Hari sudah berganti. Kinan mencium tangan Ayahnya yang mengantar sekolah pagi ini. "Belajar yang rajin ya Nak! Ayah yakin, kelak kamu pasti jadi wanita hebat."
"Iya Yah. Ayah hati-hati di jalan, ya!""Ya sudah kamu masuk sana!" pinta Ayahnya karena bel sudah berbunyi. Kinan mengangguk lalu tiba-tiba saja ingin memeluk erat Ayahnya. Setelah ia puas memeluk Ayahnya, gadis itu berlari dan melambaikan tangannya beberapa kali. Laki-laki paruh baya itu membalasnya dengan senyuman.Pagi ini suasana kelas terdengar begitu bising. Suara gelak tawa dari teman-teman Kinan yang sedang melepas canda tawa tidak begitu ia pedulikan. Gadis itu melangkahkan kaki cepat dan terus menundukkan kepala menuju bangkunya.Alya yang sudah berada sejak tadi di sampingnya, melirik sejenak ke arah Kinan. Seruan Kinan untuk merahasiakan semua semalam sedikit membuat Alya kecewa. Menurut gadis itu, perbuatan Kevin tidak bisa begitu saja dibiarkan.Lemparan kertas berbentuk pesawat mendarat sempurna tepat di depan mata Kinan. Ia menoleh ke arah Kevin yang seperti sengaja memamerkan lesung pipinya yang menggoda pada gadis itu.Gue senang hari ini bisa ngelihat lo lagi.Satu kalimat yang mampu sedikit mengoyahkan hati Kinan. Alya sengaja memanjangkan lehernya agar bisa ikut membaca pesan Kevin. Alya mencebikkan bibir dan melirik pada Kevin yang terus saja melempar senyum."Jangan lo lupain sama kesepakatan kita, Kin! Tau sendiri 'kan, Kevin nggak bersikap kayak gitu sama lo aja. Semua cewek dia gituin!" sindir Alya dengan berbisik di telinganya. Kinan hanya mengangguk dan meremas kertas itu, kemudian membuangnya. Kevin yang melihatnya hanya menyunggingkan bibir seolah sudah biasa dengan reaksinya.Disaat jam istirahat, Kinan masih setia duduk di kursinya. Ajakan Alya ke kantin pun ia jawab dengan gelengan kepala. Ia fokus memandangi nilai ulangan matematika kemarin yang tidak begitu memuaskan. "Biasanya juga dapat segitu, 'kan?" sindir Alya. Kinan menoleh kemudian menatap kembali kertas itu. "Gue ngerasa bersalah aja sama Ayah," jawabnya lirih. "Tumben."Kinan hanya terdiam. Kevin berjalan mendekatinya, kemudian duduk menghadap Kinan tepat di depan bangkunya. Kinan memundurkan kepala karena merasa malu diperhatikan teman sekelas yang sebagian masih ada di kelas. Ia menoleh ke arah kiri kanan, teman-temannya berbisik seolah sedang membicarakannya. "Lo, nggak ke kantin?" tanya Kevin dengan mengangkat sebelah alisnya. Alya yang melihatnya memajukan bibir bawahnya kembali dan membuang muka. Sedangkan, Kinan hanya menggelengkan kepala lemas. "Mau gue beliim minum, atau makan?" Ia bertanya kembali. "Yuk Kin, kita ke kantin!" ajak Alya kembali."Lo duluan aja Al! Gue masih kenyang."Alya menatap sinis Kevin lalu pergi meninggalkan mereka."Berapa nilai matematika lo kemarin?" Kevin terus menatap lekat gadis itu."Enam puluh, seperti biasanya," jawabnya lirih dan tidak bersemangat. Kevin menganggukkan kepalanya."Jadi, lo sedih hanya karena itu atau ada hal lain?""Memang apa urusan lo?""Ya kalau hanya karena nilai matematika, gue bisa bantu. Tapi, kalau karena masalah yang kemarin gue benar-benar nggak tau lagi apa yang harus gue lakukan agar lo mau maafin gue!" Dia menjeda sejenak ucapannya. "Kinan, lo dengarin gue! Banyak kok, cewek yang udah nggak perawan lagi sebelum mereka nikah. Nggak cuma lo, jadi tenang aja! Semua jangan lo jadiin beban hidup!" ucapnya dengan terus memandang manik mata hitam Kinan. "Gue jangan lo samain sama cewek yang lo maksud! Bagi gue ini penting, Vin!" tegasnya yang membuat Kevin menggaruk kepalanya yang tak gatal beberapa kali."Yang lo takutkan itu, apa?" tanyanya dengan mengerutkan dahi dalam."Jelasin ke laki-laki, yang kelak bakal jadi suami gue jika gue udah nggak perawan lagi!" Kevin mengembuskan napas gusar seraya memejamkan mata. Menurutnya, Kinan begitu terlalu berpikiran jauh tentang semua ini."Ya lo jujur aja sama suami lo kelak, kalau hilangnya keperawanan lo karena terjatuh, selesai! Mereka pasti terima. Lagi pula belum tentu juga mereka juga masih perjaka. Sudah lah Kinan! Lupakan masalah ini! Gue belikan minuman ya? Tunggu sini!" Kevin berlari keluar kelas tanpa persetujuan Kinan.Tidak butuh waktu lama, ia kembali. Sambil membawa satu botol teh, ia menyerahkan minuman itu pada Kinan."Minum!" Kinan hanya terdiam menatapnya, "atau, mau gue bukain?" Kemudian Kevin membuka tutup botol itu.Kinan meraih dan meneguknya. Laki-laki di depannya itu terus menarik garis lengkung bibirnya sembari memiringkan kepala menatap Kinan yang mulai salah tingkah.Kinan bahkan kesulitan menelan saliva dan hanya bisa menunduk malu.
Tidak seperti biasa, ia kali ini tidak mampu menolak semua perhatian Kevin padanya."Kalau nggak ada yang mau sama gue, gimana?" tanya Kinan kembali pada Kevin.
"Lo cari gue!" Kevin meraih kedua tangan Kinan dan mengelus punggung jari lentik itu dengan ibu jarinya. Seketika hatinya luluh, ia begitu merasakan kesungguhan dalam diri Kevin tidak seperti yang biasanya. Gadis itu merasa, jika Kevin akan benar-benar bertanggung jawab atas semua ini.Dalam hatinya ada ketenangan. Ditambah, perlakuan Kevin selama jam istirahat yang terus berusaha menemani dan menghiburnya. Seolah, ia sudah mengikhlaskan semua yang hilang dalam dirinya.Alya yang tiba-tiba datang membuat Kinan terlonjak. Ia menelan paksa salivanya dan menyembunyikan kedua tangan yang sedari tadi dipegang Kevin. Alya berdehem, seolah menyindir mereka. Kinan menunduk malu, ia merasa bersalah karena hatinya semudah itu luluh dengan sikap Kevin."Sudah bel tuh! Masih pacaran aja!" sindir Alya dengan melempar bokongnya di kursi. Kevin menyunggikan bibir atasnya dan berdiri dari kursi di depan Kinan. "Lo bawa motor, nggak?" tanya Kevin pada Kinan. Gadis itu hanya menggelengkan kepala, "nanti gue anterin pulang mau?" timpalnya lagi.Hati Kinan seolah tidak ingin menolaknya, tapi ia tidak enak hati pada Alya. Kinan menoleh ke arah Alya seolah ingin teman sebangkunya itu memberi izin padanya agar menerima tawaran Kevin."Lah, kok malah lihatin gue?" Alya membuang muka kesal."I-iya boleh," jawab Kinan lirih dan ragu pada ajakan Kevin. Alya mengernyit. Kevin kembali ke bangkunya dengan perasaan bangga."Sedikit aja lo buka hati buat laki-laki kayak Kevin, siap-siap untuk sedia plester!" ucap Alya dengan mengambil buku pelajaran di tasnya menaruhnya di atas meja."Buat apa plester?""Ya buat nyambungin hati lo yang patah!" gertak Alya. "Lo kira gue sebodoh itu, buka hati buat Kevin?" Kinan melirik ke arah Kevin yang sedang bercengkrama dengan teman sebangkunya."Kemungkinan besar itu ada, lihat mata lo! Begitu berbinar menatapnya. Kevin itu tampan, kaya, terkenal di sekolah, idola para cewek-cewek pula. Bisa aja lo nyerahin hati cuma-cuma untuknya!" Kinan terkekeh kecil. "Gue masih ingat kesepakatan kita!"Alya menganggukan kepalanya tiga kali seraya menunjuk wajah Kinan dengan telunjuknya. "Bagus. Semoga lo ingat terus akan hal itu! Dan ingat juga, kalau keperawanan lo hilang karena dia!"Saat bel pulang berbunyi Alya langsung meraih tasnya dan memberi pesan pada sahabatnya, "Jangan mau di belokin! Asal lo tau ya, kemarin malam itu cowok juga ngerayu gue ke arah sana!" sindir Alya dengan mengerucutkan bibirnya.Kinan terkekeh dengan menutupi mulutnya. "Kalau nggak belok nabrak dong!""Ye malah pura-pura polos!" Alya membuang muka dengan perasaan dongkol, "terserah lo deh!" Ia langsung pergi keluar kelas meninggalkan Kinan.Setelah Alya pergi, Kevin mendekati Kinan. Ia menggeser kursi kosong dan duduk di dekatnya."Pulang nanti, apa sekarang?" tanyanya dengan jarak wajah yang begitu dekat dengan gadis itu. Hidung mancung Kevin begitu dekat dengan hidungnya. Pahatan rahang yang hampir sempurna ditambah tatapan mata elang yang dimiliki laki-laki itu membuat jantungnya semakin tidak kuat ingin berlari keluar dari sarangnya. "Sekarang!"Kinan gugup dan berusaha menghindar dengan tangan sibuk mengambil tasnya."Ayo, nanti nyokap lo nyari!" ajak Kevin yang sekarang sudah bersiap dengan mengulurkan tangannya.Kinan berusaha tidak mengindahkan uluran tangan itu. Berjalan mendahului Kevin, tapi berharap dalam hati kecilnya jika laki-laki itu akan terus mengejarnya.Ia tiba-tiba menghentikan langkah, melihat sekelilingnya yang masih di penuhi siswa lain yang bersiap keluar sekolah untuk pulang."Ada apa?" tanya Kevin dengan wajah datar."Biar sepi dulu! Gue malu, boncengan sama lo!" Kevin tertawa kecil seraya menggaruk kepalanya. Ia lalu mencebikkan bibir dan mengangguk-anggukan kepala. Kinan duduk di sebuah kursi yang tidak jauh dari mereka.Kevin pun mengikuti dan duduk di sebelahnya. "Kenapa, lo malu jalan sama gue?" tanya Kevin."Lo 'kan cowok popular di sekolah ini.""Gue, nggak ngerasa kayak gitu!"Kinan mem
Dua minggu sepeninggal Ayahnya, hidup Kinan berubah. Tidak tampak lagi keceriaan yang tergambar pada wajahnya. Selalu menyendiri dan merenung jika tidak dihampiri temannya. Hampa, ia benar-benar kehilangan orang yang begitu berarti dalam hidupnya.Sebelum berangkat sekolah, sekarang ia membantu Ibunya. Menitipkan nasi bungkus dan berbagai macam kue di setiap warung yang tidak jauh dengan rumahnya. Tidak ada pemasukan, membuat mereka harus berputar otak mencari penghasilan.Kinan duduk termenung di bangkunya menunggu pelajaran dimulai. Alya yang sudah sedari tadi di sampingnya seperti tidak ia hiraukan."Udahan sedihnya! Kasian Ayah lo juga, Kin!" Alya mengelus bahu Kinan. Kinan memberikan senyum paksa seraya memandang sahabatnya. Ia menggangguk dan mencoba mengiyakan. Walaupun sulit, tapi ia terus berusaha kuat menjalani hidup ini hanya dengan Ibunya saja.Saat bel istirahat berbunyi, Kinan juga tidak pergi ke kantin. Ia merasa san
Kinan melirik tajam ke arah Kevin dan teman wanitanya. "Kayaknya, nanti malam gue nggak bisa! Lupain aja janji lo itu!" Kinan menggandeng tangan Alya keluar dari kelas. Ini sangat menyakitkan bagi perasaannya.Mereka melangkahkan kaki lebar menuju tempat parkir. Alya tersenyum semringah melihat sahabatnya sadar akan keburukan Kevin. Mereka jalan bergandengan mengambil motor Alya."Nah gitu dong, Kin! Jangan gampang kegoda sama cowok suka nemplok sana sini kayak Kevin!" sindir Alya yang kini sudah mengendari motor dan memboncengnya."Gue itu nggak kegoda, cuma ngerespons. Akhir-akhir ini dia baik banget. Dia selalu ngehibur, nemenin gue ....""Dan lo, nyaman sama itu semua, 'kan? Akhirnya, lo naruh hati sama kebaikannya," sambar Alya. Kinan berdecak kesal. "Dia itu ngelakuin kayak gitu, nggak cuma sama lo, Kin! Tapi, hampir semua cewek," lanjutnya lagi.Kinan hanya terdiam dengan wajah cemberut. Ia tau kenyataan itu. Ingin sekali menutup rapat
"Boleh, tapi pulangnya jangan malam-malam, ya!" pesan Ibunya. Pipi Kinan bersemu melihat Kevin yang meliriknya. Gadis itu melempar pandangannya ke dalam rumah."Pasti dong Tante, ya udah aku pulang dulu!" pamitnya."Nggak masuk dulu!" Ibunya menunjuk dalam rumah.Kevin menggelengkan kepala. "Nanti malam saja Tante, tadi udah ngobrol sebentar sama Kinan di pinggir jalan!" Ibu Kinan mengangguk dan tersenyum.Kinan terus memandangi wajah tampan itu sebelum Kevin masuk dalam mobilnya. Ia terus melempar senyum sampai mobil Kevin keluar dari halaman rumahnya."Hust!" Ibunya mengagetkannya. "Kamu suka sama dia?""Apaan sih, Bu?" Kinan langsung masuk dalam rumah karena malu."Dari matamu nggak bisa bohong. Kamu suka sama Kevin? Dia anak baik dari pertama bertemu dulu. Ibu suka, dia sopan juga."Kinan berjalan menuju dapur dan diikuti Ibunya. "Ibu belum kenal dia aja. Dia anak orang kaya. Pemilik yayasan. Nggak pantas aja Kinan bersandi
Hembusan napas Kevin semakin terasa di wajah Kinan. Begitu dekat jarak wajah mereka membuat Kinan pasrah. Ia memejamkan kelopak matanya kuat."Gue, suka bibir lo, indah!" Perlahan-lahan Kinan membuka matanya dan Kevin posisi Kevin masih tetap sama. Gadis itu menipiskan bibirnya malu."Ma-makasih!" ucapnya dengan terbata-bata.Kevin menyelipkan anak rambut panjang Kinan yang terurai di telinga gadis itu. "Lo tau, gue suka cewek kayak lo."Kinan mengerutkan kening tidak percaya. "Me-mang, gue kenapa?""Lo, apa adanya."Kinan membuang muka dan memberi senyum setengah. Ia seperti tidak ingin percaya dengan ucapan yang keluar dari laki-laki di hadapannya ini. Namun, ia juga tidak bisa menolak hatinya yang berbunga-bunga."Vin ...!"Laki-laki itu berdehem. "Lo, jangan bilang sama Alya, ya! Kalau kita ... jalan berdua kayak gini. Gu-gue, nggak mau aja dia marah. Lo tau sendiri 'kan, Alya nganggep lo mempermainkan gue!""Gue kel
Semenjak ciuman yang diberikan Kevin pada Kinan, hubungan mereka semakin lama semakin dekat. Kevin lebih sering menghabiskan waktu istirahat dan pulang sekolah bersamanya. Namun, mereka masih merahasiakan kedekatan mereka dari Alya. Bersikap seolah-olah dingin di depan sahabatnya itu setiap kali bertemu sebenarnya membuat Kinan tak enak hati. Ia seperti membohongi Alya, tapi kenyamanan saat bersama Kevin juga ia butuhkan sampai sekarang.Saat mereka pulang bersama, dari arah berlawanan tampak Rivan, teman kelas sebelah dengan wajah geram melangkahkan kaki lebar mendekati mereka. Kinan menjerit saat tonjokan keras Rivan lemparkan ke wajah Kevin dan membuat laki-laki yang dekat dengannya itu jatuh tersungkur. Ini membuat Kinan tidak bisa berdiam diri, menyaksikan Rivan yang mencengkeram kerah baju Kevin dan akan memukulnya lagi."Berhenti, Van! Lo, apa-apaan sih?" teriak Kinan yang mendorong Rivan menjauhi Kevin.“Gue tau lo siapa, Vin. Tapi jangan sesuka ha
“Lo kenapa seharian ngejauhin gue? Gue juga beberapa kali ngirim pesan, tapi nggak lo balas." Kinan membuang muka geramnya. Ia mengusap gusar bibirnya jika mengingat ciumannya dulu bersama Kevin. Begitu menjijikannya bibir laki-laki itu tidak hanya menyentuh bibirnya saja."Lo itu jahat, Vin!" teriak Kinan yang diikuti isak tangis. "Jadi selama ini lo deketin gue, cuma untuk manfaatin gue?" tanya gadis itu dengan mengangkat kedua alis.Kevin mengerutkan kening seolah bingung dengan ucapan Kinan. "Manfaatin, apa maksud lo?"Kinan menyapu air matanya dengan cepat. Ia seperti tak ingin menangis di depan laki-laki seperti Kevin. "Gue bodoh, memang bodoh. Tapi, gue nggak akan lagi tertipu sama sikap lo. Mulai sekarang
Hari berganti begitu cepat. Keinginan Kinan untuk melepas seragam dan membantu Ibunya mencari uang akan segera terwujud. Ujian berjalan dengan baik. Walaupun nilai yang didapat gadis itu tak sempurna, tapi ia puas akan usaha maksimal yang diraihnya. Kevin benar-benar menjauhi Kinan, begitu pula sebaliknya. Semua menjadi dingin. Tak ada tegur sapa. Kevin tak berubah. Ia masih saja mendekati teman wanita lain tanpa memusingkan status hubungannya. Itu yang membuat Kinan harus yakin menutup rapat pintu hatinya. Namun, apa ia bisa semudah itu? Jika setiap malam ia masih terus memikirkannya. "Nanti kita rayain kelulusan bareng, ya!" ajak Alya yang kini berjalan berdampingan dengan Kinan menuju tempat parkir. Sahabat Kinan itu memutuskan untuk kuliah di luar kota, pasti akan membuatnya rindu kebersamaan mereka selama ini. "Berdua aja?" "Sama cowok gue. Kita 'kan bakal jarang ketemu, ya?" rengek Alya dengan wajah memelas. Kinan memundurkan kepal
Pagi ini, Kinan tersenyum puas melihat Kevin masih tertidur lelap dengan posisi tengkurap di sampingnya. Ia memandang lekat suaminya itu dan merasa begitu bahagia bisa memiliki seutuhnya dan cintanya selama ini terbalas.Satu ciuman mendarat di pipi laki-laki yang dulunya terus membuat tersulut emosi itu. Hanya berbalutkan selimut tebal, Kinan kini menyibakkan penutup tubuhnya dan mulai memunguti lingerie di lantai yang ia kenakan semalam.Berjalan pelan ke kamar mandi karena perut bagian bawahnya terasa tak nyaman sekali. Semalam ia sampai lupa berapa kali mencapai puncak kenikmatan karena ulah suaminya itu.“Bangun!” Kinan menguncang tubuh Kevin. “Mama telepon, Khalo nyariin kita terus!”Kevin menggeliatkan tubuhnya. “Ini baru jam berapa, sih?” gerutunya.“Jam sepuluh! Ayo kita balik! Nggak enak sama Mama.”Ke
“Kita ajak Khalo jalan-jalan habis itu, kita titipin Mama sebentar, ya!” usul Kevin dengan wajah merengut saat bersiap akan menepati janji pada Khalo untuk membelikannya mainan pagi ini.“Nggak enak lah sama Mama, pasti Mama juga sibuk ngurusin toko kue.”“Waktu kita tinggal besok, Kinan! Malam ini kita harus pergunakan dengan baik. Kamu nggak tau rasanya sakit banget ini dari semalam nggak mau tidur.” Kevin mengarahkan mata ke celananya.“Terus kita mau lakuin di mana?”Kevin mendekati Kinan dengan menyunggingkan bibir atasnya. “Kamu mau di mana?”“Cari suasana beda lah! Masak di kamar terus?” Kinan mengerucutkan bibirnya.“Kita sewa hotel di puncak, ya?” usul Kevin.Kinan tersenyum malu mengiyakannya. “Kamu siapin keperluannya. Dan ... lingerie sem
“Papa!” teriak Khalo berlari memeluk Kevin yang tiga hari ini ke luar kota meninggalkannya. Sudah tiga tahun usia anak laki-laki mereka. Kebahagiaan terus menyelimuti walaupun sikap Kevin masih saja membuat Kinan geram.“Papa kangen banget sama kamu, sayang!” Kevin mencium putra itu berkali-kali.“Papa bawa oleh-oleh?” Dari sorotan mata anak itu berharap banyak. Namun, kali ini Kevin tak membawa apapun. Ingin cepat pulang membuatnya melupakan itu semua.“Besok aja kita jalan-jalan, ya! Nanti kamu bisa milih mainan sesuka hatimu!”“Ya nggak sesuka hati juga! Kamu ngajarin nggak bener,” sindir Kinan lirih yang membuat Kevin berdecak.“Ya udah, ayo kamu bobok! Ini udah malam.” Kevin menggendong Khalo ke kamarnya.Anak itu mengerucutkan bibirnya gemas sembari menggelengkan kepalanya. “A
Hari ini Kevin mengajak Kinan kembali ke rumah, sudah hampir dua minggu mereka tinggal di rumah Bu Melinda. Tak seperti sebelumnya, keadaan Kinan kini mulai membaik. Banyak terukir senyum di wajahnya. Kevin benar-benar memanjakan dan menghiburnya akhir-akhir ini.Laki-laki itu tiba-tiba saja mengarahkan mobilnya di rumah pemberian Sang Papa dulu. Kinan mengernyit heran, bukannya suaminya itu anti menerima pemberian dari Papanya?“Kenapa kita ke sini?” tanya Kinan.Kevin mematikan mesin mobilnya. “Kita akan tinggal kembali di sini! Kamu mau ‘kan?”Laki-laki itu keluar dari mobil dan berlari kecil membukakan pintu mobilnya. Asisten rumah tangga juga bersiap di depan membantu mereka membawa koper masuk dalam rumah.Di dalam rumah, kedatangan mereka disambut hangat oleh Papa Kevin. “Akhirnya kalian pulang juga. Papa sudah nggak sabar mau menimang c
“Ka-kamu mau apa?” tanya Kinan gugup karena Kevin mendekatinya setelah mengunci rapat pintu kamar. Laki-laki itu sudah menemukan cara untuk membantu istrinya lewat informasi dari internet yang ia baca.Kevin duduk dibelakang Kinan yang menyelonjorkan kakinya di atas tempat tidur. Tiba-tiba mendekapnya erat dari belakang dan menciumi pipi lembut itu.“Aku mencintaimu,” bisiknya yang membuat Kinan bergidik geli. Ia mengernyit dengan sikap suaminya itu. “Buka kancing bajumu!”“Kamu mau apa, Vin? Aku baru melahirkan. Kenapa kamu nggak bisa menahannya?” Kinan menatap Kevin dengan raut wajah ketakutan.“Sini aku bantuin biar susumu keluar banyak!” Tanpa persetujuan Kinan, laki-laki itu membuka satu persatu kancing baju istrinya. “Keluarin dari bra!”“Kamu mau apa?” gertak Kinan tak terima.
Beberapa hari di rumah sakit akhirnya dokter mengizinkan mereka pulang. Sikap dingin Kinan pada Kevin masih saja ditunjukan. Seberapa besar perhatian suaminya itu padanya tak membuat Kinan tersentuh. Ia merasa berada dititik rendahnya saat ini.“Kita tinggal di apartemen saja, ya?” Kevin menawarkan. Namun, Kinan menggelengkan kepalanya tak setuju.“Aku mau ke rumahku saja!” jawabnya lirih. Kevin mengangguk mengiyakan. Sebenarnya Bu Melinda menawarkan untuk sementara mereka tinggal di rumahnya sampai keadaan Kinan benar-benar pulih. Namun, tolakan yang selalu terdengar.Salah satu baby sitter disewa Bu Melinda untuk membantu Kinan dan tinggal di rumahnya. Rasanya tak tega melihat kedua anaknya itu kerepotan berjuang sendiri.Kinan berdiri terdiam di depan kaca riasnya. Melihat tubuhnya yang masih dipenuhi lemak, serta wajah yang tak terawat semakin membuatnya berkecil hati.
“Keanu?”“Ayo cepat, Kean! Air ketuban Kinan keluar terus!” Desakan Clara membuat Keanu bertambah gugup.“Ada apa ini?” Papa Kevin berjalan mendekati mobil Keanu.“Kinan harus segera dibawa ke rumah sakit, Pa!” Wajah khawatir tersirat jelas pada Papa Kevin. Tanpa berlama-lama Keanu masuk ke dalam mobil dan disusul oleh Sang Papa.Perasaan tak enak terus mengganggu pikiran Kevin di kantor. Ia berusaha beberapa kali menelepon Kinan, tapi tak diangkat. Jelas saja, keadaan Kinan saat ini sedang tak baik-baik saja. Bahkan ponselnya pun terjatuh di lantai kamarnya.Diva dengan nekat menemui Kevin di depan kantornya. Kevin yang tengah berjalan cepat menuju tempat parkir tiba-tiba dihadang oleh wanita itu.“Vin, aku mau bicara serius!”“Ada apa lagi, sih?” Kevin terlihat risi
“Halo ... kamu lagi sibuk, Vin?” tanya Diva yang sedari meneleponnya, tapi dibiarkan saja oleh Kevin. Semenjak reuni empat bulan lalu, wanita itu terus mencoba menghubunginya. Obsesi memiliki Kevin sudah tertanam dalam di dalam hatinya sejak dulu. Tak peduli apa status Kevin sekarang, ia hanya ingin mewujudkan keinginannya.“Nggak, ada apa? Aku lagi baru pulang kerja.” Kevin berjalan keluar kamar. Ia selesai mandi dan melihat Kinan sudah memejamkan matanya.Laki-laki itu sudah berusaha sebisa mungkin untuk menghindari Diva. Tawaran untuk berselingkuh terus Kevin abaikan, ini membuatnya merasa bersalah pada Kinan yang kini tengah mengandung calon buah hatinya.Kinan membuka matanya lebar setelah Kevin keluar kamar. Ia tak sanggup menahan laju air mata setiap mendengar telepon dari wanita yang terus berusaha menggoda suaminya itu. Berusaha tetap baik-baik saja dan tak mengetahui apa dibalik semua in
“Aku janji akan membahagiakan kalian! Tanpa mengharap harta dari Papa. Percayalah, aku bisa, Kinan!” Kevin menyelipkan anak rambut Kinan ke telinga kiri dan kanannya.Kinan mengangguk pasrah dengan terus aktif bergerak naik turun memposisikan di pangkuan Kevin. Sementar Kevin mengeratkan pelukannya ke pinggang Kinan. Kinan juga menyesapi bibir suaminya itu dengan lembut. Rasa manis dari filter rokok yang dihisapnya sebenarnya masih terus membekas di bibir itu. Namun, ia seperti sudah terbiasa.Tatapan sendu penuh gairah ada dalam mata mereka. “Kamu janji, besok jangan dekati wanita-wanita masa lalumu!” Kinan menghentikan gerakannya yang membuat Kevin berdecak kesal.“Kan ada kamu. Kenapa pikiranmu buruk sekali? Mereka bukan masa laluku. Masa laluku kamu!” Kevin kembali menyatukan bibir mereka. Suara kecupan bibir dan rintihan tertahan yang menggema di seluruh sudut kamar semakin menamb