari ini aku masuk siang. Jadwalku

  • All About Love   Dua Masalah Rumit

    Pukul 9 malam, suasana RS Diamond Group nampak sepi. Terlebih di lorong lantai satu yang notabennya diisi banyak ruang petinggi RS dan dokter-dokter senior. Seorang wanita bertubuh ideal, langsing dan tinggi semampai, dengan langkah kakinya bak model catwalk terkenal, terlihat lesu dan murung. Lelah, letih, dan kesal, itulah yang dirasakan wanita bernama Park Jiyeon itu.Langkah gontainya mengundang seorang pemuda yang selalu menjadi prioritas dalam hidupnya, Kim Jaehwan, berlari ke arahnya dan menuntun lengan kurus itu agar Jiyeon bisa berjalan dengan benar.“Ada apa denganmu?” tanya Jaehwan yang merasa ada sesuatu pada Jiyeon. “Apa yang terjadi di sana?” tanyanya lagi.Jiyeon hanya menggeleng. Bukan tidak ingin menjelaskan apa yang terjadi padanya tadi, tapi dia tidak memiliki daya untuk berkata-kata lagi. Wajah cantik itu kini nampak pucat, matanya terlihat cekung, dan terkadang ia memejamkan mata karena lelah.Melihat kondisi i

  • All About Love   Jiyeon VS Namju

    Pagi berubah menjadi siang. Suasana sepi yang membosankan membuat Jiyeon harus membolak-balikkan badannya, menemukan posisi tidur yang nyaman untuk tubuhnya. Tidak bisa, dia tidak bisa tidur dengan semudah itu. Pikiran yang masih memikirkan hal-hal lain membuat Jiyeon harus terjaga seorang diri di apartemen Jaehwan.“Aku harus memikirkan cara untuk menghubungi Namju hari ini,” lirihnya. Ia tidak ingin terjebak dalam masalah yang bukan urusannya. Mungkin masalah perusahaan harus didahulukan karena rumah sakit adalah bagian dari perusahaan keluarganya. Jadi, masalah perusahaan adalah prioritasnya saat ini.Baiklah, harus segera selesai, batinnya. Tak lama kemudian, Jiyeon meraih ponsel yang ia letakkan di atas nakas, di samping tempat tidur. Dicarinya nomor ponsel Namju yang sengaja tidak disimpan dalam kontak ponsel itu.Tuuuut! Tuuuut!Jiyeon pun langsung menghubungi Namju dan membuat rencana bertemu dengan laki-laki super licik itu.&l

Latest chapter

  • All About Love   Masalah yang Menjenuhkan

    “Kafe Lony dekat Busan Tower, jam 10 pagi.”Jiyeon langsung menghentikan langkahnya, menoleh ke arah kanan, mendapati Mina sedang bicara padanya dengan gaya melipat lengan bersilang di depan dada. Ia pun menghela nafas kasar karena di saat lelah malah melihat pemandangan yang membuatnya jenuh.“Tolong, jangan sekarang. Aku sudah lelah,” pinta Jiyeon yang tidak ingin kekesalannya semakin bertambah hanya karena kata-kata Mina. Sejujurnya, ia sedang tidak ingin berbicara dengan siapapun dan membicarakan apapun karena kondisi tubuh dan psikisnya sedang lemah. “Tolonglah, Kak,” pintanya lagi dengan wajah seperti kertas kusut.Mina melangkah mendekati Jiyeon yang berdiri tepat di depan pintu. “Katakan saja itu pada Lee Namju. Aku akan menunggunya di sana.”Ternyata yang diucapkan Mina tadi adalah lokasi dan waktu yang dia tentukan untuk bertemu dengan Park Siwoo. Jiyeon hanya mengangguk paham dan segera melangkah

  • All About Love   Keberuntungan

    “Bagaimana rasanya, Kak? Sakit, bukan?” Sebenarnya Jiyeon tidak bermaksud melukai hati Mina. Dia hanya ingin Mina merasakan apa yang saat ini dia rasakan. Kesialan yang menimpa Mina karena perbuatan Namju merupakan kesedihan bagi Jiyeon. Tapi Mina malah memintanya berbaikan dengan Namju dan mendekatinya untuk kepentingan perusahaan. Itu artinya Mina ingin menggali luka lama di hati Jiyeon dengan mempertemukan dirinya dan Lee Namju. Mina hanya memandang ke arah Jiyeon tanpa mengatakan sepatah kata. Dia tahu kalau adiknya juga merasakan sakit yang ia rasakan. Jiyeon adalah satu-satunya adik yang selalu mengerti dirinya. “Kalau sudah tidak ada yang perlu dibicarakan lagi, aku pamit. Katakan saja padaku kapan dan di mana kalian akan menemui orang itu.” Sesaat kemudian Jiyeon beranjak dari kursi empuk yang didudukinya. Detik terakhir sebelum ia membalikkan badan, dapat dilihatnya ekspresi wajah Mina yang tampak sedih. .... Setelah Jiyeon meninggalkan ruang

  • All About Love   Jiyeon VS Namju

    Pagi berubah menjadi siang. Suasana sepi yang membosankan membuat Jiyeon harus membolak-balikkan badannya, menemukan posisi tidur yang nyaman untuk tubuhnya. Tidak bisa, dia tidak bisa tidur dengan semudah itu. Pikiran yang masih memikirkan hal-hal lain membuat Jiyeon harus terjaga seorang diri di apartemen Jaehwan.“Aku harus memikirkan cara untuk menghubungi Namju hari ini,” lirihnya. Ia tidak ingin terjebak dalam masalah yang bukan urusannya. Mungkin masalah perusahaan harus didahulukan karena rumah sakit adalah bagian dari perusahaan keluarganya. Jadi, masalah perusahaan adalah prioritasnya saat ini.Baiklah, harus segera selesai, batinnya. Tak lama kemudian, Jiyeon meraih ponsel yang ia letakkan di atas nakas, di samping tempat tidur. Dicarinya nomor ponsel Namju yang sengaja tidak disimpan dalam kontak ponsel itu.Tuuuut! Tuuuut!Jiyeon pun langsung menghubungi Namju dan membuat rencana bertemu dengan laki-laki super licik itu.&l

  • All About Love   Dua Masalah Rumit

    Pukul 9 malam, suasana RS Diamond Group nampak sepi. Terlebih di lorong lantai satu yang notabennya diisi banyak ruang petinggi RS dan dokter-dokter senior. Seorang wanita bertubuh ideal, langsing dan tinggi semampai, dengan langkah kakinya bak model catwalk terkenal, terlihat lesu dan murung. Lelah, letih, dan kesal, itulah yang dirasakan wanita bernama Park Jiyeon itu.Langkah gontainya mengundang seorang pemuda yang selalu menjadi prioritas dalam hidupnya, Kim Jaehwan, berlari ke arahnya dan menuntun lengan kurus itu agar Jiyeon bisa berjalan dengan benar.“Ada apa denganmu?” tanya Jaehwan yang merasa ada sesuatu pada Jiyeon. “Apa yang terjadi di sana?” tanyanya lagi.Jiyeon hanya menggeleng. Bukan tidak ingin menjelaskan apa yang terjadi padanya tadi, tapi dia tidak memiliki daya untuk berkata-kata lagi. Wajah cantik itu kini nampak pucat, matanya terlihat cekung, dan terkadang ia memejamkan mata karena lelah.Melihat kondisi i

  • All About Love   Jebakan untuk Jiyeon?

    Keesokan harinya, ponsel Jiyeon tak henti-hentinya berdering hingga memekakkan telinga. Dalam keadaan setengah sadar, ia melihat nama Mina di layar ponselnya. Pagi sekali kakaknya menelepon. Ini pasti karena ia tidak pulang ke rumah kemarin malam. Ya ampun, dirinya sudah dewasa tapi masih diperlakukan seperti anak kecil. Jiyeon yang masih dalam keadaan bugil dan dibalut dengan selimut tebal milik Jaehwan akhirnya menjawab telepon dari kakaknya.“Ada apa?” tanyanya dengan suara parau karena baru saja membuka mata dari lelapnya tidur.“Kau di mana?” tanya Mina. Bukannya menjawab pertanyaan Jiyeon, dia malah balik bertanya.“Aku tidur di rumah teman. Kemarin malam ada pesta kecil-kecilan untuk merayakan pasien kami yang berhasil sembuh dan sekarang sudah bisa meninggalkan rumah sakit. Aku hendak pulang tapi malam sudah larut. Jadi, aku putuskan tidur di rumah teman. Tenanglah, Kak. Aku baik-baik saja. Hari ini aku masuk siang. Jadwalku

  • All About Love   Kenikmatan itu

    Halaman rumah sakit Diamond Group terlihat sedikit ramai dibanding hari-hari sebelumnya. Cuaca hangat saat ini membuat banyak pasien ingin menikmati sinar matahari yang dapat menyehatkan tubuh dengan kandungan vitamin D. Beberapa pasien berjemur di bawah sinar matahari pagi ini didampingi keluarga ataupun tenaga kesehatan. Di pagi yang hangat itu, seorang laki-laki dengan setelan jas abu terang dan dasi berwarna hitamnya sedang berjalan keluar dari rumah sakit dengan kekesalan dan kekecewaan memuncak di hatinya.Lee Namju tak bisa melupakan setiap kata yang keluar dari mulut Mina beberapa menit yang lalu. “Baiklah, kita tunjukkan siapa yang akan menang,” katanya lirih sembari mengenakan kacamata hitamnya sebelum berjalan menyusuri halaman rumah sakit. Enam langkah dari teras rumah sakit, Namju melihat sosok gadis yang akhir-akhir ini mencuri perhatiannya. Park Jiyeon terlihat tengah asyik mengobrol dengan dua orang pasien di halaman samping rumah sakit. Ia masih m

  • All About Love   Mina Tidak Terima

    Auhor POV Seorang laki-laki berpostur tubuh tinggi, kekar, leher jenjang, dan bersurai hitam dengan kacamata hitam terpasang menutup total kedua netranya – keluar dari sebuah mobil Ferrari keluaran terbaru. Masih mengenakan kacamata hitamya, laki-laki itu membenahi jas abu terang yang melekat di badan atletisnya. Beberapa detik kemudian, sepasang kaki jenang berjalan lurus menuju pintu masuk rumah sakit terlihat sepi. Baginya, rumah sakit sama dengan kantor dan tempat umum lainnya. Di tempat itu, dia juga bisa bertransaksi. Di halaman parkir, rupanya mobil mewah milik keluarga Park baru saja tiba dengan laju pelan. Park Jiyeon dan Park Mina duduk di jok bagian depan. Mina yang berada di belakang kemudi, sesekali melirik Jiyeon yang nampak tenang tak bergeming sedikit pun. Tak butuh waktu lama, mobil yang membawa dua gadis bermarga Park itu telah sukses parkir di bagian depan, bersebelahan dengan mobil laki-laki yang ba

  • All About Love   Lee Namju yang Licik

    Malam hari begitu cepat menghampiri. Perputaran waktu yang cepat berlalu membuat banyak orang merasakan kepenatan dan kelelahan yang berlebih. Seharian bekerja, tak terasa malam sudah tiba. Ketika beristirahat pada malam hari pun, dengan cepatnya pagi sudah tiba. Begitu seterusnya. Hari ini Park Jiyeon memang belum aktif bekerja di RS. Dia hanya membantu Jaehwan menganalisa keadaan beberapa pasien. Sebagai dokter spesialis yang keahliannya di atas keahlian dokter biasa, dia harus bersikap profesional. Membantu Jaehwan pun sudah membuatnya menambah pengalaman di bidang kedokteran. Tapi malam ini, badannya terasa pegal-pegal dan ingin sekali lekas berbaring di ranjang kesayangannya. Jiyeon berjalan gontai menuju tempat parkir mobil. Malam ini Jaehwan tak menemaninya sampai pulang ke rumah. Laki-laki tampan penghuni hatinya itu mendapat panggilan ayahnya untuk segera pulang karena ada sesuatu yang penting. Jiyeon melihat keadaan sekelilingnya, sepi. Diliriknya arloji ma

  • All About Love   Selamat Datang

    “Baik,” jawab dua orang, seorang laki-laki dan seorang perempuan yang duduk di depan Jaehwan dengan kepala terus tertunduk. Jaehwan merasa heran. Kondisi kakek Hong pasti akibat pengaruh kedua orang ini. Pasti mereka telah mengatakan sesuatu pada laki-laki tua itu. “Sebenarnya apa yang telah kalian lakukan pada kakek Hong?” selidik Jaehwan yang merasa curiga bahwa kakek Hong mendapat tekanan atau ancaman dari keluarganya. “Dokter Kim...” Perawat yang duduk di samping Jaehwan berusaha menghentikan pertanyaan pemuda itu. Ia merasa bahwa pertanyaan seperti itu tidak layak keluar dari mulut seorang dokter. “Biarkan saja. Aku harus tahu apa yang terjadi.” Masih tetap menatap dua orang di depannya. “Jawab pertanyaanku! Apakah kalian tidak ingin kakek Hong sembuh?” “Dokter Kim, tolong jangan seperti ini,” pinta perawat itu. Jika petinggi rumah sakit mengetahui bahwa ada seorang dokter baru melakukan interogasi pada keluarga pasien seperti itu maka Ja

DMCA.com Protection Status