Share

Bab 11

Author: Celine
Setengah jam yang lalu, Ardi menelepon Nyonya Larasati.

Katanya dia sudah menyiapkan satu set pakaian wawancara untukku, hasil pilihan dari seorang desainer busana eksklusif. Namun, karena sedang ada urusan mendesak di rumah sakit, dia meminta bantuan ibuku, salah satu orang yang tahu soal pernikahan kami, sekaligus mertuanya.

Sekali lagi, Ardi memainkan perannya sebagai suami perhatian.

Secara logis, semuanya masuk akal.

Tapi hanya aku yang tahu, hubungan kami sebenarnya jauh dari titik di mana kami bisa saling memberi kejutan, apalagi hadiah.

Kemudian, dia berujar lagi, sikapnya masih sama seperti tadi, "Nanti sepulang dari wawancara, kamu harus minta maaf padanya. Kalau Keluarga Wijaya bertanya, bilang saja kamu cuma ingin cari pengalaman kerja. Lalu sampaikan bahwa kamu akan serius menjalani program kehamilan dan berusaha kasih mereka cucu yang sehat. Mengerti?"

Ibuku jelas ingin aku menunjukkan kesungguhan di hadapan Keluarga Wijaya.

Strategi Nyonya Larasati itu mungkin akan berha
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Kaugnay na kabanata

  • Aku Minta Diceraikan, Dia Malah Mewek-mewek   Bab 12

    Setelah dikhianati, aku melangkah keluar dari ruang wawancara tanpa menunjukkan sedikit pun emosi di wajah.Instingku berkata mungkin aku telah merusak peluangku untuk diterima.Langkah kakiku berat seperti tertimpa beban. Baru saja sampai di tikungan, suara lembut yang sangat kukenal langsung menyapa telingaku."Secara keseluruhan cukup lancar," ucap Zelda sambil memegang ponsel, nada bicaranya seolah sedang melapor pada seseorang yang penting. "Semua berkat catatan wawancara dari Kak Ardi."Begitu mata kami bertemu, dia buru-buru menutup telepon. Dengan langkah kecil yang anggun, dia menghampiriku dengan penuh gaya."Kak!" sapanya sambil memeluk mapnya seperti harta karun, senyum di wajahnya merekah. "Bagaimana wawancaranya?""Ada sedikit masalah," jawabku pelan."Tak apa-apa, Kak," balasnya lembut, mencoba menenangkan. "Para pewawancara semuanya tokoh besar, memang sulit untuk tampil sempurna."Sambil berbicara, dia mengulurkan tangannya, seolah ingin menyemangatiku. Namun tiba-tiba

  • Aku Minta Diceraikan, Dia Malah Mewek-mewek   Bab 13

    Begitu mendengar pertanyaanku, ekspresi Ardi langsung berubah serius.Tatapannya yang tajam menancap ke wajahku, mata itu menyimpan kegelapan yang sulit diterjemahkan.Aku membalas tatapannya tanpa gentar.Beberapa detik berlalu dalam diam, sampai akhirnya dia mengernyit dan mencibir. "Menurut Nona Raisa, apa alasan aku melakukan itu?"Dia mengerti maksud tersirat dari perkataanku.Kata-kata yang ingin kuucapkan terhenti di tenggorokan. Sebelum aku sempat menjawab, dia kembali melontarkan pertanyaan ini, "Jangan-jangan Nona Raisa berpikir menjadi dokter itu cukup hanya dengan berkutat dengan alat-alat laboratorium yang dingin itu?""Apa maksud Dokter Ardi?"Dengan tenang dia mengambil kunci mobil, lalu menjawab datar, "Seorang dokter yang bahkan tidak bisa menyelesaikan masalah sosial di sekitarnya, apa pantas dipercaya untuk mengurus kesehatan pasiennya?"Dia sedang menyindir hubunganku yang buruk dengan Nyonya Larasati, yang menyebabkan keterlambatanku di wawancara pagi tadi.Meskipu

  • Aku Minta Diceraikan, Dia Malah Mewek-mewek   Bab 14

    Kandidat lain.Seolah disiram seember air dingin, tubuhku langsung membeku dari kepala hingga kaki.Kedua kakiku pun terasa seberat timah, tak bisa digerakkan sama sekali.Pada saat yang sama, wajah Zelda langsung membanjiri pikiranku tanpa bisa kucegah."Oh? Siapa orangnya?" tanya Tuan Johan."Lulusan baru jurusan bedah saraf," jawab Ardi, mantap. "Gadis kecil itu cukup cerdas."Hening kembali menyelimuti ruangan.Sementara hatiku, pelan-pelan tenggelam, seolah ditarik ke dasar lautan.Gadis kecil.Panggilan itu terasa terlalu akrab, terlalu intim.Ardi, yang biasanya sangat berhati-hati dalam bicara, kini menyebut Zelda di depan ayahnya dengan nada bangga. Ardi jelas menyukainya.Dia memang berbeda jika menyangkut perempuan itu."Baik, aku percaya penilaianmu."Tuan Johan menutup percakapan dengan nada penuh kepercayaan pada putranya.Pujian padaku yang hanya terucap satu menit lalu, tak sebanding dengan orang pilihan Ardi.Aku perlahan menuruni tangga dan menyelinap ke kamar tamu.S

  • Aku Minta Diceraikan, Dia Malah Mewek-mewek   Bab 15

    Di hadapanku, Ardi langsung mengangkat telepon.Suara lembut penuh semangat terdengar dari seberang, seorang gadis berseru riang, "Kak Ardi, temanku bilang dia melihat kamu di parkiran. Apakah benar itu kamu?"Jari-jarinya mengetuk ringan setir, nada bicaranya tenang, "Mm, benar aku.""Serius? Kejutan ini terlalu tiba-tiba."Mendengar itu, Ardi mendekatkan ponsel ke telinganya, seolah tak ingin melewatkan sepatah kata pun dari lawan bicaranya. Di sudut bibirnya, tergurat senyuman samar."Eh? Apa aku salah ngomong?" tanya Zelda ragu-ragu, suaranya mengandung sedikit rasa takut. "Jangan-jangan Kak Ardi memang lagi ada urusan di kampus?"Gadis itu masih muda, pikirannya yang polos pun tampak jelas. Bahkan cara dia mencoba memastikan juga begitu terang-terangan.Namun, Ardi tampak tidak terganggu. Dia malah mengganti topik, "Sudah makan belum?"Saat dia mengucapkan kalimat itu, sepasang mata phoenix-nya menyapu wajahku, lalu tubuhnya miring sedikit, condong ke arah pintu mobil.Mungkin dia

  • Aku Minta Diceraikan, Dia Malah Mewek-mewek   Bab 16

    Ya, aku diterima bekerja, tapi bukan di Departemen Bedah Saraf Mogowa, melainkan di Departemen Anestesi.Kabar gembira itu datang terlalu tiba-tiba, sesaat aku tidak tahu apakah harus merasa bersyukur atau menyesal.Siapa yang mengira, bahwa aku yang selalu meraih peringkat pertama dalam jurusan bedah saraf setiap tahun, akhirnya justru masuk ke Mogowa karena mata kuliah pilihan anestesiologi.Sementara nama Zelda, tertera jelas di bawah Departemen Bedah Saraf.Bersama dia, satu lagi lulusan magister dari Fakultas Kedokteran lain juga diterima.Dari dua kuota tersebut, tidak ada namaku."Kalau begitu, kita tetapkan saja, ya." Suara Nyonya Larasati di ujung telepon masih terus mengoceh, "Pertunjukan sebagus ini, kursi penontonnya harus penuh. Biar Ibu yang atur."Aku tentu tahu Nyonya Larasati tidak sekadar bercanda, segera aku menyela, "Jangan buru-buru, biarkan aku ... memikirkannya dulu."Nyonya Larasati menangkap keraguan dalam suaraku, nadanya langsung tidak senang, "Jangan-jangan

  • Aku Minta Diceraikan, Dia Malah Mewek-mewek   Bab 17

    Ternyata memang benar Ardi.Sesaat aku merasa ingin menangis sekaligus tertawa.Aku sangat mengenal watak suamiku ini. Dia menyukai ketenangan, dan tidak akan menghadiri acara apa pun kecuali sangat terpaksa. Selama tiga tahun aku menikah dengan Ardi, situasi seperti ini hanya terjadi satu dua kali saja. Tapi dalam waktu setengah bulan ini, Ardi sudah dua kali melanggar kebiasaan itu.Demi gadis muda polos dan ceria di hadapanku ini.Merayakan? Mengundang tamu? Lalu aku? Hanya pantas menyuguhkan teh dan air untuknya?Hati ini seperti disobek menjadi dua, separuh kecewa, separuh iri."Tak perlu," jawabku dengan nada pelan, "Aku sudah janjian dengan seseorang."Mendengarnya, Zelda menghela napas pelan dan berkata lembut, "Kalau begitu, lain kali kita janjian lagi ya, Kak."Melihat gadis itu melompat-lompat dan menghilang dari pandanganku, aku langsung membuka ponsel dan melirik jadwal jaga di layar kunci.Kalau aku tidak salah ingat, malam ini seharusnya giliran Ardi berjaga malam.Jadi,

  • Aku Minta Diceraikan, Dia Malah Mewek-mewek   Bab 18

    Setelah pulang, aku langsung mulai membereskan barang-barangku.Kupikir, daripada menunggu Ardi mengusirku keluar, lebih baik aku tahu diri lebih dulu.Saat koper hampir penuh, tiba-tiba terdengar suara dari ruang tamu. Dalam sekejap, sosok pria tinggi tegap muncul di ambang pintu kamar tidur.Ardi sudah pulang.Berbeda dari biasanya yang selalu tertata dan rapi, kali ini kerah kemejanya terbuka, dasinya terkulai longgar di lehernya. Cahaya lampu langit-langit menyinari tubuhnya, menciptakan kesan rapuh.Sangat tidak biasa.Setelah bertukar pandang sebentar, aku menutup koper dengan tenang, namun suara pria itu yang terdengar kesal menyusul, "Apa yang kamu ributkan?"Ribut?Aku mengulang kata itu dalam hati, dan tak bisa menahan diri untuk tertawa miris.Di saat seperti ini, dia masih ingin terus berpura-pura denganku?Aku menggenggam erat koperku, menahan perasaan tak nyaman di dada, dan pura-pura tenang berkata, "Tidak sedang ribut, toh perjanjian kita tinggal dua bulan lagi, jadi le

  • Aku Minta Diceraikan, Dia Malah Mewek-mewek   Bab 19

    Aku duduk berdampingan dengan Nyonya Larasati, berhadapan langsung dengan ibu mertuaku.Baru saja duduk, aku langsung menatap Nyonya Larasati dengan tatapan bertanya.Sambil menuang anggur, Nyonya Larasati menjawab, "Bukankah kamu baru saja diterima bekerja di Mogowa? Kabar baik seperti ini tentu harus dibagikan kepada besan."Setelah berbicara, dia menoleh ke ibu mertuaku. Matanya penuh kebanggaan dan rasa puas yang tak tersembunyi.Aku seharusnya sudah menduganya. Dengan sifat Nyonya Larasati, mana mungkin dia membiarkanku tetap diam dan tidak bertindak.Hanya saja, aku tak menyangka dia akan langsung mengundang ibu mertuaku ke pertemuan ini.Namun, ibu mertuaku yang sudah terbiasa menghadapi situasi besar hanya menunjukkan ekspresi tenang, lalu berkata, "Hanya seorang dokter magang di Departemen Anestesi. Apa yang patut dibatidakan?"Rupanya ibu mertua juga sudah mendengar kabar tersebut."Jangan bicara seperti itu, Besan." Nyonya Larasati mulai berbicara panjang lebar, "Raisa menga

Pinakabagong kabanata

  • Aku Minta Diceraikan, Dia Malah Mewek-mewek   Bab 26

    Cuma dengan satu kalimat "bekal cinta", aku dan Rian dibuat tertegun.Rian sempat melirik ke arahku, lalu ke Zelda, dan buru-buru memberi penjelasan, "Aku dan Dokter Raisa cuma teman saja kok."Kata "teman" itu sengaja ditekankan, setelah itu, dia melirik ke arah Ardi dengan ekspresi polos.Sementara itu, Dokter Ardi dengan santai mengupas udang untuk Zelda, seolah tidak terganggu sama sekali dengan gosip yang beredar di sekitarnya.Ya wajar saja sih, orang yang paling dia pedulikan sedang duduk manis di sebelah dia, sementara aku cuma "istri" di atas kertas, mau ada gosip apa pun juga sama sekali tidak penting untuknya.Selain itu, bukankah ini semakin menegaskan citranya sebagai pria lajang?Rian dengan tanggap langsung mengalihkan topik ke iga bakar yang ada di depannya. "Wah, ini luar biasa. Luarnya garing, dalamnya empuk, aromanya juga mantap, yang masak jago nih!"Tiba-tiba dalam kepalaku terbayang matanya yang berbinar saat menerima bekal makan siang dariku waktu itu .... Tanpa

  • Aku Minta Diceraikan, Dia Malah Mewek-mewek   Bab 25

    Ardi memang tidak bicara dengan nada tinggi, tapi mungkin karena status dan posisinya, saat mengucapkan satu kalimat "perlu diobati" tetap memancarkan wibawa yang membuat orang segan meski tanpa amarah.Dan cuma karena satu kalimat itu, suasana yang tadinya sudah mulai mencair, langsung jadi tegang dalam sekejap.Penyakit ngaret?Ardi memang senang mencari kesalahanku. Padahal dia tahu jelas, baik itu di bagian bedah saraf atau anestesi, waktu adalah segalanya, tapi sekarang dia malah melabeli aku seperti itu. Kalau begini terus, reputasiku sebagai mahasiswa kedokteran bisa hancur.Perlu diketahui selama masa magang seperti ini, semua tindakan kami dinilai. Ada standar penilaian dari dokter pembimbing dan kepala perawat, semuanya punya standar yang jelas. Jadi meskipun ucapan Ardi tadi terdengar enteng, tetap saja bisa membuatku harus kerja mati-matian untuk membersihkan lagi namaku di mata semua orang.Sedikit tidak terima, aku menjawabnya dengan nada tenang, "Telat datang wawancara m

  • Aku Minta Diceraikan, Dia Malah Mewek-mewek   Bab 24

    Sewaktu Ardi dan Zelda jalan menjauh, dia masih sempat menoleh dan memberi ekspresi usil ke arahku dan Rian.Energi anak mudanya benar-benar terasa, sangat berbeda dengan kepribadianku.Apakah karena itu, dia mulai bosan denganku di tahun kedua pernikahan kami?Selama ini aku pikir aku pintar, tapi kenapa baru sekarang aku menyadari hal ini?"Departemen Bedah Saraf itu penuh tekanan," kata Rian tiba-tiba, terdengar seperti mencari topik pembicaraan. "Dan seringkali kita juga harus mengikuti kemauan tim anestesi."Ternyata dia ingin menekankan pada kalimat terakhirnya.Semua orang juga tahu kalau bedah saraf itu jadi divisi paling bergengsi di Mogowa, jadi tidak heran kalau Rian mengatakan itu. Sepertinya dia khawatir aku yang berada di Departemen Anestesi merasa kecewa.Jadi, saat Zelda berkata "mohon bimbingannya", itu tak lebih dari sekadar basa-basi belaka. Di Mogowa, meskipun posisi Departemen Anestesi bukanlah yang terbawah, tapi juga bukanlah departemen yang memiliki banyak hak b

  • Aku Minta Diceraikan, Dia Malah Mewek-mewek   Bab 23

    Kami berempat kembali berada di tempat yang sama.Zelda melihat kartu nama yang kupakai dengan penasaran, lalu sambil tersenyum berkata, "Oh, ternyata Kak Raisa bergabung di Departemen Anestesi ya, sepertinya kita bakal sering ketemu ke depannya."Departemen Anestesi dan bedah saraf sama-sama ada di lantai lima, hanya saja yang satu ada di sisi barat, yang satu lagi di sisi timur. Ditambah lagi, dua departemen ini sering berhubungan, jadi kemungkinan bertemu lebih besar dibandingkan dengan departemen lain.Meskipun sebenarnya, aku tidak terlalu berharap untuk sering bertemu seperti ini."Gimana Kak hari pertama kerja, sudah terbiasa belum?" tanya Zelda Hilmawan, melihat aku yang agak diam. "Kamu tahu tidak, aku saja sempat dua kali nyasar nyari ruangan di sini. Untung ada Kak Ardi, kalau tidak, pasti hari ini aku sudah malu banget."Setelah mengatakan itu, dia menjulurkan lidahnya dengan usil, lalu menatap Ardi dengan penuh kekaguman, seolah tidak canggung menunjukkan betapa dia sangat

  • Aku Minta Diceraikan, Dia Malah Mewek-mewek   Bab 22

    Tersiksa?Aku menatap Ardi dengan bingung, lalu melihat ke arah surat perjanjian utang itu. Sejenak, aku tidak tahu harus berkata apa.Apa hubungannya semua ini dengan statusku sebagai istrinya?Untuk beberapa saat, aku dan Ardi terdiam. Di dalam ruangan yang luas ini, hanya suara jarum jam yang berdetak perlahan yang terdengar.Setelah beberapa saat hening, akhirnya aku membuka suara terlebih dahulu, "Karena jumlah pinjamannya cukup besar, jadi mungkin harus dicicil. Mohon pengertian dari Dokter Ardi."Wajah Ardi yang biasanya dingin, akhirnya menunjukkan sedikit ekspresi, tatapan yang datar dan tenang kini tertuju pada surat perjanjian yang ada di tanganku. Sesaat kemudian, dia mengulurkan tangannya dengan santai, baru kemudian mengambilnya.Tak lama kemudian, Ardi sedikit mengangkat kepala, lalu menggoyangkan surat yang ada di tangannya sambil berkata, "Tak mau dijelaskan dulu?"Aku jelaskan soal biaya terapi ayah dan uang kuliah adikku. Setelahnya, aku menambahkan, "Sebelumnya aku

  • Aku Minta Diceraikan, Dia Malah Mewek-mewek   Bab 21

    Sekitar jam sembilan malam, aku pulang ke rumah dalam keadaan super lelah, tapi malah berpapasan dengan Nyonya Larasati di gerbang depan.Riasannya luntur, matanya sembap, dia duduk lemas di pojokan seperti orang tanpa arah.Begitu melihatku, dia langsung berdiri dan berjalan mendekat dengan wajah kesal. "Raisa Larasati! kamu sekarang sudah hebat ya, bisa-bisanya nusuk Ibu dari belakang?"Aku menghela napas pelan, lalu berkata dengan tak berdaya, "Sudah, naik ke atas dulu saja.""Ke atas? Buat apa? Apa aku masih pantas buat naik?" Nyonya Larasati menatapku tajam, matanya bengkak karena menangis. "Sekarang lihat, mertuamu ngotot bilang kalau kamu lebih mementingkan karier daripada punya anak. Katanya kamu sudah tidak menghormati Keluarga Wijaya. Terus, kamu mau gimana sekarang?"Rasanya menyebalkan sekali, tapi aku juga tak bisa mengeluh."Ibu sudah memikirkan soal ini, kamu ikut ke rumah Keluarga Wijaya sekarang juga," katanya sambil merapikan rambut yang sudah acak-acakan. Lalu dengan

  • Aku Minta Diceraikan, Dia Malah Mewek-mewek   Bab 20

    Menjual diri ... dengan harga tinggi?Aku menatap Ardi dengan tidak percaya. Sesaat, aku bahkan meragukan pendengaranku sendiri.Dia menggunakan kata "menjual".Nyonya Larasati juga tampak terkejut dengan ucapan Ardi. Dia membuka mulut, lalu menjelaskan dengan nada tertekan, "Bukan begitu, Ardi. Jangan salah paham. Ibu hanya memikirkan kalian. Lagi pula, Raisa selalu tulus padamu. Cara bicaramu bisa menyakiti hatinya."Wajah Ardi menghitam, dia kembali melirik daftar hadiah, lalu bersuara keras, "Daftar hadiah sedetail ini, kalian benar-benar sudah perhitungkan dengan matang, ya."Dia memakai kata "kalian".Yang dia maksud adalah aku dan Nyonya Larasati.Dalam hati Ardi, aku mengerahkan segala cara untuk menikah dengannya, dan seluruh Keluarga Larasati pun dianggap penuh perhitungan dan berusaha memanfaatkannya.Dulu setidaknya dia masih menjaga sopan santun, tapi sekarang dia berani menuduh ibuku sendiri di hadapanku.Lantas, apa arti keberadaanku di matanya?Rasa nyeri di dadaku beru

  • Aku Minta Diceraikan, Dia Malah Mewek-mewek   Bab 19

    Aku duduk berdampingan dengan Nyonya Larasati, berhadapan langsung dengan ibu mertuaku.Baru saja duduk, aku langsung menatap Nyonya Larasati dengan tatapan bertanya.Sambil menuang anggur, Nyonya Larasati menjawab, "Bukankah kamu baru saja diterima bekerja di Mogowa? Kabar baik seperti ini tentu harus dibagikan kepada besan."Setelah berbicara, dia menoleh ke ibu mertuaku. Matanya penuh kebanggaan dan rasa puas yang tak tersembunyi.Aku seharusnya sudah menduganya. Dengan sifat Nyonya Larasati, mana mungkin dia membiarkanku tetap diam dan tidak bertindak.Hanya saja, aku tak menyangka dia akan langsung mengundang ibu mertuaku ke pertemuan ini.Namun, ibu mertuaku yang sudah terbiasa menghadapi situasi besar hanya menunjukkan ekspresi tenang, lalu berkata, "Hanya seorang dokter magang di Departemen Anestesi. Apa yang patut dibatidakan?"Rupanya ibu mertua juga sudah mendengar kabar tersebut."Jangan bicara seperti itu, Besan." Nyonya Larasati mulai berbicara panjang lebar, "Raisa menga

  • Aku Minta Diceraikan, Dia Malah Mewek-mewek   Bab 18

    Setelah pulang, aku langsung mulai membereskan barang-barangku.Kupikir, daripada menunggu Ardi mengusirku keluar, lebih baik aku tahu diri lebih dulu.Saat koper hampir penuh, tiba-tiba terdengar suara dari ruang tamu. Dalam sekejap, sosok pria tinggi tegap muncul di ambang pintu kamar tidur.Ardi sudah pulang.Berbeda dari biasanya yang selalu tertata dan rapi, kali ini kerah kemejanya terbuka, dasinya terkulai longgar di lehernya. Cahaya lampu langit-langit menyinari tubuhnya, menciptakan kesan rapuh.Sangat tidak biasa.Setelah bertukar pandang sebentar, aku menutup koper dengan tenang, namun suara pria itu yang terdengar kesal menyusul, "Apa yang kamu ributkan?"Ribut?Aku mengulang kata itu dalam hati, dan tak bisa menahan diri untuk tertawa miris.Di saat seperti ini, dia masih ingin terus berpura-pura denganku?Aku menggenggam erat koperku, menahan perasaan tak nyaman di dada, dan pura-pura tenang berkata, "Tidak sedang ribut, toh perjanjian kita tinggal dua bulan lagi, jadi le

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status