Share

Aku Menikahi Sahabatku Yang Seorang Gay
Aku Menikahi Sahabatku Yang Seorang Gay
Penulis: AnggiaFM

Chapter 1

Penulis: AnggiaFM
last update Terakhir Diperbarui: 2021-04-14 20:39:45

"Gue pengen cerita tentang bagian dalam hidup gue ke kalian. Pergumulan gue selama ini. Jujur ini enggak gampang." Sahabatku ini menggantung ucapannya. Ada rasa tak nyaman dari balik suara yang meragu. Sesuatu yang tertahan, tapi berusaha ia ungkapkan. "Kalian bakalan shock nggak ya?" Ia menghentikan aktivitasnya sebentar, mengambil air mineral dari lemari es.

Lelaki yang sedang berdiri tak jauh dari tempatku ini, lalu memandangi aku dan Lintang, sahabatku yang lain, secara bergantian. Ada kekhawatiran yang dapat aku tangkap dari sorot matanya. Khawatir jika ditinggalkan.

Sebetulnya aku tahu arah pembicaraan Kevan, nama lelaki ini. Tapi kubiarkan ia menyelesaikan kalimatnya sendiri. Tak perlu dipaksakan dan biarkan mengalir dengan sendirinya.

Ia melangkahkan kaki dan mengambil posisi duduk di antara aku dan Lintang. Aroma Bvlgari yang menempel pada tubuh lelaki ini menggelitik indra penciumanku. Manik matanya mengatakan bahwa ini berat untuk diucapkan. Aku mengangguk, sebagai jawaban bahwa aku dan Lintang sudah siap mendengar penuturannya.

Pergerakan jarum jam begitu terasa lambat, hingga ....

"Gue gay," katanya pelan. Hening sebentar. Lalu, "Apa kalian masih mau terima gue?"

Ada rasa takut yang bercampur dengan kelegaan dari tatapannya; takut kehilangan sahabat yang sudah dimulai sejak masih kanak-kanak. Lega karena rahasia yang sudah tersimpan lama itu kini sudah sampai pada masanya. Masa untuk diungkapkan.

Aku tersenyum dan mengusap lengannya dengan tulus. Dia tak perlu khawatir. Karena bagiku dan Lintang, ini adalah sebuah rahasia lama yang baru sekarang terangkat ke permukaan. Kami sudah menerimanya sejak dulu, tanpa perlu ia minta.

Selama ini kami hanya menunggu, menunggu saat Kevan mengakui orientasi seksualnya berbeda. Bukan untuk menghina dan merendahkannya, tapi untuk memberikan kekuatan dan pelukan pengharapan.  

Aku, Kevan dan Lintang bersahabat sejak masih duduk di bangku sekolah dasar. Hampir dua puluh tahun kami bersama.

Jadi rasanya wajar, jika aku dan Lintang memiliki harapan yang besar untuk Kevan di masa yang akan datang. Bertemu dengan wanita baik, menikah, memiliki keturunan dan hidup bahagia.

Sahabatku ini memiliki pesona untuk dicintai. Wajah tampan dengan tubuh yang tinggi menjulang. Kurang apalagi?

Kurangnya adalah ... karena dia tidak tertarik dengan wanita. Selama ini tak sedikit kaum hawa yang menitip salam untuknya dan hanya dibalas dengan ucapan 'salam balik' saja.

Di balik sikapnya yang tak acuh, dulu aku dan Lintang telah menyadari ada yang berbeda dari sosok sahabatku ini. Dia tak seperti pria lain yang terkesan tak peduli dengan penampilan dan perawatan.

Dibandingkan aku, Kevan lebih rajin perawatan di salon, sehingga jangankan jerawat, satu komedo pun tak ada yang menempel di wajah tampannya.

"Kev, jujur ya. Gue sama Lintang udah tahu hal ini dari lama. Tapi apa pun yang terjadi, lo tetap sahabat kami. Nggak ada yang berubah sedikit pun, Kev." Aku menatapnya dalam, untuk meyakinkan dia bahwa apa pun yang terjadi selalu ada cinta untuknya di hati kami.

Aku dan Lintang menahan untuk tidak memeluk Kevan saat ini. Bukan karena bukan mukhrim. Tapi semata-mata untuk kenyamanan pria berhidung mancung ini. Kevan tak terbiasa dengan bentuk perhatian seperti itu dari lawan jenis, walau itu dari sahabat terdekatnya sekali pun.

"Kenapa lu baru bilang sekarang, Kev? Lu takut kita nggak akan bisa nerima lo?" Kali ini suara Lintang yang terdengar. Ada nada tak terima dari tutur katanya. Sebagai sahabat ia merasa tak dipercaya untuk menyimpan suatu rahasia.

Perasaan yang wajar, mengingat persahabatan yang terjalin sudah terlampau lama untuk diragukan kualitasnya.

"Dari kecil gue udah ngerasa beda, gue tahu cowok ganteng dari TK. Susah buat gue dengan keadaan kayak gini. Karena nggak semua orang bisa nerima." Ia mengusap wajahnya dengan kasar. Merasa frustasi. Lintang mengusap bahu Kevan dengan mata yang mulai berkaca-kaca. "Gue cuma punya kalian. Tolong jangan tinggalin gue," pintanya mengiba.

Dinding pertahanan Lintang runtuh sudah. Bulir-bulir air mata membasahi pipinya yang putih bak iklan handbody lotion kebanyakan. Di antara kami bertiga, Lintang adalah drama queen-nya. Dia akan mudah menangis untuk banyak hal, termasuk sekarang ini.

❤️

"Heh, wanita! Udah sih, jangan cengeng. Dikit-dikit nangis, dikit-dikit nangis. Gue eneg tau nggak!" semprot Kevan jengah setelah hampir satu jam ia bercerita, hanya diiringi oleh air mata Lintang yang tak kunjung usai.

Tangisan Lintang semakin menjadi. Bahkan kini ia sibuk membuang ingus ke dalam tissue yang sedang digenggamannya. Kevan mengernyit jijik.

Aku tertawa. Ada rasa bahagia melihat Kevan yang mulai cerewet. Itu artinya, suasana hatinya sudah mulai membaik sekarang.

"Tau lu, Tang, nangis mulu idup lo. Cerita cuma sejam tapi nangis nggak kelar-kelar," ledekku menambahi. Kevan mengangguk-angguk setuju.

"Udah ah, gue capek pura-pura jadi laki terus di depan kalian. Mending kita ngerumpi aja," ujar Kevan tiba-tiba dengan gestur yang jauh berbeda. Kerlingan mata dan gerak bibirnya bukan seperti ia yang biasanya. Belum selesai keterkejutanku dan Lintang, Kevan kembali berucap. "Eh Cyiiiin, kalian tahu nggak di sebelah apartemen gue ada laki ganteng banget, Booo ... ya ampun, bibirnya, badannya." Sorot mata Kevan menerawang membayangkan sesuatu. Sorot mata itu begitu hidup. Sorot mata jatuh cinta.

Aku dan Lintang melongo. Kenapa Kevan jadi begini?

"Tiap ngeliat dia rasanya pengen gue kunciin di kamar. Nggak akan gue kasih keluar. Posesif ya gue? Bodo amat, deh, laki model gitu, Cyiiin, sayang dilewatin," cerocos Kevan mirip ibu-ibu yang biasa belanja di tukang sayur.

Aku dan Lintang bersitatap. Walaupun Kevan sudah mengakui orientasi seksualnya, tapi tetap saja kami masih belum terbiasa dengan gestur tubuhnya yang seperti ini. Kemana Kevan yang biasanya macho itu?

"Kenalin, Kev, ke gue," pintaku cepat. Namanya juga perempuan wajar jika memiliki radar sendiri ketika menemukan pria single yang layak untuk diajak pedekate. Kevan mencebik. Pandangannya mengatakan 'lo mau cari mati?'

"Kenalin sih, Kev," rayuku. Dia semakin menatapku dengan pandangan jengkel. Lintang menggeleng-gelengkan kepala. Layaknya seorang ibu yang jengah melihat kedua anaknya beragumen.

"Ih, kagak bisa. Itu jatah gue. Bagian lo nanti aja ya, Cyiinn, gue cariin. Lo suka yang modelnya kaya gimana, sih? Kayak mamang-mamang parkir di bawah itu ya? Gampang!" Dia menjentikkan jemarinya. Membuatku kesal.

Kulempar Kevan dengan bantal sofa yang sedari tadi kupeluk. Mulut Kevan aslinya seperti ini, lebih pedas dari cabe sepuluh kiloan. Menyebalkan!

"Sembarangan kalo ngomong!” dengkusku sebal, apalagi ketika melihat dia sedang meledekku dengan ucapan 'bodo' tanpa suara.

Lintang tergelak. "Lo jahat banget, Kev. Nggak rela gue, lo ngejodohin Aya sama sembarangan orang kaya gitu. Aya kan cantik, lo liat aja kalo lagi senyum, lesung pipi sebelah kirinya bikin dia jadi makin manis tauk!" Mataku berbinar. Duh, manisnya sahabatku ini. So sweet banget deh, jadi enak, jadi makin sayang.

"Iyuwh apaan sih lu, Ay. Jijik tau nggak!” teriak Lintang setelah aku berhasil mendaratkan satu ciuman dengan bonus air liur di pipinya yang mulus itu.

Bibirnya mencebik.

Kevan terbahak-bahak, begitu pula dengan aku yang langsung menutup mulut dengan tangan untuk menyembunyikan kekehan di sana. Aku suka sekali tertawa dengan mulut yang ditutup. Bukan karena pernafasanku yang bau atau gigi yang ompong. Mungkin karena kebiasaan lama yang sulit untuk dihilangkan.

Lintang mengusap pipi dengan tissue. Ekspresi jijik tercetak jelas pada raut wajahnya. Selain cengeng, Lintang ini pecinta kebersihan, dia paling alergi dengan hal-hal seperti ini.

Tapi entah kenapa, menggodanya itu semacem hobi yang sulit untuk dihilangkan. Semakin dia marah malah semakin membuatku bahagia.

"Nyium pipi itu nggak pake ludah ya. Dodol banget lu, nggak bisa bedain french kiss sama cium pipi. Perlu gue ajarin apa?" cerocosnya masih kesal.

"Sini, ajarin dong ... kebetulan gue lupa caranya gimana." Aku hendak memeluknya tapi ditahan oleh Lintang dengan kakinya. Dia marah tapi semakin membuat gemas.

"Ya ampyun, kasian ... " cibir Kevan menyebalkan. Belum sempat aku merespon sikap Kevan itu, suara Lintang keburu terdengar.

"Lo berani maju gue tendang, nih!” gertaknya galak. Kembali aku terbahak.

"Duh, ini cabe-cabean nggak jelas banget kelakuan. Gimana gue mau suka sama perempuan kalo yang gue temuin modelnya kaya kalian? Heh, wanita! Daripada lo berdua berantem nggak jelas, mending temenin gue ke salon." Kevan menarikku dan Lintang bergantian. Membuat perdebatan antara aku dan Lintang selesai pada saat itu juga.

"Gue nggak bisa, Kev. Gue belom masak, belom beberes, rumah gue masih berantakan!" protes Lintang kelimpungan karena tarikan Kevan yang tiba-tiba. Tak ubahnya dengan aku yang sempat terjatuh dari sofa karena ulah Kevan itu. Dan dia malah tertawa saja menanggapi.

"Udah ntar beli jadi aja. Sebagai bini, kita harus bisa jaga penampilan, Cyiin. Supaya laki tetep sayang dan betah di rumah. Laki tuh ya udah capek seharian kerja, sambut kek, dengan penampilan yang oke. Jangan daster lagi daster lagi yang lo pake! Emang lo nggak takut apa di luaran sana banyak pelakor yang siap perang!"

“Ih, bawel banget sih lo ngelebihin emak gue aja!” cetus Lintang kesal.

"Ih, lu dikasih tau juga ngeyel! Gue nih udah pengalaman ya laki gue dicomotin orang. Sakit ati, Cyiiin. Makanya, gue nggak mau lu berdua ngerasain apa yang gue rasain!" Kevan masih saja ngomel-ngomel tak jelas tujuannya.

Aku hanya mampu tertawa melihat pertengkaran mereka berdua dan sedikit pun tak pernah menyadari, bahwa nantinya pengakuan Kevan tadi akan mengubah masa depanku untuk selamanya.

Bab terkait

  • Aku Menikahi Sahabatku Yang Seorang Gay   Chapter 2

    Pukul satu dini hari, kantuk sepertinya masih enggan menghampiri. Aku menyesap secangkir susu coklat hangat dan berharap susu coklat itu mampu membuatku tertidur lelap.Namun hingga lima menit berlalu sejak isi dalam cangkirku tandas, rasa kantuk masih belum mau berteman denganku.Miris. Padahal lantunan instrumen pengantar tidur milik Depapepe yang berjudul Wedding Bell sudah ikut menemani sejak dua jam yang lalu.Entah ke mana semua kantukku ini pergi?Aku menengadah menatap langit-langit kamar. Teringat kembali pengakuan Kevan tadi. Pada akhirnya segala tanda tanya yang selama ini hanya aku dan Lintang pertanyakan terbuka dengan sendirinya.Pertanyaan-pertanyaan kenapa Kevan seringkali terlihat aneh. Bagaimana dulu aku menemukan foto dalam galeri handphone-nya, sahabatku itu berdandan layaknya wanita. Dia beralasan itu ulah teman-temannya."It

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-16
  • Aku Menikahi Sahabatku Yang Seorang Gay   Chapter 3

    Hari ini hari yang indah sebetulnya. Tapi berubah menyebalkan tatkala sahabatku itu tiba-tiba datang. Meminta bantuan di kala sebagian orang masih terlelap dengan tidurnya. Aku saja baru selesai mengenakan pakaian kerja, belum juga sarapan."Cyiiin, temenin gue Cyiin, please gue mohon banget. Ini antara hidup dan mati gue. Luthfi besok nikah. Dan gue nggak ada kesempatan lagi selain hari ini." Haduh, permintaan macam apa sih ini? Masa mau bertemu mantan pacar saja dia minta ditemani, memangnya mau mengambil raport sekolah?Aku tahu, Luthfi, mantan pacar Kevan ini memang akan melepas status menjadi suami, bagi wanita pilihan kedua orang tuanya. Tapi aku tak pernah berpikir bahwa Kevan akan nekat menemui lelaki bertubuh tinggi itu untuk yang terakhir kali."Aduh, lo ngapain sih, masih aja belom bisa move on dari

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-17
  • Aku Menikahi Sahabatku Yang Seorang Gay   Chapter 4

    "Kev, lo balik pake aplikasi online aja ya? Udah telat, nih. Gue izin cuma setengah hari sama orang kantor, tapi ini udah lewat setengah hari." Sahabatku langsung menatapku dengan puppy eyes-nya setelah ucapan itu terlontar dari mulutku. Sudut bibirnya tertarik ke bawah hingga membentuk ekspresi sedih."Ay, please ..., temenin gue," pintanya, seperti biasa. Dia akan selalu seperti ini padaku, manja.Aku melirik arloji yang melingkar pada pergelangan tangan sebelah kiri. Pukul satu siang. "Nggak bisa, Kev. Gue harus masuk kantor. Ini aja gue harus lembur karena udah telat."Kevan menangkupkan tangan sebagai bentuk permohonan. "Please, Cyiiin, hati gue sakit banget sekarang. Lo nggak mau kan ada berita laki-laki ganteng nenggak baygon?" Aku mengembuskan nafas kasar. Ancaman macam

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-17
  • Aku Menikahi Sahabatku Yang Seorang Gay   Chapter 5

    Aku meremas surat yang baru saja kubaca. Baru sebagian, namun cukup memahami makna dibaliknya. Oke, ini bukan surat cinta biasa, bukan. Sama sekali jauh dari itu semua. Karena tidak ada pujian ataupun sanjungan di sana. Karena ini adalah surat ... PHK.Tadi ketika membaca surat tersebut, mataku berhenti pada satu kalimat, 'Pemutusan Hubungan Kerja'. Kalimat yang sempat membuatku terpekur sesaat, memikirkan nominal di rekening apakah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup selama masa-masa tak berpenghasilan.Ini salahku.Aku izin tidak masuk kerja di waktu yang tak tepat. Ketika kantor sedang dalam keadaan darurat karena salah seorang klien besar mendadak mendaftarkan asuransi anaknya yang baru lahir. Bayi tersebut mengalami masalah sehingga harus menjalani operasi. Aku yang bertanggung jawab atas proses pendafta

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-21
  • Aku Menikahi Sahabatku Yang Seorang Gay   Chapter 6

    Pernahkah kamu terbangun dari tidur dan tidak memiliki tujuan untuk mengawali hari? Aku pernah. Hari ini tepatnya. Sejak dinyatakan dipecat, otomatis semua kesibukan yang kumiliki menguap bersamaan dengan realita yang ada. Aku seakan hilang arah, tak memiliki tujuan yang pasti lagi sekarang.Walaupun hidupku hanya diisi dengan kantor-rumah-kantor-rumah saja selama ini, tapi ada tujuan di sana. Ada senyum yang merekah, ada harapan yang membuncah. Ya, senyum dari teman-teman sekantorku dan juga harapan untuk jenjang karier yang selalu lebih baik lagi setiap tahunnya.Tapi kini, semua itu hilang. Terbang bersamaan dengan surat yang membawaku ada di posisi saat ini. Pengangguran.Pagi ini, kupaksakan diriku untuk tetap bersemangat apapun yang terjadi. Tetap mandi pagi dan juga sarapan seperti biasanya.

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-21
  • Aku Menikahi Sahabatku Yang Seorang Gay   Chapter 7

    Aku memandang lurus ke depan. Menghirup udara dengan bebas. Semilir angin menerpa wajah, dan membuat helaian rambutku berlarian kesana kemari. Kuedarkan pandangan mata sekali lagi.Sungguh luar biasa ciptaanMu Tuhan. Tahukah kalian apa yang kulihat saat ini? Dihadapanku kini terbentang pemandangan laut berwarna hijau bercampur biru muda dan tua, ombak yang menggulung-gulung, hamparan pasir putih, tebing-tebing menjulang tinggi, batu karang yang besar, dan air laut sebening kristal.Kudongakkan kepala. Dengan bebas dapat kulihat langit biru yang begitu indah, dengan awan putih berarakan, saling berkejaran.Aku tersenyum.Katakan aku kampungan, katakan aku berlebihan. Tapi keindahan ini sungguh nyata. Bukan hanya pemandangan alamnya yang mampu membuatku menggelengkan kepala. Namun juga villa yang akan aku tinggali selama beberapa hari ke

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-21
  • Aku Menikahi Sahabatku Yang Seorang Gay   Chapter 8

    Aku menengadah. Menatap proses alam yang begitu indah ketika matahari kembali ke peraduan, senja mencoba menaburkan rona jingga.Aku benci kehilangan. Muak dengan segala macam perpisahan. Tapi tidak kepada perpisahan yang terjadi antara surya dan cakrawala sore ini. Kalau boleh aku berharap agar waktu bisa terhenti sebentar, untuk dapat menikmati proses ini lebih lama lagi.Kuambil ponsel dan mencoba mengabadikan moment ini hingga berkali-kali."Cyiinn, sedih amat sih fotonya sendirian. Itu banyak bule nganggur. Samperin gih, ajak foto bareng. Kali aja jodoh. Kasian ih gue sama status jomblo tiga tahun lu itu, nggak pengen diperbaharui apa?" ujar Kevan tiba-tiba datang, ikut duduk di sebelahku pada kursi berpayung di pinggir pantai.Duh, Kevan

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-21
  • Aku Menikahi Sahabatku Yang Seorang Gay   Chapter 9

    "Loh, Mbak Aya udah pulang? Katanya satu minggu di Bali," tanya bik Onah ketika melihatku masuk ke dalam rumah dengan menarik koper."Iya, Bik. Tiba-tiba saya ada urusan," jawabku berbohong dan merebahkan diri di sofa ruang keluarga. Lelah. Aku tidak tidur sejak semalam.Tadi pagi aku memutuskan untuk pulang dengan penerbangan paling pagi. Aku tak sudi melihat wajah Mario lagi setelah apa yang dia lakukan. Si Brengsek itu juga sudah membuat hubunganku dengan Kevan menjadi memburuk sejak semalam.Bahkan tadi pun aku tidak berpamitan pada Kevan ketika keluar dari villa untuk pulang ke Jakarta. Kevan sendiri juga tidak berusaha menghubungiku.Ketika cinta mengalahkan segalanya maka persahabatan yang sudah dibangun sejak Arya Saloka belum merajelala pun seakan sia-sia.Aku menghirup nafas pelan dan menghembuskannya perlahan. Sebuta itukah sahabatku sekarang?Aku jadi ingat kej

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-21

Bab terbaru

  • Aku Menikahi Sahabatku Yang Seorang Gay   Chapter 29.2

    Mukjizat itu akhirnya terjadi ketika satu bulan Kevan tak sadarkan diri. Aku tertegun dan langsung menekan bel kala Kevan tiba-tiba menggerakan jemarinya dan perlahan-lahan membuka mata. Dia mengerjap dan seperti orang linglung, mungkin merasa bingung tiba-tiba ada di rumah sakit. Ingatannya selama tiga bulan sebelum kecelakaan itu terjadi, menghilang. Dia mengingatku, dia tahu aku istrinya. Namun ketika Lintang mengatakan, "Congrats ya, Kev. Lo mo jadi bapak. Aya hamil, tuh." Jawaban Kevan membuat semua orang tertegun. "Kamu hamil sama siapa?" Sorot matanya kosong dan tanpa ekspresi. "Ya sama lo lah. Kan lo suaminya," jawab Lintang ceplas ceplos. Butuh waktu bagiku untuk menjelaskan pada Kevan bagaimana aku hamil anaknya. Karena dalam ingatannya, dia belum berhasil menjadi laki-laki normal. Dia masih gay seperti yang dulu. Menurutnya suatu hal membingungkan melihatku hamil. Dia tak menuduhku berselingkuh namun masih belum menerima keberadaan anak

  • Aku Menikahi Sahabatku Yang Seorang Gay   Chapter 29.1

    Terhitung satu minggu sudah Kevan tak sadarkan diri. Dan selama itu pula aku harus menjadi wanita hamil yang tangguh, mau tak mau. Jika wanita hamil seringkali manja, maka aku tak boleh seperti itu. Sepertinya anak dalam perutku ini mengerti kondisi kedua orang tuanya sehingga dia cukup membantuku dengan kondisinya yang tak rewel. Bahkan rasa mual yang dulu sering menyerang kini menguap dengan sendirinya. Aku juga tak mengalami ngidam. Bagaimana mungkin ngidam, untuk makan saja seringkali aku harus diingatkan. Keadaan Kevan membuatku seperti lupa rasa lapar.Terkadang aku merasa bersalah. Anak ini seharusnya mendapat asupan makanan yang cukup, tapi aku malah mengabaikannya. Orang-orang sekelilingku yang seringkali mengingatkan untuk tak terlalu banyak pikiran. Tapi dengan kondisi seperti ini bagaimana caraku mengenyahkan segala beban ini? Bagaimana caraku agar tak banyak berpikir? Siapa yang tak bersedih jika suami yang ia cintai tak sadarkan diri seperti ini?Bisnis K

  • Aku Menikahi Sahabatku Yang Seorang Gay   Chapter 28.2

    Setibanya di gedung bercat putih itu, aku menyusuri lorong rumah sakit layaknya orang gila. Karena selama dalam perjalanan tadi, aku terus menerus menangis. Mungkin mataku sudah sembab sekarang, hidungku juga sudah memerah. Namun, aku tak peduli. Karena hanya kepastian kondisi Kevan yang kupedulikan saat ini, bukan yang lain. Beberapa orang yang berpapasan melihatku dengan pandangan aneh. Aku tak peduli. Dimana suamiku. Aku ingin melihat dia. Aku ingin memastikan bahwa ia baik-baik saja. Suamiku tak kenapa-kenapa. Setelah bertanya pada resepsionis dan dia tunjukkan letak ruang ICU. Maka di sinilah aku sekarang. Aku diminta menunggu karena seseorang yang katanya bernama sama dengan suamiku itu sedang dalam proses pemindahan dari IGD menuju ICU. Aku tak begitu jelas bagaimana kondisinya. Namun infomasi yan

  • Aku Menikahi Sahabatku Yang Seorang Gay   Chapter 28.1

    "Ya udah Ay, ini bentar lagi aku mau jalan. Tiga jam lagi mungkin aku sampe rumah. See you, Sayang." Pada layar ponsel yang sedang kugenggam, lelaki itu tersenyum padaku dari dalam mobil. Dia sedang berada di Bandung sekarang, dan akan pulang ke rumah setelah urusan bisnis yang sedang dikerjakannya selama satu minggu ini selesai.Komunikasi yang kami lakukan hanya sebatas video call seperti ini. Tapi itu cukup untuk mengobati kerinduanku. Dia belum sempat bercukur. Wajahnya mulai ditumbuhi bulu-bulu halus. Membuat dia menjadi sedikit lebih, seksi?"Oke Kev, kamu ati-ati ya. Kalo capek istirahat aja dulu. Jangan dipaksain nyetirnya." Bagian bawah mata yang menghitam cukup menjelaskan dia kurang istirahat akhir-akhir ini. Sebetulnya aku khawatir Kevan melakukan perjalanan seorang diri dari Bandung-Jakarta dengan kondisi yang terlihat lelah. Tapi bukan Kevan namanya jika ia tak keras kepala. Aku sudah berusaha membujuk

  • Aku Menikahi Sahabatku Yang Seorang Gay   Chapter 27.2

    "Heh, lo udah berhasil ya sama Kevan?" tanya Lintang tiba-tiba ketika aku sedang main ke rumahnya."Berhasil apaan?""Berhasil itu ... begituan. Iya yah?" tudingnya cepat tanpa basa basi. Aku jadi heran. Darimana dia tahu ya? Apa bentuk wanita yang sudah tak perawan itu terlihat dari luar? Seingatku dadaku masih begini saja bentuknya. Berat badanku juga tak mengalami perubahan yang berarti. Bibirku juga masih aman. Tak terlihat seperti gagal operasi. Lantas dari mana Lintang tahu?Jika sampai Kevan pelaku utamanya, aku dapat memastikan pintu kamar akan tertutup untuknya selama satu minggu."Apaan sih, Tang. Nggak ah." Bukan maksudku untuk berbohong. Tapi rasanya malu mengakui kenyataan itu. Entahlah aku tak terbiasa berbagi urusan ranjang dengan orang lain, meskipun itu sahabatku sendiri."Alah pake malu sama gue. Ngaku aja kenapa?""Kevan cerita lagi sama lo?" Aku betul-b

  • Aku Menikahi Sahabatku Yang Seorang Gay   Chapter 27.1

    Aku membuka mata dan melihat satu wajah yang sedang tertidur dengan pulas berada di sampingku. Sudut bibirku tertarik hingga terbentuk seulas senyuman. Rasanya tak menyangka apa yang sudah terjadi semalam. Seperti mimpi di siang hari bolong. Tapi bercak darah semalam cukup menjelaskan segala sesuatunya. Aku tak lagi perawan.Kevan si Pelaku itu, dialah sosok yang telah mengambil keperawanku. Dia sahabat sekaligus suamiku, sosok yang dulunya sangat menyebalkan dan seringkali membuat kesal itu semalam berbagi peluh denganku.Kevan melakukannya dengan sangat lembut dan berhati-hati. Bahkan ketika aku menitikkan air mata pun dia sempat menghentikan gerakannya. Lelaki itu berpikir aku menangis karena rasa sakit yang kurasakan. Memang sakit tapi aku menangis bukan karena itu. Rasa haru lebih menyelimuti hatiku. Bagaimana tidak, sesuatu yang selama ini menjadi pergumulan kami pada akhirnya menemukan jalan untuk dilalui. Dan itu terasa indah untuk

  • Aku Menikahi Sahabatku Yang Seorang Gay   Chapter 26.2

    Kamu masih lama Ay pulangnya?Sebuah chat whatsapp masuk. Dari Kevan. Akhir-akhir ini (lebih tepatnya setelah kami terbuka tentang perasaan masing-masing) Kevan menjadi lebih protektif. Dia seringkali bertanya jika aku pergi lumayan lama dari biasanya. Hanya sekedar menanyakan kemana dan jam berapa pulang saja, sih. Tapi itu termasuk kemajuan, Kevan yang dulu tak pernah seperti itu. Nggak sih, kayaknya. Kenapa?Aku membalas pesannya dan kutekan tombol send.Ya udah aku tunggu. Fotoin dong Ay kamu lagi ngapain.Kevan makin mirip ababil yang sedang jatuh cinta kan? Sedikit-

  • Aku Menikahi Sahabatku Yang Seorang Gay   Chapter 26.1

    "Ayo Kev, kita masuk," ajakku. Kevan nampak ragu. Dia berkali-kali menggaruk tengkuknya. Ada keragu-raguan dari sorot mata dan gelagatnya. "Kenapa?" tanyaku kemudian. Heran akan sikapnya ini. "Aku takut." Dia diam sebentar. "Nanti kalo adek kecilku dipegang-pegang gimana?" lanjutnya lagi. Tapi dapat terlihat, dia sedang tak bercanda kali ini. Tak ada sorot mata iseng dan jahil seperti biasanya. Tak ada senyum menyebalkan yang seringkali menjadi andalan.Aku mengernyit, bingung. "Kenapa dipegang-pegang?" Dia diam sebentar. Dengan ragu menjelaskan ketakutannya. "Kan masalahku emang disitu. Biasanya orang kalo sakit aja yang dipegang bagian yang sakitnya kan?"Aku mendengkus. "Kev, kita ini m

  • Aku Menikahi Sahabatku Yang Seorang Gay   Chapter 25.2

    "Aaaaaahhh.... uuuuhhhhh, aaaaahhh, uhhhhhhh!" Telingaku meremang, hatiku berdebar, napasku tercekat.Bukan ... jangan salah. Itu bukan suaraku. Lantas itu suara siapa? Jelas itu suara cewek. Asalnya dari kamar. Dan dia ... dia mendesah! Jantungku berdetak berkali-kali lipat. Jangan bilang Kevan membawa seorang wanita dan mereka ... mereka mesum di kamar kami.Shit!Aku menggeleng dengan cepat membayangkan hal itu terjadi. Sejak kapan Kevan bisa? Ups ... bukan maksudku meremehkan. Tapi kita semua tahu bagaimana Kevan 'kan? Dia sejak kapan bisa? Aku saja yang sudah dia nikahi selama dua tahun belum pernah ia sentuh. Lalu tiba-tiba dia membawa seorang perempuan ke rumah. Ini gila! Entah aku yang gila atau Kevan yang gila. Oh, sepertinya Kevan yang gila! Dia gila membawa wanita lain ke rumah kami, bahkan masuk hingga kamar!Dengan perasaan campur aduk, aku buru-buru melangkah menuju ke tempat suara itu berasal. Kamar kami. Suara desahan itu semakin terdengar

DMCA.com Protection Status