Entah apa dosa yang telah mereka perbuat di kehidupan lampau sampai bertemu dengan pembawa sial seperti itu di kehidupan sekarang!Saat Helen dan Doni berjalan ke depan, terdengar suara Pingky dari belakang."Helen! Helen! Kenapa kamu pergi begitu saja? Tunggu, tunggu dulu!"Helen tampak jijik. Jika Pingky tidak menipunya untuk menghadiri reuni teman sekelas ini, bagaimana mungkin terjadi begitu banyak hal?Helen tidak ingin bertemu lagi dengan Pingky yang mengaku sebagai temannya.Doni berbalik badan dan mengadang Pingky. "Berhenti!"Pingky termangu. "Mau apa kamu?""Cuaca terlalu panas, bantu kamu biar adem." Doni langsung menggotong Pingky."Ah! Lepaskan aku! Tolong ...."Byur!Pingky dilempar oleh Doni ke kolam air mancur.Air menciprat ke mana-mana. Pingky berbatuk-batuk karena tersedak oleh air.Helen menganga.Doni kasar sekali! Bagaimanapun, Pingky adalah seorang wanita cantik. Akan tetapi, Doni langsung melemparnya ke kolam air.Walau merasa Doni terlalu kasar, Helen juga mera
Doni tertawa geli ketika melihat siapa yang berdiri di luar jendela mobil.Gadis cantik itu berpakaian seksi, dengan kepangan rambut warna-warni. Baju tanpa lengan yang ketat sama sekali tidak dapat menutupi tubuhnya yang seksi. Di bawah celana jeans pendek, kaki ramping gadis itu memakai sepatu bot tinggi. Gadis itu adalah Melisa Bonardi."Istriku, nggak apa-apa. Mereka bukan orang jahat.""Bukan orang jahat?"Helen tampak heran. Gadis punk itu ditemani pria-pria kekar yang galak.Kamu bilang mereka bukan orang jahat?Mataku buta atau otakmu tidak waras?Melihat keraguan di wajah Helen, Doni bergegas menjelaskan, "Dia temanku, sepertinya cari aku karena ada urusan. Tolong bukakan pintu."Helen tetap tidak berani membukakan pintu, hanya menurunkan kaca jendela mobil di kursi Doni.Melisa membungkukkan badan dan tersenyum sambil berkata, "Doni! Halo! Kita ketemu lagi!"Di luar jendela mobil, tampak buah dada Melisa yang seputih salju. Dari kerah baju yang longgar, Doni bahkan dapat meli
"Pria bajingan!"Helen memegang kemudi dengan erat sambil menggertakkan gigi. Timbul rasa enggan di dalam hatinya.Bajingan itu memiliki wanita lain di luar sana!Melisa sungguh buta! Malah menyukai pria bajingan yang tidak berguna itu!...Begitu Helen pergi, Melisa langsung memeluk tangan Doni. "Dasar nggak punya hati, nggak boleh pergi kamu!""Apa kamu gila?" Doni menarik tangannya dengan kuat. "Lepaskan aku!""Nggak mau!" Melisa memeluk tangan Doni dengan lebih erat dan menggoyangnya.Doni mengernyit. "Kenapa kamu ganggu aku? Memangnya kita akrab?""Siapa suruh kamu raba aku lama-lama waktu itu!" Melisa bersikap sombong. "Kamu menyelamatkanku, tapi setidaknya kamu harus pakai sarung tangan. Kamu nggak pakai, berarti kamu melecehkanku!"Doni tidak bisa berkata-kata terhadap Melisa yang mengeyel. Doni berucap dengan jengkel, "Ada apa kamu cari aku? Kalau nggak ada urusan, aku pergi dulu!""Jangan buru-buru! Sebenarnya, aku sengaja membuat istrimu pergi. Aktingku terlalu berlebihan, i
Seorang pria jangkung yang galak memasuki area parkiran bersama beberapa pria kekar. Pria itu adalah kakak laki-laki Melisa, Jeremy Bonardi.Dari jauh, Jeremy melihat Melisa sedang menggandeng tangan seorang pria. Jeremy mengernyit dan berjalan dengan lebih cepat.Sebelum Jeremy sempat berbicara, Melisa tersenyum dan berkata, "Kak, perkenalkan, ini temanku, Doni!""Temanmu?" Jeremy mengamati Doni dari atas ke bawah. Tatapannya berhenti pada tangan Doni yang dipeluk erat-erat oleh Melisa. "Teman macam apa?"Melisa menjulurkan lidah. "Teman ... sehati!"Doni diam-diam memutar mata. Teman sehati apaan? Aku ini cowok!Jeremy lebih mengernyit lagi.Melisa cemberut. "Apa ekspresimu itu? Dia cadanganku! Oke?"Doni benar-benar ingin menendang Melisa. Kalau kamu terus menurunkan levelku, aku tidak akan meladenimu lagi!"Oh ..." sahut Jeremy dengan cuek. Lalu, Jeremy memelototi Doni. Tatapannya makin galak.Melisa agak gugup. "Kakak mau apa? Doni itu anak desa yang lugu! Jangan takuti dia!"Jere
Saking marah, Doni berbalik badan dan langsung pergi. Cadangan apaan?Melisa buru-buru mencegat Doni. "Kenapa kamu pergi? Aku belum selesai bicara!""Aku nggak mau jadi cadangan!" tukas Doni.Melisa memeluk tangan Doni. "Kalau begitu, kamu jadi suamiku saja!""Bukan itu maksudku!" Doni mencoba untuk menarik tangannya, tetapi tangannya bersentuhan dengan buah dada Melisa. Doni takut akan menyentuh bagian yang sensitif sehingga membiarkan Melisa memeluk tangannya. "Kamu nggak bisa sebut hubungan yang lebih normal? Misalnya teman baik?"Melisa cemberut. "Mau tipu siapa? Bilang kita ini murni teman? Kamu pikir kakakku anak baru gede yang naif? Saat lihat kita bersama, hanya ada dua kemungkinan di dalam kepalanya.""Apa?""Sebelum dan sesudah bersetubuh." Melisa berujar, "Aku bilang kamu cadanganku, berarti belum bersetubuh. Paham nggak?"Doni tidak bisa berkata-kata. "Aku nggak bisa memahami kalian yang dari Keluarga Bonardi.""Jangan bicarakan yang lain! Balik ke topik utama!" Melisa berk
Hotel Isnar adalah tempat tinggal sementara Mardi di Kota Timung.Pintu kamar hotel tertutup dengan rapat pada saat ini dan dapat terdengar suara geraman rendah pria dan erangan wanita. Suara erangan wanita tiba-tiba berhenti seiringan dengan sebuah raungan seperti binatang.Pintu kamar terbuka tidak lama kemudian dan seorang wanita yang terbungkus dengan selimut digendong keluar oleh dua pelayan. Kepala wanita itu terkulai dengan lemas dan napasnya juga lemah, terdapat memar dan bekas darah yang terlihat dengan jelas di leher serta betis wanita itu, serta beberapa bekas yang tidak dapat dijelaskan.Mardi keluar dari kamar dengan ekspresi muram, rasa malu di dalam hatinya hanya bisa untuk sementara dilampiaskan pada wanita setelah dipermalukan. Ini sudah merupakan wanita kedua yang disiksa sampai kehilangan setengah nyawa oleh Mardi, wanita ini terlihat harus beristirahat selama setengah bulan agar bisa turun dari tempat tidur.Risna melihat ini dari samping sambil mendengus dingin, ke
Doni merasa sangat jijik karena selalu Reyhan yang mendapat pujian meski dia merasa sangat malas untuk berdebat dengan orang bodoh.Seno menyela ucapan Sherline, "Doni bertindak seperti ini demi kita dan takut kita tertipu!""Benarkah?" Sherline berkata dengan sinis, "Doni, kamu nggak perlu merasa khawatir lagi sekarang. Biar kuberi tahu padamu, proyek Tuan Muda Reyhan sama sekali nggak butuh pinjaman dari bank dan ada banyak orang yang mengejarnya untuk ikut berinvestasi, ini semua karena proyek mereka akan segera dirilis! Tuan Muda Reyhan bahkan sengaja menyisakan beberapa saham untuk kita!""Benar! Tuan Muda Reyhan sangat baik hati dan juga membantu banyak kerabat kami," ujar Bernard dengan ekspresi senang.Rupert juga ingin berinvestasi dalam proyek ini selain Bernard. Pada akhirnya, Reyhan setuju untuk menyisakan beberapa saham demi Bernard dan Sherline.Bernard dan Sherline merasa sangat bangga saat melihat tatapan terima kasih dari para kerabat, serta merasa sangat senang terhad
Reyhan merasa terkejut saat melihat Cherry dan Doni begitu dekat, dia sama sekali tidak menyangka bahwa adik sepupunya memiliki hubungan yang begitu dekat dengan Doni. Selain itu, terlihat bahwa Cherry yang berinisiatif untuk mendekati Doni."Ka ... kakak sepupu?" Cherry merasa sedikit terkejut dan segera memutar bola matanya untuk menenangkan pikirannya. Setelah itu, Cherry dengan cepat mendatangi Reyhan dan menariknya ke sebuah sudut."Cherry, apa yang kamu lakukan?" tanya Reyhan sambil mengerutkan keningnya, "Jangan-jangan kamu dan orang itu ....""Kecilkan suaramu ...." Cherry berkata dengan suara yang sangat rendah, "Aku sedang membantumu!""Membantuku?""Apa yang akan terjadi kalau Helen tahu bahwa Doni punya pemikiran lain terhadapku?"Reyhan tertegun sejenak dan segera mengerti, "Tentu saja Helen akan mengusirnya sejauh mungkin! Tapi, apakah dia benar-benar tertarik padamu?""Cih, aku nggak kalah cantik dari Helen! Selain itu, sikap Helen pada Doni sangat buruk, bukankah Doni p
...Ckit!Jip diparkir di sebelah ekskavator, pintu terbuka dan Doni keluar dengan wajah muram.Penduduk desa di sekitar saling memandang dengan terkejut."Ini bukan Kepala Desa!""Siapa dia?""Apa dia kerabat Kepala Desa?"Doni tidak memedulikan orang di sekitar, dia hanya naik ekskavator dan mendekati keduanya.Melihat wajah Denada berlumuran darah, salah satu lengan Helen terkulai dan terlihat ada memar besar di lengan serta tulang selangkanya. Doni pun mengernyitkan dahi dan menatap penduduk desa dengan dingin, penuh dengan niat membunuh.Helen menahan rasa sakit dan menatap Doni, "Kamu sudah datang?""Ya, biar kulihat dulu." Setelah mengatakan itu, Doni mengulurkan tangan dan menekan bagian memar Helen dengan lembut tanpa menunggu reaksinya."Sakit!" Helen tidak bisa menahan diri untuk berbisik, "Dari mana saja kamu!? Kenapa kamu baru datang? Periksa kondisi Denada! Aku baik-baik saja!""Oke!" Doni melihat luka Denada lagi. Mengetahui wanita itu pusing, dia menatapnya lagi dan ber
Amarah penduduk desa tersulut lagi, mereka meninju dan menendang para pekerja serta beberapa satpam. Situasi menjadi kacau lagi.Helen yang terkena batu bata benar-benar kesakitan hingga tidak bisa mengangkat lengannya. Akan tetapi, saat ini dia sama sekali tidak berniat untuk pergi ke rumah sakit dan berteriak dengan cemas, "Hentikan! Jangan berkelahi!"Akan tetapi, suaranya langsung tenggelam dalam kebisingan.Orang-orang dari Grup Kusmoyo juga dipukul mundur oleh penduduk desa."Bu Helen! Bagaimana ini?" Denada cemas, wajahnya menjadi lebih pucat dan air mata bercampur darah mengalir.Helen juga agak bingung. Penduduk desa yang gila ini telah kehilangan akal sehatnya. Tadi saat bertemu masih bisa bicara dengan baik, tetapi sekarang malah benar-benar memukul orang. Situasinya benar-benar di luar kendali.Saat ini beberapa penduduk desa yang memegang tongkat bergegas keluar. Mereka menerobos garis pertahanan yang terdiri dari pekerja dan satpam sebelum sampai di hadapan Helen dan Dena
Denada berteriak ketakutan dan berbalik untuk melarikan diri, tetapi rasa pusingnya begitu luar biasa dan dia langsung jatuh ke lantai setelah berlari beberapa langkah. Sebuah lubang besar juga muncul di stokingnya dan lututnya juga terluka karena jatuh.Tin, tin, tin!Tepat saat beberapa penduduk desa hendak menangkap Denada, klakson mobil terdengar di luar dan Helen tiba.Dia membuka pintu dan keluar dari mobil. Dia melihat lokasi proyek yang kacau dan menggertakkan gigi karena marah. Helen benar-benar kecewa terhadap Doni."Bu Helen ...." Denada merasa seolah telah mendapatkan kepercayaan diri setelah melihat Helen dan berteriak dengan lemah.Helen bergegas mendekat dan membantu Denada, melihat kepalanya berlumuran darah dan wajahnya pucat. Akan tetapi, Doni tidak terlihat di sana. Dia bertanya lagi kepada beberapa pekerja dan mereka semua bilang kalau Doni tidak pernah muncul.Helen tidak bisa menahan amarahnya.Doni ini!Bagaimana gadis lembut seperti Denada bisa menghadapi hal se
Denada perlahan mengangkat kepalanya dan menatap sekelompok penduduk desa yang marah. Wajahnya penuh darah dan sorot matanya dipenuhi dengan ketakutan.Ada luka berdarah sepanjang tiga sentimeter di dahinya dan dagingnya terkelupas.Sebelumnya, dia sedang memeriksa lokasi konstruksi ketika sekelompok besar penduduk desa tiba-tiba muncul. Mereka berkata jalan di desa tersebut dihancurkan oleh kendaraan dari lokasi konstruksi dan orang-orang juga dipukul oleh satpam proyek. Penduduk desa menyuruh Denada untuk menyerahkan si pelaku dan membayar ganti rugi.Denada memberikan penjelasan dan kepalanya dipukul oleh batu bata yang muncul entah dari mana. Para pekerja di lokasi konstruksi agak marah dan bentrok dengan penduduk desa.Meskipun sebagian besar pekerja dan satpam di lokasi konstruksi kekar, mereka tidak mampu menahan jumlah penduduk desa yang sangat banyak dan terpaksa mundur selangkah demi selangkah.Penduduk desa telah memperingatkan kalau mereka tidak menyerahkan pelaku dan memba
Irene menatap Erika. "Sepertinya apa yang Doni katakan masuk akal."Erika berkata dengan kesal, "Kak Irene, kamu juga membantu adikmu menindasku, ya?"Irene tersenyum dan berkata, "Mana mungkin aku berani? Kalian berdua ini adikku. Meskipun bisa dikatakan sebagai keluarga, Doni telah membuat keputusan bulat. Nggak masalah bagaimana mendiskusikan masalah dalam keluarga, jangan sampai menghancurkan keharmonisan."Setelah mendengar ini, Doni pun tidak bisa menahan senyuman. Kata-kata indah ini diucapkan dengan sempurna, tetapi sebenarnya Irene juga menyetujui caranya.Erika tentu saja mengerti dan menghela napas, "Kak Irene, bagaimana kalau aku mengalah sedikit. Bagaimana dengan 6 triliun?"Doni menggelengkan kepalanya, "Nona Erika, aku benar-benar minta maaf. 6 triliun terlalu jauh dari harga yang kuinginkan. Sebenarnya kamu juga tahu kalau aku nggak akan setuju ...."Saat Doni sedang berbicara, ponselnya tiba-tiba berdering. Itu adalah panggilan dari lokasi proyek.Doni menekan tombol j
Saat berbicara, Erika memasang wajah menyedihkan seolah telah mengalami penganiayaan.Irene menjadi semakin bingung, "Ada kesalahpahaman di antara kalian berdua?"Erika berkata perlahan, "Kak Irene, ada sebuah bisnis yang kudiskusikan dengan Doni dengan sangat tulus dan menawarkan harga yang sangat sesuai, tapi Doni malah menolaknya tanpa ampun dan bahkan nggak memberiku kesempatan untuk bernegosiasi.""Bisnis?" Irene tertegun sejenak, lalu tiba-tiba sadar.Dia langsung berpikir ada peluang 80% bahwa apa yang Erika sebut bisnis adalah sebidang tanah di tangan Doni.Seketika, Irene diam-diam mengatakan kalau dia salah perhitungan.Erika adalah putri Damian sang orang terkaya di Kota Timung, Grup Damian juga pasti sudah mengetahui tentang pembangunan zona perdagangan di persimpangan Kota Horia dan Grup Damian. Bukannya mustahil untuk mengetahui tanah tersebut sudah menjadi milik Doni.Grup Damian tidak akan rela melepaskan keuntungan besar ini.Hanya saja kecepatan aksi Erika agak di lua
Doni menyentuh dagunya, "Kalau begitu, kamu harus menyiapkan kacamata berbingkai emas lagi untukku.""Untuk apa kamu pakai itu?""Itu akan membuatku terlihat seperti orang berpendidikan yang diam-diam menghanyutkan.""Hah?" Irene mengangkat alisnya.Doni buru-buru menutup telinganya dan berkata, "Cuma bercanda, cuma bercanda.""Heh! Biar kuberi tahu kamu, hari ini orang yang akan datang adalah temanku. Kalau kamu nggak menghormatinya, itu sama saja dengan kamu nggak menghormatiku," kata Irene dengan wajah dingin, "Kalau dia punya kesan buruk tentang kamu, awas saja aku akan membereskanmu! Lihat pohon di halaman belakang itu? Pohon itu sangat mirip dengan yang ada di dasar gunung saat itu!"Tubuh Doni tanpa sadar menegang dan tanpa sadar teringat adegan saat diikat ke pohon. Irene di depannya tidak lagi terlihat anggun dan malah seperti seorang penyihir yang akan melahapnya."Kak, tenang saja!" Doni buru-buru berkata, "Aku pasti akan memberimu muka!"Saat ini bel pintu berbunyi."Dudukl
Irene menyuruh Doni untuk datang dan dia tidak berani mengabaikannya. Selain itu, Doni tahu Irene tidak akan mencarinya tanpa ada masalah penting. Yang disebut "wanita cantik" yang akan diperkenalkan kepadanya hari ini pastilah orang yang sangat penting.Doni bergegas pergi ke rumah Irene secepat mungkin.Irene sudah menunggu di sana. Karena hari ini akan menerima tamu, dia berpakaian cukup formal. Gaun berwarna cerah membalut tubuhnya, sosoknya terlihat sangat seksi dan perangainya anggun. Akan tetapi, di mata Doni, dia selalu merasa ada hantu kecil yang tersembunyi di balik kecantikan dan keanggunan yang luar biasa itu."Kak, hari ini dandananmu sangat cantik!" Doni bercanda, "Terlihat seperti akan pergi ke kencan buta."Irene memelototinya dan mengulurkan tangan untuk menarik telinganya dengan akurat, "Bajingan kecil, besar sekali nyalimu! Beraninya kamu nggak sopan padaku!?""Maaf, maaf." Doni memiringkan kepalanya dan ditarik ke kamar oleh Irene, "Kak, sebenarnya siapa yang akan k
"Bukankah CEO Grup Damian itu Damian sendiri?" Beni berkata dengan heran, "Damian bukan hanya direktur, tapi juga CEO.""Aneh, mungkinkah itu penipu?" kata Doni sambil mengeluarkan ponselnya untuk memeriksa Internet. Doni menemukan artikel tentang penunjukan CEO baru di berandau Grup Damian dan tiba-tiba mengangguk. "Baru saja diganti, Damian mengundurkan diri. Posisi CEO digantikan oleh Erika yang pulang dari luar negeri.""Pak Doni, apa Grup Damian barusan mencarimu?""Ya! Katanya mereka akan membicarakan bisnis, sore ini aku akan pergi menemuinya." Doni tersenyum dan dengan kasar menebak niat Erika. Doni segera bergumam pada dirinya, benar-benar sasaran empuk....Pada pukul tiga sore, Doni tiba di Kafe Avior sesuai jadwal. Di meja dekat jendela, Doni bertemu Erika.Erika adalah wanita yang sangat cantik. Hari ini Erika mengenakan kemeja putih dengan rok tinggi. Rambut panjangnya diikat rapi di belakang kepalanya, memperlihatkan lehernya yang mulus serta putih. Saat duduk di sana, a