Seperti apa yang sudah dijadwalkan, Risha akhirnya datang ke rumah sakit bersama Adhitama untuk pengambilan sampel sum-sum tulang belakang Lily.Di sana Lily tampak ketakutan dan menangis sampai tak mau lepas dari gendongan Risha.“Nggak mau, Bunda.” Lily menangis saat perawat memintanya berbaring.“Nggak papa, itu hanya bentar kok. Lily jangan nangis, ya.” Risha berusaha membujuk sambil melepas rangkulan tangan Lily di lehernya tapi tak berhasil.“Lily, Lily mau cepat sembuh, kan? Lily juga hebat dan kuat, jadi jangan takut.” Adhitama membantu menenangkan dan membujuk putrinya.Lily sesenggukan saat menoleh Adhitama, terlihat jelas ketakutan karena dia tahu akan disuntik.“Papa pegangin tangan Lily biar tidak takut, Lily kan sudah pernah disuntik? Rasanya sama kok kayak digigit semut." Adhitama masih membantu Risha membujuk Lily.Adhitama dan Risha saling beradu pandang, sebelum Risha membuang muka ke arah lain.Setelah banyak orang yang membujuk akhirnya Lily mau. Anak itu menganggu
Risha memilih diam karena tak ingin lagi banyak bertanya ke Adhitama yang ujungnya hanya menunjukkan bahwa perasaannya ke pria itu masih ada. Risha menoleh ke arah pintu ruangan di mana tindakan pengambilan sum-sum tulang belakang Lily sedang berlangsung. Risha memandang jam di ponselnya lantas berpikir kenapa waktu berjalan sangat lambat. Risha merasa sudah lama berada di luar dan bahkan banyak bicara dengan Adhitama. Saat gelisah masih merundung Risha, ternyata seseorang datang menghampiri dan memanggil namanya. "Sha!" Risha menoleh ke sumber suara, tatapannya berubah saat melihat Haris ada di sana. "Kak Haris!" Tak ayal Adhitama yang ikut menoleh saling tatap dengan Haris. Keduanya tak saling bertegur sapa, Haris lebih memilih langsung berbicara pada Risha untuk menanyakan kondisi Lily. "Dokter sedang melakukan tindakan di dalam," jawab Risha. "Tenang saja! Seandainya Lily bener-bener sakit kita bawa saja dia berobat ke Singapura atau Malaysia," kata Haris. "
Di malam yang sama Risha berada di kamarnya yang ada di rumah Haris. Risha tampak melamun, padahal dia sedang memegang ponsel yang menayangkan live penjualan produk My Lily oleh staffnya. Risha sempat membaca komentar dari konsumennya tadi. Kebanyakan dari mereka melayangkan protes karena krim pagi My Lily sangat susah didapat dan harus memakai cara pra pesan lebih dulu. Mereka juga menyayangkan kenapa My Lily tidak memiliki reseller sehingga mereka bingung jika kehabisan produk. Risha juga tadi sempat membaca ada konsumen yang kesal karena dia hanya melakukan live sekali dan setelahnya tidak pernah lagi. Namun, bukan hal itu yang membuat Risha melamun. Melainkan ucapan Adhitama soal peristiwa kebakaran yang menimpa pria itu puluhan tahun lalu. “Apa selama ini dia salah paham? Jelas-jelas aku yang membawanya keluar dari pondok itu saat kebakaran, tapi kenapa bisa dia malah mengira itu Sevia?” Risha berpikir keras, hingga bertanya-tanya kenapa Sevia mengaku-ngaku kala
Risha mengintip dari jendela rumah lantas keluar saat melihat Adhitama di depan pagar rumah Haris.Adhitama ternyata tidak berbohong dan hal itu membuat Risha sangat terkejut dan buru-buru meminta satpam rumah membuka pagar.“Sejak kapan kamu ada di sini?” tanya Risha. Dia memandang satpam yang menunduk kemudian meninggalkannya dan Adhitama.“Sejak tadi,” jawab Adhitama.Udara berembus kencang, Risha merasakan hawa dingin yang menusuk hingga ke tulang.“Masuklah, di sini dingin,” ucap Risha dengan kening berkerut.Adhitama mengangguk dan berjalan masuk ke rumah Haris, hingga saat kakinya baru saja menginjak ruang tamu, dia melihat Lily berlari menghampirinya.“Papa!” Lily berteriak mendekati Adhitama lalu memeluk.Adhitama membuka tangan lebar lalu mendekap erat Lily ke dalam pelukannya.“Kok badannya Papa dingin?” tanya Lily saat memeluk Adhitama.“Iya karena terkena AC mobil,” jawab Adhitama lalu melepas pelukan agar bisa memandang wajah Lily.“Ke kamar Lily, yuk. Biar Papa nggak di
Adhitama tak menjawab pertanyaan Haris. Dia mengabaikan pria itu lalu membuka pintu mobil. Namun, Haris dengan sigap merebut kunci mobil dari tangan Adhitama. "Apa yang kamu lakukan? Apa kamu sedang menantangku berkelahi?" Adhitama bertanya dengan kesal. "Iya, ayo segera pergi dari sini, aku tidak ingin Risha melihatmu babak belur," ketus Haris. Adhitama diam, dia akhirnya masuk ke dalam mobil dan membiarkan Haris mengemudi. Sementara itu Risha masih memerhatikan. Dia masuk kembali dan langsung menuju kamar untuk menemani Lily tidur setelah mobil Adhitama yang dikendarai Haris mulai meninggalkan rumah.Risha berpikir Haris pasti hendak mengantar Adhitama pulang. Risha mencoba tenang tapi entah kenapa tidak bisa kembali memejamkan mata. Dia masih gelisah melihat Adhitama pucat tadi. Di sisi lain, Adhitama yang berada satu mobil bersama Haris tampak memejamkan mata. Pria itu menyandarkan punggungnya dan sesekali masih terbatuk. Adhitama tak peduli Haris mau membawanya k
Risha menggelengkan kepala pelan saat sadar dia tidak boleh bertanya yang macam-macam ke Lily. Dia lantas mengalihkan pembicaraan meski masih seputar bagaimana bisa Lily mendengar Rara berbicara seperti itu. “Aku bangun tidur terus nyari Bunda, eh malah hampir saja salah masuk kamar,” ucap Lily dengan polosnya.Risha tersenyum kemudian membelai rambut Lily. Percakapan dengan anaknya sedikit meredam rasa cemas Risha yang akan mendengar penjelasan dari dokter soal kondisi Lily nanti.Risha masih menunggu, dia menoleh ke kanan dan kiri kemudian melihat jam.Risha heran kenapa dokter belum muncul juga, hingga dia memutuskan mendekat ke meja perawat.Risha menanyakan ke perawat karena ini sudah lebih dari lima belas menit dari waktu perjanjiannya bertemu dokter itu.Perawat menatap heran, membuat Risha merasa diremehkan.Apa waktunya dinilai tidak berharga?Saat Risha masih menunggu jawaban dari si perawat, dokter tampak datang dan tersenyum. Dokter itu memberi kode ke perawat dan langsun
Sevia benar-benar masuk rumah sakit karena terpleset di lokasi pemotretan. Wanita itu merintih kesakitan seolah mengalami cidera parah, bahkan terlalu berlebihan dengan berkata jika kakinya patah.“Ini tidak patah, hanya memar saja,” kata dokter karena Sevia terus saja histeris.Sevia juga mengalami lecet di beberapa titik di tangan dan kaki, tapi tidak buruk. Dia tidak mengalami kondisi fatal.Namun, kejadian jatuhnya Sevia terlanjur viral di berbagai media masa. Ini karena adanya rekaman video yang tersebar.Sevia masih terus mengeluh kesakitan, dia bahkan memarahi dokter yang sedang memeriksa.“Tapi ini sakit. Aku yang tahu kondisiku, enak banget hanya bilang memar!” amuk Sevia.Dokter hanya bisa sabar menghadapi Sevia, dia tidak peduli dengan ocehan Sevia karena yang terpenting dia sudah menjalankan tugasnya dengan baik.“Hubungi Mas Adhitama suruh ke sini.” Sevia merengek meminta Tere untuk menghubungi Adhitama.“Buat apa? Lagi pula sudah ada aku, kenapa harus merepotkan Pak Adhi
Adhitama tak menjawab pertanyaan Risha, dia membuang muka ke arah jendela restoran dan melihat Andre sudah sampai di sana menggunakan ojek daring. Andre tampak membetulkan tatanan rambutnya lebih dulu sebelum bergegas mendekat ke meja Adhitama untuk meminta kunci mobil pria itu. Andre tak lupa menyapa Risha juga Lily. Bahkan senyuman manis Andre dibalas dengan senyuman tak kalah manis oleh Lily. Setelah Andre pergi membawa mobilnya, Adhitama meminta kunci mobil Haris yang Risha bawa. Meskipun terlihat malas, tapi Risha memberikannya ke Adhitama. Pria itu dan Lily bangun dari kursi lalu berjalan bergandengan menuju pintu. Saat sampai di dekat mobil, Risha yang merasa kesal karena pertanyaannya tidak dijawab oleh Adhitama memilih memersilahkan Lily duduk di depan bersama pria itu. "Lily duduk saja di depan sama Papa, biar Bunda di belakang," kata Risha. Lily girang kemudian membuka pintu bagian depan, sedangkan Adhitama hanya memandang datar Risha yang melengos tak sudi
Keesokan harinya. Andre sudah bersiap pergi bersama Adhitama untuk mengurus masalah di anak cabang perusahaan Mahesa yang terdapat di Jogja.Mereka sarapan lebih dulu di restoran hotel, ada Risha dan Lily juga di sana.“Semalam Anda pergi ke mana, Pak?” tanya Andre. Dia tampak menekuk bibir saat melihat Adhitama hanya diam seolah tak mendengar pertanyaannya.“Kita jalan-jalan, Om Andre mau, tapi pas diketuk-ketuk pintunya, Om Andre tidak keluar,” jawab Lily.“Hampir saja aku pikir kamu mati di kamar,” ledek Adhitama, “tapi mendengar suara dengkuranmu yang seperti babi, aku yakin kamu hanya tidur,” imbuh Adhitama.Andre memasang wajah masam. Dia malu lalu melihat Risha yang tertawa.“Mana mungkin kamar di hotel bintang lima tidak kedap suara,” balas Andre.Adhitama dan Risha sama-sama menahan tawa.Andre memilih menyantap makanannya, saat itu dia melihat Mahira masuk restoran bersama kedua orang tuanya.Lily melihat Mahira, dia menatap benci karena sudah dibuat menangis oleh gadis itu
Ternyata, saat Andre tidur, Adhitama mengajak Risha dan Lily pergi keluar. Mereka pergi ke alun-alun kidul Jogja dan duduk-duduk di sana.Lily sangat senang. Anak itu sibuk bermain gelembung sabun sampai tertawa begitu bahagia. Dia berlari-lari sambil tertawa senang mengejar gelembung yang berterbangan tertiup angin.“Padahal sudah malam, tapi anak-anak masih betah main begituan,” kata Risha mengamati beberapa anak kecil yang juga bermain gelembung seperti Lily.“Namanya juga anak-anak,” balas Adhitama.Mereka duduk memakai tikar plastik yang tadi dibeli dari penjual seharga sepuluh ribu. Risha hanya tersenyum menanggapi balasan Adhitama dan terus memperhatikan Lily yang sedang bermain.Sudah lama tidak melihat Lily sesenang itu saat berlarian. Risha lega putrinya bisa kembali ceria. Risha masih memandang ke arah Lily, lalu melihat anak itu berbicara dengan anak kecil seusianya.Adhitama juga memperhatikan sang putri, sebelum memalingkan pandangan lalu menyandarkan kepala di pundak Ri
Sesampainya di Jogja, Adhitama meminta sopir yang menjemput untuk mengantar mereka ke hotel yang sudah Adhitama pesan. “Kenapa tidak ke rumah?” tanya Risha terkejut. Andre tampak biasa. Dia hanya melirik sekilas ke Adhitama yang duduk di belakang bersama Risha dan Lily. “Kemarin kamu bilang pembantumu sedang ke luar kota, jadi tidak ada yang membersihkan rumah. Aku takut rumahnya berdebu dan kalian bisa alergi,” ujar Adhitama menjelaskan. “Aku sudah bilang kalau Si mbok udah balik ke rumah,” kata Risha mengingatkan. “Aku sudah terlanjur booking kamar, sudah menginap saja di hotel, lagi pula hanya beberapa hari,” balas Adhitama tetap kukuh menginap di hotel. Risha menghela napas kasar. Akhirnya dia pasrah saja. Mereka sampai di hotel dan langsung pergi ke kamar yang dipesan. Saat Andre hendak masuk kamar, Adhitama mencegah asistennya itu. “Aku mau bicara sebentar,” kata Adhitama. “Apa, Pak?” tanya Andre. “Aku nitip Lily,” kata Adhitama lalu berlalu pergi. Andre terkejut kar
Pagi itu. Adhitama bersiap-siap untuk pergi ke perusahaan. Dia sedang mengikat dasi, lalu menoleh pada Risha yang sedang mengambilkan jas miliknya. “Oh ya sayang, aku akan pergi ke Jogja untuk mengurus pekerjaan,” kata Adhitama. Risha mengambil jas yang tergantung di lemari, lalu menoleh pada Adhitama sambil bertanya, “Kapan Mas Tama pergi? Aku mau ikut, sekalian melihat kantor di sana.” “Tapi bukan weekend, lusa aku berangkat,” jawab Adhitama. “Ya sudah, tidak apa-apa. Nanti aku ikut sama Lily juga, sekali-kali Lily libur juga tidak apa-apa. Sepertinya dia juga butuh liburan,” ucap Risha. “Oke kalau begitu. Nanti akan aku minta Andre untuk memesankan tiket untuk kalian juga,” ujar Adhitama sambil mengembangkan senyum. “Iya, tapi jangan beritahu Lily dulu ya Mas, takutnya dia nanti heboh." Risha tahu bagaimana sifat Lily, bisa-bisa anak itu akan menanyakan setiap detik kapan mereka pergi. Adhitama tersenyum penuh arti kemudian mengangguk paham. Adhitama akhirnya berangkat ke
Setelah makan malam yang sedikit menegangkan itu, Haris dan Alma beranjak pulang. Risha dan Adhitama juga memilih mengantar keduanya sampai ke halaman. “Hati-hati di jalan,” ucap Risha bersamaan dengan Haris dan Alma yang berjalan menuju mobil.Alma mengangguk lalu masuk mobil, begitu juga dengan Haris.Haris melajukan mobil meninggalkan rumah Risha. Sepanjang perjalanan, Haris melihat Alma terus saja diam. Sikap Alma membuatnya berpikir, apakah gadis itu marah karena tindakan tegasnya ke staf HRD.“Apa kamu marah?” tanya Haris untuk memastikan.“Tidak,” jawab Alma dengan suara agak lirih.Haris diam sejenak, berpikir jika Alma sudah menjawab seperti itu artinya dia tidak perlu memperpanjang masalah.“Bagaimana tadi, apa kamu sudah dapat baju untuk pernikahan kita?” tanya Haris. Untuk memecah rasa canggung dia memilih membahas hal lainnya.“Belum karena tadi Kak Risha harus menjemput Lily yang sakit,” jawab Alma dengan suara datar.Haris merasa Alma bersikap sedikit aneh. Dia kembal
Tanpa memberitahu, Malam harinya Haris menjemput Alma di rumah Risha. Saat sampai di sana, dia pergi ke kamar Lily dan bocah itu langsung meminta gendong karena masih sakit. “Kenapa badannya hangat?” tanya Haris saat menggendong Lily. “Dia demam, makanya tadi dijemput dari sekolah,” jawab Risha. Haris kaget, lalu menoleh Lily yang menyandarkan kepala di pundak. “Lily sakit? Sudah minum obat belum?” tanya Haris. “Sudah,” jawab Lily. "Lily bobok aja ya." Haris membujuk. Lily menggeleng lalu berkata," Lily maunya digendong Paman Haris.” Haris memeluk Lily, membiarkan anak itu bersikap manja, lalu kembali membujuk dan mengajak Lily berbaring di kasur. Haris mengambil buku cerita di nakas kemudian membacakan cerita untuk Lily. Alma juga ada di sana, ikut mendengarkan Haris bercerita. “Aku tinggal sebentar,” kata Risha pamit dan Alma membalasnya dengan anggukan kepala. Risha berjalan keluar dari kamar Lily. Saat menuruni anak tangga, dia melihat Adhitama yang baru
Hari itu Risha mengajak Alma pergi ke butik untuk melihat baju pernikahan. Mereka sudah ada di butik dan sedang melihat-lihat katalog untuk memilih model mana yang cocok.Saat masih memilih, Alma memberanikan diri untuk mengajak Risha mengobrol. “Kak, entah ini hanya perasaanku saja atau memang benar, tapi aku lihat akhir-akhir ini Lily jadi pemurung, apa ada masalah?” tanya Alma sambil mengalihkan tatapan dari desain gaun di katalog ke Risha. “Bukan masalah besar. Dia hanya sedih karena Audrey sudah tidak bekerja dengan kami lagi dan juga dia kehilangan adiknya,” jawab Risha. Alma mengangguk-angguk paham. Dia merasa bersimpati dan kasihan. “Mungkin nanti kalau anakku lahir, aku akan minta Lily yang memberinya nama supaya Lily senang dan sedikit terhibur,” ujar Alma. Risha terkejut sampai menoleh Alma. “Jangan, bisa-bisa nanti anakmu malah diberi nama yang aneh-aneh Sama Lily.” Alma tertawa kecil mendengar jawaban Risha. Mereka masih sibuk mengobrol sambil melihat-lihat baju
Pagi itu Lily pergi ke rumah sakit untuk menemui Risha. Dia sangat tidak sabar, sampai-sampai berjalan dengan cepat agar bisa segera menemui Risha. “Bunda!” Lily berlari ke arah ranjang ketika sampai di ruang inap Risha. Risha terkejut tapi juga senang karena Lily ada di sana. “Bunda, adiknya Lily sudah tidak ada, ya?” tanya Lily dengan tatapan sedih. Risha mengangguk. “Bunda nggak akan sakit lagi, kan?” tanya Lily lagi. “Iya,” balas Risha sambil memulas senyum. Adhitama mendekat, lalu mengusap rambut Lily dengan lembut. “Kenapa hari ini Lily tidak mau sekolah?” tanya Risha. “Nggak mau, Lily maunya sama Bunda,” jawab Lily sambil memainkan telunjuk di atas sprei. Adhitama dan Risha saling tatap. “Bagaimana di rumah Kakek Roshadi? Apa di sana seru?” tanya Adhitama. Lily hanya diam menunduk, tapi kemudian menjawab, “Iya Kakek Roshadi juga punya kolam ikan.” “Iya, Kakek membuat itu spesial untuk Lily karena Lily suka sama ikan Koi,” balas Adhitama. “Em ... kalau Lily suka di
Alma tak langsung pulang setelah menitipkan barangnya ke mobil Andre. Dia masih menyelesaikan pekerjaannya sampai pukul lima. “Permisi Pak, aku izin pulang dulu,” pamit Alma.“Apa kamu sudah mengecek semuanya? siapa tahu masih ada barang yang tertinggal?” tanya Haris memastikan.Alma menggelengkan kepala.“Sudah tidak ada, semua barangnya sudah aku titipkan ke mobil Andre,” jawab Alma.Haris mengerutkan dahi.“Aku pulang dulu,” kata Alma lagi. Dia merasa sedikit canggung dan tetap memutar tumit pergi dari ruangan Haris.Saat Alma akan meraih gagang pintu, Haris mencegah dan berkata, “Besok lagi tidak ada titip-titip barang ke pria lain.”Alma menoleh dan hanya tersenyum sambil mengangguk. Dia pergi meninggalkan Haris.Alma turun ke lobi, saat sampai di sana sudah ada Andre yang menunggunya.“Ayo pulang,” kata Andre.Alma mengangguk. Dia dan Andre berjalan keluar dari lobi secara bersamaan.Saat mereka sedang berjalan, Alma mendengar ada dua staf yang berbisik-bisik menggunjing diriny