"Eh ... maaf-maaf!" teriak Kinanti Putri siswa kelas dua belas yang tidak sengaja menabrak teman-temannya yang berlalu lalang. Ia lari terbirit-birit ketakutan karena teman laki-laki sekelasnya sengaja menakuti dengan seekor anak kucing liar yang entah mengapa terus saja mendekati Kinan sejak di kantin.
Sambil mengendong si anak kucing tadi, Kevin Arkananta, cucu pemilik yayasan tidak henti mengejar Kinan. Phobia Kinan terhadap hewan berbulu sudah bukan menjadi rahasia umum lagi. Suara langkah kaki mereka bahkan menjadi pusat perhatian. Banyak teman yang terkekeh geli melihat raut wajah ketakutannya saat bertemu dengan hewan itu."Berhenti nggak, Vin? Kalau lo masih nekat nakutin gue, bakal gue laporin lo ke BK!" ancam Kinan yang sepertinya tidak mampu menakuti Kevin. Napasnya terus memburu. Kinan tidak tau lagi di mana akan bersembunyi, ia pun lari menuju kelas.Sampai ia tiba di depan kelasnya dan menoleh ke arah Kevin yang semakin dekat saja, tidak sengaja gadis itu menabrak sebuah meja yang berada di depannya. "Ahk ...!" pekiknya dengan memegangi pusat intim tubuhnya. Tak sanggup menahan rasa sakit yang luar biasa itu, membuatnya terjatuh di lantai.Kevin yang tiba-tiba datang langsung membuang asal kucing liar itu, mendekati Kinan yang sangat jelas saat itu butuh pertolongan karena posisi kelas kosong."Lo kenapa?" tanya Kevin dengan mengerutkan dahi dalam.Kinan terus menangis. Dengan susah payah ia berdiri dan Kevin melihat rok bagian belakangnya terdapat noda darah. Matanya terbelalak, ia tidak tau yang terjadi pada teman wanitanya itu."Itu apa?" tunjuknya pada gadis itu. Kinan mencoba melihat ke arah belakang. Laju air matanya semakin deras melihat noda darah yang melekat di rok abu-abunya."Hah ... gimana ini? Jangan-jangan selaput dara gue robek?" ucapnya lirih dengan wajah cemas, "ini tuh gara-gara lo Vin!" teriaknya dengan isak tangis tiada henti."Lah, kok gue?""Udah gue bilang 'kan jauhin kucing itu! Tapi nekat aja. Gue udah nggak perawan lagi! Siapa yang bakal mau sama gue?" Kinan terduduk menangis menenggelamkan wajahnya di lipatan kedua tangan dan kakinya."Maaf!" ucap Kevin dengan berjongkok mendekatinya.
"Maaf lo, nggak akan mampu ngembaliin keperawanan gue! Jangan ngerasa karena lo anak orang penting di sekolah ini, lalu seenaknya aja sama siswa lain. Gue sekolah di sini juga bayar," gertak Kinan sambil menangis. Kinan menatap Kevin dengan penuh kebencian. Ia merasa mahkota yang sangat di jaga selama tujuh belas tahun ini telah terenggut karena kejadian konyol seperti ini.
"Lah terus, gue harus gimana?" tanya Kevin dengan mengerutkan dahi, "atau gini aja deh, kalau nggak ada satu cowok pun yang mau sama lo, gue bakal tanggung jawab!"
Kinan berusaha berdiri dan menyapu air mata yang belum mengering di pipi dengan punggung tangannya. "Gue nggak sudi kalau kelak punya laki model kayak lo! Yang ada, lo bakal terus selingkuhin gue! Gue cuma pengen, keperawanan gue balik!" Kevin hanya terdiam. Permintaan Kinan menurut Kevin sangatlah sulit untuk dikabulkan. Bagaimana ia harus mengembalikan? Andai waktu dapat berputar kembali, mungkin ia tak akan mengejar gadis itu.Bel tanda masuk kelas pun tiba-tiba berbunyi. Perdebatan mereka terhenti karena teman-temannya memasuki kelas. Gadis itu berjalan pelan menahan rasa perih menuju bangkunya. Kevin terus menatapnya dengan wajah datar.
"Lo kenapa Kin?" tanya Alya yang kini sudah duduk di bangku sebelah Kinan. Mata Kinan merah, sesekali ia menghapus satu dua tetes yang mengalir begitu saja. Hanya gelengan kepala ia berikan atas pertanyaan Alya. Rasanya, ia masih belum terima dengan kenyataan yang ada di otaknya jika sudah tak perawan lagi.
Kevin terus saja memandangi Kinan yang tertunduk terdiam. Sampai pulang sekolah dan kelas kosong Kinan masih duduk di bangkunya.
"Lo nggak, pulang?" tanya Kevin yang berjalan menghampirinya. Ia duduk menggeser kursi seraya menatap lekat gadis itu.
"Biar semua orang pergi dulu!" ucapnya lirih dengan membuang muka."Lo bawa motor?" Kinan menggelengkan kepala, "gue anterin pulang mau?" tanya Kevin dengan mengangkat sebelah alis.Kinan memandangnya sejenak kemudian mengalihkan kembali. Wajah tampan penuh penyesalan yang sebenarnya terkenal hobi merayu wanita itu tiba-tiba menggerakkan sedikit perasaannya. Kinan mengangguk pelan. Ia juga tidak tau harus bagaimana pulang dalam keadaan terpuruk seperti ini."Masih sakit?" Kevin mendekati wajah cantiknya kemudian menyapu air mata yang sedikit mengering dengan punggung jarinya. Kinan tertegun dengan sikap Kevin yang menurutnya berbeda dari selama ini yang ia kenal. "Tutup aja rok lo sama jaket gue!" Laki-laki itu membuka jaketnya.Kinan berdiri dan Kevin melingkarkan lengan jaketnya di perut gadis itu. Ia menggandeng tangan Kinan keluar kelas. Suasana sekolah yang sudah sepi membuat langkah mereka tidak ragu menuju tempat parkir sekolah itu."Lo tunggu sini! Gue, ambil motor dulu!" Kinan mengangguk dengan perintah Kevin. Sebuah motor sport berwarna hitam dengan segera menghampirinya. "Lo bisa 'kan naiknya?" tanya Kevin sedikit ragu. "Gue coba!" ucap Kinan lirih. Kevin berdehem dengan memegangi tangan Kinan yang berusaha mencari pegangan saat menaiki motor itu."Sakit?" Kevin menoleh kebelakang. "Sedikit perih!" "Apa perlu ke dokter dulu?""Enggak perlu ... gue takut!"Kevin mengangguk. "Pegangan ya!" Kinan melingkarkan kedua tangannya ke perut Kevin. Ia mengendalikan motornya dengan berhati-hati menuju rumah Kinan.Sekitar sepuluh menit perjalanan, Kinan masih tertunduk lemas saat sampai di halaman rumahnya. "Gue, pulang dulu ya!" pamit Kevin.Gadis itu mengangguk dan langsung masuk ke dalam rumah tanpa menoleh ke arah Kevin. Kevin menundukkan kepalanya dan menarik garis lengkung bibirnya melihat Ibu Kinan di depan pintu.
"Kamu kenapa Kinan?" tanya Ibunya yang sangat hafal raut wajah tidak biasa anak gadisnya itu. Tanpa menjawab pertanyaan Ibunya, ia langsung masuk ke dalam kamar dan membaringkan tubuhnya di ranjang."Siapa tadi? Pacar kamu? Tampan sekali dia. Ibu suka dengan lesung pipinya. Dia sepertinya anak yang ramah ya! Perhatian lagi sama kamu!"Kinan berdecak kesal. Semua ucapan yang keluar dari mulut Ibunya seolah menambah dongkol perasaannya. Rasa perih itu yang belum juga hilang semakin bertambah besar."Ya udah, Ibu aja yang pacaran sama dia! Aku ogah," sindir Kinan dengan tangan yang terus mencengkram perutnya, "aku sakit juga gara-gara dia Bu!""Ibu doain, kalian kelak berjodoh!""Eh, amit-amit. Ibu mau anak satu-satunya ini diselingkuhi? Dia itu buaya.""Ya wajar, namanya juga laki-laki. Ayah kamu dulu juga gitu, sebelum ketemu Ibu banyak teman wanitanya. Biasanya pilih yang terbaik." Kinan terus ternganga mendengar ucapan Ibunya, "perutmu kenapa?" tanya wanita paruh baya itu yang melihat tangan anak gadisnya sedari tadi memegangi bagian bawah perutnya. Kinan tidak berani berkata jujur. Akibat ketakutan yang menghantui pikirannya, tawaran dari Ibunya untuk pergi ke dokter pun ia tolak.Pagi ini, Kevin terus memandangi bangku Kinan yang kosong. Alasan tidak masuk sekolah karena sakit semakin membuat penyesalan dalam dirinya bertambah besar. Rasa takut dan khawatir terlukis jelas di wajah tampannya.Ia melayangkan pertanyaaan pada Alya, "Al ... Kinan sakit apa?"Alya mengangkat kedua bahu kemudian menurunkannya. "Dari kemarin dia udah kelihatan sakit. Bukannya, terakhir sama lo? Jangan-jangan Kinan sakit gara-gara lo takutin kucing!" tuduh Alya. Kevin memberi senyum setengah dan mengalihkan pandangannya tanpa menjawab pertanyaan Alya.Saat waktu istirahat tiba, Kevin mencoba mengambil ponselnya dan menghubungi Kinan. Sudah dua panggilan ia tunggu, tapi tidak ada jawaban. Apa separah itu keadaannya?Ia melangkahkan kaki lebar pergi ke kantin mencari Alya, berniat mengajak gadis itu untuk menjenguk Kinan. Ia merasa tidak enak hati saja jika menjenguk sendiri."Hai Vin! Mau ke kantin ya?" Gadis cant
Hari sudah berganti. Kinan mencium tangan Ayahnya yang mengantar sekolah pagi ini. "Belajar yang rajin ya Nak! Ayah yakin, kelak kamu pasti jadi wanita hebat.""Iya Yah. Ayah hati-hati di jalan, ya!""Ya sudah kamu masuk sana!" pinta Ayahnya karena bel sudah berbunyi. Kinan mengangguk lalu tiba-tiba saja ingin memeluk erat Ayahnya. Setelah ia puas memeluk Ayahnya, gadis itu berlari dan melambaikan tangannya beberapa kali. Laki-laki paruh baya itu membalasnya dengan senyuman.Pagi ini suasana kelas terdengar begitu bising. Suara gelak tawa dari teman-teman Kinan yang sedang melepas canda tawa tidak begitu ia pedulikan. Gadis itu melangkahkan kaki cepat dan terus menundukkan kepala menuju bangkunya.Alya yang sudah berada sejak tadi di sampingnya, melirik sejenak ke arah Kinan. Seruan Kinan untuk merahasiakan semua semalam sedikit membuat Alya kecewa. Menurut gadis itu, perbuatan Kevin tidak bisa begitu saja dibiarkan.L
Kinan gugup dan berusaha menghindar dengan tangan sibuk mengambil tasnya."Ayo, nanti nyokap lo nyari!" ajak Kevin yang sekarang sudah bersiap dengan mengulurkan tangannya.Kinan berusaha tidak mengindahkan uluran tangan itu. Berjalan mendahului Kevin, tapi berharap dalam hati kecilnya jika laki-laki itu akan terus mengejarnya.Ia tiba-tiba menghentikan langkah, melihat sekelilingnya yang masih di penuhi siswa lain yang bersiap keluar sekolah untuk pulang."Ada apa?" tanya Kevin dengan wajah datar."Biar sepi dulu! Gue malu, boncengan sama lo!" Kevin tertawa kecil seraya menggaruk kepalanya. Ia lalu mencebikkan bibir dan mengangguk-anggukan kepala. Kinan duduk di sebuah kursi yang tidak jauh dari mereka.Kevin pun mengikuti dan duduk di sebelahnya. "Kenapa, lo malu jalan sama gue?" tanya Kevin."Lo 'kan cowok popular di sekolah ini.""Gue, nggak ngerasa kayak gitu!"Kinan mem
Dua minggu sepeninggal Ayahnya, hidup Kinan berubah. Tidak tampak lagi keceriaan yang tergambar pada wajahnya. Selalu menyendiri dan merenung jika tidak dihampiri temannya. Hampa, ia benar-benar kehilangan orang yang begitu berarti dalam hidupnya.Sebelum berangkat sekolah, sekarang ia membantu Ibunya. Menitipkan nasi bungkus dan berbagai macam kue di setiap warung yang tidak jauh dengan rumahnya. Tidak ada pemasukan, membuat mereka harus berputar otak mencari penghasilan.Kinan duduk termenung di bangkunya menunggu pelajaran dimulai. Alya yang sudah sedari tadi di sampingnya seperti tidak ia hiraukan."Udahan sedihnya! Kasian Ayah lo juga, Kin!" Alya mengelus bahu Kinan. Kinan memberikan senyum paksa seraya memandang sahabatnya. Ia menggangguk dan mencoba mengiyakan. Walaupun sulit, tapi ia terus berusaha kuat menjalani hidup ini hanya dengan Ibunya saja.Saat bel istirahat berbunyi, Kinan juga tidak pergi ke kantin. Ia merasa san
Kinan melirik tajam ke arah Kevin dan teman wanitanya. "Kayaknya, nanti malam gue nggak bisa! Lupain aja janji lo itu!" Kinan menggandeng tangan Alya keluar dari kelas. Ini sangat menyakitkan bagi perasaannya.Mereka melangkahkan kaki lebar menuju tempat parkir. Alya tersenyum semringah melihat sahabatnya sadar akan keburukan Kevin. Mereka jalan bergandengan mengambil motor Alya."Nah gitu dong, Kin! Jangan gampang kegoda sama cowok suka nemplok sana sini kayak Kevin!" sindir Alya yang kini sudah mengendari motor dan memboncengnya."Gue itu nggak kegoda, cuma ngerespons. Akhir-akhir ini dia baik banget. Dia selalu ngehibur, nemenin gue ....""Dan lo, nyaman sama itu semua, 'kan? Akhirnya, lo naruh hati sama kebaikannya," sambar Alya. Kinan berdecak kesal. "Dia itu ngelakuin kayak gitu, nggak cuma sama lo, Kin! Tapi, hampir semua cewek," lanjutnya lagi.Kinan hanya terdiam dengan wajah cemberut. Ia tau kenyataan itu. Ingin sekali menutup rapat
"Boleh, tapi pulangnya jangan malam-malam, ya!" pesan Ibunya. Pipi Kinan bersemu melihat Kevin yang meliriknya. Gadis itu melempar pandangannya ke dalam rumah."Pasti dong Tante, ya udah aku pulang dulu!" pamitnya."Nggak masuk dulu!" Ibunya menunjuk dalam rumah.Kevin menggelengkan kepala. "Nanti malam saja Tante, tadi udah ngobrol sebentar sama Kinan di pinggir jalan!" Ibu Kinan mengangguk dan tersenyum.Kinan terus memandangi wajah tampan itu sebelum Kevin masuk dalam mobilnya. Ia terus melempar senyum sampai mobil Kevin keluar dari halaman rumahnya."Hust!" Ibunya mengagetkannya. "Kamu suka sama dia?""Apaan sih, Bu?" Kinan langsung masuk dalam rumah karena malu."Dari matamu nggak bisa bohong. Kamu suka sama Kevin? Dia anak baik dari pertama bertemu dulu. Ibu suka, dia sopan juga."Kinan berjalan menuju dapur dan diikuti Ibunya. "Ibu belum kenal dia aja. Dia anak orang kaya. Pemilik yayasan. Nggak pantas aja Kinan bersandi
Hembusan napas Kevin semakin terasa di wajah Kinan. Begitu dekat jarak wajah mereka membuat Kinan pasrah. Ia memejamkan kelopak matanya kuat."Gue, suka bibir lo, indah!" Perlahan-lahan Kinan membuka matanya dan Kevin posisi Kevin masih tetap sama. Gadis itu menipiskan bibirnya malu."Ma-makasih!" ucapnya dengan terbata-bata.Kevin menyelipkan anak rambut panjang Kinan yang terurai di telinga gadis itu. "Lo tau, gue suka cewek kayak lo."Kinan mengerutkan kening tidak percaya. "Me-mang, gue kenapa?""Lo, apa adanya."Kinan membuang muka dan memberi senyum setengah. Ia seperti tidak ingin percaya dengan ucapan yang keluar dari laki-laki di hadapannya ini. Namun, ia juga tidak bisa menolak hatinya yang berbunga-bunga."Vin ...!"Laki-laki itu berdehem. "Lo, jangan bilang sama Alya, ya! Kalau kita ... jalan berdua kayak gini. Gu-gue, nggak mau aja dia marah. Lo tau sendiri 'kan, Alya nganggep lo mempermainkan gue!""Gue kel
Semenjak ciuman yang diberikan Kevin pada Kinan, hubungan mereka semakin lama semakin dekat. Kevin lebih sering menghabiskan waktu istirahat dan pulang sekolah bersamanya. Namun, mereka masih merahasiakan kedekatan mereka dari Alya. Bersikap seolah-olah dingin di depan sahabatnya itu setiap kali bertemu sebenarnya membuat Kinan tak enak hati. Ia seperti membohongi Alya, tapi kenyamanan saat bersama Kevin juga ia butuhkan sampai sekarang.Saat mereka pulang bersama, dari arah berlawanan tampak Rivan, teman kelas sebelah dengan wajah geram melangkahkan kaki lebar mendekati mereka. Kinan menjerit saat tonjokan keras Rivan lemparkan ke wajah Kevin dan membuat laki-laki yang dekat dengannya itu jatuh tersungkur. Ini membuat Kinan tidak bisa berdiam diri, menyaksikan Rivan yang mencengkeram kerah baju Kevin dan akan memukulnya lagi."Berhenti, Van! Lo, apa-apaan sih?" teriak Kinan yang mendorong Rivan menjauhi Kevin.“Gue tau lo siapa, Vin. Tapi jangan sesuka ha
Pagi ini, Kinan tersenyum puas melihat Kevin masih tertidur lelap dengan posisi tengkurap di sampingnya. Ia memandang lekat suaminya itu dan merasa begitu bahagia bisa memiliki seutuhnya dan cintanya selama ini terbalas.Satu ciuman mendarat di pipi laki-laki yang dulunya terus membuat tersulut emosi itu. Hanya berbalutkan selimut tebal, Kinan kini menyibakkan penutup tubuhnya dan mulai memunguti lingerie di lantai yang ia kenakan semalam.Berjalan pelan ke kamar mandi karena perut bagian bawahnya terasa tak nyaman sekali. Semalam ia sampai lupa berapa kali mencapai puncak kenikmatan karena ulah suaminya itu.“Bangun!” Kinan menguncang tubuh Kevin. “Mama telepon, Khalo nyariin kita terus!”Kevin menggeliatkan tubuhnya. “Ini baru jam berapa, sih?” gerutunya.“Jam sepuluh! Ayo kita balik! Nggak enak sama Mama.”Ke
“Kita ajak Khalo jalan-jalan habis itu, kita titipin Mama sebentar, ya!” usul Kevin dengan wajah merengut saat bersiap akan menepati janji pada Khalo untuk membelikannya mainan pagi ini.“Nggak enak lah sama Mama, pasti Mama juga sibuk ngurusin toko kue.”“Waktu kita tinggal besok, Kinan! Malam ini kita harus pergunakan dengan baik. Kamu nggak tau rasanya sakit banget ini dari semalam nggak mau tidur.” Kevin mengarahkan mata ke celananya.“Terus kita mau lakuin di mana?”Kevin mendekati Kinan dengan menyunggingkan bibir atasnya. “Kamu mau di mana?”“Cari suasana beda lah! Masak di kamar terus?” Kinan mengerucutkan bibirnya.“Kita sewa hotel di puncak, ya?” usul Kevin.Kinan tersenyum malu mengiyakannya. “Kamu siapin keperluannya. Dan ... lingerie sem
“Papa!” teriak Khalo berlari memeluk Kevin yang tiga hari ini ke luar kota meninggalkannya. Sudah tiga tahun usia anak laki-laki mereka. Kebahagiaan terus menyelimuti walaupun sikap Kevin masih saja membuat Kinan geram.“Papa kangen banget sama kamu, sayang!” Kevin mencium putra itu berkali-kali.“Papa bawa oleh-oleh?” Dari sorotan mata anak itu berharap banyak. Namun, kali ini Kevin tak membawa apapun. Ingin cepat pulang membuatnya melupakan itu semua.“Besok aja kita jalan-jalan, ya! Nanti kamu bisa milih mainan sesuka hatimu!”“Ya nggak sesuka hati juga! Kamu ngajarin nggak bener,” sindir Kinan lirih yang membuat Kevin berdecak.“Ya udah, ayo kamu bobok! Ini udah malam.” Kevin menggendong Khalo ke kamarnya.Anak itu mengerucutkan bibirnya gemas sembari menggelengkan kepalanya. “A
Hari ini Kevin mengajak Kinan kembali ke rumah, sudah hampir dua minggu mereka tinggal di rumah Bu Melinda. Tak seperti sebelumnya, keadaan Kinan kini mulai membaik. Banyak terukir senyum di wajahnya. Kevin benar-benar memanjakan dan menghiburnya akhir-akhir ini.Laki-laki itu tiba-tiba saja mengarahkan mobilnya di rumah pemberian Sang Papa dulu. Kinan mengernyit heran, bukannya suaminya itu anti menerima pemberian dari Papanya?“Kenapa kita ke sini?” tanya Kinan.Kevin mematikan mesin mobilnya. “Kita akan tinggal kembali di sini! Kamu mau ‘kan?”Laki-laki itu keluar dari mobil dan berlari kecil membukakan pintu mobilnya. Asisten rumah tangga juga bersiap di depan membantu mereka membawa koper masuk dalam rumah.Di dalam rumah, kedatangan mereka disambut hangat oleh Papa Kevin. “Akhirnya kalian pulang juga. Papa sudah nggak sabar mau menimang c
“Ka-kamu mau apa?” tanya Kinan gugup karena Kevin mendekatinya setelah mengunci rapat pintu kamar. Laki-laki itu sudah menemukan cara untuk membantu istrinya lewat informasi dari internet yang ia baca.Kevin duduk dibelakang Kinan yang menyelonjorkan kakinya di atas tempat tidur. Tiba-tiba mendekapnya erat dari belakang dan menciumi pipi lembut itu.“Aku mencintaimu,” bisiknya yang membuat Kinan bergidik geli. Ia mengernyit dengan sikap suaminya itu. “Buka kancing bajumu!”“Kamu mau apa, Vin? Aku baru melahirkan. Kenapa kamu nggak bisa menahannya?” Kinan menatap Kevin dengan raut wajah ketakutan.“Sini aku bantuin biar susumu keluar banyak!” Tanpa persetujuan Kinan, laki-laki itu membuka satu persatu kancing baju istrinya. “Keluarin dari bra!”“Kamu mau apa?” gertak Kinan tak terima.
Beberapa hari di rumah sakit akhirnya dokter mengizinkan mereka pulang. Sikap dingin Kinan pada Kevin masih saja ditunjukan. Seberapa besar perhatian suaminya itu padanya tak membuat Kinan tersentuh. Ia merasa berada dititik rendahnya saat ini.“Kita tinggal di apartemen saja, ya?” Kevin menawarkan. Namun, Kinan menggelengkan kepalanya tak setuju.“Aku mau ke rumahku saja!” jawabnya lirih. Kevin mengangguk mengiyakan. Sebenarnya Bu Melinda menawarkan untuk sementara mereka tinggal di rumahnya sampai keadaan Kinan benar-benar pulih. Namun, tolakan yang selalu terdengar.Salah satu baby sitter disewa Bu Melinda untuk membantu Kinan dan tinggal di rumahnya. Rasanya tak tega melihat kedua anaknya itu kerepotan berjuang sendiri.Kinan berdiri terdiam di depan kaca riasnya. Melihat tubuhnya yang masih dipenuhi lemak, serta wajah yang tak terawat semakin membuatnya berkecil hati.
“Keanu?”“Ayo cepat, Kean! Air ketuban Kinan keluar terus!” Desakan Clara membuat Keanu bertambah gugup.“Ada apa ini?” Papa Kevin berjalan mendekati mobil Keanu.“Kinan harus segera dibawa ke rumah sakit, Pa!” Wajah khawatir tersirat jelas pada Papa Kevin. Tanpa berlama-lama Keanu masuk ke dalam mobil dan disusul oleh Sang Papa.Perasaan tak enak terus mengganggu pikiran Kevin di kantor. Ia berusaha beberapa kali menelepon Kinan, tapi tak diangkat. Jelas saja, keadaan Kinan saat ini sedang tak baik-baik saja. Bahkan ponselnya pun terjatuh di lantai kamarnya.Diva dengan nekat menemui Kevin di depan kantornya. Kevin yang tengah berjalan cepat menuju tempat parkir tiba-tiba dihadang oleh wanita itu.“Vin, aku mau bicara serius!”“Ada apa lagi, sih?” Kevin terlihat risi
“Halo ... kamu lagi sibuk, Vin?” tanya Diva yang sedari meneleponnya, tapi dibiarkan saja oleh Kevin. Semenjak reuni empat bulan lalu, wanita itu terus mencoba menghubunginya. Obsesi memiliki Kevin sudah tertanam dalam di dalam hatinya sejak dulu. Tak peduli apa status Kevin sekarang, ia hanya ingin mewujudkan keinginannya.“Nggak, ada apa? Aku lagi baru pulang kerja.” Kevin berjalan keluar kamar. Ia selesai mandi dan melihat Kinan sudah memejamkan matanya.Laki-laki itu sudah berusaha sebisa mungkin untuk menghindari Diva. Tawaran untuk berselingkuh terus Kevin abaikan, ini membuatnya merasa bersalah pada Kinan yang kini tengah mengandung calon buah hatinya.Kinan membuka matanya lebar setelah Kevin keluar kamar. Ia tak sanggup menahan laju air mata setiap mendengar telepon dari wanita yang terus berusaha menggoda suaminya itu. Berusaha tetap baik-baik saja dan tak mengetahui apa dibalik semua in
“Aku janji akan membahagiakan kalian! Tanpa mengharap harta dari Papa. Percayalah, aku bisa, Kinan!” Kevin menyelipkan anak rambut Kinan ke telinga kiri dan kanannya.Kinan mengangguk pasrah dengan terus aktif bergerak naik turun memposisikan di pangkuan Kevin. Sementar Kevin mengeratkan pelukannya ke pinggang Kinan. Kinan juga menyesapi bibir suaminya itu dengan lembut. Rasa manis dari filter rokok yang dihisapnya sebenarnya masih terus membekas di bibir itu. Namun, ia seperti sudah terbiasa.Tatapan sendu penuh gairah ada dalam mata mereka. “Kamu janji, besok jangan dekati wanita-wanita masa lalumu!” Kinan menghentikan gerakannya yang membuat Kevin berdecak kesal.“Kan ada kamu. Kenapa pikiranmu buruk sekali? Mereka bukan masa laluku. Masa laluku kamu!” Kevin kembali menyatukan bibir mereka. Suara kecupan bibir dan rintihan tertahan yang menggema di seluruh sudut kamar semakin menamb