Yumnaa... mau ngapain kamu đŸ¤£ inget itu di kamar mandi rumah sakit đŸ™ˆ
"Astaghfirullahallazim, Dek!!" Secepatnya, Ustad Yunus mendorong tubuh Yumna hingga ciuman yang cukup intens itu berhenti. "Istighfar, Dek. Kita berada di rumah sakit. Ada dokter dan Papi juga diluar yang menunggu kita.""Mas lebay ih. Orang istri cuma nyium kok disuruh istighfar? Memangnya aku kesambet?" Yumna tertawa. Melihat reaksi panik Ustad Yunus malah membuatnya merasa lucu. Segera, dia pun membuka pintu kamar mandi.Ceklek~"Bagaimana hasilnya? Jelas nggak garis duanya?" tanya Papi Yohan dengan penuh antusias."Jelas kok, Pi." Yumna mengangguk, lalu melangkah maju dan mengulurkan tangannya menunjuk benda yang dia pegang. Ustad Yunus yang berada di sampingnya langsung merangkul pinggang Yumna."Sekarang Nona sudah yakin 'kan, kalau memang Nona itu hamil? Dan ada kemungkinan bayi Nona itu kembar," kata Dokter memberitahu."Waahh ... serius, Dok? Cucuku ternyata kembar??" Papi Yohan menyeru dengan perasaan senang. Kedua matanya berbinar-binar."Baru kemungkinan, Pak. Soalnya masih
"Ih Papi ... apa hubungannya coba sama ngupil. Nggak nyambung," omel Yumna."Ya jelas ada hubungannya lah, Yum," balas Papi Yohan. "Bisa jadi si Sandi pas ngupil terlalu dalam sampai lubang hidungnya lecet. Kan itu bisa terjadi sampai akhirnya mimisan.""Benar itu, San. Kamu ngupil terlalu dalam?" tanya Ustad Yunus yang percaya dengan apa yang mertuanya katakan."Enggak, Om," bantah Sandi. "Ini sama sekali nggak ada hubungannya dengan ngupil.""Terus kok bisa sampai mimisan?" tanya Umi Mae."Aku sendiri nggak tau, Nek. Mangkanya aku periksa darah tadi. Tapi untungnya semuanya baik-baik saja. Dokter mengatakan semuanya normal dan aku sehat.""Syukurlah kalau baik-baik saja." Umi Mae menghela napas dengan lega. "Lain kali hati-hati kalau beraktivitas. Sering pakai masker juga kalau keluar rumah, takutnya itu karena efek debu, San.""Iya, Nek." Sandi mengangguk cepat. "Oh ya, terus Nenek, Om, Tante Yumna dan yang lain kenapa ada di rumah sakit? Siapa yang sakit?" tanya Sandi sembari menat
Meskipun Tora sudah berusaha keras untuk menolak, namun pada akhirnya dia tidak bisa menghindar. Dia dipaksa oleh Bunda Noni untuk pergi ke Banten."Kamu harus tunjukkan jalan yang benar, Tora. Jangan asal-asalan! Apalagi buat kita nyasar!" tegur Bunda Noni yang duduk di samping Tora, sementara Tora terlihat tertekan saat mengemudi.Dia yang merasa panik, berpikir bagaimana caranya agar Bunda Noni percaya. 'Ya ampun, apa yang harus aku lakukan? Aku perlu mencari cara agar Bu Noni yakin. Tapi caranya apa kira-kira?'***Sehabis pulang dari rumah sakit dan mampir ke supermarket untuk membeli susu ibu hamil, Ustad Yunus pun meminta Papi Yohan untuk menurunkannya di masjid. Karena seperti biasa, dia harus bekerja."Padahal aku 'kan sekarang lagi hamil, Mas," kata Yumna dengan sedih, saat melihat suaminya turun dari mobil."Memangnya kenapa, Dek?" Ustad Yunus mengerutkan keningnya bingung."Ya harusnya Mas temani aku di rumah lah. Libur dulu jangan kerja.""Saya kerja juga nggak akan sehari
Beberapa menit kemudian, Ustad Yunus dengan perlahan membuka matanya. Dia mencoba menyesuaikan pandangannya dengan menatap sekeliling, namun apa yang dia lihat membuatnya terkejut."Kenapa aku berada di sini, di dalam toilet? Dan bagaimana bisa aku berbaring di lantai seperti ini?" Ustad Yunus tampak bingung, mendapati dirinya tengah berbaring di lantai toilet yang basah dan dingin, membuat pakaian yang dikenakannya ikut basah dan dingin juga.Dengan perlahan, dia berusaha bangkit dan berdiri, merasakan kepalanya yang berat seolah-olah dipenuhi dengan beban.Langkah-langkahnya yang goyah mencoba membawanya keluar dari toilet tersebut, sementara pikirannya mencoba memutar balik kenangan untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi."Apa aku kepeleset? Tapi rasanya nggak mungkin. Dan seingatku, aku belum masuk ke toilet hari ini. Lalu, kenapa..." Ucapan Ustad Yunus tiba-tiba terhenti, ketika dia teringat akan suatu peristiwa.Dia ingat sedang membersihkan kain lap di tempat pengambila
Lantaran panik yang menyelimuti hatinya, Yumna merasa tak ada pilihan lain selain membawa Ustad Yunus ke rumah sakit, dengan harapan mendapatkan pertolongan secepatnya. Dalam perjalanan yang penuh kekhawatiran itu, Yumna ditemani oleh sosok yang selalu menjadi penopang dalam setiap suka maupun duka, yakni Papi Yohan.Pria tersebut, dengan kecepatan dan ketangkasan yang luar biasa, layaknya kilat yang membelah langit gelap. Begitu menerima kabar dari Yumna bahwa menantunya tengah dilanda demam, dengan sigap dia langsung beraksi. Tanpa membuang sedikit pun waktu, Papi Yohan segera datang untuk memberikan pertolongan.Dengan raut wajah yang dipenuhi kecemasan, Yumna menatap suaminya yang terbaring lemah di atas ranjang pemeriksaan. Cahaya lampu ruangan itu seolah menambah kesan dramatis pada situasi yang mereka hadapi."Sakit apa suamiku, Dok?" Suara Yumna bergetar, mencerminkan kekhawatiran yang mendalam, sambil memerhatikan seorang dokter pria yang dengan teliti memeriksa kondisi suam
Mbah Ratu segera menenangkan Ayah Cakra. "Tenanglah, Cakra. Aku ini dukun santet, bukan dukun cabul. Jadi kamu nggak perlu khawatir. Aku hanya berusaha menyembuhkanmu. Karena sejak kemarin-kemarin kamu hampir mati!""Mati?!" Ayah Cakra terperanjat dan tubuhnya seketika membeku. Dia menatap Mbah Ratu dengan raut tidak percaya. "Serius, Mbah?""Iya." Mbah Ratu mengangguk cepat. "Kataku juga kamu minum air dariku dengan cepat. Tapi kamu malah banyak tanya, alhasil racun ular itu mulai menyebar keseluruhan tubuhmu."Mendengar kata 'ular' Ayah Cakra seketika mengingat momen sebelumnya terjadi. Tapi, ada kebingungan di dalam hatinya."Tapi, Mbah. Kok bisa aku terkena racun ular? Kan aku nggak digigit ular.""Racun ular itu berasal dari ular yang aku kirimkan untuk Yunus. Karena ular itu mati, sebelum mematuk Yunus dan memberikan racun pelet ... jadi racun itu akan berbalik ke orang yang mengirimkan," jelas Mbah Ratu."Kok bisa ular itu mati?""Istrinya yang membunuh.""Ah kurang ajar sekali
Setelah menyelesaikan doanya, Yumna merasakan sedikit kelegaan hati yang mendalam.Beban yang sejak tadi membebani hatinya, perlahan mulai terangkat, seolah-olah ada tangan tak kasat mata yang mengangkatnya. Dengan langkah yang lebih ringan, namun tetap diliputi kekhawatiran yang berkecamuk dalam dada, dia kembali ke kamar rawat Ustad Yunus, siap menghadapi apapun yang akan terjadi dengan kekuatan cinta dan do'a yang tak pernah padam, berharap mukjizat akan terjadi.Setibanya dia di sana, Yumna dikejutkan oleh Umi Mae yang tengah menangis di dekat ranjang dimana Ustad Yunus berada, suara tangisannya mengiris hati.'Apa yang terjadi?' Itulah yang ada dalam benaknya, pertanyaan itu bergema, mencari jawaban.Bergegas, Yumna yang bersama Papi Yohan menghampiri wanita itu, langkah mereka penuh kehati-hatian. Kemudian menatap ke arah Ustad Yunus yang masih memejamkan mata, tubuhnya tampak begitu renta dan rapuh."Umi ... Umi kenapa nangis? Ada apa?" tanya Yumna dengan lembut, suaranya berget
"Naya ...," lirih Ustad Yunus."Setelah ini, kamu akan terbangun, Mas. Dan akan kupastikan nama itu enyah dalam pikiranmu," gumam Yumna dengan tekad yang kuat. Secara cepat, dia pun langsung menyambar bibir suaminya. Memberinya ciuman yang mesra dan begitu dalam.Suhu tubuh Ustad Yunus masih terasa begitu tinggi. Tapi Yumna akan mencoba untuk mendinginkannya. Dia yakin, dia bisa.Meskipun tak ada respon, tapi Yumna tetap berusaha. Bahkan kini tangannya sudah merogoh ke dalam celana suaminya dan menyentuh suatu benda yang panjang namun terasa lembek.Ajaibnya, saat baru saja dielus, benda itu justru langsung tegak berdiri. Membuat Yumna terkejut.'Kok bisa, tongkatnya Mas Boy langsung bangun pas aku pegang? Sedangkan orangnya masih mimpi?' batin Yumna yang masih terus melancarkan aksinya. Berharap dia akan berhasil membangunkan Ustad Yunus dan tentunya itu akan membuatnya berhenti memanggil nama Naya.Setelah puas menciumi suaminya dari bibir hingga leher, Yumna akhirnya mulai membuka