Hari ini seminggu sudah Aldo berada di Palembang. Ia tak dapat pulang ke Surabaya karena Mami dan Papi yang saat ini masih terbaring di rumah sakit. Mereka juga tak dapat dipindahkan ke Surabaya karena kondisi yang benar-benar kritis.Semalam Aldo tak dapat tidur dengan nyenyak. Selain ia sedang di rumah sakit, ia juga selalu memimpikan Afi beberapa hari belakangan. Aldo beberapa kali mencoba menghubungi Afi, tapi nomornya tidak aktif. Sejak kepergiannya dari rumah, Afi benar-benar memutus komunikasi dan menghilang bak ditelan bumi.Aldo tak mungkin menanyakan pada Alin mengenai keberadaan Afi, ia berpikir keras siapa orang yang dapat dimintai bantuan. Tiba-tiba ia teringat dengan Haris, dan Aldo berniat meminta bantuan padanya. Haris satu-satunya orang yang tau masalah rumah tangganya sekarang. Ia meraih ponsel di sakunya dan mencoba menghubungi Haris."Hallo, assalamualaikum, Ris.""Waalaikumsalam, Kenapa, Al?" "Kamu sibuk?""Lumayan, kenapa?""Aku mau minta tolong padamu, carikan
Setelah dua sidang terlewati, kini sidang putusan Akhir di buka.Afi yang menghadiri persidangan dengan Nissa merasakan kegugupannya. Lagi-lagi Aldo tak menampakan kehadirannya membuat Afi begitu tampak murung. Suaminya itu benar-benar ingin segera berpisah darinya, Afi kembali meneteskan air matanya."Sudah, Fi! Nggak usah menagisi lelaki tak bertanggung jawab itu. Kita fokus mendengarkan hasil sidang saja," ucap Nissa.Afi menghapus air matanya dengan tisu dan kembali membetulkan posisi duduknya di hadapan majelis hakim. Serasa dunia akan runtuh, ketika palu majelis hakim menyetujui gugatan perceraiannya terdengar keras di telinga Afi. Dan hari ini ia benar-benar sudah berubah status menjadi janda. Afi memeluk Nissa erat dan tergugu di pelukan sahabatnya itu."Kamu kuat, Fi! Kamu bisa lewati ini semua," ucap Nissa. Beruntung Rendra ada pertemuan di Singapura sehingga ia tak perlu melihat Afi yang sedang sangat rapuh iniSetelah sidang berakhir, Afi dan Nissa memutuskan kembali ke ap
Afi merasa bingung, ia mondar mandir di dalam apartemennya dengan sesekali menggigit kukunya karena ia merasa tak bisa mengambil keputusan. Di samping ia enggan jika bertemu Mami ia juga malas bertemu Aldo, mantan suaminya.Afi mengambil ponselnya hendak bertanya saran pada Rendra, siapa tahu di punya solusi atas kebimbangannya kali ini. Walau terkadang omongannya menyebalkan, namun solusinya terkadang sangat berguna untuk di pertimbangkan.Panggilan berdering, dan suara khas Rendra terdengar sangat datar di telinga Afi. Biasa, Rendra memang begitu karakternya. Afi tak terlalu takut jika mendengar ucapannya kini, karena ia sudah terbiasa."Assalamualaikum," salam Afi gugup."Waalaikumsalam," jawab Rendra."Lagi ngapain, Bang?" tanya Afi basa-basi. Ia takut jika Rendra sedang sibuk dan mengganggu pekerjaannya."Kenapa?""Sibuk nggak?"tanya Afi kesal. Bukannya menjawab pertanyaan nya malah ia balik bertanya."Kalau hanya bertanya aku sedang apa, sudah makan belum, lagi sama siapa, aku s
Saat menuju rumah sakit Afi melupakan ponselnya yang masih ia charge di kamar, ia akan putar balik untuk mengambil ponsel yang tertinggal."Pak, Rumah Sakit Bunga Harapan masih jauh nggak dari sini?" tanya Afi pada supir taksi yang ia tumpangi."Itu di depan, Neng, kita sudah sampai! Kenapa, Neng? Ada yang ketinggalan?" tanya supir itu."Ponsel saya yang tertinggal, Pak! Tapi karena sudah di depan, baik kita nggak usah balik. Tadi nya kalau jauh aku mau ambil, sekarang sudah sampai. Aku turun di sini saja," ucap Afi ramah."Baik, Non!" Afi menyerahkan uang pembayaran taksi dan turun di depan rumah sakit tempat Papi dirawat. Afi mampir di sebuah toko buah dan bubur di sekitar sana untuk ia bawa menuju rumah sakit.Afi mengatur nafasnya yang mulai tak beraturan, ia berharap tak ada kejadian buruk yang terjadi di sana.Kaki melangkah menuju ruang informasi dan menanyakan kamar tempat Papi dirawat. Setelah mengetahuinya Afi berjalan menuju kamar mertuanya. Langkahnya terhenti saat sudah d
Afi memilih pulang ke Surabaya sendiri. Tadinya Aldo memaksanya untuk ikut dengannya pulang, Tapi Afi menolak dengan alasan malas bertemu Alin. Suasana sedang berduka membuat Afi tak ingin berdebat dengan Aldo dan berjanji akan menemuinya nanti saat pemakaman Papi di Surabaya. Afi sebenarnya hanya menghindar membicarakan perihal pribadi dahulu karena merasa tak enak dengan Mami.Sejak kedatangan Afi, Mami sama sekali tak berbicara dengannya. Mungkin ia benar-benar terluka akibat semua peristiwa yang terjadi begitu cepat. Jika semua bisa di putar kembali, Mami sama sekali tak akan meminta Papi untuk memilih karena sudah pasti Papi akan memilih dirinya. Papi sudah pernah berjanji tak akan meninggalkannya apapun itu.Sari, istri pertama Papi yang meninggalkannya karena waktu itu kondisi ekonomi Papi yang tidak mennentu. Mami adalah istri ketiga setelah istri kedua meninggal akibat kecelakaan yang menimpanya. Trauma kehilangan dua istrinya membuat Papi sangat menyayangi Mami, bagaimana pu
"Ayo, jangan lama! Bukankah kau tidak ingin terlambat? Kita bisa beristirahat sebelum besok menghadiri pemakaman Papimu." Afi menghapus air matanya dan beranjak dari tempatnya untuk berkemas pulang.Afi lega Rendra tak jadi memarahinya karena lupa tak memberi kabar kepergiannya. Afi tak tahu kenapa ia harus menuruti ucapannya, hati kecilnya mengatakan jika Rendra tulus ingin membantunya saat ini dan ia melakukan ini semua karena ia menganggapnya sebagai adiknya. Mengingat Nissa adalah adik yang sangat ia sayangi. Pasti Nissa menghubungi Rendra karena merasa khawatir ponselnya tak dapat di hubungi. Afi tidak pernah berfikir jika Rendra menaruh hati padanya, ia belum berpikir sejauh itu karena dirinya masih dalam masa iddah dan juga belum membuka hatinya untuk siapapun.Masa iddah merupakan waktu tunggu untuk perempuan sebelum menikah lagi. Artinya dalam masa iddah tersebut dilarang menikah kembali hingga masa tersebut selesai. Masa iddah wanita yang tidak hamil dan ditinggal mati sua
Aldo membawa jenazah Papi pulang ke Surabaya. Perasaannya benar-benar terpukul, melihat sosok panutan yang selama ini selalu menasehatinya sudah pergi untuk selamanya. Aldo melihat Mami yang sempat pingsan karena begitu shock dan juga Afi yang sama terpukulnya dengan dirinya. Kehilangan seseorang yang baik merupakan pukulan telak bagi orang-orang di sekitarnya.Aldo meminta Afi untuk pulang bersamanya mengantarkan jenazah Papi ke Surabaya, tapi dia menolak. Aldo merasa kecewa tadinya, namun ia berjanji akan menyusulnya ke pemakaman nanti. Akhirnya dengan berat hati Aldo mengiyakan keinginan Afi. Aldo tahu itu bukan waktunya ia berdebat dengan Afi karena suasana yang sedang berkabung. Biarlah nanti ia akan berbicara pada Afi selepas semuanya selesai.Aldo menelpon Alin mengabarkan bahwa Papi meninggal, dia pun sama terkejutnya dengan Aldo. Aldo meminta Alin menguruskan persiapan di sana menyambut jenazah Papi yang sebentar lagi akan tiba di rumahnya.Sepanjang perjalanan Aldo selalu me
"Bukan begitu, seharusnya kamu bilang sama Mas dulu. Biar_" "Biar apa? Biar kamu bisa rujuk terus pamer sama aku, mesra-mesra sama dia di depan aku, begitu? Kamu kenapa sih, Yank? Selalu segitunya banget sama Mbak Afi. Bukannya dari jauh dan lama nggak ketemu aku kamu nanyain gimana kabar aku, bayi aku, pekerjaanku, ini malah yang ditanyakan Mbak Afi!" Alin hendak keluar meninggalkan kamar namun Aldo menarik tangannya dan memeluknya."Maafkan, Mas ya! Mas sangat syok mendengar kabar perpisahan Mas dengan Afi. Kamu nggak usah marah begitu. Lalu bagaimana keadaanmu, pekerjaan kamu, dan kabar anak kita?" tanya Aldo."Basi! Pasti kamu menyesal dengan perpisahan dengan wanita yang kamu cintai itu," ucap Alin sebal."Menyesali yang sudah terjadi tak ada gunanya! Baiklah. Mas minta Maaf, ya, jangan marah-marah nanti cantiknya hilang! Ayo kita temui jamaah yang akan baca yasin buat Almarhum Papi. Kamu ganti pakaianmu, Mas tunggu di depan." Alin tersenyum mengangguk dan Aldo keluar kamar untu
Rendra mencium perut besar Afi, sekarang usia kandungannya memasuki sembilan bulan."Kamu pasti lelah bnget ya, Fi! Ibu jadi ikut merasakan kehamilan kamu. Kamu harus berhati-hati, usia kehamilan sudah tinggal menunggu hari. Kalau ada sedikit rasa tak nyaman, bilang sama Rendra. Biar dia siap siaga membawa ke rumah sakit," ucap Bunda khawatir melihat perut Afi yang terlihat begah."Nggak usah Bunda bilang, Rendra selalu siap siaga 24 jam. Cuma Afi yang dibilangin suka ngeyel mau ngelakuin pekerjaan rumah, besok kita cek up ke dokter lagi. Biar tahu kondisimu setiap hari," ucap Rendra tegas."Nissa kan ada, ngapain ke dokter," sanggah Afi."Ya Mungkin Kak Rendra mau cari dokter ahli yang lain, dia nggak yakin kayaknya sama keahlian adiknya ini," sahut Nissa yang baru datang dari luar bersama Vino.Ditatapnya aneh lelaki yang bersama Nissa, membuat Vino merasa canggung."Nis, udah acara pestanya?" tanya Afi."Nggak jadi, udah nggak mood pergi ke sana. Vin, lo pulang aja gih! Kakak gue s
Sejak kehamilannya, Rendra menjadi sedikit cerewet. Afi yang hanya ingin sekedar membantu Bunda nilam memasak, ia pun melarangnya. "Bang, Afi bosan! Boleh ya, ikut Bunda bikin cake! Pengen buat yang spesial buat Abang!" ucap Afi merengek pada Rendra yang sedang sibuk memeriksa berkasnya di ruang keluarga. Biasanya ia akan bekerja di ruang kerja khusus miliknya. Namun sekarang ia menjadi overprotektif dengan Afi mengingat istrinya sedang mengandung dua buah hati sekaligus."Nggak usah bikin cake spesial. Kamu aja udah spesial untuk Abang, sini! Duduk dekat Abang," ucap Rendra sambil menepuk sofa di sebelahnya.Afi melengos dan memilih mengalah dan duduk di samping suaminya."Abang ini, nggak di mana-mana fokus kerja terus! Begitu dibilang sayang! Huft!" Afi kesal karena dari tadi suaminya tak melihatnya dan masih sibuk dengan laptop dan kertas yang ada di depannya. Rendra melirik Afi yang membuang mukanya jengkel, dan Rendra memilih menyingkirkan semua pekerjaannya dan mencium pipi is
Afi menatap Rendra dengan binar bahagia, begitu juga Rendra. Afi diperiksa dokter Elsa lewat monitoring USG di perutnya. Tampak jelas di sana gumpalan yang masih sangat kecil."Wah, janinnya ada dua. Kemungkinan kembar, Bu!" Rendra yang di samping Afi mendampingi dan melihat gambar anaknya tersenyum bahagia. Dia mencium kening Afi tanpa malu di depan dokter Elsa."Bang!" Afi melirik Dokter Elsa yang tampak senang dengan perlakuan Rendra padanya yang sangat manis.Setelah USG kelihatan, dokter menganalisis umur dan juga jadwal persalinan untuk Afi."Kandungan Bu Nafisah memasuki minggu ke enam. Dan kondisi kehamilan sangat rentan untuk banyak beraktivitas berat. Sebaiknya, Ibu istirahat dan mengurangi aktivitas agar tak terlalu lelah. Apa Ibu mengalami gejala ngidam?" tanya Dokter Elsa."Nggak Dok, sepertinya suami saya yang nyidam. Dia kalau pagi suka pusing, dan sekarang lebih menyukai di dekat saya. Seperti ini!" Afi menunjuk suaminya, dan Rendra mendelik kesal."Hahaha, kalian lu
"Fi, Abang lapar! Kita cari makanan yuk!" ucap Rendra saat sedang berbaring di kasur dengan Afi."Malam-malam pengen makan? Abang nggak salah? Apa Afi masak lagi aja di dapur?" Afi memandang jam di dinding, padahal sekarang pukul sepuluh malam. Tetapi suaminya ingin makan di luar. "Nggak usah masak, Abang pengennya makan di luar bareng kamu." Pernikahan Afi dan Rendra sudah berjalan hampir lima bulan, dan akhir-akhir ini Rendra memang kelihatan aneh. Dia yang biasanya dingin, berubah sangat manja dan suka sekali mencium rambut Afi yang baru saja keramas."Besok saja ya, Bang!" bujuk Afi.Dengan wajah kecewanya, Rendra menekuk wajahnya dan berbalik memunggungi Afi. Afi yang melihat tingkah lucu suaminya, mencubit pipinya pelan."Abang kayak wanita lagi datang bulan, suka ngambek. Dan keinginan Abang yang aneh seperti wanita ngidam. Apa mungkin Abang ngidam?" ucap Afi terkikik geli.Rendra kembali berbalik badan menghadap Afi. "Kamu terakhir datang bulan kapan?" tanya Rendra serius.
Pipi Afi merona karena malu, ia menghabiskan malam ini dengan pesta dansa yang amat membuat malam begitu indah."Dan kamu, harus membayar mahal nanti malam dengan ku, Sayang!" Rendra membisikan kalimat yang membuat Afi begitu merinding. Rendra, lelaki normal yang sedang di mabuk asmara. Gelora cintanya pada Afi, membuat ia semangat sekali untuk menggoda Afi dan membuatnya salah tingkah.Afi kaget ketika melihat Nissa dan juga Yuna dengan seorang lelaki dan mereka juga ikut berdansa. "Mereka memaksa minta ikut, katanya ingin menikmati suasana Bali yang indah. Namun, jangan khawatir. Mereka tak akan menginap di resort ini, mereka akan menginap di hotel keluarga Dirgantara. Jadi, kita nggak ada yang bisa ganggu!" goda Rendra membuat pipi Afi kembali bersemu merah. Ternyata ia tahu, jika dirinya kaget melihat kehadiran Nissa dan Yuna.*Malam ini, dansa dan pesta kembang api digelar. Di luar resort, semua tamu menikmati indahnya bintang dan juga kembang api yang meriah. Banyak kekaguman
Malam ini Rendra mengajak Afi berbulan madu ke Bali. Rendra menutup mata istrinya dengan kain penutup agar ia sukses dalam memberikan kejutan. Afi dan Rendra sampai di Bali, tepatnya resort Stary angel milik istrinya."Apa sih, Bang? Afi penasaran banget!"Rendra mengajak Afi berjalan dan berhenti tepat di depan Resort. Semua orang yang diperintahkan Rendra sudah siap dengan tugas masing-masing. Mereka sampai di resort malam hari, membuat suasana begitu sangat romantis.Rendra memberikan aba-aba pada semua orang dan ia membuka penutup mata Afi perlahan."Sudah boleh buka mata?" tanya Afi. "Sudah! Dan lihatlah, Sayang!" Afi membuka matanya dan terkejut dengan surprise yang di buat suaminya. Karpet permadani merah dan juga bunga mawar putih kesukaannya, berjejer rapi di setiap pinggir jalan menuju pintu masuk resort. Beberapa orang yang tampak berseragam melebarkan senyum dan menunduk hormat."Suka?" tanya Rendra."Suka banget! Makasih, Bang!" jawab Afi tersenyum riang."Ini belum seb
"Kenapa melihat Abang seperti itu? Abang memang tampan," ucapnya percaya diri."Tampan tapi mes*um!" ucapku asal. Kami keluar kamar hotel dan mengetuk pintu kamar Nissa. Ia juga telah siap dari tadi. "Cie, pengantin baru. Seger amat! Habis berapa ronde tadi malam?" goda Nissa membuatku sedikit malu."Dek, kamu jadi ikut pulang nggak! Cepat! Abang tunggu di bawah," ucap Bang Rendra dingin."Yuna mana, Niss?" tanyaku karena tak melihat Yuna."Dia di jemput sama cowoknya tadi," ucapnya."Kamu nggak dijemput cowokmu?" ledekku membuat ia mencebikkan bibirnya."Ya iya, yang sudah laku. Sombong amat!" sahutnya dengan nada kesal.Aku, Nissa, dan Bang Rendra pulang ke rumah Bunda. Kami akan berkumpul bersama keluarga besar."Di sana nanti ada Haris juga, Bang?" tanyaku melirik Nissa. Ia tampak tak suka ketika aku menyebut nama Haris. Aku tahu, Nissa masih marah dengan Haris dan Nissa bukan wanita yang mudah memaafkan sepertiku."Mungkin. Tapi kalau dia sadar diri, seharusnya nggak usah datan
Pov Afi"Pagi, Sayang!" ucap lelaki di sampingku yang sah bergelar menjadi suami. Rendra mencium pipiku dan mengusap rambutku perlahan. Aku yang baru tidur diperlakukan suamiku dengan hangat membuat hatiku berbunga-bunga."Bang! Jam berapa ini? Aku kesiangan ya?" ucapku mengucek mataku mengedarkan pandangan ke dinding. Jam menunjukkan pukul setengah lima pagi."Nggak, Sayang! Tapi kalau kamu mau nambah lagi, kita kesiangan!" godanya. Senyum genitnya membuatku mencubit lengannya. Suamiku hanya terkekeh pelan. Senyum yang jarang ia tampakkan pada semua orang, kini bahkan sangat mudah aku dapatkan.Aku melemaskan ototku, semalam bahkan Bang Rendra sangat membuatku kelelahan. "Mandi dulu, Sayang! Atau mau Abang mandikan?" ucap Bang Rendra menaik turunkan alisnya. Genit! Aku hendak berdiri dan pergi ke kamar mandi tapi Bang Rendra malah mengangkat tubuhku hingga aku kaget."Bang! Aku bisa mandi sendiri!" ucapku meminta turun. Namun, bang Rendra hanya tersenyum dan meletakkanku di bathub ya
Sholat jamaah selesai, Afi mendekati Rendra dan meminta salim padanya lalu mencium punggung tangan suaminya . Rendra sangat senang dengan status barunya kini sebagai suami. Rendra mencium pucuk kepala Afi sambil melafadzkan doa."Allohuma innii as aluka khayraha wa khayra wa jabaltahaa 'alaihi wa a'uudzibika min syarriha wa min syarri maa jabaltahaa 'alaihi.Ya Allah, limpahkanlah keberkahan dalam rumah tangga kami. Turunkanlah rasa cinta di hati kami berdua. Cinta yang senantiasa menambah kecintaan kami kepada-Mu.""Aamiin." Setelah melafalkan doa dan mencium kening Afi, Rendra kini duduk bersila menghadap sang istri. Dipandanginya wajah cantik nan sholeh yang kini sudah sah menjadi istrinya ini. Afi yang merasa malu dipandang suaminya, memilih melepas mukena dan melipatnya."Udah Bang, lihatinya!" ucap Afi salah tingkah. Ia hendak berdiri untuk menaruh mukena yang tadi ia pakai ke dalam lemari. Rendra masih menatap Afi, membuat Afi memilih tiduran di ranjangnya.Rendra berdiri dan