Mata Intan membara. Guru ... Guru mau membawa Erik ke Gunung Pir?Adrian menatap Erik dan bertanya dengan penuh arti, "Kenapa kamu mau latihan seni bela diri?""Untuk lindungi Bibi," seru Erik. Erik tertegun sejenak dan merasa alasannya terlalu sederhana. "Aku mau maju ke medan perang seperti kakek dan ayahku, untuk lindungi negara dan tanah air."Adrian tersenyum. "Bagus, bagus. Kamu sudah punya cita-cita yang besar di usia kecil. Tapi jadi pahlawan itu sangat susah dan capek. Apa kamu bisa tahan?""Aku bisa!" seru Erik sambil membusungkan dada. Meski tidak tahu mengapa Kakek Guru bertanya seperti itu, menjawab dengan suara lantang tidak akan salah.Lagi pula, Erik telah melewati banyak kesusahan."Kalau kamu harus berpisah dengan bibimu? Apa kamu juga bisa?" tanya Adrian."Aku bisa .... Ah!" Erik langsung mundur dua langkah dan menggelengkan kepala. "Tidak, aku tidak mau berpisah dengan Bibi."Intan juga enggan berpisah dengan Erik. Kini, Erik adalah satu-satunya keturunan pria dari
Di dalam kereta kuda, Alfred memberitahukan apa kata Desni pada Intan.Intan menyandarkan kepalanya ke bahu Alfred. Air mata yang sudah terbendung sekian lama akhirnya mengalir turun.Alfred memeluk Intan dan menempelkan dagunya di dahi Intan. "Kak Desni benar-benar menganggapmu sebagai adik kandung.""Ya, saat aku bergabung dengan Taliani, Kak Desni lebih sering merawatku. Kak Desni sangat menyayangiku."Alfred berpikir dalam hati, siapa orang di Taliani yang tidak menyayangi Intan? Saat gurunya berbicara dengannya di aula samping, gurunya juga berpesan padanya untuk menyayangi Intan si bandel itu.Jarang sekali timbul rasa sayang di wajah guru. Mata guru penuh kesedihan dan penyesalan saat membicarakan Keluarga Belima.Semua orang terharu atas pengorbanan Keluarga Belima demi negara.Intan menyeka air mata, lalu bertanya, "Ranto mau tinggal di ibu kota, apa kamu punya lowongan kerja untuknya? Ranto tidak ingin kembali ke kemiliteran."Alfred menjawab, "Itu gampang. Raja boleh punya l
Intan mendatangi Pak Adi untuk menanyakan keadaan dan situasi di Toko Emas. Pak Adi menyuruhnya untuk jangan khawatir. Pak Hilmi sudah ditahan, Toko Emas juga sudah diawasi sehingga tidak ada yang bisa keluar untuk memberi laporan.Intan dengan tenang berjalan ke ruang bendahara.Nyonya Kartika belum selesai mengecek buku keuangan, tetapi semua orang di ruang bendahara berlutut dengan panik.Barang-barang berserakan di lantai. Semua benda di atas meja dilempar, kecuali buku keuangan. Cangkir teh pun dilempar.Rambut Nyonya Kartika berantakan dan wajahnya masam. Melihat Intan sudah pulang, kesedihan dan rasa penghinaan Nyonya Kartika memuncak sehingga dia menangis. "Mereka merundungku!"Intan melangkah ke dalam dan berkata pada semua orang, "Kalian bangun dulu. Selain bendahara, keluar semua. Dayang Gita juga keluar dulu."Di Kediaman Aldiso, ada beberapa bendahara dan satu kepala bendahara. Mereka semua berlutut di lantai dengan gemetar. Belum pernah mereka melihat Nyonya Kartika semar
Intan juga tidak mengatakannya dulu dan menyuruh seseorang menyiapkan makanan untuknya.Setelah selesai makan, Intan berkata, "Cari kontraknya dan biar kulihat, takutnya ada jebakan. Kalau ada, kita harus bersiap lebih dulu."Dia mengedipkan sepasang matanya yang jernih lagi, "Kalau ada jebakan, bagaimana kita bisa menghadapinya?""Ada caranya. Cari dulu untuk kulihat." Intan tidak menatapnya, terutama saat sedang menangis. Dia berbalik untuk mencari Dayang Gita dan memintanya untuk mencari kontrak.Dayang Gita tahu di mana barang ini disimpan dan langsung menemukannya sebelum dibawakan kepada Intan.Intan membaca kontrak itu tiga kali dengan cermat dan tidak menemukan masalah.Perihal penanggung jawab, Nyonya Kartika menggunakan nama Dayang Gita, yaitu Gita Kartolo.Putri Chelsea menggunakan nama Pak Hilmi yang sebenarnya adalah pelayan rumah.Kalau Nyonya dari keluarga kaya berbisnis di luar, mereka tidak akan menggunakan namanya sendiri untuk membeli properti karena harus melalui ba
Intan memikirkannya dan memerintahkan orang membawa Pak Hilmi pergi untuk diinterogasi.Ada tungku arang di aula samping dan sebatang tongkat api sedang dibakar di atas tungku arang. Setelah terbakar beberapa saat, setengah dari tongkat api itu berubah menjadi merah.Saat Pak Hilmi melihat ini, dia sangat ketakutan hingga nyaris mengompol di celana dan berlutut, "Nyonya, tolong ampuni nyawaku."Intan duduk tegak dan mengerutkan kening, "Untuk apa aku membunuhmu? Aku akan menanyakan beberapa pertanyaan dan jawablah dengan jujur."Pak Hilmi mengangguk, "Aku akan mengatakan semua yang kuketahui."Intan mengambil catatan keuangan barang yang dibeli, "Apakah Putri Chelsea tahu tentang barang murah dan kasar ini?""Tahu, dia tahu. Dia sendiri yang memberi pesan."Apakah kamu memberitahunya kalau bahan yang digunakan dalam perhiasan emas tidak murni dan rawan masalah?Pak Hilmi memutar matanya dan berkata, "Aku sudah memberitahunya, tapi putri bilang itu tidak masalah. Kalau ada masalah dalam
Bendahara menghitung catatan keuangan dan menyerahkannya kepada Intan.Setelah membacanya, Intan memberikannya kepada Nyonya Kartika sambil mendengus, "Bu, lihat apakah jumlahnya benar?"Nyonya Kartika mengambilnya dengan anggun sebelum membacanya dengan cermat. Dia sudah melakukan persiapan dengan baik.Akan tetapi begitu melihat catatan keuangan, dia tercengang, "Aku sudah mengeluarkan begitu banyak uang dalam beberapa tahun terakhir?"Ditambah dengan sumbangan modal, dia telah menyumbangkan total 130 ribu tahil dan 6 ribu tahil selama bertahun-tahun.Meskipun telah menuliskan setiap jumlah uang, Nyonya Kartika tidak merasa jumlahnya sebanyak itu saat menuliskannya. Tidak disangka jumlah uang tersebut begitu banyak setelah dihitung.136 ribu tahil. Kalau Intan tidak membawa Nyonya Intan untuk melihat dan membawa seseorang kembali untuk diinterogasi, dia akan selalu menganggapnya sebagai kerugian dan akan terus bertarung melawan Selir Deswita.136 ribu tahil adalah modal awal dan keun
Putri Agung sangat bosan dan berkata, "Suruh mereka masuk dan tunggu sebentar di aula samping. Tidak perlu mengundang mereka ke aula utama. Aku akan makan sebelum keluar menemui mereka."Pelayan keluar untuk menyambut mereka dan melihat mereka telah memerintahkan seseorang untuk membawa sesuatu yang tidak terlihat seperti hadiah, dia pun bertanya, "Barang apa yang dibawa Nyonya Kartika?"Saat Nyonya Kartika hendak membuka catatan keuangan, Intan mengatakannya terlebih dahulu, "Beberapa naskah tua untuk Putri Agung lihat."Mata pelayan berbinar, naskah? Mungkinkah itu naskah Tuan Andi?Dia segera memerintahkan bawahan untuk menyajikan teh dan camilan serta menjamu mereka terlebih dahulu, lalu pergi melapor kepada Putri Agung dan Putri Chelsea."Naskah? Milik Andi?" Putri Agung bertanya perlahan."Entahlah, dia tidak memberitahuku dan sulit bagiku untuk bertanya," kata pelayan itu sambil membungkuk.Putri Chelsea yang baru mengetahui tentang mutiara dan tiga ribu tahil pun sangat kesal s
Putri Agung bersenandung, "Aku ingat dulu kamu bilang toko ini tidak berjalan dengan baik."Putri Chelsea berkata dengan getir, "Bukankah begitu? Setelah berjalan beberapa tahun, bukannya untung, tapi malah merugi. Untung ada promosi diskon di akhir tahun, jadi kami tidak perlu mensubsidi sewa toko dan gaji. Aku benar-benar malu kepada Nyonya Kartika. Dia membuka usaha patungan ini denganku cuma karena dia percaya padaku. Tidak hanya gagal menghasilkan keuntungan baginya, itu juga terus merugi."Intan berkata, "Saat ini bisnis dari seluruh kalangan tidak berjalan dengan baik. Kak, kamu tidak perlu merasa bersalah. Aku yakin Ibu bisa mengerti. Benar, 'kan?"Intan menoleh dan menatap Nyonya Kartika.Nyonya Kartika menatap Intan dengan bingung. Untuk apa melihatnya? Sebelum masuk, Intan menyuruhnya untuk jangan bicara sebisa mungkin dan sekarang dia malah bertanya kepadanya.Akan tetapi dengan isyarat melalui tatapan Intan, Nyonya Kartika hanya bisa menganggukkan kepalanya dan berkata den
Dayang Erika segera mengejar Tuan Putri setelah mendengar Jihan akan dimasukkan ke dalam penjara bawah tanah, "Tuan Putri, apakah Anda berubah pikiran?"Putri Agung merasa isi pikirannya sangat kacau, "Kurung dia di penjara bawah tanah dulu dan nanti baru bicarakan hal ini lagi.""Baik, Anda jangan marah dan melukai tubuh Anda sendiri," bujuk Dayang Erika."Tidak ada seorang pun yang bisa dibandingkan dengan Marko, Jihan tetap bukan Marko meski punya tampang yang sama. Jihan sama sekali tidak bisa membuatku menyukainya dan aku malah marah saat melihat wajahnya."Putri Agung kembali ke kamarnya dengan amarah di matanya dan tetap merasa kesal meski sudah duduk, "Pelayan, bawakan air dan sabun. Aku mau cuci tangan."Semua pelayan sedang sibuk bekerja pada saat ini, Putri Agung mencuci tangan bekas menyentuh Jihan berulang kali, seperti setiap kali dia sehabis berhubungan badan. Putri Agung akan merendam dirinya di dalam ember yang berisi dengan air panas untuk menghilangkan aroma yang men
Jihan berusaha untuk berdiri, tapi Jihan sama sekali tidak memiliki kekuatan di dalam tubuhnya seolah-olah dia sedang sakit parah.Jihan segera menoleh setelah mendengar suara pintu terbuka dan terdapat seseorang yang berjalan masuk setelah melewati pembatas ruangan.Rambutnya disanggul dan dihiasi oleh pita, wanita ini mengenakan pakaian berbahan satin yang berwarna putih dan hijau. Wanita ini terlihat berusia sekitar 40 tahun yang tidak terdapat kerutan apa pun di wajahnya. Tapi ekspresi wanita ini sangat serius dan memiliki aura intimidasi dari seseorang yang berkuasa.Terdapat seseorang yang mengikuti di belakang wanita dan memindahkan kursi ke samping tempat tidur. Wanita itu duduk dengan perlahan dan menatap mata Jihan yang terlihat cemas serta curiga."Si ... siapa kamu?" Jihan tidak pernah melihat Putri Agung, tapi mengetahui identitasnya pasti tidak sederhana.Putri Agung melihat kepanikan di mata Jihan dan hatinya berada di tingkat ekstrim, seolah-olah terdapat air yang menyi
Sebuah kereta kuda meninggalkan kota dan Jihan sedang bergegas untuk pergi ke Jinbaran karena terdapat masalah pada pabrik di Jinbaran. Ayahnya menyuruh Jihan untuk pergi ke sana secara pribadi meski masalahnya tidak terlalu serius.Sebenarnya Jihan telah tinggal di Jinbaran untuk waktu yang lama, tapi Jihan mengantar istrinya ke ibu kota untuk melakukan persalinan karena istrinya sedang hamil. Jihan bisa menyerahkan masalah di sana pada pengurus toko setelah masalah di Jinbaran diselesaikan, selain itu Jihan juga berencana untuk melakukan bisnis yang lain dalam perjalanannya kembali ke ibu kota.Jihan sudah lama menjadi seorang ayah, karena dia menikah saat masih berusia 20 tahun dan sudah memiliki dua putra pada saat ini. Jadi dia berharap istrinya bisa melahirkan seorang anak perempuan untuknya.Tidak terlalu banyak orang yang memiliki selir di keluarga mereka dan Jihan juga tidak memiliki satu pun selir. Jihan memiliki hubungan yang sangat harmonis dengan istrinya dan selalu membaw
Pangeran Rafael bersedia bekerja sama demi hal ini, karena anak ini akan memiliki nama belakang Gunawan dan pasti akan berada di pihak Keluarga Bangsawan Gunawan."Aku akan memberi tahu mereka saat kembali," ujar Pangeran Rafael.Putri Agung bertanya, "Sebentar lagi upacara pemberkatan orang meninggal sudah tiba, apakah kamu sudah mengundang Guru Boni?""Sudah aku undang, ada 8 biksu yang datang bersama Guru boni. Aku akan jemput mereka secara pribadi pada hari pertama."Putri Agung mengangguk kecil dan berkata, "Panggil ibumu datang, tapi kamu harus bilang kalau ibumu harus bergadang dan tidak perlu datang kalau tidak bisa melakukannya.""Tentu saja ibuku bisa melakukannya, ibuku telah menjadi penganut Buddha selama bertahun-tahun dan selalu ingin mengikuti upacara ini," ujar Pangeran Rafael dengan cepat. Terdapat Nyonya Clara, Nyonya Thalia, Nyonya Besar Arni, Nyonya Besar Mila dan lain-lain yang mendatangi upacara pemberkatan orang meninggal. Mereka semua adalah nyonya atau nyonya b
Keluarga Salim masih tidak memberi jawaban apa pun, tapi desakan berulang kali dari Putri Agung membuat Nyonya Mirna mau tidak mau harus mendatangi Kediaman Keluarga Salim secara pribadi.Nyonya Mirna baru mengetahui jika Vincent sedang pergi ke Cunang dan berada di Perkemahan Pengintai Tujuvan karena terjadi sesuatu pada Waldy, jadi Vincent pergi ke sana untuk mengunjunginya bersama dengan Charles, yang merupakan anak angkat Keluarga Akbar.Viona berkata dengan nada meminta maaf, "Seharusnya masalah ini sudah diputuskan sejak awal, tapi Vincent bersikeras mau pergi menemui teman seperjuangannya dan baru memutuskan hal ini. Aku sama sekali tidak tahu apa yang sedang dia pikirkan, tapi aku sangat menyukai Nona Reni. Kamu sendiri juga tahu kalau aku sangat menyukainya pada pertemuan pertama kami dan sangat ingin segera menjadikannya sebagai menantuku."Viona berkata dengan tulus dan Nyonya Mirna percaya karena Viona memang menunjukkan kesukaannya pada Reni pada hari itu, kemudian berkata
Merpati milik Paviliun Prumania terus beterbangan untuk bertukar pesan dan tiba di ibu kota pada dua malam sebelum upacara pemberkatan orang meninggal setelah beterbangan selama beberapa hari. Surat-surat itu baru dibawa ke Kediaman Aldiso setelah Metta dan yang lain menyusunnya menjadi sebuah surat yang lengkap di malam hari.Metta memberi surat ini pada Marsila, tapi Marsila tidak membukanya, melainkan memanggil semua orang ke ruang kerja dan menyerahkan surat itu pada Tuan Axel, karena hal ini berhubungan dengan Jenny dan sebaiknya membiarkan Tuan Axel membukanya terlebih dahulu.Terdapat urat yang menonjol di dahi Tuan Axel setelah membaca ini, "Sungguh tidak masuk akal. Ini benar-benar merupakan sebuah konspirasi, apa itu utang budi karena telah menyelamatkannya, ini semua adalah rencana yang dibuat dengan teliti."Alfred mengambil surat itu dan berkata secara garis besar setelah membacanya, "Pembuat onar itu adalah preman lokal yang buat masalah setelah terima uang dari orang lai
Tentu saja Edi tidak mengetahui jika Nona Nesa datang ke sini deminya. Edi tidak hanya akan menjadi menteri Departemen Konstruksi jika dia adalah orang yang pintar.Semua orang masih belum makan dan sedang menunggu Edi, Edi menyerahkan pangsit pada pelayan dan meminta mereka untuk merebusnya sesegera mungkin, agar mereka semua bisa makan selagi masih panas.Yanti berkata dengan nada bercanda, "Ternyata kamu pulang terlambat karena beli pangsit? Edi, sekarang perhatianmu hanya terpusat pada istrimu dan tidak ada ibumu lagi, kamu bahkan tega membiarkan ibumu kelaparan menunggumu kembali."Edi segera meminta maaf dan tidak bisa menahan diri untuk mengeluh, "Sebenarnya aku bisa pulang lebih awal, tapi Joko menyiapkan pangsitnya dengan lambat dan Nona Nesa juga menyela antrean. Nona Nesa Warda bilang dia sangat lapar dan menyuruhku untuk mengalah pada mereka berdua, jadi aku pulang terlambat hari ini.""Nona Nesa Warda?" tanya Yanti. Yanti sangat mengenal adik iparnya yang jarang berhubunga
Pangsit kuah yang panas disajikan, wangi sekali. Nona Nesa mengucap terima kasih pada Edi, "Terima kasih atas kebaikan Tuan Edi. Kalau Tuan Edi beli daun teh di tokoku lagi, aku akan beri sedikit diskon."Edi menatap Nona Nesa. "Diskon berapa?"Nona Nesa mengedipkan mata, tampak sangat lincah. "Tuan Edi mau diskon berapa?"Nona Nesa memiliki tampang yang manis dan lugu. Terutama saat mengedipkan mata, senyuman yang tersungging di bibir seperti bunga anggrek yang mekar di malam hari. Pria pasti akan terpukau padanya.Akan tetapi, Edi seakan-akan tidak melihat kecantikan dan kecentilan Nona Nesa. Dia hanya peduli berapa banyak diskon dari daun teh. "Samakan saja dengan diskon yang Nona Nesa berikan pada Tuan Warso."Nona Nesa tertawa. Matanya sangat indah. "Bagaimana bisa? Aku harus membalas kebaikan Tuan atas pemberian pangsit ini. Kalau Tuan Edi datang sendiri, aku beri seperempat kilo untuk pembelian setengah kilo. Bagaimana?"Edi berseru dengan girang, "Sepakat.""Sepakat!" Nona Nesa
Pada petang hari, Edi keluar dari kantor Departemen Konstruksi. Sudah ada kereta kuda yang menunggu di luar. Sebelum naik, Edi berpesan, "Pergi ke ujung Jalan Sejahtera. Dua hari lalu, Nyonya bilang mau makan Pangsit Joko. Beli yang mentah untuk masak di rumah nanti.""Sekarang sepertinya belum buka," jawab pak kusir.Pangsit Joko mulai berjualan pada malam hari. Ibu Kota Negara Runa makmur. Jalan Sejahtera dan Jalan Taraman sangat ramai di malam hari."Itu sebentar lagi, tunggu saja di sana," kata Edi.Pak kusir tersenyum seraya berkata, "Tuan Edi benar-benar sayang Nyonya Sanira."Edi mengetuk kepala pak kusir dengan kipas yang dia pegang. Dia tersenyum dan berujar, "Sanira menikah denganku dan sudah melahirkan anak untukku. Tentu saja aku sayang dia. Kamu juga, harus perlakukan Elmi dengan baik."Pak kusir tersenyum seraya berkata, "Aku tahu."Pak kusir adalah keturunan pelayan Keluarga Widyasono, sedangkan Elmi sudah dibeli oleh Keluarga Widyasono ketika masih kecil. Dua tahun lalu