Alexa merasa tubuhnya sudah searoma Sapi'i saat ia keluar dari kandang. Di tangan kanan dan kirinya, masing-masing memegang dua buah ember yang berisi susu sapi segar. Begitu juga dengan Gala dan Bagus.
Saat ini cuaca sudah mulai terang. Dan Gala telah mengintruksikan agar dirinya bersiap-siap untuk memanen cabe. Namun ia meminta waktu lima menit untuk membersihkan diri. Ia takut para pemetik cabe lainnya akan pingsan saat berdekatan dengannya yang masih beraroma kandang Sapi'i.
"Ingat ya, saya memberimu waktu sepuluh menit. Kalau lewat dari waktu yang telah kita sepakati bersama, saya sendiri yang akan menyeretmu keluar dari kamar mandi. Paham, Jamil?"
Wah ini orang ngajak ribut terus ya? Tadi memanggilnya dengan julukan Jamidun. Dan kini si Jamil. Tangannya gatal-gatal ingin memberi sedikit pelajaran pada Gala. Namun ia teringat kembali akan pesan Xander, ia mencoba bersabar. Daripada harus menjadi istri Brandon, lebih ia lebih memilih memanjangkan sabarnya.
Sabar Lexa. Orang sabar rezekinya lancar. Aamiin.
"Baik, Pak Boss. Tenang saja. Saya akan selesai sebelum sepuluh menit. Oke, Pak Boss?" Lexa membuat gerakan ala militer sebelum berlari menuju kamar mandi. Sepuluh menit kata Gala? Hah Gala tidak tahu saja, bahwa biasanya ia mandi tidak lebih dari tujuh menit. Sepuluh menit itu kelamaan baginya.
Akan halnya Gala, ia menggerutu sendiri karena kedegilan cucu Pak Hamid ini. Menurut pengalamannya, kalau perempuan mandi itu minimal memakan waktu setengah jam. Itu menurut standard versi gadis desa. Yang biasanya berpenampilan natural, tanpa berdandan berlebihan. Apalagi wanita kota bukan? Jangan-jangan satu jam pun tidak akan selesai. Mengingat merahnya bibir Jamilah dan lentiknya bulu mata bongkar pasangnya pagi-pagi seperti ini. Bakal keburu kering cabe-cabe yang akan ia panen.
"Kita duduk di bale-bale itu saja dulu, Gas? Saya tidak yakin si Jamilah itu selesai mandi dalam waktu sepuluh menit," gerutu Gala. Ia berjalan mendahului Bagus dan menghempaskan pinggul di sana. Teringat saat Jamilah memeluknya tadi, Gala refleks mengangkat kedua lengannya. Mencoba membaui aroma tubuhnya sendiri. Syukurnya ia tidak mencium aroma tajam khas pangkal lengannya. Hanya aroma kandang sapi saja yang tercium. Ternyata deodorannya ampuh juga.
"Kenapa tidak yakin, Mas?" tanya Bagus sembari ikut duduk di samping Gala.
"Perempuan kalau berdandan kan tidak kenal waktu. Lihat saja bibir merah dan bulu mata bongkar pasangnya. Semua sudah terpasang rapi pagi-pagi buta begini. Bayangkan, harus berapa lama kita menunggunya berdandan," omel Gala lagi.
"Kalau dia muncul dalam waktu sepuluh menit, kita tinggal saja." Baru saja Gala menyelesaikan kalimatnya, Jamilah muncul. Gala memindai jam di pergelangan tangannya. Enam menit. Hebat juga cara berdandan gadis ini, batin Gala. Dalam waktu enam menit ia bisa memerahkan bibir dan memasang bulu mata palsunya. Plus kain dan kebaya yang rapi juga.
"Saya sudah siap, Pak Boss. Tidak sampai sepuluh menit bukan?" Alexa tersenyum jemawa. Hah, pasti si Gala ini tidak menyangka kalau ia bisa mandi secepat ini. Biar saja dia menelan omongannya sendiri.
"Ngapain kamu memakai kebaya rapi begitu? Kamu ini akan memetik cabe, Milah. Bukan kondangan?"
Elah ini manusia sebiji. Ada saja celaannya. Pintar mengalihkan topik pembicaraan lagi.
"Saya cuma punya baju model ondel-ondel begini semua, Pak Boss. Gimana dong?" bantah Alexa kesal. Kalau menuruti maksud hati, ia juga ribet banget harus kebayaan begini. Mamanya memang memasukkan beberapa pakaian kebesarannya. Tapi tidak mungkin juga ia mengenakannya bukan? Selain ia terlalu keren memakai ripped jeans dan jaket kulit studded untuk memetik cabe, pasti Pak Hamid akan mengadu pada papanya akan kecurangan mamanya ini. Kasihan juga kalau mamanya nanti ikut dihukum. Papanya memang tidak pernah tebang pilih dalam memberi hukuman.
"Ya sudahlah. Berdebat dengan kamu sia-sia saja. Keburu kering cabe-cabe saya nantinya." Gala memutuskan untuk menghentikan perdebatan. Ia beringsut dari bale-bale sembari merogoh saku celana. Mengeluarkan kunci mobil.
"Saya berangkat dulu ya, Gas. Jangan lupa bawa susu-susu tadi, sekalian dengan susu-susu yang di peternakan ke MCP untuk diukur kuantitas dan kualitasnya. Hasil perahan di pabrik tadi 2400 liter bukan?"
Berapa-berapa? 2400 liter katanya? Astaga. Berapa ekor sapi yang dimiliki Gala hingga bisa menghasilkan susu 2400 liter sehari? Berarti Gala ini memang peternak besar sungguhan.
"Ayo," Gala beranjak dari bale-bale. Setelah Bagas membawa susu-susu sapi segar ke dalam rumah.
"Ayo ke mana, Pak Boss?"
"Ya ke kebun cabe lah. Masa ke KUA?" Setelah mengucapkan kalimat, Gala jadi keingin menggigit lidahnya sendiri. Entah mengapa ia harus menyebut kalimat KUA.
"Ya kan saya cuma nanya, Pak Boss. Yaelah pagi-pagi udah darah tinggi aja. Ti Ati ntar stroke lo, Pak Boss. Saya bukan nyumpahin, tapi nyukurin. Eh memperingati maksud saya?" Alexa nyengir. Seru juga ternyata mengerjai Gala.
Selamat. Si gadis bar bar ini tidak ngeh soal kalimat KUA-nya rupanya. Syukurlah. Batin Gala.
"Jadi ceritanya mau ke kebun cabe atau KUA ini, Pak Boss? Saya peringati ya? Untuk menikahi saya itu syarat-syaratnya berat, Pak Bos. Pokoknya hasil akhirnya itu kalau tidak rumah sakit, ya kuburan. Ya, antara dua itu deh, Pak Boss. So, kalau Pak Boss nggak punya taji apalagi nyali, mending jangan nyebut-nyebut KUA di depan saya deh, Pak Boss. Nganter nyawa doang soalnya," timpal Alexa serius. Seperti yang lalu-lalu. Setiap ada laki-laki yang berani membahas-bahas masalah pernikahan dengannya, selalu ia peringati terlebih dahulu. Bukan apa-apa. Ia hanya kasihan apabila melihat anak orang mati sia-sia.
"Kamu ngomong apa sih? Siapa yang mau membawa kamu ke KUA? Saya salah ucap tadi. Maksud saya adalah neraka." Gala melotot.
"Ayo kita berangkat. Ke buru kering cabe-cabe saya menunggu kamu panen." Gala berjalan cepat meninggalkan si Jamilah sembari menyumpah-nyumpah dalam hati. Mulutnya memang cenderung sembarang berucap apabila hatinya sedang kesal. Masalahnya kenapa harus terucap KUA alih-alih neraka. Siala*!
"Oke, Pak Boss. Tapi kalimat KUA dan neraka itu beda jauh pengucapannya. Papa saya selalu bilang ; berhati-hatilah dengan pikiranmu, karena ia akan menjadi ucapanmu. Berhati-hatilah dengan ucapanmu karena ia akan menjadi tindakanmu. Dan--"
"Papa? Kamu memanggil ayahmu dengan sebutan papa?" Gala menaikkan satu alisnya. Jamilah ini sok ke kotaan sekali."
Mampus! Ia kelepasan.
"Teman papa saya, maksudnya." Alexa buru-buru mengkoreksi.
"Ayo, cepetan jalannya Pak Boss. Nanti cabe-cabe Bapak bukan cuma kering. Tapi bisa gosong karena kelamaan nungguin kita. Mobil Pak Boss parkirnya di mana ya?" tanya Alexa anthusias. Ia berusaha mengubah topik pembicaraan. Kalau sampai jati dirinya ketahuan, alamat menjadi istri Brandonlah dirinya. Dan itu artinya neraka dunia akhirat.
"Di situ," Gala menunjuk pekarangan. Alexa menelan salivanya sendiri saat melihat arah yang ditunjukkan oleh Gala. Katanya petani dan peternak sukses. Tapi mengapa model mobilnya seperti ini. Mobil yang ditunjuk Gala adalah sebuah mobil bak terbuka, yang usianya sepertinya sepantaran dengan sang pemilik. Belum lagi kondisinya yang seperti baru saja mengikuti jalan offroad. Lumpur nemplok di sisi kiri dan kanan mobil.
"Astaganagadragon. Pak Boss, itu mobil masih ada napasnya nggak, Pak?" Alexa yang kini telah berada di sisi mobil menatap ngeri penampakan mobil Gala.
"Ya, masih lah. Buktinya saya ada di sini? Sudah jangan banyak protes. Cepat naik, nanti kita kesiangan," perintah Gala seraya membuka pintu mobil pengemudi. Tanpa banyak cincong Alexa segera membuka pintu mobil di samping Gala.
"Eh copot... copot..." Alexa kaget saat pintu mobil yang ia buka mengeluarkan suara keras seperti besi tua yang akan patah. Lihatlah, pintu mobilnya saja seperti hendak lepas saat dibuka. Apakah mobil tua ini bisa membawanya selamat hingga ke kebun cabe Gala? Batin Alexa.
"Kamu ini seperti nenek-nenek saja. Latahan. Tidak ada yang copot di sini." Gala menstarter mobil.
Syukurlah.
"Kecuali pintu mobilnya. Pintu mobil ini sudah tidak bisa menutup karena engselnya rusak. Jadi selama berkendara kamu harus memegangi sisi mobil," lanjut Gala kalem.
"Huapah? Gue harus memegang sisi mobil ini selama perjalanan? Ogah!"" Alexa mendelik. Yang benar saja ia harus memegangi sisi mobil selama perjalanan.
"Kalau kamu tidak mau ya sudah. Tapi kamu siap-siap saja menggelinding keluar ya? Pilihan ada di tanganmu sendiri. Ah, satu lagi. Sebut dirimu sendiri dengan saya. Jangan gue lagi. Atau saya akan mengadukannya pada akungmu. Paham?"
Paham... paham. Paham mbahmu!
Namun Alexa menyimpan rasa dongkolnya hanya di dalam hati. Ia menyadari bahwa ia harus bisa meredam emosinya, apabila ia ingin selamat sentosa senantiasa hingga tahun depan di kampung ini. Menghadapi segala kicauan Gala, harus ia anggap sebagai bagian dari proses kesabaran diri.
Alhasil di sepanjang jalan ia terus menarik panel pintu mobil erat-erat agar tidak sampai terbuka. Dan percayalah semua itu tidak mudah. Selain jalan yang memang berliku-liku, sepertinya Gala juga sengaja menyetir dengan ugal-ugalan. Alhasil ia selalu merasa nyaris terlempar keluar pintu.
Sabar Lexa. Ini cobaan. Lo tahan aja semua penderitaan ini. Ntar kalo ada kesempatam untuk membalas dendam, baru lo kerjain si Belanga ini. Ingat Lexa, pemenang adalah orang yang tertawa paling akhir.
***
Sekitar lima belas menit yang terasa berjam-jam bagi Alexa, mereka akhirnya telah tiba di
lokasi perkebunan. Dan Alexa pun terpesona. Ia seperti melihat hamparan karpet berwarna hijau dan merah yang mempesona. Ia terpana. Seumur hidup tinggal di kota besar, pemandangan seperti ini benar-benar langka. Saat ini langit sudah mulai terang. Sehingga ia bisa menikmati keindahan alam ini dengan lebih jelas.
Kedatangannya dan Gala ini sepertinya memang sudah terlambat. Karena ia melihat puluhan ibu-ibu tengah sibuk hilir mudik memetik buah cabai yang segar dan merah. Para ibu-ibu itu sebagian besar memakai penutup kepala dan kaos lengan panjang. Sebagian lagi bahkan menambahinya lagi dengan topi lebar. Sedangkan bawahannya rata-rata menggunakan celana panjang. Sebagian ibu-ibu itu juga menggunakan sarung tangan karet saat memetik cabe. Sedangkan sebagian lagi memetik dengan tangan telanjang.
Alexa turun dari mobil dan memandang penampilannya sendiri. Ia benar-benar salah kostum. Tetapi mau bagaimana lagi. Ia memang tidak memiliki pakaian lain.
"Setelah kamu melihat pakaian tempur dari ibu-ibu pemetik cabe di sana, bagaimana pendapatmu? Coba bandingkan dengan penampilan spektakuler kamu ini. Kamu seperti artis yang tengah syuting sinetron di perkebunan cabe bukan?" sindir Gala. Alexa menghela napas kesal.
Ini manusia sebiji demen amat ya nyerungsungin hidup gue? Sedari pagi buta tadi, adaaaa saja celaannya untuk gue. Kalo gue nggak mikir bakalan jadi bininya Brandon, udah gue bejek-bejek lo jadi rujak bebeg!
"Kan sudah saya bilang berkali-kali kalau--"
"Kamu tidak memiliki pakaian yang lain lagi?" sambar Gala.
"Nah, itu tahu. Pinter," puji Alexa sembari bertepuk tangan sarkas.
Pinter ndasmu, maksudnya!
Gala tidak menanggapi kalimatnya. Gala hanya meliriknya sekilas seraya berjalan kembali ke arah mobil. Alexa mengangkat bahu. Ia tidak mempedulikan Gala. Dia lebih tertarik memperhatikan para pemetik-memetik cabe itu memanen buah cabe dengan cekatan. Hingga sebuah suara menyebalkan menyinggahi pendengarannya.
"Ini," Gala menjejalkan sebuah bungkusan ke tangannya. Gala kini hanya menggunakan kaos singlet putih. Ia sudah tidak menggunakan kemeja lagi. Jangan... jangan...
"Apa ini, Pak Boss?" Alexa mengerutkan dahi. Sesuatu melintasi pikirannya. Jangan-jangan ini kemeja bekas pakai Gala saat memerah sapi tadi. Membayangkan berapa banyak kuman dan aromanya, Alexa mual seketika.
"Ini ada kemeja dan celana panjang milik saya. Memang bukan kemeja dan celana baru. Tetapi sudah dicuci bersih. Pakaian ini bisa kamu gunakan selama memetik cabe. Kamu bisa mengganti pakaian ajaibmu itu dengan kemeja dan celana ini. Segera ganti pakaianmu di sana."
Gala menunjuk sebuah gubuk di bawah pohon rindang. Alexa menatap gubuk Itu ngeri. Bukan apa-apa. Gubuk itu banyak lubang-lubang yang tidak tertutup rapat di sana. Bagaimana kalau ada orang yang mengintip? Satu hal lagi, masa ia memakai baju dan celana bekas Gala? Ya walaupun sudah dicuci, tetap saja namanya bekas dipakai Gala bukan?
"Ini bukan kemeja bekas, Pak Bos 'kan?" Selidik Alexa curiga.
"Ya bukanlah!" sergah Gala cepat. Apaan-apaan gadis bar bar ini? Masa ia memberikan pakaian bekas padanya? Ia saja tidak tahan membaui aromanya sendiri, makanya ia bermaksud mengganti pakaian.
"Lantas ke mana kemeja bekas Pak Boss tadi?" tanya Alexa dengan tatapan menyelidik.
"Sudah saya letakkan di mobil. Saya bermaksud menggantinya dengan kemeja baru. Yang tadi sudah kotor. Sudah, ganti pakaianmu sana?" hardik Gala lagi.
Alexa memandang sekali lagi keadaan gubuk. Ia sangsi.
"Saya akan mengawasi keadaan gubuk selama kamu berganti pakaian. Pakaian itu memang mungkin sedikit Kedodoran untukmu, tetapi masih bisa digunakan. Celana saya itu model joger. Jadi bisa menyesuaikan dengan bentuk tubuh si pemakai. Ada tali juga di bagian pinggalnya."
"Tapi?"
"Tidak mau? Baiklah. Saya sudah pusing mengurus kamu sepagian ini. Lebih baik saya hubungi akungmu saja." Gala merogoh saku. Ia meraih ponsel.
"Jangan!" Alexa refleks melompat. Ia bermaksud merebut ponsel Gala. Gala yang kaget dan tidak mengira Jamilah seagresif ini, kehilangan keseimbangan. Ia terjatuh dengan membawa cucu Pak Hamid ini di atas tubuhnya.
Alexa memakai pakaian yang diberikan Gala dengan cepat. Selama berpakaian, ia bolak-balik mengintai dari bilik yang terbuat dari bambu. Setelah selesai berpakaian, Alexa merasa ia seperti orang-orangan sawah. Lengannya tak tampak karena lengan kemeja yang kepanjangan. Serta celana yang kepanjangan juga. Ia mengakalinya dengan menggulung lengannya berkali-kali. Setelahnya ia memasukkan kemejanya dalam joger pants. Agar pinggangnya sesuai, ia mengikat talinya kencang dalam simpul yang kuat. Celana yang kepanjangan, ia lipat beberapa kali, baru ia tarik ke atas. Lumayanlah. Setidaknya ia jadi lebih mudah bergerak dan terlihat seperti manusia normal."Sudah belum? Memakai pakaian saja kamu lelet sekali, apalagi kalau bekerja nanti. Saya tidak membutuhkan pekerja yang lamban!"Etdah, itu mulut pengen banget gue sumpel pake pupuk kandang!"Sudah selesai, Pak. Jangan marah-marah melulu jadi orang, Pak Gala. Nanti Bapak bisa terserang darah tinggi dan mati muda. Sayang 'kan, kalo Bapak mati a
Alexa kembali bersendawa setelah meneguk air mineral. Ah lega sekali. Rasanya dunia kembali terang setelah ia menghabiskan sebungkus nasi dan sebotol air mineral."Kamu punya hubungan apa dengan Pak Gala, Milah?" Alexa melirik seorang gadis ayu yang diperkenalkan Wiwid tadi sebagai Nenny. Di antara banyak teman-teman barunya, sebenarnya Nenny ini yang paling cantik. Wajahnya manis dan gerak-geriknya feminim sekali. Ia juga jarang berbicara. Namun sekalinya membuka mulut, kalimatnya ajaib juga."Memangnya kenapa, Nen?" Alexa balas bertanya. Ia memang tidak menyukai basa basi. Sebenarnya ia sudah bisa menebak ke arah mana Nenny akan menggiring topik pembicaraan. Namun ia sengaja pura-pura tidak tahu saja. Roman-romannya masalah cemburu ini."Nggak apa-apa sih, Milah. Aku-eh saya cuma mau bilang kalau--""Udah pakai aku saja." Alexa memotong kalimat Nenny."Gue juga sebenarnya ribet banget ngomong pake kata ganti saya... saya. Aneh banget rasanya. Berhubung kayaknya kita semua pada seumu
Waktu baru menunjukkan pukul 18. 30 WIB. Namun Alexa sudah merasa mengantuk. Ia baru saja pulang bekerja dari kebun. Setelah seharian bekerja, tubuhnya kini meminta jatah beristirahat. Seumur hidupnya baru beberapa hari inilah ia bekerja begitu keras bagai kuda. Dan kini ia lelah lahir batin.Setelah membersihkan diri, ia bermaksud beristirahat sejenak. Mungkin dengan berbaring sebentar rada capeknya akan hilang. Alexa memejamkan mata sembari meringis kesakitan. Tubuhnya serasa remek semua saat ia membaringkan diri di peraduan. Sudah tiga hari ini ia menjadi buruh pemetik cabe di perkebunan Gala. Tugasnya bekerja dimulai dari pukul tujuh pagi hingga pukul setengah enam sore. Bukan itu saja. Sehari setelah mengantarkannya bekerja dengan mobil pick up yang nyaris lepas pintunya, Gala memberinya alat transportasi sendiri. Berupa sebuah sepeda tua yang kerap ia lihat dalam film-film perjuangan tempo dulu. Bayangkan saja, sebelum ia berdiri seharian memetik cabe, kakinya sudah terlebih dul
"Ya udah Pak Gala temui saja dulu pacarnya. Saya ngambil parangnya sendiri saja." Mendapat kesempatan berkelit, Alexa bermaksud kabur. Ia membalikkan tubuh. Mengambil ancang-ancang untuk kabur. Namun secepat ia bergerak, secepat itu pula Gala menarik pergelangan tangannya."Kamu di sini saja, Midun."Susah amat mau kabur ya? Mana tangan gue dicengkram terus lagi, elahhh. "Lepasin tangan saya, Pak? Bapak nggak liat itu biji mata pacar Bapak sudah seperti akan menggelinding keluar?" Alexa berupaya menarik tangannya. Namun alih-alih melepas, Gala malah mempererat cengkramannya. Sialnya lagi, Gala mengubah pegangannya. Dari yang tadinya mencengkram pergelangan tangan, menjadi menggenggam jemari tangannya. Alexa mendelik kesal. Tapi delikannya hanya ditanggapi dengan suara dengkusan. Sialan!"Mas Gala sedang istirahat makan siang ya?" si gadis cantik menyapa ramah seraya mendekat. Saat si gadis tersenyum, dua lesung pipinya muncul. Kemayu dan lembut sekali pembawaannya. Apalagi saat ini s
"Durian yang mana dulu ya yang dibelah?" Alexa mengeluarkan lima buah durian dari dalam karung goni. Ia memilih-milih sejenak. Mana durian yang ia rasa paling bagus dan enak."Yang mana satu yang harus dibuka dulu ya?" Alexa berbicara sendiri. Ia bingung. Ia hanya pintar membelah buah durian. Tetapi tidak dalam hal memilih buah yang baik. Ia pernah berkali-kali salah memilih. Menurutnya bagus, namun sesampai di rumah malah busuk. Padahal saat membeli ia merasa duriannya sudah cukup wangi. Melihat Alexa ragu-ragu, Gala pun mendekat."Sini saya beritahu tips memilih durian yang baik dan benar. Agar lain kali, kamu piawai saat membeli buah durian." Gala kini ikut jongkok di samping Alexa. Ia kemudian meraih parang dari tangannya. Alexa melirik Gala sengit. Gaya Gala ini sudah menyerupai seorang tukang durian saja. Padahal aslinya mah, tukang cabe dan bawang. Tingkahnya saja yang selangit. Awas saja jika Gala salah memilih, dan membelah durian yang busuk. Akan ia bully setahun penuhlah na
"Masih belum mau pulang juga kamu? Punya istri kok sukanya kelayapan saja. Seharusnya sehabis pulang kerja kamu itu di rumah, Yanti. Mengurus suami." Alexa urung melangkah. Kemunculan seorang laki-laki yang marah-marah di samping Yanti menghadirkan satu dugaan. Laki-laki muda itu pasti suami Yanti. Sepertinya laki-laki sudah cukup lama di sini. Terlihat dari bahasa tubuhnya yang tidak sabaran seraya berkacak pinggang."Aku 'kan harus kerja lagi, Mas. Kalau tidak kita makan apa nantinya? Gaji Mas hanya cukup untuk membeli susu dan beras. Kita butuh makan, membayar listrik dan banyak hal lainnya, Mas," keluh Yanti sembari terus menyusuti air mata."Kerja... kerja terus. Tapi hasilnya tidak seberapa. Sementara tubuhmu makin hari makin kurus dan butek. Tidak ada menarik-menariknya sama sekali. Tidak seperti saat kamu gadis dulu. Coba contoh si Prapti. Usianya sama denganmu. Tapi kalian berdua seperti langit dan bumi. Prapti mulus dan harum aroma parfum. Sementara kamu burik dan berbau bum
Alexa memperhatikan Yanti yang tidak bisa duduk tenang. Sedari tadi Yanti terus memandang pintu. Alexa tahu, Yanti menanti-nanti suami sialannya itu masuk. Begini amat orang kalau sudah bucin ya? Kenyataan dengan kebodohan sampai tidak bisa lagi mereka rasakan. Semoga saja ia tidak akan pernah mengalami kebucinan sampai tingkat nirwana seperti Yanti.Sementara itu, Yanti berkali-kali mengelus dada saat mendengar suara-suara perkelahian dari belakang rumah. Ia takut kalau Eko sampai kenapa-kenapa. Itu artinya biaya lagi bukan? Ke dokter karena patah tulang itu juga butuh biaya. Gala itu walau terlihat dingin, sesungguhnya berdarah panas. Eko dan Gala itu adalah teman kecil. Begitu juga dengan dirinya. Tetapi ia tidak begitu akrab dengan Gala dan Eko. Karena rentang usia mereka yang terlalu jauh. Ia masih anak-anak ketika Gala dan Eko dewasa muda. Mereka juga sama-sama miskin di waktu lalu. Hingga tahun-tahun berlalu dan Gala sukses menjadi pengusaha besar. Olehnya mereka bertiga tahu
"Hallo... wah Mama rupanya yang menelepon. Ada apa, Ma?" bisik Alexa lirih di ponsel. Bukan apa-apa. Selain ponsel pinjaman, suasana di rumah ini juga sangat sepi. Walaupun saat ini ia sudah berjalan hingga ke teras, tetap saja ia takut kalau pembicaraannya dengan mamamya didengar oleh Gala. Kalau sudah seperti itu, bukan hanya dirinya yang akan menerima double hukuman. Tetapi mamanya juga. Papanya kalau sudah memberi hukuman tidak pernah pandang bulu."Ada berita gawat, Lex. Makanya Mama memberanikan diri meneleponmu. Keadaan sekarang sudah siaga satu. Brandon Sanjaya serius mau menikahimu."Huapah? Brandon serius menikahinya? Onde mande... bagaimanalah ini!"Ya tapi, itu kan keinginannya, Ma. Kalau Lexa nggak mau 'kan Brandon nggak bisa maksa juga. Kecuali--""Nah kecualimu itu yang benar. Papamu terlanjur menerima tantangan Pak Hardiman."Celaka dua belas!"Apa? Papa mulai main terima tantang-tantangan lagi?" Alexa rasanya ingin menangis sambil kayang, membayangkan kalau papanya sa
Ijab kabul telah usai. Begitu juga perayaan kecil-kecilan yang diselenggarkan oleh keluarganya. Tamu-tamu yang kesemuanya adalah para kerabat dan handai tolan dari kedua belah pihak, juga telah kembali ke rumah masing-masing. Tidak heran mengingat waktu telah menunjukkan pukul sembilan malam.Alexa yang baru saja masuk ke dalam kamar, bingung bukan kepalang. Bayangkan saja, dirinya yang sama sekali tidak pernah berpacaran, tiba-tiba saja telah sah menjadi seorang istri. Yang mana artinya jiwa dan raganya telah sah untuk bersatu padu dengan suaminya.Saat ini Alexa tengah duduk termenung di meja rias kamarnya. Dengan masih berpakaian kebaya lengkap, Alexa memandang ke seantero kamar. Kamarnya sendiri. Saat ini kamarnya telah disulap menjadi kamar pengantin yang romantis. Ranjang besi yang biasa ia tiduri, kini diberi hiasan kain tile dan bunga di tiap tiangnya. Lampu tidurnya diganti dengan lampu tidur berwarna kuning yang romantis. Dengan taburan bunga mawar di sprei satinnya membua
Ini adalah kali kedua Alexa didandani secara paripurna. Pertama dengan Embun delapan hari yang lalu. Dan kini oleh perias pengantin, yang mendandaninya di hari bahagianya ini. Ya, hari ini dirinya akan menikah dengan Gala. Pernikahan ini hanya pernikahan sederhana. Yang penting sudah ijab kabul dan sah, di mata hukum dan agama seperti keinginan Gala.Sebenarnya kedua belah pihak, baik itu dari pihak keluarga Delacroix Adams mau pun Sagara, sepakat untuk menikahkan mereka berdua paling cepat bulan depan. Hal itu dikarenakan mempersiapkan pernikahan yang megah tentu saja tidak mudah. Salah satunya adalah masalah waktu. Belum lagi urusan dokumen-dokumen, gedung, seserahan dan tetek bengek lainnya. Selain itu kedua orang tua mempelai juga ingin membuat pesta yang meriah. Mengingat Gala adalah anak tunggal, sementara Alexa adalah putri satu-satunya klan Delacroix Adams. Axel ingin membuat pesta besar-besaran, mengingat ini adalah kali terakhirnya membuat hajatan.Namun Gala menolak keras
Suara riuh rendah menyambut kehadiran Gala dan Brandon di atas sasana. Para penonton yang sebagian besar juga petaruh, mulai mengukur-ukur kemampuan dua petarung di atas sasana tiga. Mereka tentu saja tidak mau rugi. Setelah yakin dengan petarung jagoannya, masing-masing petaruh mulai memasang sejumlah uang. Dalam sekejab kubu terbelah menjadi dua bagian. Sebagian menjagokan Gala, dan sebagian lagi mengelu-elukan Brandon. Tidak heran mereka mengelu-elukan Brandon. Mengingat Alcatraz adalah tempat main keluarga besar mereka. Sedari kecil hinggal dewasa, Brandon sudah aktif latihan di sasana ini. Nama Brandon sudah kesohor sebagai jagoan. Tingkatannya setara dengan klan Delacroix Adams, Delacroix Bimantara, Putra Mahameru, dan banyak keluarga petarung lainnya. Sedangkan Gala, tidak ada yang mengenalnya."Kamu mau duduk di mana Lexa? Bersama Abang, papa dan Antonio atau bagaimana?"Suara dari belakangnya berikut tepukan ringan di bahu, menyadarkan Alexa. Xander telah berada di sampingn
Alexa menghitung angka satu sampai sepuluh sebelum membelokkan laju mobil memasuki pintu gerbang Alcatraz. Jika biasanya ia sangat excited setiap kali Alcatraz berpesta, kali ini ia gentar. Mengetahui bahwa salah satu petarung yang akan tampil adalah Gala melawan Brandon, hatinya ketar-ketir. Bagaimana mungkin ia bisa menikmati pertarungan kalau yang tengah berlaga adalah pacarnya? Di mana menang kalah pacarnya akan menjadi penentu kelangsungan hubungan mereka ke depannya. Apakah akan berlanjut ke jenjang yang lebih serius, atau berpisah untuk selamanya. "Lexa, ini kita mau menonton pertandingan tinju bukan?" Risma yang duduk di samping Alexa, menepuk punggung temannya yang mendadak bengong di sebuah gudang tua."Heh, kamu bilang apa, Ris? Sorry saya agak-agak kehilangan fokus." Alexa meringis. Kekhawatiran membuatnya pikirannya ngeblank. Konsentrasinya ambyar."Saya tanya, tujuan kita mau menonton pertandingan tinju bukan?" Risma mengulangi pertanyaannya."Iya, Ris. 'Kan tadi sudah
"Astaga, rumahmu ini megahnya seperti di sinetron-sinetron ya, Milah?" Risma yang baru saja dipersilakan masuk oleh Mbak Yati ke ruang tamu, terkagum-kagum memandangi seantero rumah Jamilah alias Alexa. Cucu Pak Hamid yang ternyata adalah anak majikan si bapak. Risma sama sekali tidak menyangka, kalau gadis tomboy nan mempesona yang kehadirannya menghebohkan Kampung Pelem sesungguhnya adalah seorang nona muda. Buka nona muda biasa pula. Melainkan nona muda seorang mafia. Benar-benar seperti kisah sinetron bukan?"Bukan rumahku, Ris. Tapi rumah orang tuaku." Alexa nyengir. Ia sangat gembira karena dikunjungi oleh Risma. Di kampung Pelem hanya Indah dan Risma yang berpikiran modern. Dirinya, Indah dan Risma sepaham dan seideologi. Makanya ketiganya menjadi akrab. Jikalau pada akhirnya ia cenderung lebih dekat dengan Risma, itu karena rumah mereka berdekatan. Selain itu Risma juga masih jomblo. Sedangkan Indah telah mempunyai pacar, yaitu Bagus. Jikalau Indah mempunyai waktu luang, ten
"Xel, dari dulu gue nggak setuju dengan hukuman tidak manusiawi yang melibatkan fisik begini." Tegar Putra Mahameru alias Heru menggeleng keras. Ia menentang cara kakak iparnya ini menghukum istri, adik perempuan, anak, keponakan dan calon menantunya. Di mana adik perempuan dan keponakannya adalah Lily dan Abizar. Alias istri dan putranya.Saat ini Raline, Lily, Xander, Abizar, Gala dan Alexa tengah di strap di teras rumah dalam cuaca panas terik. Sementara Cia sudah lebih dulu diamankan Bima. Bima berjanji akan menghukum istrinya dengan kerja bakti sosial selama sebulan penuh. Begitulah Bima, setiap kali memberi hukuman, selalu tidak boleh bertentangan dengan UUD Republik Indonesia. Jiwa seorang pengacara telah mendarah daging didirinya.Kini di rumah klan Delacroix hanya bersisa Raline, Lily, Alexa, Xander, Alexa, Abizar dan Gala. Mereka semua berdiri tegak dalam posisi siap siaga. Beginilah Axel apabila memberi sanksi. Ia tidak pernah pandang bulu. Siapa yang bersalah maka wajib di
Satu jam sebelumnya. "Gimana Ly, udah dapet belum truk pengangkut excavatornya? Inget, lo nggak boleh memakai jasa anak-anak. Ntar ketahuan kakak lo, hancur Minah rencana kita."Raline mondar-mandir di halaman rumah Lily. Adik iparnya itu sibuk menelepon ke sana ke mari setelah Heru meninjau salah satu proyeknya."Udah. Lo tenang aja kakak ipar. Gue udah dapet truk yang bisa ngangkut excavator Kak Axel. Bukan gue sih sebenernya ngusahain. Tapi si Kiran noh yang bergerak. Ntar si Cia juga ikut ke sini bersama truk pengangkut excavatornya. "Lily nyengir. Dalam situasi darurat begitu jiwa detektifnya di Kiran memang teruji. Anak si Cia ini emang jago kalo urusan kucing-kucingan begini. Sekonyong-konyong Lily berteriak gembira memindai sebuah truk besar berisi mesin excavator. Cia sudah tiba rupanya. Sahabatnya itu duduk di samping supir truk."Noh, tuh si Cia nongol. Langsung naik truk lagi. Emang edan ini satu emak-emak hebring." Lily cengengesan melihat Cia melompat turun dari truk d
"Pa, Lexa ikut ya? Masa Papa mau ngerame-ramein musuh Lexa nggak boleh ikut? Mana seru acaranya nanti, Pa? Papa biasanya 'kan butuh tim hore." Alexa menggelayuti lengan papanya yang tengah berbincang-bincang dengan Om Erick dan Tangguh."Iya, Om. Izar juga bisa menjadi tukang pukul cadangan apabila Om Erick tiba-tiba encoknya kumat. Om juga kakinya sedang cedera. Kalau Om cuma mengandalkan Tangguh seorang dikhawatirkan tim kita bisa kalah lo, Om." Abizar ikut merayu Om Axel, setelah mendapat kedipan mata dari Alexa. Mereka berdua kalau sedang dalam misi terselubung seperti ini kekompakan mereka tidak usah diragukan lagi."Encok-encok Om masih mampu melumpuhkan musuh yang menyerangmu bukan, Zar?" balas Erick sewot. Ia paling kesal kalau penyakit encoknya dibawa-bawa. Gala nyengir samar. Ia sama sekali tidak menyangka kalau tangan kanan mafia legend seperti Om Erick bisa sewot juga."Iya deh, Om. Walau sedang encok pun Om Erick tetap sakti mandraguna." Abizar mengacungkan jempol yang di
Gala merasa bulu kuduknya meremang kala berhadap-hadapan dengan Om Axel. Saat ini mereka berdua telah berada di atas ring berwarna merah. Saling berhadapan dan bertelanjang dada."Tidak ada aturan baku dalam pertarungan ini. Semua anggota tubuh boleh kalian digunakan. Namun khusus kamu, Anak Muda. Kaki kananmu dilarang keras untuk menyerang. Kalau kamu memaksa, kamu sendiri yang akan merasakan akibatnya. Mengerti?" Erick memandang dua petarung berbeda generasi di hadapannya."Pertarungan berakhir apabila salah seorang tidak mampu lagi melanjutkan pertarungan alias TKO. Saya akan belajar berhitung satu sampai sepuluh. Apabila yang bersangkutan tidak bisa berdiri lagi, pertarungan dinyatakan selesai. Mengerti?""Mengerti!" sahut Gala dan Axel bersamaan."Bagus. Fight!" Erick membuat gerakan mulai bertarung dengan mengangkat lengannya.Gala dan Alex kini saling memandang. Sama-sama saling menjajaki kekuatan lawan. Sejurus kemudian Gala membuat gerakan kuda-kuda depan. Ia memposisikan kak