Alexa menginjak pedal gas kian dalam. Saat melakukan aksinya ini, beberapa kali ia menoleh ke samping untuk mengamati aksi lawan-lawannya. Ia sedang menjaga-jaga jarak untuk melakukan slip stream. Yaitu mengikuti pembalap lain yang berada satu baris atau garis di depannya, dengan memanfaatkan aliran udara sekitar untuk mendapatkan momentum menyalip lawan. Saat menyalip ia akan membangun momentum untuk bisa menyusul di area bertekanan angin rendah, di belakang pembalap yang akan ia salip ini. Semakin rendah tekanan anginnya, maka semakin diuntungkanlah dirinya.
Ketika timingnya tepat, ia pun beraksi. Alexa tersenyum puas saat ia berhasil melewati dua pembalap liar di depannya sekaligus. Kali ini ia harus menang! Bulan lalu ia kalah taruhan hingga ia terpaksa melakukan hal curang. Yaitu memakai uang kas club untuk membayar kekalahannya. Dan akibatnya ia diasingkan ke kampung Pelem ini selama setahun penuh sebagai sanksinya. Makanya pada balapan liar kali ini, ia akan membalas kekalahannya bulan lalu. Ia bersumpah!
Mobilnya melaju kian kencang. Kini ia meninggalkan tiga pesaingnya di belakang. Saat akan melakukan putaran menikung, ia segera melakukan teknik rolling speed. Di mana ia akan menggantung gas saat menikung dalam kecepatan tinggi. Teknik ini lakukan agar tenaga mesin mobil tidak melemah atau turun saat menikung. Jadi, mobilnya tetap bisa meluncur dengan kecepatan tinggi di tikungan. Dan lagi-lagi, ia berhasil dengan gemilang.
Yes, satu putaran lagi! Alexa berteriak gembira. Ia akan segera melakukan selebrasi apabila ia berhasil mengalahkan pembalap-pembalap lainnya. Khususnya Brandon Sanjaya. Kakak almarhumah Aliya Sanjaya yang brengsek ini memang raja jalanan juga. Dibutuhkan tehnik dan keakuratan tinggi untuk bisa mengalahkannya.
Setelah tiga kali putaran ia merasa aroma-aroma kemenangan kian dekat. Namun sesuatu terjadi. Saat ia akan menekan pegal gas hingga kandas, seseorang seperti menarik kakinya sehingga ia tidak bisa menginjak gas. Alexa gelagapan. Laju mobil melambat dan ia mulai tertinggal. Tidak bisa. Alexa berusaha menarik kakinya sekuat mungkin. Ketika sesuatu itu tidak juga melepaskan kakinya, ia pun mulai menendang. Sesuatu kembali terjadi. Ia basah kuyub terkena curahan air hujan. Namun ia bingung, ia sedang berada di dalam mobil. Jadi bagaimana mungkin ia kehujanan? Aneh!
"Astaga Neng Lexa, kok si Mbok ditendang sih?"
Hah? Menendang Mbok Sari? Yang benar saja. Mana berani dirinya melakukan hal sedurhaka itu. Dia sangat menyayangi dan menghormati Mbok Sari.
Perlahan Alexa membuka mata. Mengucek-ucek mata dan wajahnya yang basah agar pandangannya bertambah jelas. Astaga, ia bermimpi rupanya. Sebentar... sebentar menendang Mbok Sari? Kaget Alexa memandang ke samping. Ia melihat Mbok Sari meringis sembari memegangi gelas kosong. Astaga, ia benar-benar telah menendang si Mbok rupanya! Durhaka sekali dirinya ini.
"Astaga, Mbok. Lexa minta maaf ya? Lexa nggak sengaja. Lexa tadi lagi mimpi, Mbok." Alexa bangun dengan grubukan. Ia merasa sangat bersalah. Kantuknya hilang entah ke mana.
"Sakit ya, Mbok? Sini, Lexa pijetin. Maaf ya, Mbok?" Alexa mencium lengan Mbok Sari yang tidak sengaja terkena tendangannya. Rasa bersalah terus menggelayuti benaknya.
"Nggak apa-apa. Mbok juga salah karena membangunkan Non tiba-tiba. Ini air minum untuk Non sampai tumpah. Tapi ini udah siang, Non. Non sudah harus bangun." Mbok Sari meletakkan gelas di samping meja kayu.
"Siang? Masa sih, Mbok? Lah masih gelap begini, kok siang?" Alexa yang memindai jam dinding di sudut kamar. Masih pukul 05.05 WIB. Ini masih pagi buta malahan. Kenapa si mbok mengatakan sudah siang?
"Kalau di kampung, pagi itu sekitar jam 04.30 WIB, Lexa. Kalau sudah jam 5 lewat, itu namanya sudah siang. Dan orang yang bangun di atas jam itu, rezekinya sudah hilang karena keburu dipatuk ayam. Begitu, Non?"
"Oalah, Mbok. Jam segini ayamnya juga masih pada tidur kali. Jadi mereka belum sempat matuk." Alexa kembali membuat alasan. Namun ia tidak jadi melanjutkan bantahannya, saat melihat bayangan Pak Hamid berdiri di ambang kamar.
"Jangan terus membantah, Non. Ingat Bapak dan si Mbok lah yang membuat peraturan di sini. Bukan kamu. Atau kamu ingin Bapak mengirim laporan jelek pada papamu?" Kalimat yang diucapkan Pak Hamid seketika membuatnya kecut. Apalagi ketika mendengar nama papanya dibawa-bawa. Bakalan makin diperberatlah hukumannya. Ia memang salah. Sedang dalam masa hukuman, eh malah banyak protesnya pula.
"Baik, Pak. Lexa akan bangun. Ngomong-ngomong Apa yang harus Lexa lakukan di pagi buta seperti ini? Bukan saingan mematuk rezeki bersama ayam bukan?" Alexa mencoba bergurau demi mendinginkan suasana. Ia takut kalau Pak Hamid benar-benar melaporkan kelakuannya pada papanya.
"Menyapu halaman, Non Lexa. Di halaman depan banyak sekali daun-daun kering yang berguguran. Kamu sapu semua daun-daun kering itu dengan sapu lidi. Kumpulkan semuanya dalam keranjang sampah anyaman di teras runah."
Astaga, ia dibangunkan pagi-pagi buta hanya untuk menyapu halaman rumah rupanya. Menunggu terang pun seharusnya tidak masalah bukan? Daun-daun itu toh tidak akan pergi ke mana-mana. Nasib... nasib...
"Agar sorean saja disapunya boleh, Pak. Toh daun-daunnya tetap akan di situ-situ juga. Lagian disapu sekarang juga mubazir. Ntar sore juga bakalan berjatuhan lagi daun-daunnya." Alexa mencoba memberi alasan. Daripada setiap pagi disapu dan sore sudah kembali kotor, Bukankah lebih baik sore saja sekalian disapunya? Jadi cuma sekali jalan bukan?
"Kalau perumpamaan kamu seperti itu, sekarang Bapak tanya. Kalau Non sudah mandi di pagi hari, siang atau sore nanti Non mandi lagi tidak?" Alexa terdiam. Pak Hamid ini ada saja jawabannya. Mana jawabannya bener lagi. Apa yang harus ia sanggah coba?
"Mandi juga kan?" Pak Hamid kembali melanjutkan kalimatnya. "Seperti itulah jawaban Bapak mengenai daun-daun berguguran yang kamu jadikan alasan tadi. Paham, Non?"
"Paham, Pak." Alexa mengangguk takzim. Cara Pak Hamid ini menganalisa sesuatu, sama persis dengan papanya bukan? Tidak di ibukota tidak di kampung, ternyata ia tetap akan melihat bayangan papanya di mana-mana.
Setelah Pak Hamid dan Mbok Sari berlalu, Alexa beringsut dari pembaringannya. Tugas pertamanya sudah menanti. Yaitu membersihkan halaman rumah. Ia harus melakukan semuanya secepat mungkin. Menurut Mbok Sari, ia tidak boleh kalah dengan ayam. Setelah ngetrack dengan sapi, ia juga harus saingan dengan ayam.
Setelah ia mencuci muka agar lebih segar, Alexa mengenakan salah satu kebaya dan kain yang ia ambil sembarang dari dalam lemari. Untuk apa lagi dipilih-pilih. Toh semua modelnya sama saja. Hanya motifnya saja yang berbeda. Papanya ini memang niat sekali menyiksanya. Karena sebenarnya gadis-gadis di kampung ini ia lihat juga jarang menggunakan kebaya-kebaya seperti ini lagi. Kemarin secara selintas saat melewati rumah-rumah penduduk, ia melihat gadis-gadis sebayanya lebih banyak menggunakan kulot dan tunik panjang. Sementara kaum ibu-ibunya mengenakan daster, gamis atau terusan. Hanya dirinya saja yang kerapian menggunakan kebaya dan kain untuk pakaian sehari-hari. Tetapi ia tahu membantah keinginan papanya itu sia-sia saja. Bukannya mendapat kemudahan, malah hanya akan menambah masa hukumannya saja. Papanya itu kalau sudah mengatakan A, sampai mati pun ia akan mengatakan A. Sangat sulit untuk mengubah prinsip papanya.
Setelah berpakaian rapi, ia berjalan ke arah halaman depan. Suasana masih gelap dengan udara dingin yang merasuk hingga ke tulang. Alexa celingukan. Tidak ada orang di teras ini. Baguslah, dengan begitu ia bisa berolah raga sebentar untuk menghangatkan tubuhnya yang nyaris membeku. Udara pagi di pedesaan memang dinginnya luar biasa.
Alexa mulai melakukan gerakan kuda-kuda dalam pencak silat. Ia menapakkan kaki dalam keadaan statis, yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan saat akan menyerang ataupun bertahan. Walau tentu saja gerakan yang tidak sempurna karena menggunakan kain. Tetapi tidak masalah yang penting ia bisa mencari keringat.
Ya, dibanding papa dan kakaknya yang menggandrungi oleh raga keras dan mematikan seperti Muay Thai dan Krav Maga, dirinya lebih menggandrungi seni bela diri dalam negeri yaitu pencak silat. Menurutnya gerakan-gerakan pencak silat itu sangat indah, magis, namun juga mematikan. Dalan setiap gerakannya mengandung filosofi ketimuran. Bukan hanya sekedar asal hantam menghantam.
Setelah kuda-kudanya kuat, ia kemudian melakukan tehnik pola langkah. Dengan lincah ia mulai memindahkan injakan pada satu langkah dan berpindah pada sudut lainnya. Beberapa kali ia keserimpet dan nyaris terjerembab. Namun lama kelamaan ia berhasil menyiasatinya. Semakin lama kini gerakannya semakin cepat. Demikianlah dalam lima belas menit terakhir ia telah berkeringat akibat latihan pencak silatnya. Setelah merasa tubuhnya bugar, barulah ia meraih sapu lidi yang disandarkan di sudut rumah. Detik berikutnya ia telah sibuk menyapu daun-daun yang berguguran dengan semangat. Gerakan-gerakan silatnya telah membuat otot-ototnya yang tadinya kaku menjadi kembali lentur.
Baru saja menyapu beberapa menit, ia mendengar suara-suara aneh di belakang rumah. Sikap tubuhnya seketika siaga. Jangan-jangan ada maling di rumah ini, pikirnya. Ia pun mulai berjalan mengendap-endap menuju pintu penghubung belakang rumah. Tepat ketika pintu penghubung terbuka, ia segera mengayunkan batang sapu lidi kepada bayangan gelap yang ia curigai sebagai maling tersebut. Petuah pertama papanya sangat ia ingat. Yaitu serang musuh secepat mungkin daripada kamu diserang duluan.
Namun di luar dugaannya, bayangan gelap itu ternyata bisa mengelak dengan tangkas. Sebagai gantinya, bayangan gelap yang rupanya adalah seseorang yang bertubuh besar, menangkap pergelangan tangannya dan memutarnya ke belakang punggungnya. Walau kaget, namun Alexa tidak kalah akal. Dengan cepat ia menghantamkan sikunya sekuat mungkin pada bayangan gelap itu, hingga terdengar suara makian tertahan.
"Astaga Milah, apa-apaan ini?" Alexa yang nyaris saja menghajar bayangan gelap itu sekali lagi, menahan gerakannya. Ada Bagus yang berdiri di belakang bayangan gelap itu. Kedua tangan Bagus memegang dua buah ember, yang segera ia lempar sembarangan.
"Apa-apaan lo bilang? Mata lo picek atau bagaimana? Lo kagak ngeliat ini maling nyerang gue!" sembur Alexa kesal. Ini orang kagak ada peka-pekanya jadi manusia. Apa mesti ia dibacok duluan baru Bagus menganggapnya ada apa-apa? Lemah!
"Kamu salah, Milah. Bapak ini bukan maling. Ini Pak Jenggala Buana Sagara, Milah."
"Pak Belanga siapa? Gue kagak kenal. Yang pasti ini orang udah mengendap-endap di rumah Pak--Akung," semburnya kesal. Ia nyaris terpelesat kata saat menyebut Pak Hamid.
"Nama saya Jenggala. Bukan Belanga. Kedua kalimat itu sangat berbeda jauh artinya. Jenggala itu artinya hutan rimba. Sedangkan belanga itu periuk. Jangan sembarangan mengganti nama pemberian orang tua saya. Mengerti kamu!" Sambil menggeram marah, si Belanga ini menekuk kedua pergelangan tangannya. Walau kesakitan Alexa tetap memperlihatkan wajah menantang. Haram baginya mengemis-ngemis agar dilepaskan.
"Mau itu Jeng Lala, Nyai Ajeng, Belanga atau Belatung sekalipun, nama yang paling pantes buat lo itu adalah maling! Ngerti lo!" Alexa memalingkan wajah ke samping. Dengan berani menantang tatapan si Belanga yang masih saja menelikung tangannya ke belakang. Ia sampai harus menelengkan kepalanya agar dapat melihat wajah si Belanga ini.
Kini jarak wajah mereka hanya tinggal sejengkal. Ia bisa merasakan napas hangat si periuk yang menyapu-nyapu ujung hidungnya. Juga kedua bola mata segelap malam yang menatapnya muram. Maling sekarang pada tidak tahu diri sepertinya. Sudah salah, masih galakan dia lagi. Pakai acara memperkenalkan diri segala.
"Sebut saya maling sekali lagi, maka akan saya remukkan kedua tanganmu ini!"
Eh kurang ajar!
"Ada apa ini pagi-pagi sudah ribut-ribut?" Pak Hamid dan Mbok Sari ikut muncul dari pintu penghubung belakang rumah. Di belakang Pak Hamid ada bayangan Pak Sutris dan Bu Sri. Keduanya adalah orang tua Bagus yang juga tinggal di rumah ini. Di tangan Pak Hamid ada sebuah senter yang menyala terang. Alexa mengernyit. Apa-apaan ini? Mengapa semua penghuni rumah juga ikut keluar dari pintu penghubung yang sama?"Ini, Kung. Ada maling yang mengendap-endap di--aduh!" Alexa mengaduh tertahan saat si Belanga ini benar-benar meremukkan tangannya."Kok maling sih? Ini Gala, Milah. Calon majikan kamu? Jenggala namanya." Pelototan Pak Hamid mengindikasikan satu hal. Bahwa ia sudah melakukan kesalahan. Eh Pak Hamid bilang apa tadi? Majikan? Jadi si Belanga ini adalah Pak Gala yang kemarin Pak Hamid ceritakan. Kacau!"Ayo minta maaf, Milah. Kamu tidak sopan sudah menuduh orang sembarangan," seru Pak Hamid lagi."Lah, Milah bagaimana minta maafnya, Kung. Lihat nih, kedua tangan Milah aja ditelikung
Alexa memegangi dua ember yang sedianya untuk menampung susu sapi. Sementara Gala dan Bagus telah masuk ke dalam kandang sapi dan bersiap untuk memerah. Sungguh ia baru tahu kalau di belakang rumah Pak Hamid ini ada beberapa ekor sapi yang besar-besar. Hanya saja jumlahnya tidak banyak.Alexa mulai menghitung. Hanya enam ekor sapi di sana. Yang begini ini namanya peternak besar? Kalau sapinya cuma enam mana pantas menyandang nama peternak besar? Tukang sapi sih iya. Pak Hamid juga bilang kalau si Gala ini petani cabe merah dan bawah merah terbesar di negeri ini kan? Coba nanti ia lihat. Jangan-jangan kebunnya juga cuma sepetak dua petak juga. Mungkin pengertian besarnya ia dengan Pak Hamid beda."Eh gadis kota, ngapain kamu bengong saja di situ? Kamu ini niat bekerja atau tidak?" Teriakan Gala membuat Alexa mengkertakkan gerahamnya. Sialan emang si Gala ini. Pasti majikan galaknya ini mempunyai sifat pendendam. Buktinya baru dikatai sekali saja, ia sudah membalas dengan memberinya ber
Alexa merasa tubuhnya sudah searoma Sapi'i saat ia keluar dari kandang. Di tangan kanan dan kirinya, masing-masing memegang dua buah ember yang berisi susu sapi segar. Begitu juga dengan Gala dan Bagus. Saat ini cuaca sudah mulai terang. Dan Gala telah mengintruksikan agar dirinya bersiap-siap untuk memanen cabe. Namun ia meminta waktu lima menit untuk membersihkan diri. Ia takut para pemetik cabe lainnya akan pingsan saat berdekatan dengannya yang masih beraroma kandang Sapi'i."Ingat ya, saya memberimu waktu sepuluh menit. Kalau lewat dari waktu yang telah kita sepakati bersama, saya sendiri yang akan menyeretmu keluar dari kamar mandi. Paham, Jamil?"Wah ini orang ngajak ribut terus ya? Tadi memanggilnya dengan julukan Jamidun. Dan kini si Jamil. Tangannya gatal-gatal ingin memberi sedikit pelajaran pada Gala. Namun ia teringat kembali akan pesan Xander, ia mencoba bersabar. Daripada harus menjadi istri Brandon, lebih ia lebih memilih memanjangkan sabarnya. Sabar Lexa. Orang saba
Alexa memakai pakaian yang diberikan Gala dengan cepat. Selama berpakaian, ia bolak-balik mengintai dari bilik yang terbuat dari bambu. Setelah selesai berpakaian, Alexa merasa ia seperti orang-orangan sawah. Lengannya tak tampak karena lengan kemeja yang kepanjangan. Serta celana yang kepanjangan juga. Ia mengakalinya dengan menggulung lengannya berkali-kali. Setelahnya ia memasukkan kemejanya dalam joger pants. Agar pinggangnya sesuai, ia mengikat talinya kencang dalam simpul yang kuat. Celana yang kepanjangan, ia lipat beberapa kali, baru ia tarik ke atas. Lumayanlah. Setidaknya ia jadi lebih mudah bergerak dan terlihat seperti manusia normal."Sudah belum? Memakai pakaian saja kamu lelet sekali, apalagi kalau bekerja nanti. Saya tidak membutuhkan pekerja yang lamban!"Etdah, itu mulut pengen banget gue sumpel pake pupuk kandang!"Sudah selesai, Pak. Jangan marah-marah melulu jadi orang, Pak Gala. Nanti Bapak bisa terserang darah tinggi dan mati muda. Sayang 'kan, kalo Bapak mati a
Alexa kembali bersendawa setelah meneguk air mineral. Ah lega sekali. Rasanya dunia kembali terang setelah ia menghabiskan sebungkus nasi dan sebotol air mineral."Kamu punya hubungan apa dengan Pak Gala, Milah?" Alexa melirik seorang gadis ayu yang diperkenalkan Wiwid tadi sebagai Nenny. Di antara banyak teman-teman barunya, sebenarnya Nenny ini yang paling cantik. Wajahnya manis dan gerak-geriknya feminim sekali. Ia juga jarang berbicara. Namun sekalinya membuka mulut, kalimatnya ajaib juga."Memangnya kenapa, Nen?" Alexa balas bertanya. Ia memang tidak menyukai basa basi. Sebenarnya ia sudah bisa menebak ke arah mana Nenny akan menggiring topik pembicaraan. Namun ia sengaja pura-pura tidak tahu saja. Roman-romannya masalah cemburu ini."Nggak apa-apa sih, Milah. Aku-eh saya cuma mau bilang kalau--""Udah pakai aku saja." Alexa memotong kalimat Nenny."Gue juga sebenarnya ribet banget ngomong pake kata ganti saya... saya. Aneh banget rasanya. Berhubung kayaknya kita semua pada seumu
Waktu baru menunjukkan pukul 18. 30 WIB. Namun Alexa sudah merasa mengantuk. Ia baru saja pulang bekerja dari kebun. Setelah seharian bekerja, tubuhnya kini meminta jatah beristirahat. Seumur hidupnya baru beberapa hari inilah ia bekerja begitu keras bagai kuda. Dan kini ia lelah lahir batin.Setelah membersihkan diri, ia bermaksud beristirahat sejenak. Mungkin dengan berbaring sebentar rada capeknya akan hilang. Alexa memejamkan mata sembari meringis kesakitan. Tubuhnya serasa remek semua saat ia membaringkan diri di peraduan. Sudah tiga hari ini ia menjadi buruh pemetik cabe di perkebunan Gala. Tugasnya bekerja dimulai dari pukul tujuh pagi hingga pukul setengah enam sore. Bukan itu saja. Sehari setelah mengantarkannya bekerja dengan mobil pick up yang nyaris lepas pintunya, Gala memberinya alat transportasi sendiri. Berupa sebuah sepeda tua yang kerap ia lihat dalam film-film perjuangan tempo dulu. Bayangkan saja, sebelum ia berdiri seharian memetik cabe, kakinya sudah terlebih dul
"Ya udah Pak Gala temui saja dulu pacarnya. Saya ngambil parangnya sendiri saja." Mendapat kesempatan berkelit, Alexa bermaksud kabur. Ia membalikkan tubuh. Mengambil ancang-ancang untuk kabur. Namun secepat ia bergerak, secepat itu pula Gala menarik pergelangan tangannya."Kamu di sini saja, Midun."Susah amat mau kabur ya? Mana tangan gue dicengkram terus lagi, elahhh. "Lepasin tangan saya, Pak? Bapak nggak liat itu biji mata pacar Bapak sudah seperti akan menggelinding keluar?" Alexa berupaya menarik tangannya. Namun alih-alih melepas, Gala malah mempererat cengkramannya. Sialnya lagi, Gala mengubah pegangannya. Dari yang tadinya mencengkram pergelangan tangan, menjadi menggenggam jemari tangannya. Alexa mendelik kesal. Tapi delikannya hanya ditanggapi dengan suara dengkusan. Sialan!"Mas Gala sedang istirahat makan siang ya?" si gadis cantik menyapa ramah seraya mendekat. Saat si gadis tersenyum, dua lesung pipinya muncul. Kemayu dan lembut sekali pembawaannya. Apalagi saat ini s
"Durian yang mana dulu ya yang dibelah?" Alexa mengeluarkan lima buah durian dari dalam karung goni. Ia memilih-milih sejenak. Mana durian yang ia rasa paling bagus dan enak."Yang mana satu yang harus dibuka dulu ya?" Alexa berbicara sendiri. Ia bingung. Ia hanya pintar membelah buah durian. Tetapi tidak dalam hal memilih buah yang baik. Ia pernah berkali-kali salah memilih. Menurutnya bagus, namun sesampai di rumah malah busuk. Padahal saat membeli ia merasa duriannya sudah cukup wangi. Melihat Alexa ragu-ragu, Gala pun mendekat."Sini saya beritahu tips memilih durian yang baik dan benar. Agar lain kali, kamu piawai saat membeli buah durian." Gala kini ikut jongkok di samping Alexa. Ia kemudian meraih parang dari tangannya. Alexa melirik Gala sengit. Gaya Gala ini sudah menyerupai seorang tukang durian saja. Padahal aslinya mah, tukang cabe dan bawang. Tingkahnya saja yang selangit. Awas saja jika Gala salah memilih, dan membelah durian yang busuk. Akan ia bully setahun penuhlah na
Ijab kabul telah usai. Begitu juga perayaan kecil-kecilan yang diselenggarkan oleh keluarganya. Tamu-tamu yang kesemuanya adalah para kerabat dan handai tolan dari kedua belah pihak, juga telah kembali ke rumah masing-masing. Tidak heran mengingat waktu telah menunjukkan pukul sembilan malam.Alexa yang baru saja masuk ke dalam kamar, bingung bukan kepalang. Bayangkan saja, dirinya yang sama sekali tidak pernah berpacaran, tiba-tiba saja telah sah menjadi seorang istri. Yang mana artinya jiwa dan raganya telah sah untuk bersatu padu dengan suaminya.Saat ini Alexa tengah duduk termenung di meja rias kamarnya. Dengan masih berpakaian kebaya lengkap, Alexa memandang ke seantero kamar. Kamarnya sendiri. Saat ini kamarnya telah disulap menjadi kamar pengantin yang romantis. Ranjang besi yang biasa ia tiduri, kini diberi hiasan kain tile dan bunga di tiap tiangnya. Lampu tidurnya diganti dengan lampu tidur berwarna kuning yang romantis. Dengan taburan bunga mawar di sprei satinnya membua
Ini adalah kali kedua Alexa didandani secara paripurna. Pertama dengan Embun delapan hari yang lalu. Dan kini oleh perias pengantin, yang mendandaninya di hari bahagianya ini. Ya, hari ini dirinya akan menikah dengan Gala. Pernikahan ini hanya pernikahan sederhana. Yang penting sudah ijab kabul dan sah, di mata hukum dan agama seperti keinginan Gala.Sebenarnya kedua belah pihak, baik itu dari pihak keluarga Delacroix Adams mau pun Sagara, sepakat untuk menikahkan mereka berdua paling cepat bulan depan. Hal itu dikarenakan mempersiapkan pernikahan yang megah tentu saja tidak mudah. Salah satunya adalah masalah waktu. Belum lagi urusan dokumen-dokumen, gedung, seserahan dan tetek bengek lainnya. Selain itu kedua orang tua mempelai juga ingin membuat pesta yang meriah. Mengingat Gala adalah anak tunggal, sementara Alexa adalah putri satu-satunya klan Delacroix Adams. Axel ingin membuat pesta besar-besaran, mengingat ini adalah kali terakhirnya membuat hajatan.Namun Gala menolak keras
Suara riuh rendah menyambut kehadiran Gala dan Brandon di atas sasana. Para penonton yang sebagian besar juga petaruh, mulai mengukur-ukur kemampuan dua petarung di atas sasana tiga. Mereka tentu saja tidak mau rugi. Setelah yakin dengan petarung jagoannya, masing-masing petaruh mulai memasang sejumlah uang. Dalam sekejab kubu terbelah menjadi dua bagian. Sebagian menjagokan Gala, dan sebagian lagi mengelu-elukan Brandon. Tidak heran mereka mengelu-elukan Brandon. Mengingat Alcatraz adalah tempat main keluarga besar mereka. Sedari kecil hinggal dewasa, Brandon sudah aktif latihan di sasana ini. Nama Brandon sudah kesohor sebagai jagoan. Tingkatannya setara dengan klan Delacroix Adams, Delacroix Bimantara, Putra Mahameru, dan banyak keluarga petarung lainnya. Sedangkan Gala, tidak ada yang mengenalnya."Kamu mau duduk di mana Lexa? Bersama Abang, papa dan Antonio atau bagaimana?"Suara dari belakangnya berikut tepukan ringan di bahu, menyadarkan Alexa. Xander telah berada di sampingn
Alexa menghitung angka satu sampai sepuluh sebelum membelokkan laju mobil memasuki pintu gerbang Alcatraz. Jika biasanya ia sangat excited setiap kali Alcatraz berpesta, kali ini ia gentar. Mengetahui bahwa salah satu petarung yang akan tampil adalah Gala melawan Brandon, hatinya ketar-ketir. Bagaimana mungkin ia bisa menikmati pertarungan kalau yang tengah berlaga adalah pacarnya? Di mana menang kalah pacarnya akan menjadi penentu kelangsungan hubungan mereka ke depannya. Apakah akan berlanjut ke jenjang yang lebih serius, atau berpisah untuk selamanya. "Lexa, ini kita mau menonton pertandingan tinju bukan?" Risma yang duduk di samping Alexa, menepuk punggung temannya yang mendadak bengong di sebuah gudang tua."Heh, kamu bilang apa, Ris? Sorry saya agak-agak kehilangan fokus." Alexa meringis. Kekhawatiran membuatnya pikirannya ngeblank. Konsentrasinya ambyar."Saya tanya, tujuan kita mau menonton pertandingan tinju bukan?" Risma mengulangi pertanyaannya."Iya, Ris. 'Kan tadi sudah
"Astaga, rumahmu ini megahnya seperti di sinetron-sinetron ya, Milah?" Risma yang baru saja dipersilakan masuk oleh Mbak Yati ke ruang tamu, terkagum-kagum memandangi seantero rumah Jamilah alias Alexa. Cucu Pak Hamid yang ternyata adalah anak majikan si bapak. Risma sama sekali tidak menyangka, kalau gadis tomboy nan mempesona yang kehadirannya menghebohkan Kampung Pelem sesungguhnya adalah seorang nona muda. Buka nona muda biasa pula. Melainkan nona muda seorang mafia. Benar-benar seperti kisah sinetron bukan?"Bukan rumahku, Ris. Tapi rumah orang tuaku." Alexa nyengir. Ia sangat gembira karena dikunjungi oleh Risma. Di kampung Pelem hanya Indah dan Risma yang berpikiran modern. Dirinya, Indah dan Risma sepaham dan seideologi. Makanya ketiganya menjadi akrab. Jikalau pada akhirnya ia cenderung lebih dekat dengan Risma, itu karena rumah mereka berdekatan. Selain itu Risma juga masih jomblo. Sedangkan Indah telah mempunyai pacar, yaitu Bagus. Jikalau Indah mempunyai waktu luang, ten
"Xel, dari dulu gue nggak setuju dengan hukuman tidak manusiawi yang melibatkan fisik begini." Tegar Putra Mahameru alias Heru menggeleng keras. Ia menentang cara kakak iparnya ini menghukum istri, adik perempuan, anak, keponakan dan calon menantunya. Di mana adik perempuan dan keponakannya adalah Lily dan Abizar. Alias istri dan putranya.Saat ini Raline, Lily, Xander, Abizar, Gala dan Alexa tengah di strap di teras rumah dalam cuaca panas terik. Sementara Cia sudah lebih dulu diamankan Bima. Bima berjanji akan menghukum istrinya dengan kerja bakti sosial selama sebulan penuh. Begitulah Bima, setiap kali memberi hukuman, selalu tidak boleh bertentangan dengan UUD Republik Indonesia. Jiwa seorang pengacara telah mendarah daging didirinya.Kini di rumah klan Delacroix hanya bersisa Raline, Lily, Alexa, Xander, Alexa, Abizar dan Gala. Mereka semua berdiri tegak dalam posisi siap siaga. Beginilah Axel apabila memberi sanksi. Ia tidak pernah pandang bulu. Siapa yang bersalah maka wajib di
Satu jam sebelumnya. "Gimana Ly, udah dapet belum truk pengangkut excavatornya? Inget, lo nggak boleh memakai jasa anak-anak. Ntar ketahuan kakak lo, hancur Minah rencana kita."Raline mondar-mandir di halaman rumah Lily. Adik iparnya itu sibuk menelepon ke sana ke mari setelah Heru meninjau salah satu proyeknya."Udah. Lo tenang aja kakak ipar. Gue udah dapet truk yang bisa ngangkut excavator Kak Axel. Bukan gue sih sebenernya ngusahain. Tapi si Kiran noh yang bergerak. Ntar si Cia juga ikut ke sini bersama truk pengangkut excavatornya. "Lily nyengir. Dalam situasi darurat begitu jiwa detektifnya di Kiran memang teruji. Anak si Cia ini emang jago kalo urusan kucing-kucingan begini. Sekonyong-konyong Lily berteriak gembira memindai sebuah truk besar berisi mesin excavator. Cia sudah tiba rupanya. Sahabatnya itu duduk di samping supir truk."Noh, tuh si Cia nongol. Langsung naik truk lagi. Emang edan ini satu emak-emak hebring." Lily cengengesan melihat Cia melompat turun dari truk d
"Pa, Lexa ikut ya? Masa Papa mau ngerame-ramein musuh Lexa nggak boleh ikut? Mana seru acaranya nanti, Pa? Papa biasanya 'kan butuh tim hore." Alexa menggelayuti lengan papanya yang tengah berbincang-bincang dengan Om Erick dan Tangguh."Iya, Om. Izar juga bisa menjadi tukang pukul cadangan apabila Om Erick tiba-tiba encoknya kumat. Om juga kakinya sedang cedera. Kalau Om cuma mengandalkan Tangguh seorang dikhawatirkan tim kita bisa kalah lo, Om." Abizar ikut merayu Om Axel, setelah mendapat kedipan mata dari Alexa. Mereka berdua kalau sedang dalam misi terselubung seperti ini kekompakan mereka tidak usah diragukan lagi."Encok-encok Om masih mampu melumpuhkan musuh yang menyerangmu bukan, Zar?" balas Erick sewot. Ia paling kesal kalau penyakit encoknya dibawa-bawa. Gala nyengir samar. Ia sama sekali tidak menyangka kalau tangan kanan mafia legend seperti Om Erick bisa sewot juga."Iya deh, Om. Walau sedang encok pun Om Erick tetap sakti mandraguna." Abizar mengacungkan jempol yang di
Gala merasa bulu kuduknya meremang kala berhadap-hadapan dengan Om Axel. Saat ini mereka berdua telah berada di atas ring berwarna merah. Saling berhadapan dan bertelanjang dada."Tidak ada aturan baku dalam pertarungan ini. Semua anggota tubuh boleh kalian digunakan. Namun khusus kamu, Anak Muda. Kaki kananmu dilarang keras untuk menyerang. Kalau kamu memaksa, kamu sendiri yang akan merasakan akibatnya. Mengerti?" Erick memandang dua petarung berbeda generasi di hadapannya."Pertarungan berakhir apabila salah seorang tidak mampu lagi melanjutkan pertarungan alias TKO. Saya akan belajar berhitung satu sampai sepuluh. Apabila yang bersangkutan tidak bisa berdiri lagi, pertarungan dinyatakan selesai. Mengerti?""Mengerti!" sahut Gala dan Axel bersamaan."Bagus. Fight!" Erick membuat gerakan mulai bertarung dengan mengangkat lengannya.Gala dan Alex kini saling memandang. Sama-sama saling menjajaki kekuatan lawan. Sejurus kemudian Gala membuat gerakan kuda-kuda depan. Ia memposisikan kak