Hansen akhirnya melaporkan ke polisi. Setelah meninjau rekaman CCTV, polisi menyimpulkan bahwa tempat terakhir aku terlihat adalah di dekat sebuah pabrik yang sudah lama ditinggalkan. Meskipun pabrik itu sudah tak terpakai, karena pemandangan saljunya yang indah, tempat itu sering dikunjungi pasangan untuk berfoto dan dikenal sebagai lokasi romantis.Hansen menyetir sepanjang jalan menuju area bersalju itu. Dia tersandung-sandung di salju sambil berteriak memanggil namaku. Lalu, seolah-olah mengingat sesuatu, dia menatap pabrik tua itu dengan tidak percaya.Apakah Hansen akhirnya menyadarinya? Akhirnya menyadari bahwa tempat ini begitu dekat dengan lokasi di mana dia melakukan autopsi pada mayat perempuan tanpa nama itu."Pak Hansen, anjing pelacak kami menemukan ini di salju," kata seorang petugas.Sebuah alat bantu dengar yang berlumuran noda darah. Sulit untuk menggambarkan ekspresi Hansen, dia terlihat syok dan tidak percaya.Akhirnya, dia meraih alat bantu dengar yang pernah dia p
Beberapa hari berikutnya, Hansen tidak pergi bekerja. Dia tidak mengangkat telepon dari siapa pun. Sambil mengenakan celemek, dia membersihkan rumah setiap hari dan memasak banyak makanan favoritku.Dia bahkan menyiapkan sepiring nasi untukku, lalu memotong lemak dari daging tersebut untukku dengan cermat."Kamu nggak suka lemak, tapi suka daging yang menempel di lemak. Siapa yang memanjakanmu dengan kebiasaan buruk ini! Ayo makan, nanti aku nggak akan memanjakanmu lagi.""Starla, kamu makin hebat sekarang, ya? Nasi sedikit begini saja nggak habis, lihat tubuhmu sudah kurus kering!""Sudahlah, sini sisa nasinya, biar aku yang habiskan. Jangan buang-buang makanan lagi. Tahu nggak, buang-buang makanan itu memalukan!"Begitulah ... aku melihatnya berbicara tanpa henti kepada udara kosong di depannya. Lalu dengan puas, dia memakan semua sisa makanan dari piringku. Setelah itu, dia kembali ke kamar kami dan memeluk bantal yang biasa kugunakan. Kemudian, dia membelai bantal itu dengan lembut
"Jangan asal bicara!" teriak Hansen dengan marah sambil mencekik leher Vivian."Nggak mungkin! Dia selemah itu, bahkan jalan saja sering terjatuh. Mana mungkin dia bisa menggendongku keluar dari gunung?!" lanjutnya."Uhuk uhuk .... Dasar gila, lepaskan aku!" Vivian mendorongnya dengan kuat."Hansen, kuberi tahu satu hal lagi! Ginjal yang kamu gunakan waktu menjalani transplantasi dulu adalah miliknya! Aku mendengar sendiri dia memohon pada kakak senior untuk merahasiakannya darimu karena nggak mau kamu merasa bersalah!""Hahaha ... dasar wanita bodoh sampai berkorban sejauh itu demi seorang pria! Memang pantas kalau dia mati! Hahahaha ...!"Hansen membentak, "Diam! Diam kamu!"Saat itu, Hansen seakan-akan kehilangan akal sehatnya. Pada akhirnya, Vivian baru berhasil diselamatkan setelah polisi datang. Namun saat berada di kantor polisi, Hansen pun akhirnya mengonfirmasi berita kematianku."Meski kami belum menemukan jasad Bu Starla, dilihat dari darah yang ditemukan di lokasi, kemungki
Starla benar-benar ketakutan, sehingga dia menelepon Hansen tiga kali sesuai yang mereka sepakati. Saat Hansen menjawab teleponnya, Starla benar-benar merasa gembira.Tidak peduli seberapa sakit tubuhnya, tidak peduli betapa mengerikannya orang-orang di belakangnya, dia percaya bahwa kakaknya pasti akan datang menyelamatkannya.Namun, kakaknya tidak kunjung datang. Dia bahkan berkata, "Starla, sudah cukup belum buat onarnya? Sudah kubilang kondisi Vivian sekarang ini lagi gawat. Kalau kamu nggak mau tolong dia, jangan ganggu aku!"Dia telah menyerah padaku. Sebenarnya, tubuhku terasa begitu sakit saat ditusuk. Namun setelah mendengar ucapan Hansen saat itu, anehnya, semua rasa sakit itu langsung menghilang.Bahkan ketika akhirnya kepalaku dipenggal dan tubuhku dipotong-potong, aku tidak merasa kesakitan lagi. Aku bahkan tidak menangis setetes pun dari awal hingga akhir.Hansen terus menangis. Mungkin bahkan dia sendiri juga tidak mengetahui alasannya kenapa dia menangis."Kenapa aku n
Tiba-tiba, seorang polisi berlari menghampirinya dari belakang. "Pak Hansen, kami sudah menemukan siapa yang menjemput Bu Starla tujuh hari lalu. Apa kamu kenal seseorang bernama Farhan?"Farhan ditangkap dengan wajah yang luar biasa tenang. "Ya, benar, akulah yang melakukannya. Aku yang memancing dia keluar dan memerintahkan orang untuk membunuhnya. Nggak ada alasan khusus, aku cuma nggak suka sama Hansen."Farhan menyeringai sambil menatap Hansen seolah-olah mereka masih teman baik seperti dulu."Di mana dia?" tanya Hansen."Apa maksudmu?" jawab Farhan sambil tetap tersenyum."Aku tanya, di mana dia?"Farhan masih tersenyum, "Aku sudah bilang, dia selalu berada di dekatmu. Hansen, kamu begitu pintar, pasti tahu dunia ini nggak mungkin ada begitu banyak kebetulan, bukan?""Misalnya, kebetulan ada mayat perempuan di pasar gelap yang persis cocok dengan kebutuhan ginjal untuk Vivian. Kebetulan juga mayat itu sudah pernah mendonorkan satu ginjal, jadi hanya tersisa satu lagi. Yang lebih
Hansen pulang ke rumah dan menghancurkan patung besar yang berat itu dengan marah. Setelah patung itu hancur, sebuah kepala yang diawetkan dengan bahan kimia muncul dari pecahan-pecahan patung tersebut.Wajahnya terlihat tenang. Matanya yang bundar terbuka lebar, seolah-olah tidak merasakan sakit sedikit pun. Dia tampak seperti hanya tertidur.Namun bagi Hansen, dia seakan-akan telah menemukan harta karun. Dengan lembut, Hansen menyibakkan rambut yang menutupi wajahnya, lalu mengusap wajahnya dengan pelan."Starla, jangan takut. Kakak akan melindungimu. Melindungi Starla selama-lamanya."
Sejak kepalaku ditemukan, aku merasa tubuhku semakin lemah. Aku sadar, keinginanku yang mengikatku ke dunia ini perlahan memudar. Aku juga akan segera menghilang.Farhan dijatuhi hukuman mati. Meskipun dia mengaku melakukan semua itu karena tidak suka pada Hansen, semua orang tahu alasannya adalah Vivian. Sebagai anak angkat di keluarganya, Farhan selalu menjaga adik angkatnya itu.Demi menyelamatkan hidupnya, Farhan rela mengorbankan segalanya, bahkan membunuh adik junior yang selalu dia sayangi.Sejak hari itu, Hansen tidak pernah kembali bekerja. Dia hanya tinggal di rumah dan hidup dalam kenangan sambil memeluk kepalaku. Sama seperti dulu, dia selalu membersihkan rumah dan memasak makanan favoritku.Dia masih makan sisa-sisa makananku dan membuang lemak dari daging, seperti yang biasa dia lakukan. Dia bahkan membelikanku gaun pengantin. Hanya saja, aku hanyalah sebuah kepala. Jadi, aku hanya bisa mengenakan kerudung pengantin.Dia bilang aku sangat cantik. Gadis tercantik yang pern
Terakhir kali aku melihat Hansen adalah di tepi kolam asam itu. Dia memeluk kepalaku dengan penuh perhatian, lalu memakaikan kerudung putih yang indah. Sementara itu, Vivian dan Farhan terikat di sampingnya."Hansen, kalau kamu mau balas dendam, lakukan saja padaku! Ini nggak ada hubungannya sama adikku!" teriak Farhan."Farhan, ternyata kamu bisa takut juga." Dia meletakkan kepalaku di atas meja, lalu mengusap wajahku dengan lembut. Kemudian, dia mencium kepalaku yang sudah membusuk dan tersenyum penuh kasih."Starla, bersabarlah. Setelah Kakak membereskan orang-orang yang mengganggumu, kita akan pulang bersama."Tidak! Hansen, apa kamu sudah gila? Kamu sedang melakukan kejahatan!"Hansen, kamu gila! Bukan cuma mencuri tahanan dari penjara, kamu bahkan menyandera kami! Cepat atau lambat, polisi pasti akan tahu perbuatanmu! Kamu ... kamu nggak bisa menghancurkan masa depanmu seperti ini!""Masa depan? Aku masih punya masa depan apa lagi?"Hansen tertawa tipis. "Kamu tahu nggak kenapa a