Lelaki itu sedang membersihkan dirinya di kamar mandi ketika aku masih bergelung di balik selimut. Suara shower air yang beradu dengan lantai-lah yang membuatku terjaga dari tidur. Perlahan, tanganku mulai menggapai nakas dan menemukan benda persegi panjang di sana. Pukul lima pagi, waktu yang tertera pada layarnya. Aku mendesah. Ini masih terlalu pagi untuk mandi, bukan?
Baru dua hari menikah, sudah banyak sekali perbedaan yang ditemukan. Sahabatku itu sosok yang rajin, penggila kebersihan dan sangat memperhatikan penampilan. Dalam satu hari, dia bisa mandi sebanyak tiga kali. Rajin membersihkan wajah dan meletakkan segala sesuatunya tepat di tempatnya.
Sedangkan aku? Ah, jangan ditanya. Mandi dua kali sehari saja itu sudah termasuk hal yang keren. Bukannya malas, tapi karena kebiasaan seringkali pulang malam dari kantor. Apalagi kata orang, mandi malam itu
Dua hari setelah Ayahnya dimakamkan, Kevan mulai sibuk mengurus bisnisnya lagi. Dia seperti sengaja menyibukkan diri sendiri supaya tak terlalu lama larut dalam kesedihan. Aku justru khawatir. Kevan menjadi sosok yang lebih banyak diam sekarang. Setiap kali ditanya apakah ia baik-baik saja. Ia akan selalu menjawab hal yang sama. Selalu baik-baik saja dan berusaha memberikan senyum terbaik. Walaupun kenyataannya aku tahu, dia menyimpan sesuatu.Aku lebih suka Kevan yang cerewet dan ceplas ceplos daripada Kevan yang seperti ini. Jauh di dalam lubuk hati, aku mulai merindukan sosoknya yang dulu, jail dan sering kali membuat kesal.Mungkin karena status di antara kami yang berubah, akhir-akhir ini aku menjadi lebih peduli terhadap Kevan. Seringkali khawatir jika ia pulang larut malam. Bukan karena cemburu atau takut dia tergoda laki-laki lain. Tapi khawatir jika dia sampai jatuh sakit akibat terlalu memaksakan diri dalam bekerja.Karena alasan ters
"Wah Vis, gue seneng banget! Akhirnya lo nyusul juga! Gue pasti dateng sama Kevan!" teriakku histeris ketika tiba-tiba Avisa mendatangiku di Vitamin Sea Resto dan memberikan kartu undangan dengan dua nama calon mempelai yang tercetak jelas di sana. Dua kebahagiaan dalam waktu bersamaan. Pertama, aku sudah sangat merindukannya. Sudah dua tahun sejak acara pernikahanku, akami tak lagi bertemu, dan pertemuan ini untuk yang pertama kali. Kedua, karena dia datang bukan tanpa tujuan, melainkan karena ingin memberikan undangan. Dia akan menikah. Kesibukan di antara kami membuat hal yang dulu mudah dilakukan sewaktu lajang, menjadi sulit ketika sudah menikah. Sulit karena dia sedang sibuk mempersiapkan pernikahan, sedangkan aku sibuk mengurus rumah tangga sekaligus usaha yang sedang kujalankan bersama Kevan. Kevan sedang memberikan pengarahan pada para karyawan ketika Avisa datang. Dia duduk tak jauh dari tempatku. Sesekali lel
Menikah adalah proses melebur segala ego. Melebur segala keinginan hati yang sekiranya tak ada manfaatnya untuk kepentingan bersama. Jika dulu ketika masih lajang aku selalu menggunakan akhir pekan untuk bermalas-malasan dan mencari hiburan dengan berjalan-jalan, kini ketika sudah menikah semua itu harus aku tinggalkan.Aku dan Kevan belajar lebih fokus sekarang. Kevan lebih fokus dalam mencari uang karena dia sadar posisinya saat ini. Sedangkan aku, lebih fokus menjadi istri yang baik, mengurus segala keperluannya. Walaupun sedari dulu ia sudah mandiri. Tapi tetap saja itu tugasku sekaranf. Jadi aku usahakan untuk membantu sebelum ia meminta.Aku dan Kevan juga belajar menjadi anak yang lebih baik bagi orang tua kami. Walaupun status sudah berganti, namun aku dan Kevan memutuskan untuk tidak meninggalkan begitu saja tugas anak terhadap orang tua.
Hari ini, aku ikut kembali membantu di Vitamin Sea, seperti biasanya. Semenjak menikah, hari-hariku dibagi antara mengurus rumah tangga dan mengurus bisnis yang aku rintis bersama Kevan. Jika Kevan sedang sibuk mengurus bisnisnya yang lain, biasanya aku akan datang ke Vitamin Sea Resto seorang diri, mengendarai mobil sendiri, itu pun setelah pekerjaan rumah tangga sudah selesai aku kerjakan.Di resto aku tak memfokuskan mengerjakan satu bidang saja. Semua bisa kulakukan, mulai urusan dapur hingga keuangan. Supaya jika salah satu bagian mendapatkan kesulitan, maka aku bisa cepat tanggap memberikan jalan keluar. Bisnis yang baik memang harus seperti itu bukan?"Itu siapa, Kev?" tanyaku ketika baru keluar dari pantry Vitamin Sea Resto.Tadi sempat kulihat Kevan sedang mengobrol dengan seorang wanita muda. Pakaiannya terlihat seksi. Roknya mini dan kemeja yang dikenakannya terlalu ketat di badan. Aku risih melihatnya.
Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, namun Kevan masih belum pulang. Kemana lelaki itu? Ponselnya pun mati, aku sulit menghubungi.Aku mondar mandir di ruang keluarga, merasa tak tenang sendiri. Dia juga tak berusaha menghubungi.Tadi aku menghubungi Resto, katanya setelah maghrib Kevan berpamitan pulang. Lantas kenapa sampai sekarang dia masih belum sampai rumah juga?Ada apa dengan Kevan? Mobilnya kenapa? Apa ada sesuatu yang buruk terjadi padanya?Lima belas menit kemudian, suara deru mobil masuk ke halaman rumah. Aku berjalan keluar dan menemukan mobil Kevan terparkir di sana. Setelah mesin mobil mati, lelaki yang sejak tadi kutunggu kepulangannya itu pun turun dari mobil.Dia nampak sehat-sehat saja. Tak ada sesuatu yang terjadi. Syukurlah, aku lega ...."Dari mana kamu kok jam segini baru pulang, Kev?" tanyaku khawatir.Kevan merangkul lenganku
Kevan tak bisa diharapkan. Dia sulit diajak bicara dan bekerja sama. Kalau begitu, aku harus melakukan sesuatu. Aku harus menghalangi Sandra mendekati Kevan. Entah bagaimana caranya, aku harus menghentikan niat buruknya.Maka, pagi ini sengaja aku bangun lebih pagi. Kuselesaikan semua pekerjaan rumah lebih dulu supaya bisa berangkat bersama-sama dengan Kevan. Hari ini aku akan mengikuti kemana pun Kevan pergi. Supaya si Penggoda itu tak memiliki celah sama sekali dalam mendekati suamiku.Terserahlah jika aku dianggap posesif. Jika bukan aku yang menjaga rumah tangga sendiri, lantas siapa?"Kamu mau kemana, Ay? Pagi-pagi udah rapi," tanya Kevan bingung.Lelaki ini memandangiku dari ujung kepala hingga kaki. Aku memang sudah rapi sejak lima menit yang lalu. Hari ini aku mengenakan kaos yang bagian dadanya agak rendah sehingga memperlihatkan bagian dadaku yang tak seberapa ini. Kupadukan dengan blazer dan juga celana jeans. Kali ini aku memakai high heels de
Dari dalam ruangan Kevan yang berdinding kaca, aku dapat melihat Sandra berkali-kali mondar mandir, berpura-pura menuju kamar mandi yang ada di lorong ujung. Memang kalau mau ke kamar mandi pasti melewati ruanganku dan Kevan terlebih dahulu.Namun aku tahu, pasti bukan kamar mandi tujuan utama gadis itu. Melainkan Kevan yang ingin dia lihat. Logika saja, mana mungkin dia ke kamar mandi setiap lima menit sekali. Memangnya dia sedang diare? Ini sudah kuperhatikan sejak tadi, kurang lebih sudah sepuluh kali ia lewat.Dan setiap kali dia lewat, pandangannya terus tertuju ke tempat aku dan Kevan kini sedang berada.Gadis itu seperti ingin memastikan aku sudah pulang atau belum. Entahlah, perasaanku yang mengatakan demikian. Maafkan aku Tuhan, jika akhir-akhir ini hatiku selalu diliputi perasaan negatif. Namun, perempuan kan selalu identik dengan perasaannya yang sensitif dan teramat peka. Jadi, kupikir apa yang kulakukan ini ta
Bibir Kevan berada tepat di depan bibirku. Jarak kami sudah sangat dekat untuk bisa saling bertukar saliva kini. Aku menutup mata untuk meredakan kegugupan yang semakin menjadi.Aku hanya bisa pasrah apapun yang terjadi setelah ini. Toh, hal ini sudah seharusnya terjadi dari dua tahun yang lalu bukan? Berciuman layaknya pasangan suami istri.Namun, lagi-lagi aku harus bersabar karena tiba-tiba seseorang mengetuk pintu. Aku dan Kevan sama-sama terlonjak kaget. Dan setelah itu harapan itu hilang, Kevan keluar ruangan karena ada seseorang yang mencarinya di depan.Keesokan harinya, aku kembali menjalankan aktivitas seperti biasa. Kevan tak lagi bertanya tentang perasaanku, dan Sandra masih tetap dengan segala usaha-usahanya.Ternyata menjadi overthinking itu sangat melelahkan ya. Sebetulnya, aku ingin kehidupanku kembali seperti semula. Tak ada beban dan ketakutan yang berlebihan seperti ini.Oh, Tuhan, sampai kapan gadis itu menguji iman dan kesabara
Mukjizat itu akhirnya terjadi ketika satu bulan Kevan tak sadarkan diri. Aku tertegun dan langsung menekan bel kala Kevan tiba-tiba menggerakan jemarinya dan perlahan-lahan membuka mata. Dia mengerjap dan seperti orang linglung, mungkin merasa bingung tiba-tiba ada di rumah sakit. Ingatannya selama tiga bulan sebelum kecelakaan itu terjadi, menghilang. Dia mengingatku, dia tahu aku istrinya. Namun ketika Lintang mengatakan, "Congrats ya, Kev. Lo mo jadi bapak. Aya hamil, tuh." Jawaban Kevan membuat semua orang tertegun. "Kamu hamil sama siapa?" Sorot matanya kosong dan tanpa ekspresi. "Ya sama lo lah. Kan lo suaminya," jawab Lintang ceplas ceplos. Butuh waktu bagiku untuk menjelaskan pada Kevan bagaimana aku hamil anaknya. Karena dalam ingatannya, dia belum berhasil menjadi laki-laki normal. Dia masih gay seperti yang dulu. Menurutnya suatu hal membingungkan melihatku hamil. Dia tak menuduhku berselingkuh namun masih belum menerima keberadaan anak
Terhitung satu minggu sudah Kevan tak sadarkan diri. Dan selama itu pula aku harus menjadi wanita hamil yang tangguh, mau tak mau. Jika wanita hamil seringkali manja, maka aku tak boleh seperti itu. Sepertinya anak dalam perutku ini mengerti kondisi kedua orang tuanya sehingga dia cukup membantuku dengan kondisinya yang tak rewel. Bahkan rasa mual yang dulu sering menyerang kini menguap dengan sendirinya. Aku juga tak mengalami ngidam. Bagaimana mungkin ngidam, untuk makan saja seringkali aku harus diingatkan. Keadaan Kevan membuatku seperti lupa rasa lapar.Terkadang aku merasa bersalah. Anak ini seharusnya mendapat asupan makanan yang cukup, tapi aku malah mengabaikannya. Orang-orang sekelilingku yang seringkali mengingatkan untuk tak terlalu banyak pikiran. Tapi dengan kondisi seperti ini bagaimana caraku mengenyahkan segala beban ini? Bagaimana caraku agar tak banyak berpikir? Siapa yang tak bersedih jika suami yang ia cintai tak sadarkan diri seperti ini?Bisnis K
Setibanya di gedung bercat putih itu, aku menyusuri lorong rumah sakit layaknya orang gila. Karena selama dalam perjalanan tadi, aku terus menerus menangis. Mungkin mataku sudah sembab sekarang, hidungku juga sudah memerah. Namun, aku tak peduli. Karena hanya kepastian kondisi Kevan yang kupedulikan saat ini, bukan yang lain. Beberapa orang yang berpapasan melihatku dengan pandangan aneh. Aku tak peduli. Dimana suamiku. Aku ingin melihat dia. Aku ingin memastikan bahwa ia baik-baik saja. Suamiku tak kenapa-kenapa. Setelah bertanya pada resepsionis dan dia tunjukkan letak ruang ICU. Maka di sinilah aku sekarang. Aku diminta menunggu karena seseorang yang katanya bernama sama dengan suamiku itu sedang dalam proses pemindahan dari IGD menuju ICU. Aku tak begitu jelas bagaimana kondisinya. Namun infomasi yan
"Ya udah Ay, ini bentar lagi aku mau jalan. Tiga jam lagi mungkin aku sampe rumah. See you, Sayang." Pada layar ponsel yang sedang kugenggam, lelaki itu tersenyum padaku dari dalam mobil. Dia sedang berada di Bandung sekarang, dan akan pulang ke rumah setelah urusan bisnis yang sedang dikerjakannya selama satu minggu ini selesai.Komunikasi yang kami lakukan hanya sebatas video call seperti ini. Tapi itu cukup untuk mengobati kerinduanku. Dia belum sempat bercukur. Wajahnya mulai ditumbuhi bulu-bulu halus. Membuat dia menjadi sedikit lebih, seksi?"Oke Kev, kamu ati-ati ya. Kalo capek istirahat aja dulu. Jangan dipaksain nyetirnya." Bagian bawah mata yang menghitam cukup menjelaskan dia kurang istirahat akhir-akhir ini. Sebetulnya aku khawatir Kevan melakukan perjalanan seorang diri dari Bandung-Jakarta dengan kondisi yang terlihat lelah. Tapi bukan Kevan namanya jika ia tak keras kepala. Aku sudah berusaha membujuk
"Heh, lo udah berhasil ya sama Kevan?" tanya Lintang tiba-tiba ketika aku sedang main ke rumahnya."Berhasil apaan?""Berhasil itu ... begituan. Iya yah?" tudingnya cepat tanpa basa basi. Aku jadi heran. Darimana dia tahu ya? Apa bentuk wanita yang sudah tak perawan itu terlihat dari luar? Seingatku dadaku masih begini saja bentuknya. Berat badanku juga tak mengalami perubahan yang berarti. Bibirku juga masih aman. Tak terlihat seperti gagal operasi. Lantas dari mana Lintang tahu?Jika sampai Kevan pelaku utamanya, aku dapat memastikan pintu kamar akan tertutup untuknya selama satu minggu."Apaan sih, Tang. Nggak ah." Bukan maksudku untuk berbohong. Tapi rasanya malu mengakui kenyataan itu. Entahlah aku tak terbiasa berbagi urusan ranjang dengan orang lain, meskipun itu sahabatku sendiri."Alah pake malu sama gue. Ngaku aja kenapa?""Kevan cerita lagi sama lo?" Aku betul-b
Aku membuka mata dan melihat satu wajah yang sedang tertidur dengan pulas berada di sampingku. Sudut bibirku tertarik hingga terbentuk seulas senyuman. Rasanya tak menyangka apa yang sudah terjadi semalam. Seperti mimpi di siang hari bolong. Tapi bercak darah semalam cukup menjelaskan segala sesuatunya. Aku tak lagi perawan.Kevan si Pelaku itu, dialah sosok yang telah mengambil keperawanku. Dia sahabat sekaligus suamiku, sosok yang dulunya sangat menyebalkan dan seringkali membuat kesal itu semalam berbagi peluh denganku.Kevan melakukannya dengan sangat lembut dan berhati-hati. Bahkan ketika aku menitikkan air mata pun dia sempat menghentikan gerakannya. Lelaki itu berpikir aku menangis karena rasa sakit yang kurasakan. Memang sakit tapi aku menangis bukan karena itu. Rasa haru lebih menyelimuti hatiku. Bagaimana tidak, sesuatu yang selama ini menjadi pergumulan kami pada akhirnya menemukan jalan untuk dilalui. Dan itu terasa indah untuk
Kamu masih lama Ay pulangnya?Sebuah chat whatsapp masuk. Dari Kevan. Akhir-akhir ini (lebih tepatnya setelah kami terbuka tentang perasaan masing-masing) Kevan menjadi lebih protektif. Dia seringkali bertanya jika aku pergi lumayan lama dari biasanya. Hanya sekedar menanyakan kemana dan jam berapa pulang saja, sih. Tapi itu termasuk kemajuan, Kevan yang dulu tak pernah seperti itu. Nggak sih, kayaknya. Kenapa?Aku membalas pesannya dan kutekan tombol send.Ya udah aku tunggu. Fotoin dong Ay kamu lagi ngapain.Kevan makin mirip ababil yang sedang jatuh cinta kan? Sedikit-
"Ayo Kev, kita masuk," ajakku. Kevan nampak ragu. Dia berkali-kali menggaruk tengkuknya. Ada keragu-raguan dari sorot mata dan gelagatnya. "Kenapa?" tanyaku kemudian. Heran akan sikapnya ini. "Aku takut." Dia diam sebentar. "Nanti kalo adek kecilku dipegang-pegang gimana?" lanjutnya lagi. Tapi dapat terlihat, dia sedang tak bercanda kali ini. Tak ada sorot mata iseng dan jahil seperti biasanya. Tak ada senyum menyebalkan yang seringkali menjadi andalan.Aku mengernyit, bingung. "Kenapa dipegang-pegang?" Dia diam sebentar. Dengan ragu menjelaskan ketakutannya. "Kan masalahku emang disitu. Biasanya orang kalo sakit aja yang dipegang bagian yang sakitnya kan?"Aku mendengkus. "Kev, kita ini m
"Aaaaaahhh.... uuuuhhhhh, aaaaahhh, uhhhhhhh!" Telingaku meremang, hatiku berdebar, napasku tercekat.Bukan ... jangan salah. Itu bukan suaraku. Lantas itu suara siapa? Jelas itu suara cewek. Asalnya dari kamar. Dan dia ... dia mendesah! Jantungku berdetak berkali-kali lipat. Jangan bilang Kevan membawa seorang wanita dan mereka ... mereka mesum di kamar kami.Shit!Aku menggeleng dengan cepat membayangkan hal itu terjadi. Sejak kapan Kevan bisa? Ups ... bukan maksudku meremehkan. Tapi kita semua tahu bagaimana Kevan 'kan? Dia sejak kapan bisa? Aku saja yang sudah dia nikahi selama dua tahun belum pernah ia sentuh. Lalu tiba-tiba dia membawa seorang perempuan ke rumah. Ini gila! Entah aku yang gila atau Kevan yang gila. Oh, sepertinya Kevan yang gila! Dia gila membawa wanita lain ke rumah kami, bahkan masuk hingga kamar!Dengan perasaan campur aduk, aku buru-buru melangkah menuju ke tempat suara itu berasal. Kamar kami. Suara desahan itu semakin terdengar