Home / CEO / Aku Pergi, Mas / 5. Jawaban Menggemparkan

Share

5. Jawaban Menggemparkan

Author: p.hara
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

.

"Kenapa? Di jemarimu tidak ada lagi cincin pernikahan. Berarti, sekarang aku bisa mengajakmu kemanapun, 'kan?" tanya Alzam dengan suara lantang sembari melirik pada jemari Elif kemudian beralih dengan tatapan sinis pada laki-laki yang berdiri tidak jauh dari mereka.

Hati Ammar serasa diremas, netranya menatap nyalang ke arah dua manusia yang tengah berdiri di depannya.

Hati Ammar juga menyalahkan Elif yang sembarangan melepas cincin pernikahan. Entahlah, ditubuhnya ada wanita lain yang sedang menempel dengan manja. Tapi, jiwanya terperangkap untuk wanita yang sedang bingung menerima ajakan makan siang dari sepupunya sendiri.

Ya, Alzam Elfata adalah sepupu Ammar dari pihak mamanya. Laki-laki dengan tubuh atletis berwajah rupawan yang sebelas dua belas dengan Ammar itu adalah satu-satunya orang yang berani melawan Ammar di perusahaan.

Selain keluarganya sebagai salah satu investor penting bagi d'Arr Group, Alzam memang di tempatkan Ny. Risma untuk memantau kelakukan Ammar pada menantu kesayangannya.

Bisa dikatakan, Alzam bekerja langsung di bawah perintah tantenya, Ny. Risma. Meski Ammar seorang CEO, Alzam tidak mau menerima perintah darinya, kecuali atas persetujuan Ny. Risma.

Posisinya lumayan penting, general manager. Lebih tepatnya, general manager yang memiliki tugas sampingan sebagai perlindung manager keuangan. Elif Sabrina. Memang konyol, tapi itu perintah langsung dari Ny. Risma.

Sebenarnya, Alzam dan Ammar memiliki sejarah yang sehat dalam hubungan persaudaraan dan pertemanan. Karena usia yang hanya terpaut satu tahun, membuat mereka sering menghabiskan waktu bersama sejak kecil, hingga menjadi akrab.

Sekolah, bahkan kuliah di tempat yang sama. Namun, pernikahan tragis yang Ammar persembahkan untuk Elif mengubah semuanya.

"Gue nggak nyangka lo sepengecut itu. Tega banget sama wanita!" maki Alzam pada suatu malam di meja billiards dalam sebuah ruangan bergaya vintage dengan dekorasi serba kayu.

"Itu urusan pribadi gue. Siapapun nggak berhak ikut campur. Termasuk lo," hardik Ammar dengan membuang tongkat billiard di tangannya ke lantai dengan kasar, sebelum pergi.

"Dasar bajing**n!"

Alzam sempat tidak habis pikir dengan jalan pikiran sepupunya. Ammar sangat sulit dinasehati. Kelakukannya di luar batas wajar, untuk seorang laki-laki yang sudah memiliki tanggung jawab sebagai suami.

Mulai saat itu, Alzam, lebih memihak pada tantenya, Ny. Risma. Awalnya, karena rasa kasihan terhadap Elif. Namun, entah sejak kapan setiap melihat wanita itu menangis diam-diam, serasa ada yang tersayat di dalam sana. Dalam rongga dadanya.

Alzam memiliki banyak pengalaman dengan wanita, tapi jika berbicara tentang hati yang terusik, baru kali ini laki-laki itu merasakannya.

Hingga saat ini, Alzam tidak mengerti, semacam apa rasa itu bentuknya. Sekedar sayangkah, atau sudah masuk dalam kadar terlarang. Yang jelas tak mampu diinterupsi.

Entah, dulu sempat menepis. Tapi, kini laki-laki yang kerap dijuluki playboy oleh wanita-wanita yang singgah dalam hidupnya mulai menikmati petunjuk-petunjuk kecil dari hatinya. Meski masih samar.

Biarlah sementara seperti air mengalir, hingga aku tahu ke mana debar-debar ini akan bermuara. Bisik Alzam pada suatu malam, saat tak mampu terpejam, setelah memergoki mata Elif sembab untuk ke sekian kali.

Benar-benar bed**b*h. Alzam mengerang murka, setiap kali mengingat kelakukan gila sepupunya untuk membuat Elif tersiksa dengan sengaja.

Untuk membalas sakit hati Elif pada Ammar dengan licik, Alzam sudah lama menunggu waktu yang tepat. Dan sekarang adalah saat-saat di mana angan menjadi nyata.

'Lihatlah matanya, seperti ingin keluar dari kelopak,' ejek laki-laki itu dalam hati.

Sedang, Elif sibuk membebaskan tangannya dari genggaman Alzam. Namun, tak berhasil. Bukan perkara tidak enak dengan Ammar, hanya saja ini menjadi pemandangan tidak pantas bagi setiap karyawan yang lalu lalang.

Di mana keluarga petinggi perusahaan, menciptakan drama memalukan di tempat formal seperti ini. Rani yang juga ikut menjadi tontonan sempat beberapa kali menarik tangan Ammar untuk pergi. Namun, laki-laki itu masih betah mematung pads tempatnya berdiri.

'Ngapain coba, masih peduli dengan wanita itu yang jelas-jelas berlaku mur*han di depan suaminya sendiri,' batin Rani kesal karena terabaikan.

Beberapa karyawan bahkan berani melihatnya dengan tatapan cemooh, padahal, wanita itu sedang berdiri di samping pimpinan mereka.

Sungguh, belum pernah ada insiden konyol seperti itu di d'Arr Group sebelumnya. Mungkin, setelah ini akan ada topik panas terbaru yang menyebar untuk menggantikan beberapa topik lama seperti, boss memilih mengkhianati istrinya dengan staff biasa, kasian Bu Elif, cantik dan cerdas tapi disia-siakan, mungkin Bu Elif sih terlalu sibuk hingga Pak Ammar mencari kepuasan di luar, Beruntung banget si Rani, modal tubuh doang mampu menyingkirkan posisi Bu Elif, dan Kurang ajar banget itu perempuan, udah dikasih kerjaan, malah jadi pelakor yang tega ngerusak rumah tangga orang.

Fix, Alzam akan menjadi tokoh baru bahan gibah ribuan karyawan yang bekerja di sana. Budaya yang sudah mendarah daging sulit sekali untuk diubah. Meski, lebih banyak mudharat ketimbang manfaatnya.

Setelah menatap puas pada Ammar yang tengah kebakaran jenggot, tapi, tak mampu untuk protes. Alzam sedikit membungkuk pada Elif dan berbisik. "Segera beri jawaban seperti yang kuinginkan, kalau kamu mau terbebas dari situasi ini."

Bisikan Alzam barusan membuat mata Elif melotot kesal ke arahnya. Namun, yang membuat masalah, seperti tidak merasa berdosa sama sekali.

Elif sadar, melawan kehendak Alzam, sangat mustahil. Mengingat bagaimana watak laki-laki itu. Bar-bar. Mereka lumayan akrab, banyak bertukar cerita saat bertemu layaknya orang yang memiliki hubungan kekerabatan. Meski tak ayal, Elif sering kali dibuat kesal. Terlebih ketika Alzam berani ikut campur dalam urusan rumah tanggannya.

Memberi peringatan? Orang dengan kepala batu akan mengganggap itu sebagai angin lalu. Elif sudah kewalahan menegur Alzam, dari hari-hari yang telah lalu. Sepertinya wanita itu tidak tahu, Alzam bersekongkol dengan mama mertuanya selama ini.

Setelah mempertimbangkan beberapa hal, dan perasaan Ammar sebagai pengecualian. Wanita yang terkenal lembut wajah dan hatinya mengutarakan sebuah jawaban menggemparkan.

"Ya, sekarang aku sudah bebas. Kau bisa mengajakku ke mana saja," ujar Elif dengan senyum. Dan itu, sukses membuat Ammar menggeram tertahan dengan tangan terkepal.

'Bukan dia saja yang bisa mempelakukanku semena-mena. Aku juga bisa melakukannya,' keluh batin Elif.

"Kalau begitu, ayo kita pergi. Makan siang adalah ajakan permulaan untukmu hari ini." Alzam dan Elif melewati Ammar yang masih berdiri mematung dalam keadaan kesal.

'K**rang aj*r.' Hati laki-laki itu menjerit dalam keramaian yang mendadak terasa sunyi.

'Kupastikan mereka akan menyesal. Lihat saja, besok Elif akan kubuat memohon-mohon untuk ikut pulang bersamaku.'

"Sayang, ayo cepat! Aku sudah sangat lapar."

Ammar menoleh ke samping, baginya Rani benar-benar menyebalkan hari ini. Kenapa? Apa yang mulai salah dengan laki-laki angkuh itu. Hatinya sangat terganggu melihat Elif dibawa laki-laki lain di depan matanya sendiri.

Related chapters

  • Aku Pergi, Mas   6 Surat Pengunduran Diri

    Dalam perjalanan, Alzam dan Elif ditemani kebisuan. Tak ada yang ingin memulai percakapan. Meski sesekali, Alzam mencuri-curi pandang pada wajah sendu yang sibuk menatap kosong sekitar. Setelah beberapa menit menempuh perjalanan, mobil yang dikendarai Alzam berhenti di depan sebuah resto yang ingin Elif kunjungi. Ada beberapa teman yang sudah menunggu di dalam sana. "Masuklah! Teman-temanmu sudah menunggu bukan?" perintah Alzam. "Lalu ... Kak Alzam, bagaimana?" Tatapan tidak enak dari wanita di sampingnya, membuat senyum laki-laki itu mengembang. 'Kau terlalu sibuk menjaga perasaan orang lain. Hingga lupa dengan perasaanmu sendiri yang hampir hancur tak berbentuk.' "Aku bukan anak kecil, aku juga punya urusan di sekitar sini. Habiskan waktu bersama mereka hingga kau bosan. Jangan khawatir kakau kita telat kembali ke kantor! Itu akan menjadi urusanku. Ingat, hubungi aku kalau sudah selesai!" "Benar, Kak Alzam tidak apa-apa sendirian? Eum, kalau tidak keberatan, Kak Alzam bisa ik

  • Aku Pergi, Mas   7 Pergi

    "Arghh ...!" Ammar melempar kertas itu sembarangan. Kertas yang isinya surat pengunduran diri dari Elif Sabrina. Beberapa saat laki-laki itu menyenderkan kepala ke belakang kursi kehormatannya, memejam sesaat, lalu kembali melek dengan cincin cantik di atas meja sebagai objek pertama yang tampak di depan mata. Sebelah tangannya tergerak untuk meraih benda kecil itu. Menelisik dengan hati-hati, hingga ukiran nama Ammar di balik cincin ter-eja dengan pasti."Apa susahnya mengambil cincin ini. Dasar angkuh." "Dia memilih pergi. Itu yang aku tunggu-tunggu dari dulu. Apa dia sudah bosan jadi benalu? Memangnya, ada tempat yang mau menerimanya selain keluargaku. Ck." Ammar sibuk bermonolog dalam ruangannya. Berasumsi, bertanya dan menjawab sendiri. Kadang memaki, menganggap Elif terlalu angkuh karena tidak memilih kembali. Ammar mulai mengingat banyak hal tentang Elif yang tak pernah lelah mengambil perhatian darinya. Mas, sudah pulang? Mau mandi atau makan dulu. Mas ini ... Mas itu da

  • Aku Pergi, Mas   8 Keanehan Ammar

    'Aku harus ke mana?'Elif menengadah ke langit dengan tangan menyilang di dada. Berharap siang ini hujan turun lebat seperti semalam, agar wanita itu dapat bersembunyi di baliknya. Ya, jika di bawah guyuran, siapa yang mampu membedakan air mata dan air hujan yang bercampur di pipinya. Namun, sepertinya angan tak pernah jadi kenyataan. Sebab bumi tengah begitu hangat dipeluk matahari. Elif pun bisa merasakan panas yang merasuk pada kedua kaki telanjangnya. "Apa aku pulang ke rumah saja?" Elif tersenyum getir, rumah gubuk yang ditinggal puluhan tahun lalu, masihkah ada hingga hari ini? Tidak. Elif menggelengkan kepala. Untuk dapat melihat bekas rongsokannya saja, wanita itu merasa terlalu berlebihan. Lalu, ke mana kaki mungil itu hendak melangkah? Arah mana yang akan dituju dalam kondisi memprihatinkan seperti itu. Tidak mungkin 'kan dia mengikuti arah mata angin? Mencari kerja?Secepat itu? Tanpa ijazah, tanpa alas kaki, tanpa apapun selain pakaian yang masih melekat di tubuhn

  • Aku Pergi, Mas   9 Mencari

    Ammar menepikan mobilnya di pinggir jalan yang agak sepi. Pikirannya semakin kalut saat melirik jam di pergelangan tangan yang sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Dari sore hari dia berkeliling mencari Elif ke sana ke mari. Menelusuri setiap jengkal yang mungkin dilewati wanita itu. Menurutnya. Tapi, nihil. Elif lenyap begitu saja tanpa meninggalkan jejak sedikit pun. "Apa jangan-jangan ... tidak. Itu tidak mungkin ...." Ammar menggeleng-geleng kepala, lalu meremas rambutnya dengan kasar. Entah apa yang terbesit dalam kepalanya, hingga berakhir dengan membenamkan wajah pada setir. Lumayan lama Ammar menelungkup. Hingga dering ponsel membangunkannya. Matanya berbinar, kala menatap nama siapa yang muncul di layar panggilan. Berharap ada kabar baik yang akan diterima. "Ya," ujar Ammar ketika panggilan tersambung...."Baiklah. Hentikan dulu pencarian! Tunggu sampai aku memberi perintah, besok!" jawab Ammar lesu.Tut.Tidak ada kabar baik sama sekali. Orang-orang suruhan Ammar ti

  • Aku Pergi, Mas   10 Menyesal

    Entah berapa lama mereka saling menyerang. Keduanya terkapar di lantai dalam keadaan sama-sama memprihatinkan. "Lepaskan dia! Kau tidak pantas untuk Elif," ujar Alzam pelan sambil meringis dengan wajah yang sudah babak belur. "Heh. Siapa kau berani memerintahku?" sanggah Ammar dengan kondisi tak kalah mengenaskan. Wajah keduanya penuh lebam bahkan di beberapa bagian sampai berdarah. Seluruh bagian tubuh terasa nyeri, tapi mulut mereka belum berhenti untuk menghina satu sama lain. "Aku ... salah satu orang yang menginginkannya dari sekian banyak pria." Telinga Ammar seketika panas. Ia melirik seseorang yang terkapar tidak jauh darinya dengan ekor mata. Dalam hati, laki-laki itu bersumpah, jika saja tenaganya masih ada, ia akan menghabisi Alzam saat ini juga. "Kenapa diam? Kau tidak mencintainya melainkan kebencian yang sudah lama kau tanam untuk menyiksanya. Dia terlalu baik untuk manusia setengah iblis sepertimu," sambung Alzam yang berhasil membuat dada Ammar berdenyut. "Ck.

  • Aku Pergi, Mas   11 , Bertemu di Pesta

    Darius yang sedang bersandar di pintu mobil terpaku, ketika Elif melangkah menghampirinya. Dari balkon, tampak Hilya mengangkat tangan sebagai tanda penyemangat untuk Darius yang sempat menatap ke atas sana. 'Dia benar-benar sempurna dalam balutan gaun pilihanku,' batin Darius puas saat Elif sudah semakin dekat.Apapun yang melekat di tubuh Elif sekarang, adalah pilihan Darius. Sesuai selera laki-laki itu. Sementara hatinya, sibuk bermain-main, ketar ketir, selalu seperti itu ketika berpapasan dengan Elif, dari dulu. Ah, Elif tidak sadar sama sekali, tengah terjebak dalam permainan dua sahabatnya. Malam ini, mereka berlima akan menghadiri undangan pesta ulang tahun sepupu laki-laki Bima. Tapi, menurut penuturan Hilya pada Elif, mereka tidak bisa pergi bersama. Karena Elena akan mengajak gebetan baru, Bima dengan tunangannya dan Hilya sendiri bersama kekasihnya. Hanya Darius dan Elif yang tersisa. Mereka sama-sama tidak punya pasangan. Padahal, ini rencana licik Hilya untuk memba

  • Aku Pergi, Mas   12 Kebenaran Lain

    Tapi, saat Elif keluar dari toilet ceritanya mulai berbeda lagi. Tubuhnya membeku menyadari siapa yang kini berdiri sambil menyilangkan tangan di dada di depan sana. Beberapa meter dari tempatnya berdiri. Sebelum akhirnya sosok itu memangkas jarak dengan menghampiri. "Terima kasih ... karena tetap baik-baik saja, wanita keras kepala." Elif mencoba melepas kedua tangan Ammar dari bahunya. "Lepaskan! Kau menyakitiku."Tanpa disadari, cengkraman Ammar terlalu kuat hingga Elif meringis. Bukan, ini bukan seperti kejadian tempo hari, ketika Ammar mencengkram bahu Elif saat wanita itu berkeukeuh untuk pergi.Malam ini, Ammar euforia. Karena terlalu rindu juga tidak percaya, jika orang yang dicari-cari kini tampak nyata di depan mata. Meski, harus membayar mahal untuk rasa cemburu karena pemandangan menyesakkan beberapa waktu yang lalu.Ya, Ammar cemburu, meski cinta masih dilapisi dendam tak jelas masa lalu. Tapi, setidaknya laki-laki itu mulai sadar, kurang lebih begitulah perasaan Elif

  • Aku Pergi, Mas   13 Kehidupan Baru

    Tubuh Ammar lunglai, setelah mendengar percakapan mamanya dengan Alzam. Tidak sanggup berada di sana lebih lama, juga belum sanggup bertemu ny. Risma untuk memastikan bahwa apa yang ia dengar barusan adalah tidak benar. Bagaimana mungkin?'Itu tidak benar.' Laki-laki gagah yang hampir setengah jam bersembunyi di balik pintu, memutuskan untuk pergi dari sana dengan air mata ysng yang sudah menganak sungai.Saat di mobil, pikirannya menerawang jauh pada masa lalu, hari di mana seorang gadis asing masuk ke rumah bersama orangtuanya, yang Ammar tatap dengan penuh kebencian di pertemuan pertama. First impression yang sangat tidak menyenangkan.Selama ini Ammar mengira, Elif adalah perebut kehidupannya yang sangat nyaman. Elif benalu, Elif tidak tahu diri. Elif memanfaatkan kebaikan keluargaku. Benar begitu, Ammar? Tentu saja. Itulah sebutan yang paling cocok yang kau lontarkan untuk istrimu.Dalam keadaan setengah sadar, Ammar menginjak pedal gas dan melajukan mobil dengan kecepatan tingg

Latest chapter

  • Aku Pergi, Mas   27 Ekstra Part

    Pukul 10 malam. Elif mengerjab perlahan saat tangannya menyentuh sisi ranjang di sebelahnya untuk mencari seseorang yang ternyata kosong—sosok yang dicarinya tidak kunjung ditemukan. Elif segera memaksa mata cantiknya untuk terbuka sepenuhnya. Gadis yang beberapa saat yang lalu telah menjadi wanita seutuhnya itu gegas bangkit untuk duduk. Senyuman di bibir merah jambunya mulai mengembang saat pikirannya mengingatkan Elif tentang sesuatu. Sesuatu yang begitu indah tentu saja. Oh, apakah ini nyata? Begitu tanya yang muncul dalam hati wanita cantik berlesung pipi itu—saat melihat tubuhnya yang polos di balik selimut. Elif sedikit mencubit lengannya, dan ternyata terasa sakit. 'Ini nyata. Akhirnya, mimpi itu telah menjadi nyata,' batin Elif dengan mata berkaca. Dulu, jangankan untuk disentuh, meliriknya saja Ammar seperti sangat jijik. Tapi, hari ini ... ah, Elif bahkan masih mengingat dengan jelas bagaimana cara Ammar memperlakukannya tadi. Sangat lembut. Seolah tubuh istrinya ada

  • Aku Pergi, Mas   26 Ending

    Sementara di lain tempat, sudah beberapa hari Elif tidak pergi bekerja dan hanya menyendiri di kontrakan. Elif sedang memantapkan hati untuk perpisahan, tapi Ammar terus saja hadir mengusik ego dan hatinya. "Kenapa suka sekali hadir untuk mempermainkan hatiku, Mas? Kenapa? Kau senang, kan melihatku seperti ini?" Elif selalu saja memaki Ammar kala bayangnya muncul tanpa tanda dan tiba-tiba. Hingga entah di hitungan hari ke berapa, Elif memilih untuk mengalah dengan hatinya dan bertekad pergi ke rumah utama.Wanita itu menekan bell dengan perasaan cemas. Pasalnya, sudah lama Elif tidak pernah datang setelah hari kepergiannya dari rumah. "Mama!" panggil Elif saat pintu besar berwarna putih itu terbuka lebar dan seorang wanita paruh baya berdiri dengan anggun di hadapannya."Sayang? Elif, ya ampun, akhirnya kamu datang." Ny. Risma memeluk menantunya dengan erat, seolah enggan mengizinkan pergi. "Kamu ke mana saja? Mama sangat merindukan kamu, El," ucap Ny. Risma setelah melepas pelu

  • Aku Pergi, Mas   25 Perpisahan?

    Memaafkan adalah kemenangan terbaik.__ Ali bin Abi Thalib __"Tentu saja. Aku telah memaafkanmu jauh-jauh hari," jawab Elif dengan bibir mengerucut. "Benarkah? Apa itu berarti kau akan pulang bersamaku?" tanya Ammar spontan.Deg. Jantung Elif seketika berdebar kencang. Aliran darahnya seperti terhenti. Pernyataan Ammar terlalu blak-blakan dan tiba-tiba seperti ini. "Mas,""Kenapa? Apa permintaanku terlalu berlebihan? Ammar menahan tangan Elif saat wanita itu hendak beranjak dari sana. Tak bisa melarikan diri, Elif memilih tenggelam dalam mata Ammar. Di mana dirinya tengah menari-nari di sana. Menit kemudian wanita itu tersenyum. Satu yang bisa Ammar tangkap. Ketulusan. Elif laksana Edelweis, senyuman tulus seorang kekasih. "Tak hanya di lisan, aku telah memaafkanmu dari hatiku, Mas. Jujur, aku begitu tersanjung saat diajak untuk pulang, tapi ...." Ammar semakin mempererat pelukan. Menanti kalimat yang terputus dengan perasaan tak karuan. "Mas, bolehkah aku meminta waktu sebe

  • Aku Pergi, Mas   24 Permintaan Tidak Biasa

    Ammar sudah dipindahkan ke ruang perawatan untuk pemulihan setelah tiga jam lebih berada dalam ruang operasi. Meski sudah melewati masa kritis, Ammar belum sadarkan diri. Dan hanya satu orang yang diperbolehkan dokter untuk menemani, demi ketenangan pasien. Elif—lah yang melakukan itu dengan segala rasa bersalahnya. Alzam dan pak Kidar memilih berjaga-jaga di luar ruangan, dalam keadaan sama-sama membisu. Mengingat kejadian buruk yang terjadi beberapa waktu yang lalu, dua laki-laki itu tidak berani meninggalkan Elif dan Ammar di rumah sakit. "Saya ke toilet sebentar!" pamit pak Kidar yang hanya diangguki oleh Alzam.Ada banyak hal yang sedang Alzam renungi. Salah satunya, apa yang terjadi dengan Elif beberapa saat yang lalu. 'Aku saja begitu murka saat melihat kondisinya, apa lagi Ammar yang berstatus sebagai suaminya.' Alzam tidak habis pikir, bagaimana bisa seorang sahabat tega melakukan hal rendahan seperti itu. Seorang laki-laki sekelas Darius, bagaimana bisa memiliki cint

  • Aku Pergi, Mas   23 Nasib Elif

    HAPPY READING ❤️Ammar pulang dari kantor dengan perasaan yang tidak bisa diartikan. Sejak tadi, ingatannya hanya pada Elif, Elif dan Elif saja. Ini berbeda. Bukan rasa seperti biasa. Jika kemarin-kemarin Ammar hanya merindu, kini didampingi kecemasan yang juga berbalut luka."Apa aku menghubunginya, saja?" tanya Ammar pada diri sendiri setelah tiba di depan pintu apartemen. "Tapi, bagaimana kalau dia tidak senang kuhubungi?" ulangnya lagi. Tidak, tidak. Ammar menggeleng-geleng kepala. Laki-laki itu merasa kekhawatirannya sebagai sesuatu yang berlebihan. 'Mungkin aku hanya terlalu rindu, karena efek baru bertemu kemarin. Semoga Elif baik-baik saja.'Setelah menyakinkan diri, Ammar langsung masuk ke dalam, menuju kamar untuk meletakkan tas dan melepas pakaian kantor. Lalu ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Berharap di bawah guyuran air bisa membuat dirinya kembali pulih. Juga pikiran yang kembali jernih. 'Apa aku siap jika harus berpisah? Sekarang saja, aku hampir gila karen

  • Aku Pergi, Mas   22 Elif Dalam Bahaya

    Tubuh Elif membeku. Setelah banyak hal tak biasa yang mereka lewati, dengan mudahnya Ammar berucap seperti itu.Kalimat sederhana yang ingin Elif dengar sejak dulu.'Apa dia sedang mencoba membodohiku seperti dulu? Kenapa jantungku seperti ini? Ini akan sangat memalukan jika Mas Ammar sampai mendengarnya.'Elif menatap mata elang itu lekat-lekat. Namun, tidak terdapat setitik kebohongan pun di sana. "Aku tidak sedang berbohong, Elif. Aku berani bersumpah untuk itu." "Maafkan aku, Mas! Kalau saja aku tidak muncul dalam kehidupan ....""Sstt!"Ammar meletakkan telunjuknya di bibir Elif. Lalu, menariknya dengan cepat setelah menyadari kelancangannya. Tak hanya Elif, Ammar juga merasakan ada yang salah dengan jantungnya. Riuh sekali di dalam sana. "Ma–af, aku tidak bermaksud lancang! Hanya saja aku tidak suka mendengarmu meminta maaf seperti itu. Jelas-jelas aku yang bersalah. Harusnya aku berterima kasih karena kamu telah sudi hadir dalam hidupku. Orangtuaku tidak bersalah, begitu ju

  • Aku Pergi, Mas   21 Antara Darius dan Ammar

    "Ma–af, Darius! Kita tidak bisa seperti ini." Elif menarik tangannya dari genggaman Darius yang terus mencoba mempertahankan. "Kenapa, Elif? Apa karena laki-laki itu, sehingga kamu tidak bisa melihatku? Lihatlah setelah apa yang dia perbuat, kau bahkan masih memikirkannya.""Bu–bukan seperti itu Da ...." "Lirik aku sedikit saja, Elif! Please! Bertahun-tahun aku menunggumu" lirih Darius dengan pilu. Laki-laki sekelas Darius pun bisa menjadi pengemis saat terjebak dalam rasa. Elif tidak menyangka dengan apa yang baru saja Darius akui. Dirinya merasa bersalah ketika menatap mata elang yang berusaha ia selami.Tapi, masa lalu masih saja membelenggu. Tak hanya karena ikatan yang belum terlepas, hatinya pun belum kuasa untuk berbalas. Elif belum siap untuk cinta yang baru. "Maaf, Darius! Tapi, aku tidak bisa. Kegagalan di mana lalu, telah mengajarkanku untuk lebih berhati-hati. Maaf, tapi semenjak saat itu, cinta bukan lagi sesuatu yang indah untukku. Bagiku cinta adalah luka. Aku but

  • Aku Pergi, Mas   20 Rani Dicampakkan

    "Mari akhiri semuanya sampai di sini!" Ucapan Ammar membuat sepasang mata Rani melebar. "Mak–sudmu? Meng ... akhiri semuanya? Aku tidak mengerti." "Hubungan kita. Aku ingin mengakhirinya." Apa yang Ammar katakan kali ini terdengar cukup jelas. Lucu. Jika Rani belum juga paham. "Apa? Kamu bercanda 'kan?" Wanita itu menggeram. Bukan ini yang diinginkan dari makan siang yang sudah lama tertunda. "Aku serius. Jadi, tolong jangan ganggu aku lagi. Panggilan telponmu benar-benar menggangu akhir-akhir ini." "Tidak. Aku tidak mau kita berakhir! Aku mau kita segera menikah. Kau sangat mencintaiku, kan? Begitupun aku, aku sangat mencintai kamu, Ammar." Ah, sepertinya drama baru akan dimulai. Rani sudah mengaktifkan mode sedih. Dengan mata yang mulai berkaca. "Selama ini, apa kau pernah mendengar aku mengatakan cinta padamu?" Rani termagu. Benar, tidak pernah sekalipun Ammar mengatakannya. Hanya Rani yang sibuk mengungkapkan rasa setiap kali mereka bersama. Tanpa balasan apa

  • Aku Pergi, Mas   19 Terlalu Percaya Diri

    "Ishh!"Darius meringis saat kapas di tangan Elif bersentuhan dengan lukanya. "Apakah ini perih?""Sedikit." "Maaf! Gara-gara aku kamu jadi seperti ini." Elif mengambil kapas yang baru dan memberinya sedikit betadin. "Tidak masalah asal kau tetap baik-baik saja."Seketika pandangan mereka bertemu."Apa maksudmu, Darius?" Pertanyaan sederhana yang keluar dari bibir mungil itu seketika membuat Darius salah tingkah. Dalam hati Darius mengutuk dirinya yang terlalu terburu-buru. "A—aku tidak bisa diam saja melihat sahabatku kesulitan," jawab Darius menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Sementara Elif hanya ber 'oh' riya. Kemudian, melanjutkan aktivitasnya mengobati wajah Darius. Dalam hati, Elif merasa lega setelah mendengar kalimat terakhir laki-laki itu. Berarti, apa yang Hilya katakan selama ini tidaklah benar. Darius belum mengakhiri masa lajang, bukan karena dirinya, pikir Elif.'Tentu saja apa yang aku khawatirkan selama ini tidak benar.'Elif geleng-geleng kepala, dalam hati

DMCA.com Protection Status