Tidak ada satupun fakta yang dilewatkan Reno saat memberikan keterangan kepada polisi. Dari awal ia mengendarai mobil bersama Monik, sampai kemudian memeriksa Adit yang tewas karena jatuh dari lantai dua.
“Jika Anda kami bawa ke sana, Apakah masih ingat dengan jalannya?”
Reno mengangguk sebagai jawaban. Sebelum itu ia minta izin untuk menemui Monik yang masih terpukul dengan fakta tewasnya Adit. Gadis itu berkali-kali mengatakan jika dirinya tidak sengaja. Padahal polisi sudah menyatakan kalau itu adalah tindakan pembelaan diri.
“Apa dia baik-baik saja?” tanya Reno pada Tora, papanya Monik.
Lelaki itu langsung berdiri begitu Reno keluar dari ruang pemeriksaan didampingi beberapa pria.
“Ya, dia menangis dan minta maaf berkali-kali karena menyebabkan masalah.”
Reno sama sekali tidak melihat kekhawatiran di wajah Tora. Untuk alasan tertentu, ia sedikit merasa aneh dengan hal itu.
“Sekarang Monik
Akting adalah kemampuan dasar yang dimiliki Monik sejak lama. Sungguh, lebih dari semua hal yang bisa dilakukannya di seluruh dunia, ia beruntung memiliki bakat dalam akting.“Syukurlah jika kamu menjadi seorang aktris nanti!”Pujian pertama yang didapatkan dari mamanya membuat Monik senang setengah mati. Maka ia mencari ribuan cara untuk mempertahankan semua pujian itu. Bahkan kalau perlu mendapat pujian yang sama seperti orang lain. Lebih dari itu akting selalu berhasil membawa Monik ke tempat lebih tinggi.Namun, kemampuannya tiba-tiba menurun saat papanya kemudian membawa pulang wanita lain. Di mata papanya Monik tidak lagi menjadi prioritas. Wanita itu menempati posisi tertinggi di hati dan kehidupan Tora. Itu membuat Monik kesal setengah mati.“Kenapa? Kenapa harus wanita itu?”Monik terpana melihat kemarahan yang terpancar di mata mamanya. Selain dirinya, sang mama juga memiliki kemampuan akting yang bagus. Walau tida
Kondisi Sena semakin membaik. Ia hampir seminggu diopame dan setiap malam secara bergantian Mama atau Rayna akan menginap di rumah sakit untuk menjaga.Reno pernah menawarkan diri untuk menjadi salah satu orang yang akan menjaga, tetapi ditolak mentah-mentah. Bahkan Rayna yang jelas-jelas mendukung hubungan mereka juga ikut menentang.“Lelaki itu bisa jadi binatang buas.”Secara serempak Ratih dan Rayna menyampaikan pendapat mereka. Sena merasa malu karena dua wanita yang harusnya berbisik di telinganya malah berteriak seperti sedang berada di hutan saat mengatakan hal itu. Maka Reno hanya bertugas menjaga Sena saat tidak ada kelas pada siang hari sampai Mama atau Rayna datang.“Walau aku ingin berkata jika Reno tak harus pergi ke sana, tapi ….” Sena menghela napas dalam. Hanya pada Rayna ia mengeluh seperti ini.Rayna tersenyum dan mulai menyisir rambut Sena yang terlihat berantakan. Walau tidak ada seorangpun yang a
Wanita yang datang berumur sekitar 50 tahun, lebih muda sedikit dari Ratih, tapi raut wajahnya letih da lebih umur dari usianya sendiri. Ia datang sendirian dan setelah duduk di ruang tamu, tidak melakukan apa-apa lagi selain memandang jari-jarinya yang kurus dan terus-terusan gemetar.Ratih sama sekali tidak tertarik untuk memulai pembicaraan dan lebih memilih menikmati teh hangat yang baru saja dihidangkan pelayan.“Jadi untuk apa Anda kemari, Bu?” Rayna yang akhirnya bertanya setelah masih belum juga tahu maksud kedatangan wanita yang tak lain adalah mama Adit.Rayna pernah bertemu sekali dengan wanita tersebut saat hari penerimaan hal ujian Reno saat SMA. Ia dan Reno telah ditinggal oleh orang tua mereka sejak kecil dan hanya bisa saling membantu satu sama lain. Sebagai kakak, ia memperhatikan adiknya sewajarnya.“Saya Ningsih.” Mama Adit mengulurkan tangan ke arah Ratih.Namun, wanita yang sedang minumteh itu tidak meny
Ada banyak bunga yang didapatkan Sena saat datang ke kampus. Lalu tampaknya bahkan orang yang awalnya tidak suka dengan Sena kini memperlihatkan ketertarikan kepadanya. Ia merasa sedikit tidak nyaman, tetapi cepat atau lambat Sena pasti akan terbiasa.Bunga terakhir di dapatnya dari Uno. Pemuda itu tergagap berkata kalau ia begitu cemas dan senang Sena baik-baik saja sekarang. Hanya bunga dari Uno yang kemudian di simpan ke dalam tas. Yang lainnya ia tempatkan di dalam mobil dan dibawa pulang oleh Pak Sarmin.Rayna sendiri tidak bisa mendampinginya hari ini karena mengurus sesuatu di tempat syuting. Mereka hanya akan bertemu ketika kelas Sena sudah selesai di tempat syuting.Rayna: Ini gawat, Sena.Sena mendapat pesan dari Rayna saat sedang duduk di depan lobi menunggu jemputan Reno. Ia tidak paham dengan maksud “gawat” Rayna di dalam pesan. Jadi ia tidak ambil pusing dan akan menanyakan nanti saat bertemu dengan Ra
Kenapa harus tertawa seperti itu? Sena bertanya dalam hati.Tubuhnya memanas dan telinganya berdenging seketika. Ingin rasanya ia merengut Monik dan menampar gadis itu. Namun, yang ia lakukan hanya menarik Reno dan memaksa pemuda tersebut segera pergi.“Oke ….” Reno tak menolak sama sekali diusir. “Sampai jumpa,” katanya pada Monik sambil melambai.Sena mendorong tubuh Reno lebih keras. Bahkan disertai seruan mengancam. Begitu mobil Reno telah melaju pergi, Sena menjadi tenang. Ia membusungkan dadanya melewati Monik yang berdiri diam dan mendekati Rayna.“Kita masuk,” katanya pada asistennya itu tanpa senyum sedikitpun.Monik masih berdiri di tempat yang sama, bahkan posisi tubuhnya tidak berubah ketika untuk ketiga kalinya Sena lewat dan Rayna mengekor di belakang. Saat ia berbelok setelah memasuki lokasi dan masuk ke bagian rias, gadis bernama Monik tersebut masih tetap di sana.“Di
Ah … ekspresi itu yang ingin dilihat Monik. Pupil mata yang membesar, napas menjadi lebih cepat, dan tubuh yang gemetar menahan amarah. Ia bertanya-tanya kenapa tidak mengatakan hal tabu ini sejak awal mencoba mengusik Sena.Namun, ia juga menikmati proses saat gadis yang sama melindungi Reno dan sebaliknya. Ia tidak pernah mengalami ini dan tidak berharap berganti posisi dengan Sena. Ia tidak pernah suka menjadi pihak yang lemah dan mudah dimodifikasi perasaan dan tindakan.Maka begitu berhasil membuat Sena marah dan berusaha keras menahan hal ini, ia tersenyum bahagia, menunjukkan ketertarikannya tetapi tidak akan membuat Sena menduga apa yang sedang dirasakan. Ia memilih pergi seperti penganggu yang lain datang dan membuat ekspresi cantik ini lenyap. Ia bisa melakukannya lain kali dan dengan lebih baik.Tora datang dan berusaha keras menghindari Monik sejak ia menginjakkan kaki di lokasi syuting. Saat ia beramah tamah dengan kru, papanya berada di ruan
Monik sama sekali tidak berharap Reno akan berbasa-basi. Namun, ia cukup senang mendengar mulut pemuda itu mengucapkan selamat di hari pertama syutingnya. Ia terbiasa tidak diakui dan diabaikan. Ia terbiasa merebut semua hal, salah satunya rasa terima kasih dan penghormatan. Sungguh. Ia sudah terbiasa berusaha baik-baik saja dan memendam semua rasa sakit karena pengabaian. Lalu benda berbentuk kotak seukuran tiga jari, berwarna biru dan pipih itu berada di depannya.Untuk sesaat yang dilakukannya hanya terdiam dan kaget. Ia bertanya-tanya siapa yang sudah menyodorkan padanya dan untuk apa. Lalu ia ingat pemuda di sampingnya dan perkataan Reno. Namun, benarkan bend aitu untuknya? Apa yang sedang dipikirkan Reno sekarang? Apakah pemberian ini adalah rencana Reno untuk melunakan hatinya? Apakah ia sudah ketahuan?Monik mengitari sekitar, melihat siapa yang ada dan memperhatikan mereka. Akan tetapi, tidak ada siapapun di dekat mereka. Hanya ada dirinya dan Reno sa
Sena memandangi bunga pemberian Reno lama. Ia saat ini berada di kamarnya dengan pakaian tidur setelah mandi mengunakan air hangat. Seluruh tubuhnya yang tadi kelelahan telah merasa nyaman. Namun, sayang sekali rasa kantuk tidak juga singah ke pelupuk matanya.Ketukan di pintu kamarnya membuat Sena menegakan tubuh dan duduk bersila di atas kasur. Vas berisi sebagai dari bunga yang diberika Reno diletakan di lantai sebelum di taruh di atas meja di depan pintu kamar.“Ya,” sahut Sena saat mendengar ketukan kembali di pintu.Pintu terdorong ke dalam dan tak lama kepala Ratih muncul di selanya. Wanita itu tersenyum dan membawa masuk keseluruhan tubuhnya beserta nampan berisi segelas susu.“Mama tahu kamu belum tidur,” kata Ratih dengan cepat mendekati ranjang dan meletakan nampan di nakas dekat lampu di samping tempat tidur. Gelas berisi susu tidak ada lagi di nampan, tetapi disodorkan pada Sena. “Bunganya membuat kamu sulit tidu
“Pokoknya kalian harus pulang pada jam yang sudah dijanjikan, Oke?” Rayna sekali lagi memberi peringatan dengan wajah cemas.Pertunangan Sena dan Reno diumumkan tadi siang. Reno sudah mendapat peringatan untuk tidak membawa Sena tanpa pemberitahuan dan izin dari Ratih. Namun, mereka berdua berhasil membujuk Rayna untuk bisa memberi waktu kabur. Rayna jelas menolaknya, sebab kemarahan Ratih cukup mengerikan.“Kalian bisa membuatku terbunuh kalau tidak menurut,” renggek Rayna kembali. Ia belum melepaskan tangannya dari ujung baju Sena.“Iya, Kak, kami akan kembali jam 10 malam nanti. Ini cuma nonton bioskop kok. Janji.” Setelah pertunangan, Rayna meminta Sena memanggilnya Kakak. Begitu panggilan tersebut meluncur dari mulut Sena, Rayna meloncat seperti anak kecil. Ia begitu bahagia karena bisa mendapatkan adik perempuan.“Adik laki-laki itu memang bagus, tapi aku tidak mungkin menanyakan padanya pakaian manis. Tidak
“Apapun yang terjadi jangan merasa kasihan padanya!”Ratih mengatakan itu dengan sangat meyakinkan ketika akan berangkat. Namun, saat sudah sampai di rumah sakit dan memastikan jika mayat yang ditemukan memang Monik, tak urung dirinya menangis juga.Sena dilarang masuk ke dalam. Yang masuk untuk memeriksa hanya Reno, Ratih, dan Monik. Mereka sebelum masuk diberi peringatan oleh polisi. Sebab yang mereka saksikan cukup mengerikan.“Mama baik-baik saja?” Sena bertanya dengan cemas.Ratih mengeleng. “Tidak bisa dibilang baik-baik saja jika harus menyaksikan pemandangan seperti itu. Menyebalkan mengakuinya, tapi itu mengerikan.”Di sampingnya Rayna mengangguk membenarkan. “Pilihan tepat untuk meninggalkanmu di luar. Aku pikir akan kesulitan menelan makanan untuk beberapa lama setelah ini.”Sena tahu hal itu benar. Wajah tiga orang di depannya ini terlihat pucat. Sena jadi bertanya-tanya apa yang su
Apa sudah berhenti? Seluruh tubuhnya benar-benar remuk rasanya. Bukan hanya itu seluruh kekuatannya seolah tersedot keluar. Monik berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi. Ia berlari di gang dan kebingungan sendiri. Gang yang dimasuki ternyata rumit seperti labirin.Ketika ia merasa sudah berada di luar gang, ia tergangga dan menyadari jika bukannya menemukan jalan, tempat itu hanya bangunan-bangunan kotor. Beberapa orang preman duduk di depan bangunan dan terlihat tertarik melihat kedatangan Monik.“Tersasar, Dek?” tanya salah satu preman dengan tato yang tak jelas di bahunya.Monik mengabaikan pertanyaan itu. Ia menutup hidungnya karena bau air selokan semakin kuat karena hembusan angin. Ia memaki dalam hati karena asal lari dan tidak melihat ke mana arah tujuan jalan tersebut. Mungkin ia bisa kembali dan berbelok di arah lain pada belokan sebelumnya.“Sombong.”Karena terlalu berkonsentrasi berpikir, Monik tidak
Tidak ada yang berhasil! Tidak ada! Monik melarikan kendaraannya dengan kencang. Syukurlah ia berhasil kabur dari kejaran dan tak berpapasan dengan salah satu petugas keamanan di rumah sakit. Saat penguman pencarian seorang gadis dengan cadar warna hitam disampaikan melalui pengeras suara, Monik telah melewati satpam gerbang dan masuk ke dalam mobil. Ia melihat satpam yang menyadari keberadaannya mendekat dan melajukan mobil dengan cepat.Ada sesuatu yang meloncat ke atas mobil Monik. Ia kaget dan memanting stir tiba-tiba ke kiri. Mobilnya menghantam pembatas jalan dan kepalanya dengan keras terbentur setir. Semuanya tiba-tiba menjadi gelap selama sesaat. Akan tetapi, Monik cepat menguasai diri. Ia harus segera keluar dari mobil jika tidak ingin tertangkap. Polisi pasti sedang mengejarnya saat ini. Untunglah suasana jalanan sedang sepi.Seluruh persendian Monik terasa sakit. Namun, ia memaksakan diri untuk berjalan terus. Ia singah di toilet taman untuk member
Ratih memeluk putri tunggalnya erat-erat. Sesuai instruksi polisi ia bergerak ke rumah sakit pada malam hari. Seharian ini ia selalu mengontak Rayna menanyakan apa yang sedang dilakukan Sena. Sampai sore, ia tidak mendapat kabar kalau ada orang yang tidak dikenal mendekati putrinya. Namun, Rayna melaporkan Sena sukses membuat Reno bertekuk lutut.Saat itu Ratih hanya bisa membatin, Seperti itulah kekuatan seorang wanita yang sedang jatuh cinta.“Apa semuanya baik-baik saja, Sayang?”Ratih tahu tidak seharusnya menanyakan hal ini pada Sena. Ia sudah bertekad untuk membuat putrinya merasa aman. Ia juga sudah mengatakan pada Rayna kalau tidak perlu membuat Sena merasa cemas tentang kedatangan Monik ke rumah. Saat ini ia ke rumah sakit untuk membujuk Sena tinggal di sini semalam, kalau perlu sampai Monik tertangkap.Rasanya tempat Reno di rawat adalah daerah paling aman karena ada seorang polisi dan juga banyak orang yang be
“SENA!”Sena kaget karena Reno berteriak dan mengapai. Ia langsung menangkap tangan pemuda yang matanya masih terpejam tersebut. Dalam hati ia bertanya-tanya apa yang sedang terjadi.“Reno?” Ragu-ragu Sena menguncang bahu pemuda itu. Ia berharap yang dilakukan bisa membuat Reno tersadar. Akan tetapi, kemungkinan juga tidak. Reno masih dalam pengaruh obat bius.Reno mengenggam jemari Sena erat-erat. Seolah-olah Sena akan menghilang ketika tangannya dilepaskan. Sena tersenyum senang. Ia senang karena dirinya memiliki posisi sepenting itu di dalam hati Reno. Ia harap dirinya tidak hanya berkhayal saja.Rayna mengetuk pintu dari luar, lalu menjulurkan kepalanya. Ia tersenyum-senyum mendekati Sena. Ia tak menyangka adiknya yang bodoh sampai mengenggam tangan Sena tanpa sadar.“Heemmm!” Rayna terbatuk sedikit mengoda.Sena terkejut dan berusaha melepaskan genggaman tangan Reno. Tentu saja hal tersebut tidak berh
Tidak ada yang bisa membujuk Sena jika sudah bertekad. Sama seperti saat ia memutuskan tidan mengatakan apa yang sedang terjadi dalam kehidupan SMA-nya. Seperti saat ia diam saja diperlakukan tidak mengenakan oleh Adit. Atau saat Monik mengancamnya dahulu saat Reno berada di penjara. Begitu juga dengan sekarang. Tidak ada yang bisa mengubah keputusannya untuk datang ke rumah sakit dan tampak mengerikan di kamera. Ia sama sekali tidak peduli.Akan tetapi, lobi rumah sakit sepi. Sepertinya kabar ini belum sampai ke telinga para pencari berita. Mereka pasti masih terlalu fokus pada kematian Tora.“Reno ada di kamar VVIP. Aku sudah menduga kamu akan langsung kemari.”Sena memeluk Rayna segera. Kakak perempuan Reno tersebut selalu berhasil membaca situasi dengan baik saat Sena tidak bisa. Ia melepaskan pelukannya segera dan masuk ke ruangan rawat Reno.Kemeja yang digunakan Reno tidak dikancingkan. Perban melilit bagian perut dan sedikit dadanya. M
Walau berada pada bagian belakang kantor polisi, Sena bisa tahu kalau semua petugas sedang sibuk sekarang. Ia tidak mendengar kabar kalau ada orang penting akan datang ke daerah ini. Namun, kalau bukan alasan tersebut, lalu kenapa kantor yang telah ditinggali beberapa hari ini kalang kabut begini. Setelah hanya bisa mengamati dari sudut yang tidak nyaman dan mendengar kebisingkan yang ditimbulkan oleh orang-orang di depan, seorang petugas muncul dari ujung lorong menuju tempat Sena. Ia membuka kunci terali dan meminta Sena untuk mengikuti dirinya keluar. Sena tidak membantah. Sejak ia berada di dalam penjara, ia tak punya keinginan untuk membantah perintah orang. Sebenaranya sejak lama ia selalu ketakutan untuk melawan, walau akhirnya bisa melakukan hal tersebut. “Apa saya akan diinterogasi lagi?” tanya Sena. Polisi tersebut hanya mendorong pintu hingga terbuka. “Silakan masuk Nona, Anda akan tahu lebih jelasnya di dalam.” Sena tidak bisa berh
Rayna mengangkat ponselnya dengan kesal. Ia belum berhasil membujuk Ratih untuk makan. Ia sedang meminta bantuan Reno yang masih ada di kantor polisi meminta izin untuk membiarkan Sena bicara sebentar di telepon. Namun, sepertinya izin tersebut belum bisa di dapatkan setelah satu jam berlalu.“Ya, halo?” sapanya tanpa mengurangi sedikit pun aura kekesalannya.“Kamu baik-baik saja?” tanya seorang lelaki di telepon. Rayna menjauhan ponsel sedikit untuk melihat siapa pemanggil yang pura-pura akrab dengannya ini. Setelah tahu jika yang menghubunginya Fariq, ia menghirup napas dalam dulu sebelum kemudian mulai bicara kembali. “Maaf … hariku benar-benar sama sekali tidak terkendali. Ada apa?” tanya Rayna cepat.“Kamu sudah menghidupkan televisi?”Rayna tidak banyak bertanya. Ia segera berlari menuju ruang tengah dan menyambar remote TV. Dalam sekali tekan ia segera melihat berita berduka cita. Mata Rayna la