"Kamu ini bawel banget! Bosnya siapa disini? Masih sakit juga mikirin pekerjaan. Sembuh dulu! Baru bekerja." Rendra heran dengan wanita disampingnya ini, sempat-sempatnya memikirkan pekerjaan di saat kondisi tubuhnya sedang begitu lemah."Bagaimana kandunganmu tadi?" tanya Rendra.Afi bingung mau jawab apa, ia tak ingin berbohong tapi ia tak mungkin mengatakan jika kandungannya lemah. Bisa-bisa Rendra marah jika tahu ia tak baik-baik saja."Sudah kuduga!" ucap Rendra karena melihat Afi diam tak merespon."Kamu harus dengar perintah saya kali ini. Minum obat dan susumu, setiap hari aku suruh Nissa untuk mengontrol kesehatanmu," gertak Rendra. Sesekali ia harus tegas agar Afi tak mengabaikan kesehatannya."Bang, kasihan Nissa! Dia sudah lelah bekerja, di tambah harus ke apartemenku.""Kalau begitu, bagaimana kalau aku yang merawatmu. Mau?" Afi menggelengkan kepalanya karena tawaran Rendra yang aneh itu."Menurutlah! Aku lakukan ini semua untukmu. Kamu terlalu lemah dalam memutuskan sesu
Ini hari kedua Alin di tinggal Aldo ke Palembang, entah urusan apa yang membuat mereka terlalu lama berada di sana. Setiap hari Aldo menelpon untuk memastikan Alin sedang di kantor, karena jika tidak maka semua akan berantakan. Terlebih, Aldo sudah menandatangani proyek baru bersama Haris, sahabat kuliahnya.Badan Alin merasa sangat lelah hari ini, kemarin ia baru saja memeriksakan kandungannya ke rumah sakit. Perut yang sudah mulai terlihat membesar membuat Alin kadang merasa begah saat terlalu lama duduk di kursi kerja Aldo.Sebuah ketukan pintu terdengar dan Alin mempersilahkan masuk. Haris yang masuk membuat Alin harus menghirup oksigen lebih banyak lagi."Ka_Kamu?" ucap Afi gugup. Kedatangan Haris tiba-tiba saat suaminya tak ada sungguh sangat membuat suasana terkesan horor bagi Alin."Kenapa? Takut? Aku tak akan memaksamu berbuat mesum. Aku hanya ingin mengantarkan berkas yang kemarin Aldo minta untuk ditandatangani," ujar Haris santai. Ia sedang menjalankan misi yang Rendra tug
"Baik, Bi. Silahkan keluar! Nanti kalau ada orang nyariin saya, bilang saya sudah tidur ya! Hari ini saya lelah sekali dan akan tidur lebih awal. Jangan ganggu ya, Bi!""Baik, Non." Bi Lasmi keluar dan menutup pintu kamar kembali. Alin memandang amplop coklat yang dikirimkan dari pengadilan untuk suaminya.Alin merobek sisi amplop itu dan hendak membacanya. Alin membaca isinya dan melihat jadwal sidang yang diagendakan untuk Afi dan Aldo. "Besok?" Alin berniat tak memberi tahu Aldo agar persidangan di putuskan dengan cepat jika pihak tergugat tidak hadir dalam proses persidangan dan mediasi."Aku akan memudahkan jalanmu, Mbak Nafisa!" gumamnya saat membuang surat panggilan itu ke tong sampah.Alin merasa lega, akhirnya Afi benar-benar menggugat Aldo dan menginginkan perpisahan dari suaminya.Alin membaringkan tubuhnya hendak video call dengan suaminya. "Assalamualaikum, Yank!""Waalaikumsalam, belum tidur, Dek?""Belum, nggak bisa bobok kalau nggak ada kamu. Kamu kapan pulang sih?
Dua hari ini Afi hanya rebahan dan menonton tv saja. Rendra tak membiarkannya melakukan kegiatan apapun, membuat Afi merasa bosan."Mbak, makan di luar yuk! Bosan rebahan di kamar terus," ucap Afi pada asisten yang Rendra kirimkan padanya. Umur yang hanya terpaut delapan tahunan membuat Afi lebih nyaman memanggilnya Mbak daripada bibi."Aduh, Non Afi jangan kemana-mana. Nanti aku dimarahi tuan. Non Afi mau apa, biar Mbak belikan diluar!""Nggak, Mbak. Aku cuma bosan saja!""Baik Non telpon tuan Rendra, minta izin keluar. Jika boleh nanti Mbak temani." Afi mengangguk dan mengambil ponsel ya di atas nakas."Hallo assalamualaikum!" salam Afi."Waalaikumsalam, kenapa?" jawabnya datar."Aku bosan di rumah! Mau keluar sama Mbak Marni, boleh?""Nggak!" jawabnya singkat."Kenapa? Aku ini bosan tingkat dewa. Lagian, aku hanya jalan-jalan ke taman. Boleh ya, Bang?" bujuk Afi."Besok persidangan pertamamu, persiapkan mentalmu buat besok. Aku tak ingin melihatmu menangis lagi, lebih baik simpan e
Afi masuk lagi ke dalam dan mengganti bajunya yang tadi ia kenakan dengan gaun selutut berwarna peach. Rendra memandang Afi tak berkedip membuat Afi yang melihat tatapan aneh Rendra merasa tak nyaman."Nggak bagus ya pake ini? Ganti lagi?""Mau ganti pake apapun, jelek ya jelek aja!" Rendra menggandeng tangan Afi dan berjalan pelan. Karena kaki Afi belum sepenuhnya pulih, sehingga ia jalannya sedikit lambat.Afi dan Rendra memasuki mobil dan mengemudikan mobilnya keluar apartemen."Bang, mau kemana?" tanya Afi penasaran.Rendra diam tak menanggapi ucapan Afi dan memilih menyalakan musik audio di mobilnya.Lagu penyanyi terkenal 'Ari Lasso' berjudul 'Penjaga hati' sengaja ingin ia putar untuk mewakili isi hatinya sekarang.🎶🎶🎶Tak pernah aku impikanBetapa beratnya meruntuhkan hatimuLama sudah ku menungguSeutas harapan tulus cintamuTakkan 'ku temui wanita sepertimuTakkan kudapatkan rasa cinta iniKubayangkan bila engkau datangKupeluk bahagiakan akuKuserahkan seluruh hidupku
"Kamu sudah cek betul-betul semuanya, Ris?" tanya Rendra melihat dokumen yang Haris berikan."Tentu saja, pekerjaanku tak pernah gagal, Ren. Kamu tak usah meremehkan keahlianku kali ini," ucap Haris sombong."Aku hanya memastikan saja siapa tahu pekerjaanmu sama payahnya dengan kisah cinta kamu. Bisa saja kamu ceroboh lagi!" ejek Rendra pada sahabatnya ini."Cinta dan pekerjaan itu berbeda. Afi saja begitu kan, dia payah dalam hal cinta tapi pandai dalam bekerja.""Jangan samakan dia dengan kamu. Dia itu wanita baik, bukan macam kamu. Br***ek!" kelakar Rendra tersenyum miring."Gini nih kalau lagi bucin! Dan menurut pepatah mengatakan jika sedang cinta, tai ayam pun terasa coklat," tawa Haris.Rendra hanya melirik sekilas dan kembali membaca berkas di tangannya."Hari ini jam 10 aku akan menemani Afi ke pengadilan. Kamu langsung kerjakan saja rencana selanjutnya," perintah Rendra."Segitunya ya! Sampai di bela-belain temani ke pengadilan. Benar-benar cinta mati kamu ya?""Kalau bukan
"Bang, untuk persidangan terakhir besok. Boleh nggak aku nggak usah datang? Sepertinya aku nggak bisa setegar itu mendengarkan ucapan hakim bahwa …," Afi terisak di samping Rendra ditutupi oleh kedua tangannya."Nanti kita tanyakan sama pengacara hukum kita, kenapa kamu nggak bisa? Kamu masih berharap pada suamimu?" tanya Rendra."Ketika suara palu itu terdengar, pasti bayangan indah bersamanya tak dapat aku hindari. Sulit untuk melupakan orang yang telah membersamai kita selama ini, memilih melepaskan begitu saja sebuah ikatan." Rendra hanyut dalam kesedihan dan mengelus pucuk kepala Afi."Abang yakin kamu bisa! Angel tak pernah menyerah untuk hal semacam itu, bukankah kamu biasa tersakiti?" ucap Rendra."Sakit karena penghianatan lebih menyakitkan dari sakit karena jatuh dari mobil. Luka jiwa akan sulit disembuhkan daripada luka raga." Afi memandang pantulan wajahnya yang terlihat menyedihkan, menghilangkan rasa yang entah kapan bisa pergi dari pikirannya."Berusahalah mengikhlaskan
Hari ini seminggu sudah Aldo berada di Palembang. Ia tak dapat pulang ke Surabaya karena Mami dan Papi yang saat ini masih terbaring di rumah sakit. Mereka juga tak dapat dipindahkan ke Surabaya karena kondisi yang benar-benar kritis.Semalam Aldo tak dapat tidur dengan nyenyak. Selain ia sedang di rumah sakit, ia juga selalu memimpikan Afi beberapa hari belakangan. Aldo beberapa kali mencoba menghubungi Afi, tapi nomornya tidak aktif. Sejak kepergiannya dari rumah, Afi benar-benar memutus komunikasi dan menghilang bak ditelan bumi.Aldo tak mungkin menanyakan pada Alin mengenai keberadaan Afi, ia berpikir keras siapa orang yang dapat dimintai bantuan. Tiba-tiba ia teringat dengan Haris, dan Aldo berniat meminta bantuan padanya. Haris satu-satunya orang yang tau masalah rumah tangganya sekarang. Ia meraih ponsel di sakunya dan mencoba menghubungi Haris."Hallo, assalamualaikum, Ris.""Waalaikumsalam, Kenapa, Al?" "Kamu sibuk?""Lumayan, kenapa?""Aku mau minta tolong padamu, carikan