"Baik, Bi. Silahkan keluar! Nanti kalau ada orang nyariin saya, bilang saya sudah tidur ya! Hari ini saya lelah sekali dan akan tidur lebih awal. Jangan ganggu ya, Bi!""Baik, Non." Bi Lasmi keluar dan menutup pintu kamar kembali. Alin memandang amplop coklat yang dikirimkan dari pengadilan untuk suaminya.Alin merobek sisi amplop itu dan hendak membacanya. Alin membaca isinya dan melihat jadwal sidang yang diagendakan untuk Afi dan Aldo. "Besok?" Alin berniat tak memberi tahu Aldo agar persidangan di putuskan dengan cepat jika pihak tergugat tidak hadir dalam proses persidangan dan mediasi."Aku akan memudahkan jalanmu, Mbak Nafisa!" gumamnya saat membuang surat panggilan itu ke tong sampah.Alin merasa lega, akhirnya Afi benar-benar menggugat Aldo dan menginginkan perpisahan dari suaminya.Alin membaringkan tubuhnya hendak video call dengan suaminya. "Assalamualaikum, Yank!""Waalaikumsalam, belum tidur, Dek?""Belum, nggak bisa bobok kalau nggak ada kamu. Kamu kapan pulang sih?
Dua hari ini Afi hanya rebahan dan menonton tv saja. Rendra tak membiarkannya melakukan kegiatan apapun, membuat Afi merasa bosan."Mbak, makan di luar yuk! Bosan rebahan di kamar terus," ucap Afi pada asisten yang Rendra kirimkan padanya. Umur yang hanya terpaut delapan tahunan membuat Afi lebih nyaman memanggilnya Mbak daripada bibi."Aduh, Non Afi jangan kemana-mana. Nanti aku dimarahi tuan. Non Afi mau apa, biar Mbak belikan diluar!""Nggak, Mbak. Aku cuma bosan saja!""Baik Non telpon tuan Rendra, minta izin keluar. Jika boleh nanti Mbak temani." Afi mengangguk dan mengambil ponsel ya di atas nakas."Hallo assalamualaikum!" salam Afi."Waalaikumsalam, kenapa?" jawabnya datar."Aku bosan di rumah! Mau keluar sama Mbak Marni, boleh?""Nggak!" jawabnya singkat."Kenapa? Aku ini bosan tingkat dewa. Lagian, aku hanya jalan-jalan ke taman. Boleh ya, Bang?" bujuk Afi."Besok persidangan pertamamu, persiapkan mentalmu buat besok. Aku tak ingin melihatmu menangis lagi, lebih baik simpan e
Afi masuk lagi ke dalam dan mengganti bajunya yang tadi ia kenakan dengan gaun selutut berwarna peach. Rendra memandang Afi tak berkedip membuat Afi yang melihat tatapan aneh Rendra merasa tak nyaman."Nggak bagus ya pake ini? Ganti lagi?""Mau ganti pake apapun, jelek ya jelek aja!" Rendra menggandeng tangan Afi dan berjalan pelan. Karena kaki Afi belum sepenuhnya pulih, sehingga ia jalannya sedikit lambat.Afi dan Rendra memasuki mobil dan mengemudikan mobilnya keluar apartemen."Bang, mau kemana?" tanya Afi penasaran.Rendra diam tak menanggapi ucapan Afi dan memilih menyalakan musik audio di mobilnya.Lagu penyanyi terkenal 'Ari Lasso' berjudul 'Penjaga hati' sengaja ingin ia putar untuk mewakili isi hatinya sekarang.🎶🎶🎶Tak pernah aku impikanBetapa beratnya meruntuhkan hatimuLama sudah ku menungguSeutas harapan tulus cintamuTakkan 'ku temui wanita sepertimuTakkan kudapatkan rasa cinta iniKubayangkan bila engkau datangKupeluk bahagiakan akuKuserahkan seluruh hidupku
"Kamu sudah cek betul-betul semuanya, Ris?" tanya Rendra melihat dokumen yang Haris berikan."Tentu saja, pekerjaanku tak pernah gagal, Ren. Kamu tak usah meremehkan keahlianku kali ini," ucap Haris sombong."Aku hanya memastikan saja siapa tahu pekerjaanmu sama payahnya dengan kisah cinta kamu. Bisa saja kamu ceroboh lagi!" ejek Rendra pada sahabatnya ini."Cinta dan pekerjaan itu berbeda. Afi saja begitu kan, dia payah dalam hal cinta tapi pandai dalam bekerja.""Jangan samakan dia dengan kamu. Dia itu wanita baik, bukan macam kamu. Br***ek!" kelakar Rendra tersenyum miring."Gini nih kalau lagi bucin! Dan menurut pepatah mengatakan jika sedang cinta, tai ayam pun terasa coklat," tawa Haris.Rendra hanya melirik sekilas dan kembali membaca berkas di tangannya."Hari ini jam 10 aku akan menemani Afi ke pengadilan. Kamu langsung kerjakan saja rencana selanjutnya," perintah Rendra."Segitunya ya! Sampai di bela-belain temani ke pengadilan. Benar-benar cinta mati kamu ya?""Kalau bukan
"Bang, untuk persidangan terakhir besok. Boleh nggak aku nggak usah datang? Sepertinya aku nggak bisa setegar itu mendengarkan ucapan hakim bahwa …," Afi terisak di samping Rendra ditutupi oleh kedua tangannya."Nanti kita tanyakan sama pengacara hukum kita, kenapa kamu nggak bisa? Kamu masih berharap pada suamimu?" tanya Rendra."Ketika suara palu itu terdengar, pasti bayangan indah bersamanya tak dapat aku hindari. Sulit untuk melupakan orang yang telah membersamai kita selama ini, memilih melepaskan begitu saja sebuah ikatan." Rendra hanyut dalam kesedihan dan mengelus pucuk kepala Afi."Abang yakin kamu bisa! Angel tak pernah menyerah untuk hal semacam itu, bukankah kamu biasa tersakiti?" ucap Rendra."Sakit karena penghianatan lebih menyakitkan dari sakit karena jatuh dari mobil. Luka jiwa akan sulit disembuhkan daripada luka raga." Afi memandang pantulan wajahnya yang terlihat menyedihkan, menghilangkan rasa yang entah kapan bisa pergi dari pikirannya."Berusahalah mengikhlaskan
Hari ini seminggu sudah Aldo berada di Palembang. Ia tak dapat pulang ke Surabaya karena Mami dan Papi yang saat ini masih terbaring di rumah sakit. Mereka juga tak dapat dipindahkan ke Surabaya karena kondisi yang benar-benar kritis.Semalam Aldo tak dapat tidur dengan nyenyak. Selain ia sedang di rumah sakit, ia juga selalu memimpikan Afi beberapa hari belakangan. Aldo beberapa kali mencoba menghubungi Afi, tapi nomornya tidak aktif. Sejak kepergiannya dari rumah, Afi benar-benar memutus komunikasi dan menghilang bak ditelan bumi.Aldo tak mungkin menanyakan pada Alin mengenai keberadaan Afi, ia berpikir keras siapa orang yang dapat dimintai bantuan. Tiba-tiba ia teringat dengan Haris, dan Aldo berniat meminta bantuan padanya. Haris satu-satunya orang yang tau masalah rumah tangganya sekarang. Ia meraih ponsel di sakunya dan mencoba menghubungi Haris."Hallo, assalamualaikum, Ris.""Waalaikumsalam, Kenapa, Al?" "Kamu sibuk?""Lumayan, kenapa?""Aku mau minta tolong padamu, carikan
Setelah dua sidang terlewati, kini sidang putusan Akhir di buka.Afi yang menghadiri persidangan dengan Nissa merasakan kegugupannya. Lagi-lagi Aldo tak menampakan kehadirannya membuat Afi begitu tampak murung. Suaminya itu benar-benar ingin segera berpisah darinya, Afi kembali meneteskan air matanya."Sudah, Fi! Nggak usah menagisi lelaki tak bertanggung jawab itu. Kita fokus mendengarkan hasil sidang saja," ucap Nissa.Afi menghapus air matanya dengan tisu dan kembali membetulkan posisi duduknya di hadapan majelis hakim. Serasa dunia akan runtuh, ketika palu majelis hakim menyetujui gugatan perceraiannya terdengar keras di telinga Afi. Dan hari ini ia benar-benar sudah berubah status menjadi janda. Afi memeluk Nissa erat dan tergugu di pelukan sahabatnya itu."Kamu kuat, Fi! Kamu bisa lewati ini semua," ucap Nissa. Beruntung Rendra ada pertemuan di Singapura sehingga ia tak perlu melihat Afi yang sedang sangat rapuh iniSetelah sidang berakhir, Afi dan Nissa memutuskan kembali ke ap
Afi merasa bingung, ia mondar mandir di dalam apartemennya dengan sesekali menggigit kukunya karena ia merasa tak bisa mengambil keputusan. Di samping ia enggan jika bertemu Mami ia juga malas bertemu Aldo, mantan suaminya.Afi mengambil ponselnya hendak bertanya saran pada Rendra, siapa tahu di punya solusi atas kebimbangannya kali ini. Walau terkadang omongannya menyebalkan, namun solusinya terkadang sangat berguna untuk di pertimbangkan.Panggilan berdering, dan suara khas Rendra terdengar sangat datar di telinga Afi. Biasa, Rendra memang begitu karakternya. Afi tak terlalu takut jika mendengar ucapannya kini, karena ia sudah terbiasa."Assalamualaikum," salam Afi gugup."Waalaikumsalam," jawab Rendra."Lagi ngapain, Bang?" tanya Afi basa-basi. Ia takut jika Rendra sedang sibuk dan mengganggu pekerjaannya."Kenapa?""Sibuk nggak?"tanya Afi kesal. Bukannya menjawab pertanyaan nya malah ia balik bertanya."Kalau hanya bertanya aku sedang apa, sudah makan belum, lagi sama siapa, aku s