"Masih belum mau pulang juga kamu? Punya istri kok sukanya kelayapan saja. Seharusnya sehabis pulang kerja kamu itu di rumah, Yanti. Mengurus suami." Alexa urung melangkah. Kemunculan seorang laki-laki yang marah-marah di samping Yanti menghadirkan satu dugaan. Laki-laki muda itu pasti suami Yanti. Sepertinya laki-laki sudah cukup lama di sini. Terlihat dari bahasa tubuhnya yang tidak sabaran seraya berkacak pinggang."Aku 'kan harus kerja lagi, Mas. Kalau tidak kita makan apa nantinya? Gaji Mas hanya cukup untuk membeli susu dan beras. Kita butuh makan, membayar listrik dan banyak hal lainnya, Mas," keluh Yanti sembari terus menyusuti air mata."Kerja... kerja terus. Tapi hasilnya tidak seberapa. Sementara tubuhmu makin hari makin kurus dan butek. Tidak ada menarik-menariknya sama sekali. Tidak seperti saat kamu gadis dulu. Coba contoh si Prapti. Usianya sama denganmu. Tapi kalian berdua seperti langit dan bumi. Prapti mulus dan harum aroma parfum. Sementara kamu burik dan berbau bum
Alexa memperhatikan Yanti yang tidak bisa duduk tenang. Sedari tadi Yanti terus memandang pintu. Alexa tahu, Yanti menanti-nanti suami sialannya itu masuk. Begini amat orang kalau sudah bucin ya? Kenyataan dengan kebodohan sampai tidak bisa lagi mereka rasakan. Semoga saja ia tidak akan pernah mengalami kebucinan sampai tingkat nirwana seperti Yanti.Sementara itu, Yanti berkali-kali mengelus dada saat mendengar suara-suara perkelahian dari belakang rumah. Ia takut kalau Eko sampai kenapa-kenapa. Itu artinya biaya lagi bukan? Ke dokter karena patah tulang itu juga butuh biaya. Gala itu walau terlihat dingin, sesungguhnya berdarah panas. Eko dan Gala itu adalah teman kecil. Begitu juga dengan dirinya. Tetapi ia tidak begitu akrab dengan Gala dan Eko. Karena rentang usia mereka yang terlalu jauh. Ia masih anak-anak ketika Gala dan Eko dewasa muda. Mereka juga sama-sama miskin di waktu lalu. Hingga tahun-tahun berlalu dan Gala sukses menjadi pengusaha besar. Olehnya mereka bertiga tahu
"Hallo... wah Mama rupanya yang menelepon. Ada apa, Ma?" bisik Alexa lirih di ponsel. Bukan apa-apa. Selain ponsel pinjaman, suasana di rumah ini juga sangat sepi. Walaupun saat ini ia sudah berjalan hingga ke teras, tetap saja ia takut kalau pembicaraannya dengan mamamya didengar oleh Gala. Kalau sudah seperti itu, bukan hanya dirinya yang akan menerima double hukuman. Tetapi mamanya juga. Papanya kalau sudah memberi hukuman tidak pernah pandang bulu."Ada berita gawat, Lex. Makanya Mama memberanikan diri meneleponmu. Keadaan sekarang sudah siaga satu. Brandon Sanjaya serius mau menikahimu."Huapah? Brandon serius menikahinya? Onde mande... bagaimanalah ini!"Ya tapi, itu kan keinginannya, Ma. Kalau Lexa nggak mau 'kan Brandon nggak bisa maksa juga. Kecuali--""Nah kecualimu itu yang benar. Papamu terlanjur menerima tantangan Pak Hardiman."Celaka dua belas!"Apa? Papa mulai main terima tantang-tantangan lagi?" Alexa rasanya ingin menangis sambil kayang, membayangkan kalau papanya sa
"Non Lexa ke sekolah naik apa?"Pintu kamar Pak Hamid terbuka. Pak Hamid masih mengenakan sarung saat menyusulnya duduk di kursi kayu. Pak Hamid pasti mendengar suara gerubugannya saat bersiap-siap ke sekolah.Alexa yang tengah berusaha menjejalkan jari-jari kakinya ke dalam sepatu, menoleh. Pak Hamid menghampirinya sekarang."Lexa naik sepeda ontel seperti biasa saja, Pak." Setelah memaksakan jari jemari kakinya menekuk dalam sepatu yang kesempitan, Alexa berdiri dengan gagah. Ia tidak boleh banyak mengeluh sekarang. Misinya kali ini menyangkut masa depannya. Untuk itu rintangan seperti apapun, akan ia jalani. "Lokasi sekolah itu lumayan jauh, Non. Hampir dua kali lipat jaraknya dari perkebunan. Bapak takut kalau nanti Non Lexa kecapean. Bapak tadi sudah minta tolong Bagus untuk mengantar Non dengan motor saja ya?" Alexa menggeleng cepat. "Tidak usah, Pak. Jangan mengganggu Bagus, eh Mas Bagus. Lexa tidak enak dengan Indah nantinya."Sudah semua kostum yang dipakainya adalah barang
"Sudah sampai, Midun. Kamu mau interview, atau masih betah duduk di boncengan saya?" Gala menoleh ke belakang. Menegur Jamilah masih duduk bengong di jok motornya. Padahal mereka telah sampai di sekolah."Hah, sudah sampai ya?" Alexa buru-buru meloncat turun dari motor. Sedari di boncengan Gala tadi, pikirannya memang terus mengembara. Ia memikirkan berbagai strategi dalam menghadapi Brandon, apabila kemungkinan terburuk sampai terjadi. "Kamu ini tidak ada halus-halusnya jadi perempuan. Memakai rok tapi kelakuan seperti tarzan." Gala mengejek Alexa. Alexa tidak menyahuti ejekan Gala. Saat ini ia sedang banyak pikiran. Kalimat provokasi tah* kucing begini sebaiknya ia abaikan saja. Ia sedang malas ribut. Namun sebelum berjalan ke arah gedung sekolah, Alexa sempat memberi tatapan peringatan, bahwa ia akan membalas Gala nanti. "Punya mulut kok ya demen banget ngeselin orang. Tunggu aja sampe gue berhasil. Bakalan gue sumpel pake sepatu mulut besar lo itu." Sambil jalan Alexa ngedumel.
"Mas ada keperluan apa di sini? Mau menemui Pak Wiryo ya?" Tiara tersenyum manis menyambut kehadiran Gala. Tidak lupa ia juga menghadiahi si Midun seulas senyum tipis demi kesopanan."Kamu di sini dulu ya, Midun? Saya akan menemui Pak Wiryo dulu." Alih-alih menjawab pertanyaan Tiara, Gala malah ngeloyor ke ruangan sebelah. Ada tulisan kepala sekolah di pintunya."Tia juga akan menemui Pak Wiryo. Kita sama-sama saja menemuinya ya, Mas? Mas ingin membahas kegiatan PKL anak-anak dengan mencoba magang di pabrik-pabrik Mas 'kan? Tia juga menawarkan hal yang sama dengan Pak Wiryo. Kita sama-sama saja membahasnya ya, Mas?"Kadung kalah malu, Tiara menebalkan wajah mengikuti langkah-langkah panjang Gala. Seperti tadi, Gala juga tidak menyahuti kalimatnya. Beberapa guru-guru termasuk Indah dan Alexa meringis melihat sikap tidak ramah Gala. Kedua mantan pasangan ini memang aneh. Yang satu cuek bebek, satunya lagi muka badak. Luar biasa. Luar biasa aneh maksudnya."Eh Milah, kamu langsung saja k
Alexa tengah duduk ngelangut di bale-bale saat telinga samar-samar mendengar omelan samar tetangga samping rumahnya. Sepertinya itu suara Bu Jujuk. Bu Jujuk orangnya nyinyir sekali. Alexa tidak tahan apabila berbicara dengan Bu Jujuk lebih dari lima menit lamanya. Pasti ada saja hal yang akan dicela oleh si ibu. Semua yang ia pandang dan tidak sesuai dengan pemikirannya, bisa menjadi sumber masalah. Intinya berdekatan dengan Bu Jujuk benar-benar menguji kesabarannya.Bu Jujuk adalah seorang janda yang berusia sekitar lima puluh tahunanan. Suaminya sudah lama meninggal karena sakit. Bu Jujuk memiliki tiga orang anak perempuan. Risma, Melur dan Anita. Melur dan Anita sudah menikah. Sementara si sulung Risma, masih betah sendiri di usianya yang menginjak dua puluh enam tahun ini. Sementara kedua adiknya yang rata-rata menikah di usia tujuh belas dan delapan belas tahun, telah memiliki beberapa orang anak. Risma yang berprofesi sebagai seorang penjahit, kerap menjadi bulan-bulanan Bu Juj
Alexa sangat gembira saat diajak Mbok Sari, Indah dan Risma berbelanja ke pasar tradisonal Blora pagi ini. Kemarin ia memang meminta ditemani ke pasar untuk berbelanja. Soalnya besok ia sudah harus mengajar sementara ia belum mempunyai persiapan apapun. Bayangkan, baju, rok dan sepatu saja ia tidak punya. Untungnya kemarin Gala memberikannya sejumlah uang pesangon yang cukup banyak. Dengan begitu ia bisa berbelanja. Kemarin ia memang sempat heran karena jumlah pesangonnya hingga sepuluh kali gaji mingguannya. Ia merasa itu terlalu banyak. Apalagi ia baru bekerja selama dua minggu.Namun Gala mengatakan bahwa sisanya adalah sumbangan pribadi darinya. Bayangkan Gala menggunakan kata sumbangan! Seperti dirinya seorang fakir miskin dan anak terlantar saja yang harus diberi sumbangan. Saat ia akan menolak, Mbok Sari mengatakan bahwa mubazir kalau menolak rezeki. Ya sudahlah, demi Mbok Sari, eh sesungguhnya demi dirinya sendiri, Alexa menerima uang itu. Toh ia tidak meminta, tetapi diberi.
Ijab kabul telah usai. Begitu juga perayaan kecil-kecilan yang diselenggarkan oleh keluarganya. Tamu-tamu yang kesemuanya adalah para kerabat dan handai tolan dari kedua belah pihak, juga telah kembali ke rumah masing-masing. Tidak heran mengingat waktu telah menunjukkan pukul sembilan malam.Alexa yang baru saja masuk ke dalam kamar, bingung bukan kepalang. Bayangkan saja, dirinya yang sama sekali tidak pernah berpacaran, tiba-tiba saja telah sah menjadi seorang istri. Yang mana artinya jiwa dan raganya telah sah untuk bersatu padu dengan suaminya.Saat ini Alexa tengah duduk termenung di meja rias kamarnya. Dengan masih berpakaian kebaya lengkap, Alexa memandang ke seantero kamar. Kamarnya sendiri. Saat ini kamarnya telah disulap menjadi kamar pengantin yang romantis. Ranjang besi yang biasa ia tiduri, kini diberi hiasan kain tile dan bunga di tiap tiangnya. Lampu tidurnya diganti dengan lampu tidur berwarna kuning yang romantis. Dengan taburan bunga mawar di sprei satinnya membua
Ini adalah kali kedua Alexa didandani secara paripurna. Pertama dengan Embun delapan hari yang lalu. Dan kini oleh perias pengantin, yang mendandaninya di hari bahagianya ini. Ya, hari ini dirinya akan menikah dengan Gala. Pernikahan ini hanya pernikahan sederhana. Yang penting sudah ijab kabul dan sah, di mata hukum dan agama seperti keinginan Gala.Sebenarnya kedua belah pihak, baik itu dari pihak keluarga Delacroix Adams mau pun Sagara, sepakat untuk menikahkan mereka berdua paling cepat bulan depan. Hal itu dikarenakan mempersiapkan pernikahan yang megah tentu saja tidak mudah. Salah satunya adalah masalah waktu. Belum lagi urusan dokumen-dokumen, gedung, seserahan dan tetek bengek lainnya. Selain itu kedua orang tua mempelai juga ingin membuat pesta yang meriah. Mengingat Gala adalah anak tunggal, sementara Alexa adalah putri satu-satunya klan Delacroix Adams. Axel ingin membuat pesta besar-besaran, mengingat ini adalah kali terakhirnya membuat hajatan.Namun Gala menolak keras
Suara riuh rendah menyambut kehadiran Gala dan Brandon di atas sasana. Para penonton yang sebagian besar juga petaruh, mulai mengukur-ukur kemampuan dua petarung di atas sasana tiga. Mereka tentu saja tidak mau rugi. Setelah yakin dengan petarung jagoannya, masing-masing petaruh mulai memasang sejumlah uang. Dalam sekejab kubu terbelah menjadi dua bagian. Sebagian menjagokan Gala, dan sebagian lagi mengelu-elukan Brandon. Tidak heran mereka mengelu-elukan Brandon. Mengingat Alcatraz adalah tempat main keluarga besar mereka. Sedari kecil hinggal dewasa, Brandon sudah aktif latihan di sasana ini. Nama Brandon sudah kesohor sebagai jagoan. Tingkatannya setara dengan klan Delacroix Adams, Delacroix Bimantara, Putra Mahameru, dan banyak keluarga petarung lainnya. Sedangkan Gala, tidak ada yang mengenalnya."Kamu mau duduk di mana Lexa? Bersama Abang, papa dan Antonio atau bagaimana?"Suara dari belakangnya berikut tepukan ringan di bahu, menyadarkan Alexa. Xander telah berada di sampingn
Alexa menghitung angka satu sampai sepuluh sebelum membelokkan laju mobil memasuki pintu gerbang Alcatraz. Jika biasanya ia sangat excited setiap kali Alcatraz berpesta, kali ini ia gentar. Mengetahui bahwa salah satu petarung yang akan tampil adalah Gala melawan Brandon, hatinya ketar-ketir. Bagaimana mungkin ia bisa menikmati pertarungan kalau yang tengah berlaga adalah pacarnya? Di mana menang kalah pacarnya akan menjadi penentu kelangsungan hubungan mereka ke depannya. Apakah akan berlanjut ke jenjang yang lebih serius, atau berpisah untuk selamanya. "Lexa, ini kita mau menonton pertandingan tinju bukan?" Risma yang duduk di samping Alexa, menepuk punggung temannya yang mendadak bengong di sebuah gudang tua."Heh, kamu bilang apa, Ris? Sorry saya agak-agak kehilangan fokus." Alexa meringis. Kekhawatiran membuatnya pikirannya ngeblank. Konsentrasinya ambyar."Saya tanya, tujuan kita mau menonton pertandingan tinju bukan?" Risma mengulangi pertanyaannya."Iya, Ris. 'Kan tadi sudah
"Astaga, rumahmu ini megahnya seperti di sinetron-sinetron ya, Milah?" Risma yang baru saja dipersilakan masuk oleh Mbak Yati ke ruang tamu, terkagum-kagum memandangi seantero rumah Jamilah alias Alexa. Cucu Pak Hamid yang ternyata adalah anak majikan si bapak. Risma sama sekali tidak menyangka, kalau gadis tomboy nan mempesona yang kehadirannya menghebohkan Kampung Pelem sesungguhnya adalah seorang nona muda. Buka nona muda biasa pula. Melainkan nona muda seorang mafia. Benar-benar seperti kisah sinetron bukan?"Bukan rumahku, Ris. Tapi rumah orang tuaku." Alexa nyengir. Ia sangat gembira karena dikunjungi oleh Risma. Di kampung Pelem hanya Indah dan Risma yang berpikiran modern. Dirinya, Indah dan Risma sepaham dan seideologi. Makanya ketiganya menjadi akrab. Jikalau pada akhirnya ia cenderung lebih dekat dengan Risma, itu karena rumah mereka berdekatan. Selain itu Risma juga masih jomblo. Sedangkan Indah telah mempunyai pacar, yaitu Bagus. Jikalau Indah mempunyai waktu luang, ten
"Xel, dari dulu gue nggak setuju dengan hukuman tidak manusiawi yang melibatkan fisik begini." Tegar Putra Mahameru alias Heru menggeleng keras. Ia menentang cara kakak iparnya ini menghukum istri, adik perempuan, anak, keponakan dan calon menantunya. Di mana adik perempuan dan keponakannya adalah Lily dan Abizar. Alias istri dan putranya.Saat ini Raline, Lily, Xander, Abizar, Gala dan Alexa tengah di strap di teras rumah dalam cuaca panas terik. Sementara Cia sudah lebih dulu diamankan Bima. Bima berjanji akan menghukum istrinya dengan kerja bakti sosial selama sebulan penuh. Begitulah Bima, setiap kali memberi hukuman, selalu tidak boleh bertentangan dengan UUD Republik Indonesia. Jiwa seorang pengacara telah mendarah daging didirinya.Kini di rumah klan Delacroix hanya bersisa Raline, Lily, Alexa, Xander, Alexa, Abizar dan Gala. Mereka semua berdiri tegak dalam posisi siap siaga. Beginilah Axel apabila memberi sanksi. Ia tidak pernah pandang bulu. Siapa yang bersalah maka wajib di
Satu jam sebelumnya. "Gimana Ly, udah dapet belum truk pengangkut excavatornya? Inget, lo nggak boleh memakai jasa anak-anak. Ntar ketahuan kakak lo, hancur Minah rencana kita."Raline mondar-mandir di halaman rumah Lily. Adik iparnya itu sibuk menelepon ke sana ke mari setelah Heru meninjau salah satu proyeknya."Udah. Lo tenang aja kakak ipar. Gue udah dapet truk yang bisa ngangkut excavator Kak Axel. Bukan gue sih sebenernya ngusahain. Tapi si Kiran noh yang bergerak. Ntar si Cia juga ikut ke sini bersama truk pengangkut excavatornya. "Lily nyengir. Dalam situasi darurat begitu jiwa detektifnya di Kiran memang teruji. Anak si Cia ini emang jago kalo urusan kucing-kucingan begini. Sekonyong-konyong Lily berteriak gembira memindai sebuah truk besar berisi mesin excavator. Cia sudah tiba rupanya. Sahabatnya itu duduk di samping supir truk."Noh, tuh si Cia nongol. Langsung naik truk lagi. Emang edan ini satu emak-emak hebring." Lily cengengesan melihat Cia melompat turun dari truk d
"Pa, Lexa ikut ya? Masa Papa mau ngerame-ramein musuh Lexa nggak boleh ikut? Mana seru acaranya nanti, Pa? Papa biasanya 'kan butuh tim hore." Alexa menggelayuti lengan papanya yang tengah berbincang-bincang dengan Om Erick dan Tangguh."Iya, Om. Izar juga bisa menjadi tukang pukul cadangan apabila Om Erick tiba-tiba encoknya kumat. Om juga kakinya sedang cedera. Kalau Om cuma mengandalkan Tangguh seorang dikhawatirkan tim kita bisa kalah lo, Om." Abizar ikut merayu Om Axel, setelah mendapat kedipan mata dari Alexa. Mereka berdua kalau sedang dalam misi terselubung seperti ini kekompakan mereka tidak usah diragukan lagi."Encok-encok Om masih mampu melumpuhkan musuh yang menyerangmu bukan, Zar?" balas Erick sewot. Ia paling kesal kalau penyakit encoknya dibawa-bawa. Gala nyengir samar. Ia sama sekali tidak menyangka kalau tangan kanan mafia legend seperti Om Erick bisa sewot juga."Iya deh, Om. Walau sedang encok pun Om Erick tetap sakti mandraguna." Abizar mengacungkan jempol yang di
Gala merasa bulu kuduknya meremang kala berhadap-hadapan dengan Om Axel. Saat ini mereka berdua telah berada di atas ring berwarna merah. Saling berhadapan dan bertelanjang dada."Tidak ada aturan baku dalam pertarungan ini. Semua anggota tubuh boleh kalian digunakan. Namun khusus kamu, Anak Muda. Kaki kananmu dilarang keras untuk menyerang. Kalau kamu memaksa, kamu sendiri yang akan merasakan akibatnya. Mengerti?" Erick memandang dua petarung berbeda generasi di hadapannya."Pertarungan berakhir apabila salah seorang tidak mampu lagi melanjutkan pertarungan alias TKO. Saya akan belajar berhitung satu sampai sepuluh. Apabila yang bersangkutan tidak bisa berdiri lagi, pertarungan dinyatakan selesai. Mengerti?""Mengerti!" sahut Gala dan Axel bersamaan."Bagus. Fight!" Erick membuat gerakan mulai bertarung dengan mengangkat lengannya.Gala dan Alex kini saling memandang. Sama-sama saling menjajaki kekuatan lawan. Sejurus kemudian Gala membuat gerakan kuda-kuda depan. Ia memposisikan kak