Kamu mau pesan apa Fi?" tanya Rendra."Apa saja, terserah Abang!""Mbak, saya pesan makanan terenak di sini dan minumnya saya minta lemon tea," ucap Rendra. Pelayan itu mengangguk dan mencatat pesanan lalu segera pergi untuk membuatkan pesanan mereka."Abang masih ingat minuman kesukaan Afi?" ucap Afi."Bahkan warna kesukaan, makanan kesukaan, hobi, dan cita-cita aku masih ingat. Lemon tea, mengingatkanku pada gadis berseragam abu-abu yang meminta maaf gara-gara aku tabrak di kantin. Gadis itu unik, karena yang bersalah aku tapi dia yang meminta maaf." Ucapan Rendra membuat pipi Afi bersemu merah. Bahkan Rendra masih ingat kejadian lampau yang mengingatkan Afi pada masa indah di bangku sekolah."Abang keren, bisa ingat semuanya. Afi aja udah lupa," ucap Afi."Kamu baru tahu Abang keren?" Afi hanya tersenyum dan tak membalas ucapan Rendra."Hai, bro! Tumben makan di sini! Ucap lelaki dengan berpakaian sama gagahnya dengan Rendra mendekati Rendra dan menyapa Rendra."Saya ingin mencoba
"Fi, udah mandi? 15 menit lagi Abang sampai." Sebuah pesan masuk ke dalam ponsel Afi. Ia yang sedang memakai baju hendak bersiap, seketika menerbitkan senyumnya karena Rendra telah mengabari bahwa ia akan sampai."Aduh, yang mau jalan! Ikut dong!" ucap Yuna menggelayut di pundak Afi."Ayo!" ajak Afi."Nanti jadi obat nyamuk," grundel Yuna."Bentar lagi kamu juga nyusul. Kerja yang betul, pasti jodoh datang dengan sendirinya." Afi mengambil bedaknya dan menyapu wajahnya dengan olesan makeup yang natural. Tanpa hiasan berlebih, ia sudah terlihat cantik."Mbak cantik!" puji Yuna."Terimakasih, Yuna juga cantik." Telepon bergetar, pesan dari nomor Rendra masuk ke ponsel Afi."Aku di ruang tamu, aku tunggu!" Afi segera menyambar tasnya dan pamit pada Yuna untuk segera menemui Rendra.Yuna ikut ke depan mengantar Afi. Tampak Rendra sedang berbincang di depan ruang tamu dengan Ibu Panti dan beberapa anak-anak yang lain."Sudah lama, Bang?""Nggak, ayo! Abang dah izin tadi sama Ibu Panti. Ya
Rendra segera beranjak karena dia sedang ditunggu Afi di ruangannya."Loh, mau kemana, Ren buru-buru amat?" tanya Haris.Rendra tak menjawab, ia berlalu begitu saja. Saat keluar menuju ruangannya ternyata Afi sudah di depan pintu rapat."Kenapa nggak nunggu Abang di ruangan Abang?" tanya Rendra lembut."Nggak papa, di ruangan Abang isinya buku semua. Afi bosan ingin keluar, pas keluar, eh … Abang dah selesai," ucap Afi sambil nyengir."Ok, ayo!" Rendra menggandeng Afi untuk keluar kantor. Haris dan Aldo yang baru keluar ruang rapat melihat Afi dan Rendra yang akan pergi."Ren! Fi?" panggil Haris. Aldo kaget melihat Afi yang di gandeng oleh Rendra. Aldo melihat Afi dengan tatapan rindunya. Kini mantan istrinya itu terlihat lebih cantik dan juga bahagia. Rendra berhenti dan menengok ke belakang. Haris dan Aldo menyusul langkah agar bisa bergabung dengan Rendra."Kenapa?" tanya Rendra dingin. Ia melirik ke Aldo, melihat tatapan Aldo yang berbeda pada Afi. Rendra mengeratkan pegangan Afi
Hari pernikahan sudah tinggal menunggu hari. H-3 sebelum akad, Afi yang sedang dipingit tak bisa lagi bisa berbicara maupun bertemu dengan Rendra. Renda berdiri di atas balkon rumahnya, menunggu hari pernikahannya amatlah terasa lama. Ia pandangi ponselnya yang sedari kemarin tak boleh ia sentuh. Rasanya baru sehari yang lalu ia dan Afi dipingit, tapi Rendra merasa sudah seperti seminggu ia tak bertemu.Rintik-rintik hujan seakan ikut menertawakan rasa rindunya pada wanitanya ini. Ingin rasanya mencoba menghubunginya tapi ia takut ketahuan Bunda karena menggagalkan ritual pingitannya.Dengan segenap keberanian karena tak sabar merindu, Rendra curi-curi kesempatan menghubungi Afi lewat video call.Di tempat lain, Afi yang mondar-mandir di dalam kamarnya dengan menggigit ujung kuku yang terasa ikut menemani kegelisahannya. Rindu akan suara Rendra dan kabarnya dari kemarin membuat ia tak bisa tidur. Ponsel Afi bergetar, nama Rendra terpampang di sana. Afi ingin mengangkatnya, tapi ragu
Idih, nih! Kayu putih buat diusapkan ke perut Abang. Masih sakit nggak?" ucap Afi."Nggak, lihat kamu sakit Abang langsung sembuh!" ucap Rendra membuat membuka mulutnya tak percaya."Abang bohong?" kesal Afi."Bohong demi bisa bertemu denganmu bukan hal yang tak dimaafkan kan?" rayu Rendra.Afi melipat kedua tangannya di dada dan membuang mukanya ke samping. Sebenarnya Afi juga sangat rindu, kedatangan Rendra malam ini membuat ia tak perlu kesusahan lagi tidur malam akibat tak mendengar ataupun melihat calon suaminya ini."Fi, jangan marah! Apa kamu nggak rindu Abang juga?" Afi tersenyum mendengar ucapan Rendra yang terdengar menyesal telah membohonginya.Afi menatap Rendra dan melihat kilat ketulusannya di sana."Afi rindu, tapi nggak harus bohong juga. Nanti kalau Abang beneran sakit gimana? Afi khawatir, Bang!" "Nggak, Abang nggak bakalan sakit kalau ada kamu. Justru beberapa hari tak bertemu dan mendengar suaramu, bikin Abang sakit jantung!""Kok sakit jantung?" tanya Afi heran.
Pagi hari, suasana di kamar Afi sudah mulai ramai. Nissa, Yuna, dan beberapa teman lainnya ikut heboh menyambut hari bahagia Afi dan Rendra. Walau akad jam sepuluh, tapi jam tujuh semua keluarga Rendra maupun Afi sudah datang. MUA yang merias Afi pun sudah datang, mereka sibuk mempersiapkan semua. Di seberang sana, Rendra yang juga sedang merasa gugup dan canggung berusaha tidak menampakkannya. Haris dan Ferdi yang menemaninya di kamar menggoda Rendra yang terlihat bo*oh dengan wajah anehnya itu."Nggak usah grogi, Bro! Anggap saja lagi live sing!" kelakar Ferdi.Rendra hanya mendelik kesal dan menatap dua sahabatnya ini dingin. "Bagaimana rasanya mau nikah? Enak? Selamat menikmati masa gugupmu!" imbuh Haris."Kalian jika hanya di sini untuk meledekku, baik keluar!" Rendra tahu yang dikatakan sahabatnya itu benar. Grogi, gugup, tentu saja. Ini baru pertama kalinya ia menikah, dan wajar saja ia merasakan ini semua.Haris dan Ferdi tertawa melihat wajah Rendra yang biasanya dingin itu
Rendra sudah baik mau menolongnya, jadi tak ada alasan baginya untuk membenci orang yang sudah banyak membantunya di masa sulitnya. Kini, perusahaan Aldo sudah kembali pulih atas bantuan Rendra.Dan dia tak ingin merusak kebahagiaan Afi dan juga Rendra. Sudah cukup ia melakukan banyak kejahatan dan dosa dulu, kini ia akan mengintrospeksi dirinya agar lebih baik."Kamu hebat, Al! Mami bangga, kamu sudah menjadi anak Mami yang kuat! Mami yakin, setelah ini kamu yang akan bahagia," ucap Mami sambil menepuk pundak Aldo pelan dan melihat pasangan pengantin di depan dengan tersenyum."Mami tak sedih?" tanya Aldo."Sedih kenapa? Mami malah terharu dan bahagia melihat Afi yang sudah bahagia di sana. Mungkin jodohnya denganmu hanya lima tahun saja, dan kamu juga pasti akan mendapatkan pengganti jodoh yang lebih baik." Semua acara hiburan dan juga sesi foto telah berlangsung. Banyak wajah-wajah tersenyum di sana, tak luput kedua lelaki yang berdiri di samping Nissa memperebutkan kameramen unt
Suasana yang masih ramai dan acara yang tak kunjung usai membuat Rendra ingin sekali menyudahi acara ini. Ia ingin segera tidur dengan memeluk istri yang kini ada di sampingnya."Bun, Rendra ke atas dulu ya! Rendra capek pengen istirahat!" ungkap Rendra pada Bunda Nilam."Masih banyak tamu, Ren. Nggak enak kalau di tinggal. Bentar lagi, paling satu jam lagi acara selesai. Kamu nggak sabar banget sih!" ejek Bunda sambil tersenyum."Kasihan Afi, Bun! Dia kayaknya lelah.""Kasihan Afi apa kamu?" Rendra hanya tersenyum malu telah ketahuan Bunda, tak sabar untuk mengajak Afi ke kamar."Ya udah sana. Bentar lagi kan juga pada pulang! Kasihan banget anak Bunda, udah mupeng gitu!" kelakar Bunda lepas disambut tatapan malu Rendra.Rendra lalu membisik di telinga Afi dan mengajaknya untuk ke atas. Afi yang merasa tak enak karena masih banyak tamu di sini membuat ia menolak keinginan Rendra untuk istirahat lebih dulu."Bang, nggak enak! Masih banyak tamu masa di tinggal?" Rendra yang sudah tak s
Rendra mencium perut besar Afi, sekarang usia kandungannya memasuki sembilan bulan."Kamu pasti lelah bnget ya, Fi! Ibu jadi ikut merasakan kehamilan kamu. Kamu harus berhati-hati, usia kehamilan sudah tinggal menunggu hari. Kalau ada sedikit rasa tak nyaman, bilang sama Rendra. Biar dia siap siaga membawa ke rumah sakit," ucap Bunda khawatir melihat perut Afi yang terlihat begah."Nggak usah Bunda bilang, Rendra selalu siap siaga 24 jam. Cuma Afi yang dibilangin suka ngeyel mau ngelakuin pekerjaan rumah, besok kita cek up ke dokter lagi. Biar tahu kondisimu setiap hari," ucap Rendra tegas."Nissa kan ada, ngapain ke dokter," sanggah Afi."Ya Mungkin Kak Rendra mau cari dokter ahli yang lain, dia nggak yakin kayaknya sama keahlian adiknya ini," sahut Nissa yang baru datang dari luar bersama Vino.Ditatapnya aneh lelaki yang bersama Nissa, membuat Vino merasa canggung."Nis, udah acara pestanya?" tanya Afi."Nggak jadi, udah nggak mood pergi ke sana. Vin, lo pulang aja gih! Kakak gue s
Sejak kehamilannya, Rendra menjadi sedikit cerewet. Afi yang hanya ingin sekedar membantu Bunda nilam memasak, ia pun melarangnya. "Bang, Afi bosan! Boleh ya, ikut Bunda bikin cake! Pengen buat yang spesial buat Abang!" ucap Afi merengek pada Rendra yang sedang sibuk memeriksa berkasnya di ruang keluarga. Biasanya ia akan bekerja di ruang kerja khusus miliknya. Namun sekarang ia menjadi overprotektif dengan Afi mengingat istrinya sedang mengandung dua buah hati sekaligus."Nggak usah bikin cake spesial. Kamu aja udah spesial untuk Abang, sini! Duduk dekat Abang," ucap Rendra sambil menepuk sofa di sebelahnya.Afi melengos dan memilih mengalah dan duduk di samping suaminya."Abang ini, nggak di mana-mana fokus kerja terus! Begitu dibilang sayang! Huft!" Afi kesal karena dari tadi suaminya tak melihatnya dan masih sibuk dengan laptop dan kertas yang ada di depannya. Rendra melirik Afi yang membuang mukanya jengkel, dan Rendra memilih menyingkirkan semua pekerjaannya dan mencium pipi is
Afi menatap Rendra dengan binar bahagia, begitu juga Rendra. Afi diperiksa dokter Elsa lewat monitoring USG di perutnya. Tampak jelas di sana gumpalan yang masih sangat kecil."Wah, janinnya ada dua. Kemungkinan kembar, Bu!" Rendra yang di samping Afi mendampingi dan melihat gambar anaknya tersenyum bahagia. Dia mencium kening Afi tanpa malu di depan dokter Elsa."Bang!" Afi melirik Dokter Elsa yang tampak senang dengan perlakuan Rendra padanya yang sangat manis.Setelah USG kelihatan, dokter menganalisis umur dan juga jadwal persalinan untuk Afi."Kandungan Bu Nafisah memasuki minggu ke enam. Dan kondisi kehamilan sangat rentan untuk banyak beraktivitas berat. Sebaiknya, Ibu istirahat dan mengurangi aktivitas agar tak terlalu lelah. Apa Ibu mengalami gejala ngidam?" tanya Dokter Elsa."Nggak Dok, sepertinya suami saya yang nyidam. Dia kalau pagi suka pusing, dan sekarang lebih menyukai di dekat saya. Seperti ini!" Afi menunjuk suaminya, dan Rendra mendelik kesal."Hahaha, kalian lu
"Fi, Abang lapar! Kita cari makanan yuk!" ucap Rendra saat sedang berbaring di kasur dengan Afi."Malam-malam pengen makan? Abang nggak salah? Apa Afi masak lagi aja di dapur?" Afi memandang jam di dinding, padahal sekarang pukul sepuluh malam. Tetapi suaminya ingin makan di luar. "Nggak usah masak, Abang pengennya makan di luar bareng kamu." Pernikahan Afi dan Rendra sudah berjalan hampir lima bulan, dan akhir-akhir ini Rendra memang kelihatan aneh. Dia yang biasanya dingin, berubah sangat manja dan suka sekali mencium rambut Afi yang baru saja keramas."Besok saja ya, Bang!" bujuk Afi.Dengan wajah kecewanya, Rendra menekuk wajahnya dan berbalik memunggungi Afi. Afi yang melihat tingkah lucu suaminya, mencubit pipinya pelan."Abang kayak wanita lagi datang bulan, suka ngambek. Dan keinginan Abang yang aneh seperti wanita ngidam. Apa mungkin Abang ngidam?" ucap Afi terkikik geli.Rendra kembali berbalik badan menghadap Afi. "Kamu terakhir datang bulan kapan?" tanya Rendra serius.
Pipi Afi merona karena malu, ia menghabiskan malam ini dengan pesta dansa yang amat membuat malam begitu indah."Dan kamu, harus membayar mahal nanti malam dengan ku, Sayang!" Rendra membisikan kalimat yang membuat Afi begitu merinding. Rendra, lelaki normal yang sedang di mabuk asmara. Gelora cintanya pada Afi, membuat ia semangat sekali untuk menggoda Afi dan membuatnya salah tingkah.Afi kaget ketika melihat Nissa dan juga Yuna dengan seorang lelaki dan mereka juga ikut berdansa. "Mereka memaksa minta ikut, katanya ingin menikmati suasana Bali yang indah. Namun, jangan khawatir. Mereka tak akan menginap di resort ini, mereka akan menginap di hotel keluarga Dirgantara. Jadi, kita nggak ada yang bisa ganggu!" goda Rendra membuat pipi Afi kembali bersemu merah. Ternyata ia tahu, jika dirinya kaget melihat kehadiran Nissa dan Yuna.*Malam ini, dansa dan pesta kembang api digelar. Di luar resort, semua tamu menikmati indahnya bintang dan juga kembang api yang meriah. Banyak kekaguman
Malam ini Rendra mengajak Afi berbulan madu ke Bali. Rendra menutup mata istrinya dengan kain penutup agar ia sukses dalam memberikan kejutan. Afi dan Rendra sampai di Bali, tepatnya resort Stary angel milik istrinya."Apa sih, Bang? Afi penasaran banget!"Rendra mengajak Afi berjalan dan berhenti tepat di depan Resort. Semua orang yang diperintahkan Rendra sudah siap dengan tugas masing-masing. Mereka sampai di resort malam hari, membuat suasana begitu sangat romantis.Rendra memberikan aba-aba pada semua orang dan ia membuka penutup mata Afi perlahan."Sudah boleh buka mata?" tanya Afi. "Sudah! Dan lihatlah, Sayang!" Afi membuka matanya dan terkejut dengan surprise yang di buat suaminya. Karpet permadani merah dan juga bunga mawar putih kesukaannya, berjejer rapi di setiap pinggir jalan menuju pintu masuk resort. Beberapa orang yang tampak berseragam melebarkan senyum dan menunduk hormat."Suka?" tanya Rendra."Suka banget! Makasih, Bang!" jawab Afi tersenyum riang."Ini belum seb
"Kenapa melihat Abang seperti itu? Abang memang tampan," ucapnya percaya diri."Tampan tapi mes*um!" ucapku asal. Kami keluar kamar hotel dan mengetuk pintu kamar Nissa. Ia juga telah siap dari tadi. "Cie, pengantin baru. Seger amat! Habis berapa ronde tadi malam?" goda Nissa membuatku sedikit malu."Dek, kamu jadi ikut pulang nggak! Cepat! Abang tunggu di bawah," ucap Bang Rendra dingin."Yuna mana, Niss?" tanyaku karena tak melihat Yuna."Dia di jemput sama cowoknya tadi," ucapnya."Kamu nggak dijemput cowokmu?" ledekku membuat ia mencebikkan bibirnya."Ya iya, yang sudah laku. Sombong amat!" sahutnya dengan nada kesal.Aku, Nissa, dan Bang Rendra pulang ke rumah Bunda. Kami akan berkumpul bersama keluarga besar."Di sana nanti ada Haris juga, Bang?" tanyaku melirik Nissa. Ia tampak tak suka ketika aku menyebut nama Haris. Aku tahu, Nissa masih marah dengan Haris dan Nissa bukan wanita yang mudah memaafkan sepertiku."Mungkin. Tapi kalau dia sadar diri, seharusnya nggak usah datan
Pov Afi"Pagi, Sayang!" ucap lelaki di sampingku yang sah bergelar menjadi suami. Rendra mencium pipiku dan mengusap rambutku perlahan. Aku yang baru tidur diperlakukan suamiku dengan hangat membuat hatiku berbunga-bunga."Bang! Jam berapa ini? Aku kesiangan ya?" ucapku mengucek mataku mengedarkan pandangan ke dinding. Jam menunjukkan pukul setengah lima pagi."Nggak, Sayang! Tapi kalau kamu mau nambah lagi, kita kesiangan!" godanya. Senyum genitnya membuatku mencubit lengannya. Suamiku hanya terkekeh pelan. Senyum yang jarang ia tampakkan pada semua orang, kini bahkan sangat mudah aku dapatkan.Aku melemaskan ototku, semalam bahkan Bang Rendra sangat membuatku kelelahan. "Mandi dulu, Sayang! Atau mau Abang mandikan?" ucap Bang Rendra menaik turunkan alisnya. Genit! Aku hendak berdiri dan pergi ke kamar mandi tapi Bang Rendra malah mengangkat tubuhku hingga aku kaget."Bang! Aku bisa mandi sendiri!" ucapku meminta turun. Namun, bang Rendra hanya tersenyum dan meletakkanku di bathub ya
Sholat jamaah selesai, Afi mendekati Rendra dan meminta salim padanya lalu mencium punggung tangan suaminya . Rendra sangat senang dengan status barunya kini sebagai suami. Rendra mencium pucuk kepala Afi sambil melafadzkan doa."Allohuma innii as aluka khayraha wa khayra wa jabaltahaa 'alaihi wa a'uudzibika min syarriha wa min syarri maa jabaltahaa 'alaihi.Ya Allah, limpahkanlah keberkahan dalam rumah tangga kami. Turunkanlah rasa cinta di hati kami berdua. Cinta yang senantiasa menambah kecintaan kami kepada-Mu.""Aamiin." Setelah melafalkan doa dan mencium kening Afi, Rendra kini duduk bersila menghadap sang istri. Dipandanginya wajah cantik nan sholeh yang kini sudah sah menjadi istrinya ini. Afi yang merasa malu dipandang suaminya, memilih melepas mukena dan melipatnya."Udah Bang, lihatinya!" ucap Afi salah tingkah. Ia hendak berdiri untuk menaruh mukena yang tadi ia pakai ke dalam lemari. Rendra masih menatap Afi, membuat Afi memilih tiduran di ranjangnya.Rendra berdiri dan