Setelah dua sidang terlewati, kini sidang putusan Akhir di buka.Afi yang menghadiri persidangan dengan Nissa merasakan kegugupannya. Lagi-lagi Aldo tak menampakan kehadirannya membuat Afi begitu tampak murung. Suaminya itu benar-benar ingin segera berpisah darinya, Afi kembali meneteskan air matanya."Sudah, Fi! Nggak usah menagisi lelaki tak bertanggung jawab itu. Kita fokus mendengarkan hasil sidang saja," ucap Nissa.Afi menghapus air matanya dengan tisu dan kembali membetulkan posisi duduknya di hadapan majelis hakim. Serasa dunia akan runtuh, ketika palu majelis hakim menyetujui gugatan perceraiannya terdengar keras di telinga Afi. Dan hari ini ia benar-benar sudah berubah status menjadi janda. Afi memeluk Nissa erat dan tergugu di pelukan sahabatnya itu."Kamu kuat, Fi! Kamu bisa lewati ini semua," ucap Nissa. Beruntung Rendra ada pertemuan di Singapura sehingga ia tak perlu melihat Afi yang sedang sangat rapuh iniSetelah sidang berakhir, Afi dan Nissa memutuskan kembali ke ap
Afi merasa bingung, ia mondar mandir di dalam apartemennya dengan sesekali menggigit kukunya karena ia merasa tak bisa mengambil keputusan. Di samping ia enggan jika bertemu Mami ia juga malas bertemu Aldo, mantan suaminya.Afi mengambil ponselnya hendak bertanya saran pada Rendra, siapa tahu di punya solusi atas kebimbangannya kali ini. Walau terkadang omongannya menyebalkan, namun solusinya terkadang sangat berguna untuk di pertimbangkan.Panggilan berdering, dan suara khas Rendra terdengar sangat datar di telinga Afi. Biasa, Rendra memang begitu karakternya. Afi tak terlalu takut jika mendengar ucapannya kini, karena ia sudah terbiasa."Assalamualaikum," salam Afi gugup."Waalaikumsalam," jawab Rendra."Lagi ngapain, Bang?" tanya Afi basa-basi. Ia takut jika Rendra sedang sibuk dan mengganggu pekerjaannya."Kenapa?""Sibuk nggak?"tanya Afi kesal. Bukannya menjawab pertanyaan nya malah ia balik bertanya."Kalau hanya bertanya aku sedang apa, sudah makan belum, lagi sama siapa, aku s
Saat menuju rumah sakit Afi melupakan ponselnya yang masih ia charge di kamar, ia akan putar balik untuk mengambil ponsel yang tertinggal."Pak, Rumah Sakit Bunga Harapan masih jauh nggak dari sini?" tanya Afi pada supir taksi yang ia tumpangi."Itu di depan, Neng, kita sudah sampai! Kenapa, Neng? Ada yang ketinggalan?" tanya supir itu."Ponsel saya yang tertinggal, Pak! Tapi karena sudah di depan, baik kita nggak usah balik. Tadi nya kalau jauh aku mau ambil, sekarang sudah sampai. Aku turun di sini saja," ucap Afi ramah."Baik, Non!" Afi menyerahkan uang pembayaran taksi dan turun di depan rumah sakit tempat Papi dirawat. Afi mampir di sebuah toko buah dan bubur di sekitar sana untuk ia bawa menuju rumah sakit.Afi mengatur nafasnya yang mulai tak beraturan, ia berharap tak ada kejadian buruk yang terjadi di sana.Kaki melangkah menuju ruang informasi dan menanyakan kamar tempat Papi dirawat. Setelah mengetahuinya Afi berjalan menuju kamar mertuanya. Langkahnya terhenti saat sudah d
Afi memilih pulang ke Surabaya sendiri. Tadinya Aldo memaksanya untuk ikut dengannya pulang, Tapi Afi menolak dengan alasan malas bertemu Alin. Suasana sedang berduka membuat Afi tak ingin berdebat dengan Aldo dan berjanji akan menemuinya nanti saat pemakaman Papi di Surabaya. Afi sebenarnya hanya menghindar membicarakan perihal pribadi dahulu karena merasa tak enak dengan Mami.Sejak kedatangan Afi, Mami sama sekali tak berbicara dengannya. Mungkin ia benar-benar terluka akibat semua peristiwa yang terjadi begitu cepat. Jika semua bisa di putar kembali, Mami sama sekali tak akan meminta Papi untuk memilih karena sudah pasti Papi akan memilih dirinya. Papi sudah pernah berjanji tak akan meninggalkannya apapun itu.Sari, istri pertama Papi yang meninggalkannya karena waktu itu kondisi ekonomi Papi yang tidak mennentu. Mami adalah istri ketiga setelah istri kedua meninggal akibat kecelakaan yang menimpanya. Trauma kehilangan dua istrinya membuat Papi sangat menyayangi Mami, bagaimana pu
"Ayo, jangan lama! Bukankah kau tidak ingin terlambat? Kita bisa beristirahat sebelum besok menghadiri pemakaman Papimu." Afi menghapus air matanya dan beranjak dari tempatnya untuk berkemas pulang.Afi lega Rendra tak jadi memarahinya karena lupa tak memberi kabar kepergiannya. Afi tak tahu kenapa ia harus menuruti ucapannya, hati kecilnya mengatakan jika Rendra tulus ingin membantunya saat ini dan ia melakukan ini semua karena ia menganggapnya sebagai adiknya. Mengingat Nissa adalah adik yang sangat ia sayangi. Pasti Nissa menghubungi Rendra karena merasa khawatir ponselnya tak dapat di hubungi. Afi tidak pernah berfikir jika Rendra menaruh hati padanya, ia belum berpikir sejauh itu karena dirinya masih dalam masa iddah dan juga belum membuka hatinya untuk siapapun.Masa iddah merupakan waktu tunggu untuk perempuan sebelum menikah lagi. Artinya dalam masa iddah tersebut dilarang menikah kembali hingga masa tersebut selesai. Masa iddah wanita yang tidak hamil dan ditinggal mati sua
Aldo membawa jenazah Papi pulang ke Surabaya. Perasaannya benar-benar terpukul, melihat sosok panutan yang selama ini selalu menasehatinya sudah pergi untuk selamanya. Aldo melihat Mami yang sempat pingsan karena begitu shock dan juga Afi yang sama terpukulnya dengan dirinya. Kehilangan seseorang yang baik merupakan pukulan telak bagi orang-orang di sekitarnya.Aldo meminta Afi untuk pulang bersamanya mengantarkan jenazah Papi ke Surabaya, tapi dia menolak. Aldo merasa kecewa tadinya, namun ia berjanji akan menyusulnya ke pemakaman nanti. Akhirnya dengan berat hati Aldo mengiyakan keinginan Afi. Aldo tahu itu bukan waktunya ia berdebat dengan Afi karena suasana yang sedang berkabung. Biarlah nanti ia akan berbicara pada Afi selepas semuanya selesai.Aldo menelpon Alin mengabarkan bahwa Papi meninggal, dia pun sama terkejutnya dengan Aldo. Aldo meminta Alin menguruskan persiapan di sana menyambut jenazah Papi yang sebentar lagi akan tiba di rumahnya.Sepanjang perjalanan Aldo selalu me
"Bukan begitu, seharusnya kamu bilang sama Mas dulu. Biar_" "Biar apa? Biar kamu bisa rujuk terus pamer sama aku, mesra-mesra sama dia di depan aku, begitu? Kamu kenapa sih, Yank? Selalu segitunya banget sama Mbak Afi. Bukannya dari jauh dan lama nggak ketemu aku kamu nanyain gimana kabar aku, bayi aku, pekerjaanku, ini malah yang ditanyakan Mbak Afi!" Alin hendak keluar meninggalkan kamar namun Aldo menarik tangannya dan memeluknya."Maafkan, Mas ya! Mas sangat syok mendengar kabar perpisahan Mas dengan Afi. Kamu nggak usah marah begitu. Lalu bagaimana keadaanmu, pekerjaan kamu, dan kabar anak kita?" tanya Aldo."Basi! Pasti kamu menyesal dengan perpisahan dengan wanita yang kamu cintai itu," ucap Alin sebal."Menyesali yang sudah terjadi tak ada gunanya! Baiklah. Mas minta Maaf, ya, jangan marah-marah nanti cantiknya hilang! Ayo kita temui jamaah yang akan baca yasin buat Almarhum Papi. Kamu ganti pakaianmu, Mas tunggu di depan." Alin tersenyum mengangguk dan Aldo keluar kamar untu
Setelah dua bulan meninggalnya Papi Cahyo, Mami berubah menjadi pemurung. Ia tak pernah lagi keluar rumah hanya sekedar fitnes dan arisan seperti biasanya. Sepertinya Mami sengaja melakukan ucapannya saat Papi hendak meninggal agar menjadi wanita yang lebih baik. Sekarang Mami tinggal bersama di rumah Aldo, karena Mami tak mau tinggal sendiri di rumah peninggalan Papi. Kandungan Alin yang semakin membesar dan memasuki usia tujuh bulan berniat mengadakan acara syukuran di rumahnya. Ia ingin mengundang beberapa anak yatim dan juga tetangga sekitar."Mi, kita buat syukuran meriah buat menanti kelahiran cucu Mami. Alin pengin undang anak-anak panti dan teman serta tetangga kita. Mami mau buat konsepnya bagimana? Biar nanti aku dan Aldo usahakan!" tanya Alin pada Mami yang sedang menyulam sebuah kain flanel."Kamu atur saja sesukamu. Mami ikut saja, yang penting anakmu bisa lahir dengan sehat dan selamat." Mami berbicara pelan dan lembut membuat Alin kesal karena merasa mertua nya seperti