Share

Chapter 7

Penulis: AnggiaFM
last update Terakhir Diperbarui: 2021-04-21 09:06:13

Aku memandang lurus ke depan. Menghirup udara dengan bebas. Semilir angin menerpa wajah, dan membuat helaian rambutku berlarian kesana kemari. Kuedarkan pandangan mata sekali lagi.

Sungguh luar biasa ciptaanMu Tuhan.

Tahukah kalian apa yang kulihat saat ini? Dihadapanku kini terbentang pemandangan laut berwarna hijau bercampur biru muda dan tua, ombak yang menggulung-gulung, hamparan pasir putih, tebing-tebing menjulang tinggi, batu karang yang besar, dan air laut sebening kristal.

Kudongakkan kepala. Dengan bebas dapat kulihat langit biru yang begitu indah, dengan awan putih berarakan, saling berkejaran.

Aku tersenyum.

Katakan aku kampungan, katakan aku berlebihan. Tapi keindahan ini sungguh nyata. Bukan hanya pemandangan alamnya yang mampu membuatku menggelengkan kepala. Namun juga villa yang akan aku tinggali selama beberapa hari ke depan. Aku bisa menebak harga sewanya pasti mahal. Kisaran tujuh digit permalamnya.

Villa yang kutempati ini berada di puncak tebing pantai Dreamland, daerah Pecatu, dekat dengan Garuda Wisnu Kencana.

Dilengkapi dengan fasilitas yang sangat mewah.

Aku dan Kevan tiba di Bali pada pukul sembilan pagi. Dijemput langsung oleh Mario, teman dekat Kevan. Lelaki yang tadi mengulurkan tangannya padaku itu memiliki darah tionghoa yang kental. Matanya sipit, berkulit putih dan tampan. Dia 'lebih lelaki' dari pada Kevan yang kemayu. Aku menilai Mariolah yang bertindak sebagai 'laki-laki' dalam hubungan mereka.

Ketika kami sampai di Villa ini, tak berapa lama hujan deras mengguyur. Membuat aku, Kevan dan Mario terpaksa harus berdiam diri di villa hingga hujan reda. Menonton DVD players adalah pilihan akhir yang diambil untuk menghilangkan rasa bosan.

"Yang, suapin," ujar Mario kepada Kevan. Dari ekor mata aku dapat melihat Kevan sedang bersandar pada dada bidang Mario itu mulai mengambil cemilan dan menyuapi Mario dengan tangannya. Posisi mereka persis berada di sebelahku. Berada pada satu sofa yang sama, namun sofa yang mereka tempati memiliki ukuran yang lebih panjang, seperti huruf L.

"Enak nggak, Yang?" tanya Kevan gantian. Jomlo harus kuat iman.

"Enaklah, Yang. Kan kamu yang nyuapin," jawab Mario terdengar manja. Jomlo mulai mual!

Aku terdiam di tempatku. Lalu dari ekor mataku, kulihat Mario membelai-belai pipi Kevan. Kevan mengambil tangan Mario dan menciumnya. Jomlo butuh kresek!

Perlu aku perjelas sedikit, supaya tidak menimbukan kesalahpahaman. Jadi bukan karena mereka gay ya sehingga aku mual seperti ini. Tapi karena aku memang jenis manusia yang tak biasa mengumbar kemesraan dimana-mana. Cukup ketika sedang berduaan saja dengan pasangan.

"Kangen ya, Yang?" tanya Mario tersenyum. Kevan mengangguk manja. "Duh, kasian pacar aku." Lalu Mario mengacak-acak rambut Kevan dengan sayang. Akhirnya jomlo mengibarkan bendera putih!

Seketika aku merasa haus. Kuangkat tubuhku menuju ke dapur untuk mengambil segelas air. Tenggorokanku kering tanpa sebab. Aneh.

Ketika berada di dapur, terlintas pemandangan antara Kevan dan Mario tadi. Aku berusaha tak mengingatnya. Bagaimanapun juga aku sudah terbiasa ... seharusnya. Tapi melihat langsung kejadian tadi, membuatku agak merasa ... mmm apa ya? Mungkin semacam risih atau sungkan atau mungkin mual? Entahlah. Tapi yang pasti, kenapa Kevan jadi selebay itu?

Kucoba hilangkan bayangan tadi, dan segera menuju entertainment room lagi, di tempat Kevan dan Mario berada. Namun yang terjadi adalah aku mendapati pemandangan yang membuatku diam seribu bahasa. Aku malu.

Mario mencium Kevan pelan. Kevan nampak menutup matanya, membiarkan bibir kekasihnya melahap setiap celah bibirnya. Lalu Kevan membalas ciuman Mario. Aksi itu semakin menjadi, bahkan sekarang yang ada di hadapanku adalah sepasang kekasih yang saling bertukar saliva. Oh, shit!

Rasanya kakiku sulit untuk bergerak mundur dan mencari tempat persembunyian terdekat.

Posisi mereka menyamping dari tempatku berdiri. Jadi, rasanya akan canggung jika aku langsung berjalan mundur untuk menghindari itu semua. Kevan dan Mario masih dalam posisi mereka. Aku terjebak. Cobaan berat harus kuhadapi. Aduh, Tuhan, ini apa! Aku benci situasi awkward seperti ini.

"Kev, Mar, ini barang-barang gue, gue taro kamar aja ya?" tanyaku basa basi tanpa memandang pada mereka.

Aku malu. Untung saja tadi aku menemukan tas kecilku berisi make up tergeletak di minibar yang bersebelahan dengan sofa yang mereka duduki. Kupakai alasan itu untuk menghindar dari kejadian yang membuat segan ini.

Kevan dan Mario melepaskan tautan mereka. Kevan menatapku. "Oh iya, Ay, lo taro dulu aja." Lalu yang terjadi kemudian aku langsung menghambur menuju kamar dengan langkah seribu.

Aku tak peduli lagi mereka akan melakukan apa setelah kepergianku. Yang penting aku harus menyelamatkan diri terlebih dulu. Hati dan mataku butuh istirahat. Sangat!

❀️

Aku bersembunyi di kamar hingga ketiduran. Jam yang menempel di dinding menunjukkan pukul empat sore. Rasanya nyaman sekali kamar ini.

Aku suka interiornya. Minimalis, dengan perpaduan warna putih, krem, abu-abu dan hitam. Sangat teduh dan menenangkan.

Villa ini didesain untuk pasangan yang sedang berbulan madu. Memiliki pantai pribadi yang untuk bisa mencapai ke sana, aku hanya perlu turun ke bawah saja.

"Ibu, mau teh atau apa, Bu? Kevan buatkan." Kudengar suara Kevan sedang berbicara dengan seseorang ketika aku hendak keluar kamar menuju ruang tamu. Setahuku, sebelum aku tertidur tadi hanya ada kami bertiga saja di sini. Lantas siapa sebenarnya sosok yang dipanggilnya 'Bu' tadi?

Kulangkahkan kaki menuju ruang tamu. Sesosok wanita paruh baya tertangkap indera pengelihatanku. Usianya mungkin sekitar enam puluh tahun, namun terlihat masih sehat.

Kevan yang sedang berada di dapur melihat keberadaanku. Lantas dengan gerakan tangannya ia meminta aku bergabung. Lokasi dapur dan ruang tamu memang dalam satu ruangan sehingga memudahkan Kevan untuk melihatku yang baru keluar dari kamar.

"Ibu, kenalin ini Aya, sahabat kecil Kevan." Wanita tersebut menoleh kepadaku dan tersenyum.

Aku suka senyumannya. Begitu tulus dan teduh. Wajahnya mirip Mario. Mario versi wanita kalau boleh kubilang. Cantik.

Kuhampiri wanita itu dan mencium punggung tangannya. Beliau mengusap bahuku dan memandang dengan senyuman yang tak lepas dari wajahnya.

"Cantik sekali. Betul, hanya bersahabat? Bukan pacaran?" Aku terkekeh mendengarnya. "Sini, Nak, duduk sini. Dekat Ibu."

Kuikuti permintaan beliau untuk duduk di sebelahnya, pada sofa besar berwarna putih.

"Ini ibunya Mario, Ay," ucapan Kevan membuatku tertegun.

Ibu Mario? Beliau tahu tidak ya anaknya itu ...

Aku tahu itu urusan Mario dan Kevan. Tapi melihat wanita sebaik ini, aku merasa sedih sendiri.

"Kapan-kapan main ya, Nak Aya, ke rumah. Nanti minta temani Nak Kevan. Ibu anak ada dua. Laki-laki semua. Jadi kalo melihat anak perempuan rasanya sayang." Ibunda Mario itu menggenggam tanganku dan tersenyum untuk yang kesekian kali. Murah senyum sekali.

"Iya Ibu. Nanti kapan-kapan Aya main ya." Aku tersenyum menatap wanita di hadapanku ini.

Guratan keriput memenuhi wajahnya, warna hitam pada rambutnya pun sudah memudar, berganti warna menjadi putih keabu-abuan. Tapi senyuman yang dimilikinya memberikan semangat bagi siapa saja yang memandangnya.

"Ibu ini tehnya ya." Kevan meletakkan secangkir teh di meja dan duduk di sebelah kanan ibunda Mario. "Ibu sudah makan belum? Mau makan apa? Kevan buatin." Aku mengamati gerak gerik Kevan.

"Ibu sudah makan, Nak Kevan. Nggak usah repot-repot."

"Atau mau dibungkus aja, Bu. Kevan pesankan. Ibu mau apa?" Aku masih memperhatikan.

"Nggak usah repot-repot, Nak. Di rumah sudah ada makanan. Nanti malah kebuang," jawab Ibunda Mario sembari memegang tangan Kevan.

Kevan menepuk keningnya. "Ya ampun, Kevan lupa. Kemarin Kevan buat kue. Tunggu sebentar ya, Bu." Kevan menghambur ke kamar. Lalu kembali lagi dengan membawa tiga toples kue. "Ini buatan Kevan, Bu. Dicoba ya. Nanti Kevan buat lagi kalo Ibu suka." Kevan membuka tutup toples tersebut dan meminta Ibunda Mario mencicipinya.

"Enak loh, Ma, buatan Kevan. Dia jago bikin kue. Hobinya masak," timpal Mario yang baru datang dari kamar mandi, promosi.

Dia tersenyum memperhatikan ibu kandungnya bisa rukun dengan 'calon menantunya.'

Ibunda Mario mencoba kue buatan Kevan. Sahabatku menunggu 'calon mertuanya' itu mengucapkan sesuatu.

"Enak, Nak Kevan." Ibunda Mario menganggukan kepala. Ekspresi wajah tulus mengatakan bahwa kue buatan Kevan memang betul-betul enak. Bukan basa basi semata.

Raut bahagia tercetak di wajah Kevan. Aku tertawa. Melihat Kevan yang seperti ini, aku seperti melihat 'anak gadis yang sedang berusaha mengambil hati mertuanya.'

Obrolan terus berlangsung hingga satu jam kemudian. Dapat terlihat bahwa Ibunda Mario begitu menyayangi Kevan, sangat akrab satu sama lain. Aku sedikit berpikir apakah ibunda Mario mengetahui hubungan anaknya dengan Kevan?

"Ibunya Mario taunya gue rekan bisnis anaknya gitu, deh," terang Kevan menjawab pertanyaanku ketika Mario sedang mengantar ibunya pulang.

"Ibunya Mario nggak tau kalo Mario ...?" Aku menggantung pertanyaanku.

"Nggak. Gila kali kalo sampe tau, Neik, bisa disunatin kali pacar eyke." Kevan merebahkan dirinya di sofa sembari memeluk bantal.

"Lah trus lo sama Mario mau terus backstreet gitu?"

Mungkin pertanyaanku terkesan aneh, tapi jujur, aku pun bingung harus bagaimana. Karena sebetulnya aku hanya ingin Kevan mencintai seorang wanita dan menikah.

"Ya, mau gimana, ya, Cyiiin. Mario nggak mungkin cerita karena jantung ibunya lemah."

Aku menghela nafas. "Lo nggak ada niat nikah sama cewek, Kev?"

Harapan itu akan selalu ada. Aku berharap Kevan mau berubah dan belajar mencintai lawan jenisnya. Karena sesungguhnya, walaupun aku dan Lintang terkesan mendukung Kevan, namun tetap saja, hati kecil kami menginginkan yang terbaik bagi sahabatku ini. Semoga suatu saat nanti Tuhan mengabulkan doaku dan Lintang. Amin.

Kevan memiringkan tubuhnya dan memandangku dalam. "Nggak, Cyiinn, gue nggak ada bayangan sama sekali kesana."

Ada kesungguhan dari sorot matanya. Dan itu membuatku menjadi sedih. Sangat mudah baginya untuk mencari perempuan untuk dinikahi. Lantas kenapa dia lebih memilih jalan ini?

"Sama sekali, Kev?"

Dia menggangguk yakin. "Sama sekali, Cyiiin, gue nggak ada rasa tertarik sama cewek. Bahkan lo bugil sekalipun, gue nggak akan nafsu tuh."

Aku tersenyum simpul. Tidak merasa tersinggung sedikitpun atas ucapannya. Karena aku cukup mengenal sosoknya yang terbiasa ceplas ceplos.

Sahabat mana yang tak ingin sahabatnya bahagia? Tapi bahagia menurut versiku. Bukan versi Kevan. Karena versiku pasti akan membuat semua orang bahagia, termasuk keluarganya.

"Kecuali lo numbuh jakun dan operasi kelamin. Itu bisalah jadi bahan pertimbangan gue nantinya ya, Cyiiin." Dia tergelak.

Aku memandangnya malas. Sulit membayangkan bagaimana mungkin pisang tanduk tumbuh di area pribadiku.

"Haduh, gue nggak kepikiran ya bakalan pacaran apalagi nikah sama lo. Yang ada gue mati berdiri tiap hari lo nyinyirin mulu." Terbayang nggak, satu hari bersama dia saja aku bisa darah tinggi. Apalagi setiap hari?

"Lah, gue juga nggak kebayang. Eh tapi kayaknya seru juga ya, Cyiiin. Nanti kita bisa tuh saling meni pedi, luluran bareng. Gue juga sesekali bisa minjem tuh miniset lo. Uh, cucok .... "

Dia mulai membayangkan. Matanya menerawang dan bibirnya berkali-berkali mengulas senyuman.

Aku memandangnya malas. Dia pikir itu rumah tangga macam apa, isinya hanya main salon-salonnya setiap hari? 

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Claudia
Lucu... ga brenti senyam senyum baca batinnya Aya. keren lah Thor ceritanya...
goodnovel comment avatar
Winda
Cerita yang sangat bagus πŸ‘πŸ‘πŸ‘ salam dari "Kulakukan Demi Keluarga Season 2"
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Aku Menikahi Sahabatku Yang Seorang GayΒ Β Β Chapter 8

    Aku menengadah. Menatap proses alam yang begitu indah ketika matahari kembali ke peraduan, senja mencoba menaburkan rona jingga.Aku benci kehilangan. Muak dengan segala macam perpisahan. Tapi tidak kepada perpisahan yang terjadi antara surya dan cakrawala sore ini. Kalau boleh aku berharap agar waktu bisa terhenti sebentar, untuk dapat menikmati proses ini lebih lama lagi.Kuambil ponsel dan mencoba mengabadikan moment ini hingga berkali-kali."Cyiinn, sedih amat sih fotonya sendirian. Itu banyak bule nganggur. Samperin gih, ajak foto bareng. Kali aja jodoh. Kasian ih gue sama status jomblo tiga tahun lu itu, nggak pengen diperbaharui apa?" ujar Kevan tiba-tiba datang, ikut duduk di sebelahku pada kursi berpayung di pinggir pantai.Duh, Kevan

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-21
  • Aku Menikahi Sahabatku Yang Seorang GayΒ Β Β Chapter 9

    "Loh, Mbak Aya udah pulang? Katanya satu minggu di Bali," tanya bik Onah ketika melihatku masuk ke dalam rumah dengan menarik koper."Iya, Bik. Tiba-tiba saya ada urusan," jawabku berbohong dan merebahkan diri di sofa ruang keluarga. Lelah. Aku tidak tidur sejak semalam.Tadi pagi aku memutuskan untuk pulang dengan penerbangan paling pagi. Aku tak sudi melihat wajah Mario lagi setelah apa yang dia lakukan. Si Brengsek itu juga sudah membuat hubunganku dengan Kevan menjadi memburuk sejak semalam.Bahkan tadi pun aku tidak berpamitan pada Kevan ketika keluar dari villa untuk pulang ke Jakarta. Kevan sendiri juga tidak berusaha menghubungiku.Ketika cinta mengalahkan segalanya maka persahabatan yang sudah dibangun sejak Arya Saloka belum merajelala pun seakan sia-sia.Aku menghirup nafas pelan dan menghembuskannya perlahan. Sebuta itukah sahabatku sekarang?Aku jadi ingat kej

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-21
  • Aku Menikahi Sahabatku Yang Seorang GayΒ Β Β Chapter 10

    "Terima kasih teman-teman atas kedatangannya di pembukaan Vitamin Sea Resto, usaha baru gue bareng Aya, sahabat gue. Mohon doanya ya semua," ucap Kevan mengakhiri sambutannya.Para tamu bergantian menyalami Kevan dan memberikan ucapan selamat untuknya. Seulas senyum bahagia tercetak pada bibirnya yang tipis, setiap kali mendengar doa dan dukungan yang telah diberikan.Dua bulan yang lalu, setelah gagal membuka bisnis bersama Mario; karena tragedi pelecehan yang kualami, serta ketidaksengajaan Kevan menemukan fotoku pada ponsel mantan mesumnya itu. Kevan memutuskan untuk mengakhiri hubungan diantara keduanya.Selain mengubah status secara sepihak, sahabatku itu juga pada akhirnya turut membatalkan bisnis butiknya dengan pria yang berprofesi sebagai desainer itu dan lebih memilih aku untuk dijadikan rekan bisnis barunya.Bisnis yang aku dan Kevan pilih bergerak di bidang kuliner, khusus seafood. Ala

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-24
  • Aku Menikahi Sahabatku Yang Seorang GayΒ Β Β Chapter 11

    "Sori Kev, gue telat. Biasalah, macet," ucapku setibanya di Pepper Lunch Mall Kota Kasablanka, tempat aku dan Kevan janjian. Kevan yang tengah menikmati teriyaki double salmonnya ini mengangguk santai menerima ucapan maafku.Tadi siang ketika sedang mengecek stock bahan baku restoran, sahabatku ini tiba-tiba memaksa untuk bertemu. Ada hal penting yang ingin ia bicarakan."Bentar ya, Cyinn, eh Ay, gue makan dulu. Biar ada tenaga buat ngomong," ucapnya, membuat dahiku berkerut. "Lo udah pesen?" tanyanya memastikan. Aku mengangguk.Tidak berapa lama pesananku datang. Sembari mengaduk beef & hamburg curry rice-ku, sesekali kupandangi Kevan, bawah matanya terlihat menghitam. Dia sudah dua hari ini menjaga ayahnya di rumah sakit, wajar jika tubuhnya kurang istirahat."Om Darwin gimana kabarnya, Kev?" tanyaku setelah sekian lama diam.

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-29
  • Aku Menikahi Sahabatku Yang Seorang GayΒ Β Β Chapter 12

    Sepanjang perjalanan menuju rumah Lintang, penjelasan psikiater tadi terngiang-ngiang di telinga, merasuk ke otak dan secara tak sadar aku melakukan reply terus menerus. Kevan kemungkinan sembuh. Dan semua bergantung pada keinginan, semangat, dan tentu dukungan orang terdekat. Orang terdekat?Karena gay dianggap tabu, dan seringkali dipandang sebelah mata ataupun ditolak keberadaannya. Sehingga untuk bisa sembuh mereka membutuhkan dukungan dari orang terdekat. Orang yang sabar untuk mengingatkan dan memberikan semangat, bukan malah menghina dan menjauhi.Ini tak mudah, awalnya ada pertentangan dalam hatiku untuk menerima atau menolak lamaran Kevan; menjadi sosok yang lebih dekat lagi dalam hidupnya.Dan ini bukan hanya untuk sementara tapi selamanya, seumur hidupku. Apalagi pernikahan ini akan disahkan di hadapan Tuhan. Tanggung jawabnya

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-02
  • Aku Menikahi Sahabatku Yang Seorang GayΒ Β Β Chapter 13

    Aku mengerjap, merasakan tenggorokan yang tiba-tiba meringkai. Mataku mencalang ke setiap sudut kamar. Aroma bunga mawar yang sengaja dihias untuk memperindah kamar pengantin ini, mengisi rongga-rongga indera penciuman. Kulirik sebelah tempat tidur. Tak ada Kevan di sana. Pelan, napasku terembus. Kemana lelaki itu? Kusibak selimut yang menutupi sebagian tubuh. Hawa dingin menyambut ketika kaki ini menyentuh permukaan lantai untuk pertama kali. Kutarik gagang pintu kamar hingga terbuka setengah, netraku terpaku pada sosok yang sedang duduk di balkon apartemen. Dia mengisap rokoknya dan membuat kepulan asap di udara. Posisi Kevan agak menyamping sehingga dapat terlihat ekspresi wajahnya. Dia menerawang, rambutnya berantakan. Aku tahu dia kecewa pada dirinya sendiri saat ini. Kuuru

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-03
  • Aku Menikahi Sahabatku Yang Seorang GayΒ Β Β Chapter 14

    Lelaki itu sedang membersihkan dirinya di kamar mandi ketika aku masih bergelung di balik selimut. Suara shower air yang beradu dengan lantai-lah yang membuatku terjaga dari tidur. Perlahan, tanganku mulai menggapai nakas dan menemukan benda persegi panjang di sana. Pukul lima pagi, waktu yang tertera pada layarnya. Aku mendesah. Ini masih terlalu pagi untuk mandi, bukan?Baru dua hari menikah, sudah banyak sekali perbedaan yang ditemukan. Sahabatku itu sosok yang rajin, penggila kebersihan dan sangat memperhatikan penampilan. Dalam satu hari, dia bisa mandi sebanyak tiga kali. Rajin membersihkan wajah dan meletakkan segala sesuatunya tepat di tempatnya.Sedangkan aku? Ah, jangan ditanya. Mandi dua kali sehari saja itu sudah termasuk hal yang keren. Bukannya malas, tapi karena kebiasaan seringkali pulang malam dari kantor. Apalagi kata orang, mandi malam itu

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-04
  • Aku Menikahi Sahabatku Yang Seorang GayΒ Β Β Chapter 15

    Dua hari setelah Ayahnya dimakamkan, Kevan mulai sibuk mengurus bisnisnya lagi. Dia seperti sengaja menyibukkan diri sendiri supaya tak terlalu lama larut dalam kesedihan. Aku justru khawatir. Kevan menjadi sosok yang lebih banyak diam sekarang. Setiap kali ditanya apakah ia baik-baik saja. Ia akan selalu menjawab hal yang sama. Selalu baik-baik saja dan berusaha memberikan senyum terbaik. Walaupun kenyataannya aku tahu, dia menyimpan sesuatu.Aku lebih suka Kevan yang cerewet dan ceplas ceplos daripada Kevan yang seperti ini. Jauh di dalam lubuk hati, aku mulai merindukan sosoknya yang dulu, jail dan sering kali membuat kesal.Mungkin karena status di antara kami yang berubah, akhir-akhir ini aku menjadi lebih peduli terhadap Kevan. Seringkali khawatir jika ia pulang larut malam. Bukan karena cemburu atau takut dia tergoda laki-laki lain. Tapi khawatir jika dia sampai jatuh sakit akibat terlalu memaksakan diri dalam bekerja.Karena alasan ters

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-10

Bab terbaru

  • Aku Menikahi Sahabatku Yang Seorang GayΒ Β Β Chapter 29.2

    Mukjizat itu akhirnya terjadi ketika satu bulan Kevan tak sadarkan diri. Aku tertegun dan langsung menekan bel kala Kevan tiba-tiba menggerakan jemarinya dan perlahan-lahan membuka mata. Dia mengerjap dan seperti orang linglung, mungkin merasa bingung tiba-tiba ada di rumah sakit. Ingatannya selama tiga bulan sebelum kecelakaan itu terjadi, menghilang. Dia mengingatku, dia tahu aku istrinya. Namun ketika Lintang mengatakan, "Congrats ya, Kev. Lo mo jadi bapak. Aya hamil, tuh." Jawaban Kevan membuat semua orang tertegun. "Kamu hamil sama siapa?" Sorot matanya kosong dan tanpa ekspresi. "Ya sama lo lah. Kan lo suaminya," jawab Lintang ceplas ceplos. Butuh waktu bagiku untuk menjelaskan pada Kevan bagaimana aku hamil anaknya. Karena dalam ingatannya, dia belum berhasil menjadi laki-laki normal. Dia masih gay seperti yang dulu. Menurutnya suatu hal membingungkan melihatku hamil. Dia tak menuduhku berselingkuh namun masih belum menerima keberadaan anak

  • Aku Menikahi Sahabatku Yang Seorang GayΒ Β Β Chapter 29.1

    Terhitung satu minggu sudah Kevan tak sadarkan diri. Dan selama itu pula aku harus menjadi wanita hamil yang tangguh, mau tak mau. Jika wanita hamil seringkali manja, maka aku tak boleh seperti itu. Sepertinya anak dalam perutku ini mengerti kondisi kedua orang tuanya sehingga dia cukup membantuku dengan kondisinya yang tak rewel. Bahkan rasa mual yang dulu sering menyerang kini menguap dengan sendirinya. Aku juga tak mengalami ngidam. Bagaimana mungkin ngidam, untuk makan saja seringkali aku harus diingatkan. Keadaan Kevan membuatku seperti lupa rasa lapar.Terkadang aku merasa bersalah. Anak ini seharusnya mendapat asupan makanan yang cukup, tapi aku malah mengabaikannya. Orang-orang sekelilingku yang seringkali mengingatkan untuk tak terlalu banyak pikiran. Tapi dengan kondisi seperti ini bagaimana caraku mengenyahkan segala beban ini? Bagaimana caraku agar tak banyak berpikir? Siapa yang tak bersedih jika suami yang ia cintai tak sadarkan diri seperti ini?Bisnis K

  • Aku Menikahi Sahabatku Yang Seorang GayΒ Β Β Chapter 28.2

    Setibanya di gedung bercat putih itu, aku menyusuri lorong rumah sakit layaknya orang gila. Karena selama dalam perjalanan tadi, aku terus menerus menangis. Mungkin mataku sudah sembab sekarang, hidungku juga sudah memerah. Namun, aku tak peduli. Karena hanya kepastian kondisi Kevan yang kupedulikan saat ini, bukan yang lain. Beberapa orang yang berpapasan melihatku dengan pandangan aneh. Aku tak peduli. Dimana suamiku. Aku ingin melihat dia. Aku ingin memastikan bahwa ia baik-baik saja. Suamiku tak kenapa-kenapa. Setelah bertanya pada resepsionis dan dia tunjukkan letak ruang ICU. Maka di sinilah aku sekarang. Aku diminta menunggu karena seseorang yang katanya bernama sama dengan suamiku itu sedang dalam proses pemindahan dari IGD menuju ICU. Aku tak begitu jelas bagaimana kondisinya. Namun infomasi yan

  • Aku Menikahi Sahabatku Yang Seorang GayΒ Β Β Chapter 28.1

    "Ya udah Ay, ini bentar lagi aku mau jalan. Tiga jam lagi mungkin aku sampe rumah. See you, Sayang." Pada layar ponsel yang sedang kugenggam, lelaki itu tersenyum padaku dari dalam mobil. Dia sedang berada di Bandung sekarang, dan akan pulang ke rumah setelah urusan bisnis yang sedang dikerjakannya selama satu minggu ini selesai.Komunikasi yang kami lakukan hanya sebatas video call seperti ini. Tapi itu cukup untuk mengobati kerinduanku. Dia belum sempat bercukur. Wajahnya mulai ditumbuhi bulu-bulu halus. Membuat dia menjadi sedikit lebih, seksi?"Oke Kev, kamu ati-ati ya. Kalo capek istirahat aja dulu. Jangan dipaksain nyetirnya." Bagian bawah mata yang menghitam cukup menjelaskan dia kurang istirahat akhir-akhir ini. Sebetulnya aku khawatir Kevan melakukan perjalanan seorang diri dari Bandung-Jakarta dengan kondisi yang terlihat lelah. Tapi bukan Kevan namanya jika ia tak keras kepala. Aku sudah berusaha membujuk

  • Aku Menikahi Sahabatku Yang Seorang GayΒ Β Β Chapter 27.2

    "Heh, lo udah berhasil ya sama Kevan?" tanya Lintang tiba-tiba ketika aku sedang main ke rumahnya."Berhasil apaan?""Berhasil itu ... begituan. Iya yah?" tudingnya cepat tanpa basa basi. Aku jadi heran. Darimana dia tahu ya? Apa bentuk wanita yang sudah tak perawan itu terlihat dari luar? Seingatku dadaku masih begini saja bentuknya. Berat badanku juga tak mengalami perubahan yang berarti. Bibirku juga masih aman. Tak terlihat seperti gagal operasi. Lantas dari mana Lintang tahu?Jika sampai Kevan pelaku utamanya, aku dapat memastikan pintu kamar akan tertutup untuknya selama satu minggu."Apaan sih, Tang. Nggak ah." Bukan maksudku untuk berbohong. Tapi rasanya malu mengakui kenyataan itu. Entahlah aku tak terbiasa berbagi urusan ranjang dengan orang lain, meskipun itu sahabatku sendiri."Alah pake malu sama gue. Ngaku aja kenapa?""Kevan cerita lagi sama lo?" Aku betul-b

  • Aku Menikahi Sahabatku Yang Seorang GayΒ Β Β Chapter 27.1

    Aku membuka mata dan melihat satu wajah yang sedang tertidur dengan pulas berada di sampingku. Sudut bibirku tertarik hingga terbentuk seulas senyuman. Rasanya tak menyangka apa yang sudah terjadi semalam. Seperti mimpi di siang hari bolong. Tapi bercak darah semalam cukup menjelaskan segala sesuatunya. Aku tak lagi perawan.Kevan si Pelaku itu, dialah sosok yang telah mengambil keperawanku. Dia sahabat sekaligus suamiku, sosok yang dulunya sangat menyebalkan dan seringkali membuat kesal itu semalam berbagi peluh denganku.Kevan melakukannya dengan sangat lembut dan berhati-hati. Bahkan ketika aku menitikkan air mata pun dia sempat menghentikan gerakannya. Lelaki itu berpikir aku menangis karena rasa sakit yang kurasakan. Memang sakit tapi aku menangis bukan karena itu. Rasa haru lebih menyelimuti hatiku. Bagaimana tidak, sesuatu yang selama ini menjadi pergumulan kami pada akhirnya menemukan jalan untuk dilalui. Dan itu terasa indah untuk

  • Aku Menikahi Sahabatku Yang Seorang GayΒ Β Β Chapter 26.2

    Kamu masih lama Ay pulangnya?Sebuah chat whatsapp masuk. Dari Kevan. Akhir-akhir ini (lebih tepatnya setelah kami terbuka tentang perasaan masing-masing) Kevan menjadi lebih protektif. Dia seringkali bertanya jika aku pergi lumayan lama dari biasanya. Hanya sekedar menanyakan kemana dan jam berapa pulang saja, sih. Tapi itu termasuk kemajuan, Kevan yang dulu tak pernah seperti itu. Nggak sih, kayaknya. Kenapa?Aku membalas pesannya dan kutekan tombol send.Ya udah aku tunggu. Fotoin dong Ay kamu lagi ngapain.Kevan makin mirip ababil yang sedang jatuh cinta kan? Sedikit-

  • Aku Menikahi Sahabatku Yang Seorang GayΒ Β Β Chapter 26.1

    "Ayo Kev, kita masuk," ajakku. Kevan nampak ragu. Dia berkali-kali menggaruk tengkuknya. Ada keragu-raguan dari sorot mata dan gelagatnya. "Kenapa?" tanyaku kemudian. Heran akan sikapnya ini. "Aku takut." Dia diam sebentar. "Nanti kalo adek kecilku dipegang-pegang gimana?" lanjutnya lagi. Tapi dapat terlihat, dia sedang tak bercanda kali ini. Tak ada sorot mata iseng dan jahil seperti biasanya. Tak ada senyum menyebalkan yang seringkali menjadi andalan.Aku mengernyit, bingung. "Kenapa dipegang-pegang?" Dia diam sebentar. Dengan ragu menjelaskan ketakutannya. "Kan masalahku emang disitu. Biasanya orang kalo sakit aja yang dipegang bagian yang sakitnya kan?"Aku mendengkus. "Kev, kita ini m

  • Aku Menikahi Sahabatku Yang Seorang GayΒ Β Β Chapter 25.2

    "Aaaaaahhh.... uuuuhhhhh, aaaaahhh, uhhhhhhh!" Telingaku meremang, hatiku berdebar, napasku tercekat.Bukan ... jangan salah. Itu bukan suaraku. Lantas itu suara siapa? Jelas itu suara cewek. Asalnya dari kamar. Dan dia ... dia mendesah! Jantungku berdetak berkali-kali lipat. Jangan bilang Kevan membawa seorang wanita dan mereka ... mereka mesum di kamar kami.Shit!Aku menggeleng dengan cepat membayangkan hal itu terjadi. Sejak kapan Kevan bisa? Ups ... bukan maksudku meremehkan. Tapi kita semua tahu bagaimana Kevan 'kan? Dia sejak kapan bisa? Aku saja yang sudah dia nikahi selama dua tahun belum pernah ia sentuh. Lalu tiba-tiba dia membawa seorang perempuan ke rumah. Ini gila! Entah aku yang gila atau Kevan yang gila. Oh, sepertinya Kevan yang gila! Dia gila membawa wanita lain ke rumah kami, bahkan masuk hingga kamar!Dengan perasaan campur aduk, aku buru-buru melangkah menuju ke tempat suara itu berasal. Kamar kami. Suara desahan itu semakin terdengar

DMCA.com Protection Status