Setelah kegelapan itu benar-benar menghilang, dan dunia kembali tenang, Zhen duduk di atas sebuah batu besar di sisi hutan, terengah-engah. Matahari terbenam perlahan di ufuk barat, memancarkan warna merah dan jingga yang indah ke seluruh langit. Angin yang lembut menyentuh wajahnya, seolah menyampaikan kedamaian setelah badai. Namun, meskipun dunia tampak damai, hatinya tidak sepenuhnya tenang.“Ibu,” Zhen memanggil dengan suara pelan, melihat Yulan yang berdiri tak jauh dari situ, memandang jauh ke depan. “Aku merasa ada yang aneh. Semua ini terasa terlalu cepat. Bagaimana jika ada sesuatu yang lebih besar lagi yang akan datang?”Yulan menoleh, wajahnya tampak tenang, meski tatapan matanya memancar keteguhan. “Zhen, terkadang, kita merasa cemas karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi. Tetapi ingatlah satu hal: dalam setiap langkahmu, selalu ada orang yang mendukungmu. Kamu tidak perlu menghadapi semua ini sendirian.”Zhen mengangguk perlahan, namun hatinya terasa berat. Tidak h
Langit malam semakin pekat, dan bintang-bintang yang biasanya bersinar terang kini terselubung awan gelap. Zhen dan Lian melangkah keluar dari desa kecil itu, suasana yang sebelumnya penuh kedamaian kini digantikan oleh ketegangan yang semakin menebal. Keduanya tahu bahwa ancaman yang mereka hadapi bukan hanya berasal dari dunia luar, tetapi juga dari dalam diri mereka sendiri—perasaan yang baru saja mereka ungkapkan, cinta yang tumbuh di antara mereka, bisa menjadi penghalang atau justru kekuatan yang memperkuat mereka.“Zhen, ada sesuatu yang tidak beres,” kata Lian, suaranya penuh kecemasan. “Aku merasakannya, ada kekuatan gelap yang semakin mendekat. Sepertinya… semakin kuat.”Zhen mengangguk, matanya tertuju pada hutan yang gelap di depan mereka. Ia merasakan getaran di dalam dirinya, seolah sesuatu yang jahat sedang bergerak di dalam bayang-bayang. “Aku juga merasakannya. Kita harus berhati-hati.”Namun, mereka tidak bisa mundur. Apa pun yang datang, mereka harus menghadapinya b
Zhen berdiri terpaku di tengah hutan, angin yang dulu ia gunakan untuk menyerang kini terasa seperti sebuah pengingat berat atas pertempuran yang baru saja mereka hadapi. Di sampingnya, Lian masih terengah-engah, tubuhnya lemah setelah melepaskan kekuatan alaminya yang begitu besar. Mereka berdua tahu bahwa kemenangan ini hanyalah awal dari perjalanan panjang yang akan lebih sulit dan berbahaya."Zhen," suara Lian terdengar lemah, namun penuh dengan tekad. "Apa yang dia katakan tadi... apa maksudnya dengan ancaman yang sesungguhnya?"Zhen menatap kosong ke tempat di mana musuh itu terakhir kali berdiri. Kekuatan yang dipancarkan pria itu sangat gelap, jauh melampaui apa yang pernah mereka hadapi sebelumnya. "Aku tidak tahu, Lian. Tapi kita tidak bisa lengah. Ini lebih besar daripada yang kita kira."Lian mengangguk, meskipun masih terlihat lelah. Ia memegang tangan Zhen dengan erat, seolah mencari kekuatan dari sentuhan itu. “Kita sudah menghadapinya bersama, Zhen. Kita akan terus ber
Pagi itu, Zhen dan Lian berangkat menuju tujuan mereka yang pertama: mencari petunjuk tentang artifact kuno yang bisa menahan Kegelapan. Setelah percakapan yang tegang dengan Kael, mereka sadar bahwa perjalanan ini tidak bisa dihadapi dengan kekuatan fisik semata. Hati dan pikiran mereka harus sekuat tubuh mereka jika mereka ingin bertahan."Kita harus siap menghadapi yang terburuk," kata Zhen saat mereka berjalan melintasi lembah yang gelap, udara pagi terasa berat di sekitar mereka. "Kael mengatakan kita akan menghadapi banyak pilihan sulit. Artinya, kita nggak hanya bakal berjuang dengan musuh fisik, tapi juga musuh yang ada di dalam diri kita sendiri."Lian mengangguk. "Aku tahu. Tapi apapun yang terjadi, kita nggak boleh saling ragu. Kita harus tetap bersama."Zhen menatap Lian sejenak, matanya yang tajam tampak lebih lembut. "Kita nggak hanya bertarung untuk dunia ini, Lian. Tapi juga untuk kita."Lian tersenyum, walaupun ada kecemasan yang terlihat jelas di matanya. "Aku tahu,
Suasana di dalam gua semakin berat, dengan udara yang semakin tipis dan sejuk. Zhen dan Lian tetap berdiri tegak, meskipun ada rasa takut yang mulai merayap ke dalam diri mereka. Sosok perempuan yang muncul di hadapan mereka tampak tidak mengancam, namun kekuatan yang terpancar dari dirinya terasa begitu besar, seperti sesuatu yang jauh melampaui kemampuan mereka saat ini.“Apa maksudmu dengan pilihan?” tanya Zhen, suaranya tegas, meskipun hati kecilnya merasakan kegelisahan yang mendalam. Lian di sampingnya tetap waspada, matanya tidak pernah lepas dari sosok perempuan tersebut.Sosok itu mengangkat tangannya perlahan, menggerakkan jari-jarinya dengan anggun, menciptakan gelombang energi yang tidak terlihat. “Artifact kuno yang kalian cari adalah sebuah kunci, Zhen. Kunci untuk mengakses kekuatan yang luar biasa. Tetapi, seperti yang sudah kujelaskan, kekuatan itu bukanlah sesuatu yang bisa dipakai sembarangan.”Zhen menatapnya dengan tajam. “Kami tidak mencari kekuatan untuk diri ka
Zhen terengah-engah, tubuhnya lelah setelah serangkaian serangan yang terus berdatangan dari bayangan-bayangan gelap tersebut. Namun, jauh di dalam dirinya, ada sesuatu yang lebih berat daripada kelelahan fisik. Ketika pedangnya berkilau di bawah cahaya yang semakin redup, pikirannya berputar. Setiap gerakan pedangnya seperti bergetar dengan suara kesendirian, rasa cemas, dan perasaan yang semakin membebani hatinya.Setiap kali ia mengalahkan salah satu makhluk bayangan itu, ada perasaan kosong yang menggantung di dadanya. Ia tidak bisa menepisnya, meskipun kemenangan itu terlihat begitu jelas di hadapan matanya. Rasa itu... seperti sesuatu yang ia abaikan selama ini."Apa yang sebenarnya aku perjuangkan?" pikir Zhen, matanya melirik sekilas ke arah Yulan yang berdiri di kejauhan, memandangnya dengan penuh perhatian. Wajah ibunya terlihat tegar, namun ada sesuatu dalam matanya yang membuat Zhen meragukan segalanya.Ada rasa takut yang semakin membesar di hatinya, bukan hanya untuk dir
Zhen terus melangkah, setiap langkah terasa semakin mantap, meski dunia di sekelilingnya masih dipenuhi dengan kegelapan dan bayangan yang merayap. Pedangnya, yang bersinar terang, kini terasa seperti bagian dari dirinya, seolah ia sudah menguasai bukan hanya kekuatan fisiknya, tetapi juga kekuatan hatinya. Ada ketegasan dalam gerakannya yang belum pernah ada sebelumnya.Namun, keteguhan itu belum cukup untuk mengalahkan musuh di depannya. Sekte Bayangan Darah, meskipun tampaknya mulai goyah, tetap tidak menunjukkan tanda-tanda mundur. Pemimpin mereka, yang sebelumnya terlihat sombong, kini memperlihatkan sedikit keraguan di wajahnya, tetapi itu tidak menghentikan kekuatannya."Zhen!" Lin Hai berteriak, memperingatkannya tentang bayangan yang bergerak cepat di sisi lain. "Ada lebih banyak dari mereka!"Zhen mengangguk tanpa mengalihkan pandangannya dari musuhnya. "Aku tahu," jawabnya, suara tegas namun masih terbalut kelelahan. "Tapi aku tidak akan mundur."Ia mengayunkan pedangnya se
Zhen menghembuskan napas panjang, tatapannya masih terfokus pada sisa-sisa bayangan yang kini menghilang, dibawa oleh angin yang datang tiba-tiba. Meski pertempuran telah berakhir, perasaan dalam dirinya belumlah tenang. Kemenangan itu terasa pahit—seolah tidak ada kemenangan sempurna dalam dunia ini. Begitu banyak yang telah dilalui, namun perasaan kosong itu terus mengganggu pikirannya.“Zhen?” suara lembut Yulan mengalihkan perhatiannya. Ia menoleh dan melihat ibunya berdiri di dekatnya, wajah penuh perhatian.Zhen mengangguk, meski ia merasa seolah ada sesuatu yang mengganjal di dalam dirinya. “Aku... aku merasa seperti ada yang hilang,” katanya pelan, seolah takut jika kata-katanya akan terdengar lemah.Yulan mendekat dan memeluk Zhen erat, seakan ingin memberikan ketenangan yang sulit ditemukan dalam hati anaknya. “Zhen, kamu sudah melakukan lebih dari yang bisa kami harapkan. Ini bukan tentang pertempuran yang kamu menangkan. Ini tentang perjalananmu, tentang bagaimana kamu tum
Suasana setelah kepergian Huoyun Zhe begitu mencekam. Xu Tianyuan dan Bai Wushang, yang sebelumnya hampir saling membunuh, kini berdiri dalam diam, masing-masing tenggelam dalam pikirannya sendiri.Zhen menatap ke arah langit yang perlahan kembali tenang. Peringatan Huoyun Zhe tentang Sekte Langit Hitam bukan sekadar ancaman biasa. Jika benar mereka telah kembali, maka seluruh dunia kultivasi akan terguncang.Guo Lian melangkah mendekati Zhen, suaranya dipenuhi kewaspadaan.> Guo Lian: "Apa yang akan kau lakukan sekarang? Jika Sekte Langit Hitam benar-benar bangkit, maka kita harus segera mengambil tindakan."Zhen menatap ke kejauhan sebelum menjawab.> Zhen: "Aku akan melanjutkan pelatihanku. Jika ingin menghadapi mereka, aku harus menjadi lebih kuat, baik dalam kultivasi maupun dalam penyulingan pil."Jiang Hao yang sejak tadi diam kini berbicara.> Jiang Hao: "Dan ke mana kau akan pergi? Tidak mudah menemukan tempat yang aman untuk berlatih dalam situasi seperti ini."Zhen terdiam
Xu Tianyuan mengangkat tombaknya, dan semburan energi emas menyebar dari ujung senjatanya. Bai Wushang, dengan tatapan tajamnya, melayang di udara, mengumpulkan energi angin yang berputar ganas di sekelilingnya. Kekuatan kedua kultivator puncak itu begitu besar hingga tanah di sekitar mereka mulai hancur, dan langit berubah menjadi ungu kehitaman, dipenuhi riak-riak energi yang mengancam menelan semua yang ada di bawahnya.Zhen berdiri di kejauhan bersama Guo Lian dan Jiang Hao, berusaha menjaga keseimbangan saat gelombang kejut dari pertempuran terus mengguncang area itu.> Guo Lian: "Kita harus segera meninggalkan tempat ini! Jika pertarungan mereka mencapai puncaknya, kita bisa tersapu dalam kehancuran!"> Jiang Hao (mengerutkan kening): "Tapi kalau kita pergi sekarang, kita tidak akan bisa melihat hasil pertarungan ini. Siapapun yang menang akan menentukan keseimbangan kekuatan di Langit Ketiga!"Zhen tidak mengatakan apa-apa, matanya terpaku pada pertempuran yang terjadi. Dia bis
Dua hari setelah keputusan Zhen untuk mengikuti Turnamen Alkimia Langit Ketiga, ia sudah mulai berlatih dengan intens. Guo Lian membawanya ke sebuah lembah terpencil yang penuh dengan energi api, tempat yang sempurna untuk seorang alkemis berkembang.> Guo Lian: "Di tempat ini, banyak alkemis muda yang gagal karena terlalu gegabah. Alkimia bukan sekadar tentang kekuatan, tetapi juga pemahaman yang mendalam tentang harmoni antara energi, bahan, dan niatmu."Zhen mengangguk, memandangi deretan tungku raksasa yang berdiri di antara batuan berwarna merah menyala.> Zhen: "Apa yang pertama harus kupelajari?"Jiang Hao, yang berdiri di sampingnya, melemparkan kantung kecil berisi serbuk herbal ke arah Zhen.> Jiang Hao: "Dasar dari alkimia bukan hanya memahami api, tetapi juga mengenal setiap bahan yang kau gunakan. Kau harus tahu bagaimana setiap ramuan bereaksi ketika bercampur, mana yang bisa meningkatkan efek obat dan mana yang bisa menghancurkannya."Zhen membuka kantung itu dan menciu
Rahasia yang Terkubur dalam ApiSaat Api Roh Bumi menyala, tungku raksasa di hadapan Zhen mulai bergetar hebat. Cahaya merah darah terpancar dari dalamnya, menyelimuti seluruh aula dengan aura yang menekan. Para murid Sekte Api Hitam yang mengamati dari kejauhan langsung terdiam, sementara Jiang Hao mengernyit, matanya penuh ketidakpercayaan.> Jiang Hao: "Bagaimana mungkin… Api Roh Bumi bisa menyatu begitu cepat dengan Tungku Api Naga?"Guo Lian juga tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Dia memang sudah menduga bahwa Zhen memiliki talenta luar biasa, tetapi tidak menyangka bahwa Api Roh Bumi dalam dirinya bisa langsung beresonansi dengan salah satu alat pemurnian pil terkuat di sekte ini.Sementara itu, Zhen mulai merasakan sesuatu yang aneh. Api di tangannya bukan hanya membakar, tetapi juga seperti berbisik kepadanya. Sebuah suara kuno bergema di benaknya.> Suara Misterius: "Pewarisku… akhirnya kau datang. Api ini telah menunggumu selama berabad-abad. Jika kau ingin memahami
Langit Ketiga masih menyimpan banyak misteri. Setelah kepergian Bai Xuan, Zhen dan Mo Weng tidak bisa berlama-lama beristirahat. Mereka segera melanjutkan perjalanan menuju Sekte Api Hitam, tempat yang dikenal sebagai pusat para alkemis di Langit Ketiga.Saat mereka berjalan di jalur pegunungan yang dipenuhi kabut, Mo Weng menoleh ke arah Zhen.> Mo Weng: "Sekte Malam Abadi… Aku pernah mendengar nama mereka, tapi aku tidak tahu mereka memiliki pengaruh di Langit Ketiga."Zhen mengangguk, masih memikirkan kata-kata Bai Xuan sebelumnya.> Zhen: "Mereka jelas tidak sembarangan. Dia menyebut Api Roh Bumi… seperti sudah tahu tentang kekuatanku. Bagaimana bisa?"Sebelum Mo Weng sempat menjawab, sebuah suara datang dari kejauhan.> ???: "Kalau begitu, mungkin aku bisa menjelaskan."Mereka berdua langsung bersiaga. Dari balik kabut, seorang pria paruh baya dengan jubah merah gelap muncul, membawa tongkat kayu yang dipenuhi ukiran rumit. Matanya tajam, penuh wibawa, tetapi tidak menunjukkan ni
Malam telah menyelimuti langit ketika Zhen dan Mo Weng berkemah di tepi sungai kecil, beberapa kilometer dari reruntuhan. Api unggun berkobar pelan, memancarkan cahaya oranye yang menari-nari di wajah mereka. Suasana tampak tenang, tetapi Zhen tidak bisa menghilangkan rasa waspada di hatinya.> Mo Weng: "Kau belum tidur juga?"Zhen menatap api unggun dengan mata serius.> Zhen: "Ada sesuatu yang mengawasi kita sejak kita meninggalkan reruntuhan. Aku bisa merasakannya."Mo Weng mengangkat alis, lalu menghela napas.> Mo Weng: "Aku juga merasakannya, tapi entah itu sekadar rasa curiga atau memang ada yang mengikuti kita. Kalau benar begitu, siapa pun mereka pasti memiliki alasan sendiri."Zhen mengepalkan tangannya.> Zhen: "Jika mereka ingin sesuatu dariku, cepat atau lambat mereka akan muncul sendiri. Yang lebih penting, kita harus sampai di Sekte Api Hitam secepat mungkin."Mo Weng tertawa kecil dan menepuk pundaknya.> Mo Weng: "Haha! Aku suka semangatmu, tapi jangan terlalu tegang.
Zhen berdiri di depan patung batu yang kini tak lagi bergerak. Cahaya biru pucat dari simbol kuno di dadanya perlahan meredup, tetapi energi aneh masih terasa di udara.> Zhen (dalam hati): "Apa maksud suara itu? Penerus sejati Api Roh Bumi? Aku bahkan belum memahami sepenuhnya apa kekuatan ini…"Di saat yang sama, Mo Weng menghela napas lega dan menepuk bahunya.> Mo Weng: "Setidaknya kita masih hidup. Tapi aku yakin ini belum selesai. Biasanya, setelah melewati ujian seperti ini, ada sesuatu yang tertinggal."Zhen mengangguk, lalu berjalan mendekati patung itu. Saat dia menyentuh simbol di dadanya, patung itu tiba-tiba retak dan meledak menjadi pecahan kecil. Dari dalamnya, sebuah gulungan kuno melayang keluar, bersinar dengan cahaya merah keemasan.> Murid Paviliun Api Surgawi: "Itu… itu gulungan teknik alkimia!"Zhen meraihnya dan membuka gulungan tersebut. Di dalamnya terdapat tulisan kuno dengan gambar-gambar formasi rumit. Mo Weng meliriknya dan matanya membelalak.> Mo Weng: "
Ling Zhen berdiri dengan tenang di aula utama Paviliun Api Surgawi. Cahaya lentera giok berkelap-kelip, mencerminkan ekspresi tajamnya. Di hadapannya, seorang pria berjubah hitam dengan simbol tengkorak merah di dadanya menatapnya dengan dingin.> Utusan Sekte Roh Gelap: "Ling Zhen, aku akan langsung ke intinya. Kembalikan Api Roh Bumi itu. Itu bukan milikmu."Mo Weng menyeringai dan melangkah maju.> Mo Weng: "Hah? Sejak kapan Api Roh Bumi menjadi milik kalian? Ini diberikan langsung oleh Penguasa Langit Ketiga."> Utusan: "Itu karena Penguasa Langit Ketiga tidak tahu bahwa Api Roh Bumi seharusnya menjadi bagian dari ritual kebangkitan Tuan Sekte kami."Ruangan menjadi sunyi. Para murid Paviliun Api Surgawi mulai berbisik.Zhen tetap diam sejenak, lalu berkata dengan tenang:> Zhen: "Jika Penguasa Langit Ketiga sendiri yang memberikannya padaku, maka itu adalah keputusannya. Sekte Roh Gelap tidak punya hak menuntutnya kembali."Tatapan utusan itu semakin dingin.> Utusan: "Kau tidak
Ling Zhen menatap pria berjubah hitam di hadapannya.> Zhen: "Penguasa Langit Ketiga ingin menemuiku?"Pria itu mengangguk.> Pria Jubah Hitam: "Benar. Dia telah mendengar tentang keahlianmu dalam alkimia dan ingin berbicara langsung denganmu. Undangan ini bukan sesuatu yang bisa ditolak dengan mudah."Mo Weng mengerutkan alisnya, tampak tidak senang.> Mo Weng: "Penguasa Langit Ketiga? Hmph, aku tidak suka cara mereka mencampuri urusan orang lain. Zhen, kau harus berhati-hati. Orang-orang di Istana Surgawi bukanlah orang biasa."Tetua Paviliun Api Surgawi juga tampak terkejut.> Tetua Paviliun: "Undangan dari Istana Surgawi sangat langka. Biasanya, hanya para alkemis atau kultivator berbakat yang mendapat perhatian mereka. Tapi ini… terlalu cepat."Zhen tidak segera menjawab. Ia tahu bahwa setelah kemenangannya dalam duel alkimia, banyak mata akan tertuju padanya. Tapi ia tidak menyangka bahwa perhatian itu akan datang secepat ini.> Zhen (dalam hati): "Apakah ini sebuah kesempatan…