Sevia benar-benar masuk rumah sakit karena terpleset di lokasi pemotretan. Wanita itu merintih kesakitan seolah mengalami cidera parah, bahkan terlalu berlebihan dengan berkata jika kakinya patah.“Ini tidak patah, hanya memar saja,” kata dokter karena Sevia terus saja histeris.Sevia juga mengalami lecet di beberapa titik di tangan dan kaki, tapi tidak buruk. Dia tidak mengalami kondisi fatal.Namun, kejadian jatuhnya Sevia terlanjur viral di berbagai media masa. Ini karena adanya rekaman video yang tersebar.Sevia masih terus mengeluh kesakitan, dia bahkan memarahi dokter yang sedang memeriksa.“Tapi ini sakit. Aku yang tahu kondisiku, enak banget hanya bilang memar!” amuk Sevia.Dokter hanya bisa sabar menghadapi Sevia, dia tidak peduli dengan ocehan Sevia karena yang terpenting dia sudah menjalankan tugasnya dengan baik.“Hubungi Mas Adhitama suruh ke sini.” Sevia merengek meminta Tere untuk menghubungi Adhitama.“Buat apa? Lagi pula sudah ada aku, kenapa harus merepotkan Pak Adhi
Adhitama tak menjawab pertanyaan Risha, dia membuang muka ke arah jendela restoran dan melihat Andre sudah sampai di sana menggunakan ojek daring. Andre tampak membetulkan tatanan rambutnya lebih dulu sebelum bergegas mendekat ke meja Adhitama untuk meminta kunci mobil pria itu. Andre tak lupa menyapa Risha juga Lily. Bahkan senyuman manis Andre dibalas dengan senyuman tak kalah manis oleh Lily. Setelah Andre pergi membawa mobilnya, Adhitama meminta kunci mobil Haris yang Risha bawa. Meskipun terlihat malas, tapi Risha memberikannya ke Adhitama. Pria itu dan Lily bangun dari kursi lalu berjalan bergandengan menuju pintu. Saat sampai di dekat mobil, Risha yang merasa kesal karena pertanyaannya tidak dijawab oleh Adhitama memilih memersilahkan Lily duduk di depan bersama pria itu. "Lily duduk saja di depan sama Papa, biar Bunda di belakang," kata Risha. Lily girang kemudian membuka pintu bagian depan, sedangkan Adhitama hanya memandang datar Risha yang melengos tak sudi
Sevia mencoba terus menghubungi Adhitama. Dia sangat kesal karena Pria itu tidak mau datang ke rumah sakit menjenguknya. Untuk yang kesekian kali, Sevia berusaha menghubungi Adhitama, hingga dia sangat terkejut karena nomornya malah diblokir. “Ap-apa maksudnya ini? Bagaimana bisa Mas Adhitama melakukan ini?” Sevia begitu emosi karena Adhitama benar-benar mengabaikannya. Sevia saat ini sudah dipindah di ruang inap. Dia yang duduk di ranjang pesakitan melihat Tere yang sibuk menerima panggilan karena banyaknya awak media yang penasaran dengan kondisi Sevia saat ini. Tere mengakhiri panggilan, lalu menghampiri Sevia yang masih memandangnya. “Kamu harus membuat konferensi pers untuk menjelaskan kondisimu saat ini. Bagaimana kalau besok? Bukankah dokter bilang besok kamu sudah boleh pulang?" Tere bertanya pada Sevia setelah menjelaskan. Dia tak menyangka pertanyaan yang biasa saja menurutnya itu bisa membuat Sevia sangat murka. “Aku itu masih sakit, apa kamu tidak bisa
Sevia kebingungan tetapi karena tak ingin sampai Risha berpikir dirinya takut, akhirnya Sevia kembali membalas pesan Risha. Dia memberitahukan rumah sakit tempatnya dirawat sekarang. [Baiklah, aku akan datang besok.] Sevia membaca pesan dari Risha, entah kenapa dia takut sampai tangannya gemetar, meski begitu dia berusaha tetap tenang. ** Keesokan harinya. Risha berniat menitipkan Lily ke rumah Kakek Roi. Selain karena Pria tua itu terus menanyakan kapan mereka menginap lagi, Risha juga merasa lebih aman menitipkan Lily di sana. Setidaknya ada banyak pembantu yang bisa membantu mengawasi. “Nanti di sana Lily jangan nakal, ya. Harus nurut sama Buyut,” ucap Risha menjelaskan. Lily mengangguk mendengar ucapan Risha. “Memangnya kamu mau ke mana?” Adhitama yang dulu sama sekali tak peduli pada Risha, kini sampai ingin tahu alasan Risha ingin menitipkan Lily. “Aku ada urusan penting, kamu tidak perlu tahu,” jawab Risha, “kamu juga tidak perlu mengantar kami,” ucap Risha k
Sevia yang mendengar semua ucapan Risha semakin ketakutan, dia tak menyangka niatnya membuat Risha terpukul gagal total, dan malah dia yang harus menerima kenyataan bahwa Risha memegang kartu matinya.“Gila! Bagaimana bisa kamu selicik dan sejahat itu, memanfaatkan kebaikan orang yang memiliki trauma masa kecil demi keuntungan pribadi.”Risha kembali bicara dan membuat Sevia geram.Risha terkejut karena Sevia tiba-tiba saja tersenyum dan memandangnya rendah.“Lalu kenapa tidak kamu beritahu saja Mas Tama? Meskipun aku tidak hamil anaknya, tapi kamu tidak tahu apa yang sudah kami lakukan, berapa kali kami bercinta dan bermesraan sebelum kamu menghilang.”Risha tertawa mendengar ocehan Sevia, dengan enteng menjawab,” Aku tidak peduli, aku juga sudah mengajukan gugatan cerai padanya, hari ini pengacaraku akan datang menemuinya. Kamu tahu? Aku tidak pernah menginginkan bisa kembali bersama Mas Tama, hanya saja aku juga tidak akan diam membiarkannya jatuh ke tangan jalang jahat sepertimu.”
Adhitama menggeleng, dia benar-benar tak paham dengan apa yang kakek Roi ucapkan. Sedangkan kakek Roi sendiri sudah lupa dan salah sangka, dia pikir sudah pernah menyampaikan cerita ini pada Adhitama, tapi ternyata belum. "Apa kamu tidak masalah kakek membahas ini lagi?" tanya Kakek Roi. "Aku tidak paham ke mana arah pembicaraan ini, Risha? Menyelamatkan hidupku?" Adhitama bingung sekaligus penasaran. "Kamu pasti ingat kalau Risha itu sejak kecil sering kita ajak pergi bersama, kamu pasti juga ingat kita sering ke panti asuhan di Jogja karena Kakek Risha berasal dari sana," ucap Kakek Roi. "Aku ingat semua itu," balas Adhitama. Tatapannya ke sang kakek masih sama, menuntut penjelasan lebih. "Lalu kamu pasti ingat soal kebakaran pondok yang menimpamu bukan?" Adhitama mengangguk membalas pertanyaan Kakek Roi. "Hari itu untung ada Risha yang diam-diam mengikutimu, dia menunggu di depan pondok saat kamu masuk, tapi tak lama tiba-tiba pondok itu terbakar. Risha dengan beran
Risha merasa syok mendengar ucapan Adhitama. Dia buru-buru bangun dari duduk lalu mendekat ke arah Lily. Risha merasa sikap Adhitama berubah semenjak dia datang kembali. Mungkinkah empat tahun ini Adhitama menyesal? Risha menggeleng menepis pikirannya. Jangan sampai dia menumbuhkan kembali perasaan ke pria itu Cinta bertepuk sebelah tangan sangat menyakitkan. Risha akhirnya masuk ke area Lily bermain pasir. Lily yang sedang asyik bermain kaget melihat Risha sudah ada di dekatnya. Anak itu hanya tersenyum dan belum sadar kalau sang Papa datang menyusul. Hingga beberapa saat kemudian, jantung Risha hampir melompat keluar mendapati Adhitama mendekatinya dan Lily. Adhitama duduk di kursi kecil yang biasa dipakai anak-anak bermain lalu mengambil tempat di depan Lily. "Em.... asyiknya! Papa juga mau membuat rumah seperti Lily." Adhitama sengaja bicara tanpa menyapa. Lily kaget sambil mengangkat kepala. Anak itu tertawa semringah melihat Adhitama mengambil sekop kecil kem
Malam harinya Risha yang sedang menemani Lily tidur tampak melamun. Risha bersandar pada headboard ranjang kamar Adhitama sambil mengusap-usap kepala Lily yang sudah terlelap. Risha baru saja membaca beberapa artikel tentang leukimia pada anak. Beberapa berakhir tidak baik dan beberapa berakhir baik. Risha tiba-tiba meneteskan air mata. Bukankah orangtua anak-anak itu pasti sudah mengusahakan yang terbaik? Kemudian Risha menyadari bahwa di dunia ini ada hal di luar kendali manusia. Risha mengusap pipi yang basah, dia buru-buru memalingkan muka saat pintu kamar terbuka. Risha menyadari Adhitama masuk lantas dia berdiri ingin kembali ke kamar bawah. Beberapa hari ini Risha membohongi Lily soal tidur di kamar yang sama dengan anak itu dan Adhitama. Lily memang biasa bangun di saat Risha sudah tidak ada di kamar, sehingga anak itu mempercayai perkataan Bundanya. "Sudah malam, sebaiknya istirahat," ucap Risha. Dia menghindari Adhitama agar mereka tidak perlu membicarakan s
Keesokan harinya. Andre sudah bersiap pergi bersama Adhitama untuk mengurus masalah di anak cabang perusahaan Mahesa yang terdapat di Jogja.Mereka sarapan lebih dulu di restoran hotel, ada Risha dan Lily juga di sana.“Semalam Anda pergi ke mana, Pak?” tanya Andre. Dia tampak menekuk bibir saat melihat Adhitama hanya diam seolah tak mendengar pertanyaannya.“Kita jalan-jalan, Om Andre mau, tapi pas diketuk-ketuk pintunya, Om Andre tidak keluar,” jawab Lily.“Hampir saja aku pikir kamu mati di kamar,” ledek Adhitama, “tapi mendengar suara dengkuranmu yang seperti babi, aku yakin kamu hanya tidur,” imbuh Adhitama.Andre memasang wajah masam. Dia malu lalu melihat Risha yang tertawa.“Mana mungkin kamar di hotel bintang lima tidak kedap suara,” balas Andre.Adhitama dan Risha sama-sama menahan tawa.Andre memilih menyantap makanannya, saat itu dia melihat Mahira masuk restoran bersama kedua orang tuanya.Lily melihat Mahira, dia menatap benci karena sudah dibuat menangis oleh gadis itu
Ternyata, saat Andre tidur, Adhitama mengajak Risha dan Lily pergi keluar. Mereka pergi ke alun-alun kidul Jogja dan duduk-duduk di sana.Lily sangat senang. Anak itu sibuk bermain gelembung sabun sampai tertawa begitu bahagia. Dia berlari-lari sambil tertawa senang mengejar gelembung yang berterbangan tertiup angin.“Padahal sudah malam, tapi anak-anak masih betah main begituan,” kata Risha mengamati beberapa anak kecil yang juga bermain gelembung seperti Lily.“Namanya juga anak-anak,” balas Adhitama.Mereka duduk memakai tikar plastik yang tadi dibeli dari penjual seharga sepuluh ribu. Risha hanya tersenyum menanggapi balasan Adhitama dan terus memperhatikan Lily yang sedang bermain.Sudah lama tidak melihat Lily sesenang itu saat berlarian. Risha lega putrinya bisa kembali ceria. Risha masih memandang ke arah Lily, lalu melihat anak itu berbicara dengan anak kecil seusianya.Adhitama juga memperhatikan sang putri, sebelum memalingkan pandangan lalu menyandarkan kepala di pundak Ri
Sesampainya di Jogja, Adhitama meminta sopir yang menjemput untuk mengantar mereka ke hotel yang sudah Adhitama pesan. “Kenapa tidak ke rumah?” tanya Risha terkejut. Andre tampak biasa. Dia hanya melirik sekilas ke Adhitama yang duduk di belakang bersama Risha dan Lily. “Kemarin kamu bilang pembantumu sedang ke luar kota, jadi tidak ada yang membersihkan rumah. Aku takut rumahnya berdebu dan kalian bisa alergi,” ujar Adhitama menjelaskan. “Aku sudah bilang kalau Si mbok udah balik ke rumah,” kata Risha mengingatkan. “Aku sudah terlanjur booking kamar, sudah menginap saja di hotel, lagi pula hanya beberapa hari,” balas Adhitama tetap kukuh menginap di hotel. Risha menghela napas kasar. Akhirnya dia pasrah saja. Mereka sampai di hotel dan langsung pergi ke kamar yang dipesan. Saat Andre hendak masuk kamar, Adhitama mencegah asistennya itu. “Aku mau bicara sebentar,” kata Adhitama. “Apa, Pak?” tanya Andre. “Aku nitip Lily,” kata Adhitama lalu berlalu pergi. Andre terkejut kar
Pagi itu. Adhitama bersiap-siap untuk pergi ke perusahaan. Dia sedang mengikat dasi, lalu menoleh pada Risha yang sedang mengambilkan jas miliknya. “Oh ya sayang, aku akan pergi ke Jogja untuk mengurus pekerjaan,” kata Adhitama. Risha mengambil jas yang tergantung di lemari, lalu menoleh pada Adhitama sambil bertanya, “Kapan Mas Tama pergi? Aku mau ikut, sekalian melihat kantor di sana.” “Tapi bukan weekend, lusa aku berangkat,” jawab Adhitama. “Ya sudah, tidak apa-apa. Nanti aku ikut sama Lily juga, sekali-kali Lily libur juga tidak apa-apa. Sepertinya dia juga butuh liburan,” ucap Risha. “Oke kalau begitu. Nanti akan aku minta Andre untuk memesankan tiket untuk kalian juga,” ujar Adhitama sambil mengembangkan senyum. “Iya, tapi jangan beritahu Lily dulu ya Mas, takutnya dia nanti heboh." Risha tahu bagaimana sifat Lily, bisa-bisa anak itu akan menanyakan setiap detik kapan mereka pergi. Adhitama tersenyum penuh arti kemudian mengangguk paham. Adhitama akhirnya berangkat ke
Setelah makan malam yang sedikit menegangkan itu, Haris dan Alma beranjak pulang. Risha dan Adhitama juga memilih mengantar keduanya sampai ke halaman. “Hati-hati di jalan,” ucap Risha bersamaan dengan Haris dan Alma yang berjalan menuju mobil.Alma mengangguk lalu masuk mobil, begitu juga dengan Haris.Haris melajukan mobil meninggalkan rumah Risha. Sepanjang perjalanan, Haris melihat Alma terus saja diam. Sikap Alma membuatnya berpikir, apakah gadis itu marah karena tindakan tegasnya ke staf HRD.“Apa kamu marah?” tanya Haris untuk memastikan.“Tidak,” jawab Alma dengan suara agak lirih.Haris diam sejenak, berpikir jika Alma sudah menjawab seperti itu artinya dia tidak perlu memperpanjang masalah.“Bagaimana tadi, apa kamu sudah dapat baju untuk pernikahan kita?” tanya Haris. Untuk memecah rasa canggung dia memilih membahas hal lainnya.“Belum karena tadi Kak Risha harus menjemput Lily yang sakit,” jawab Alma dengan suara datar.Haris merasa Alma bersikap sedikit aneh. Dia kembal
Tanpa memberitahu, Malam harinya Haris menjemput Alma di rumah Risha. Saat sampai di sana, dia pergi ke kamar Lily dan bocah itu langsung meminta gendong karena masih sakit. “Kenapa badannya hangat?” tanya Haris saat menggendong Lily. “Dia demam, makanya tadi dijemput dari sekolah,” jawab Risha. Haris kaget, lalu menoleh Lily yang menyandarkan kepala di pundak. “Lily sakit? Sudah minum obat belum?” tanya Haris. “Sudah,” jawab Lily. "Lily bobok aja ya." Haris membujuk. Lily menggeleng lalu berkata," Lily maunya digendong Paman Haris.” Haris memeluk Lily, membiarkan anak itu bersikap manja, lalu kembali membujuk dan mengajak Lily berbaring di kasur. Haris mengambil buku cerita di nakas kemudian membacakan cerita untuk Lily. Alma juga ada di sana, ikut mendengarkan Haris bercerita. “Aku tinggal sebentar,” kata Risha pamit dan Alma membalasnya dengan anggukan kepala. Risha berjalan keluar dari kamar Lily. Saat menuruni anak tangga, dia melihat Adhitama yang baru
Hari itu Risha mengajak Alma pergi ke butik untuk melihat baju pernikahan. Mereka sudah ada di butik dan sedang melihat-lihat katalog untuk memilih model mana yang cocok.Saat masih memilih, Alma memberanikan diri untuk mengajak Risha mengobrol. “Kak, entah ini hanya perasaanku saja atau memang benar, tapi aku lihat akhir-akhir ini Lily jadi pemurung, apa ada masalah?” tanya Alma sambil mengalihkan tatapan dari desain gaun di katalog ke Risha. “Bukan masalah besar. Dia hanya sedih karena Audrey sudah tidak bekerja dengan kami lagi dan juga dia kehilangan adiknya,” jawab Risha. Alma mengangguk-angguk paham. Dia merasa bersimpati dan kasihan. “Mungkin nanti kalau anakku lahir, aku akan minta Lily yang memberinya nama supaya Lily senang dan sedikit terhibur,” ujar Alma. Risha terkejut sampai menoleh Alma. “Jangan, bisa-bisa nanti anakmu malah diberi nama yang aneh-aneh Sama Lily.” Alma tertawa kecil mendengar jawaban Risha. Mereka masih sibuk mengobrol sambil melihat-lihat baju
Pagi itu Lily pergi ke rumah sakit untuk menemui Risha. Dia sangat tidak sabar, sampai-sampai berjalan dengan cepat agar bisa segera menemui Risha. “Bunda!” Lily berlari ke arah ranjang ketika sampai di ruang inap Risha. Risha terkejut tapi juga senang karena Lily ada di sana. “Bunda, adiknya Lily sudah tidak ada, ya?” tanya Lily dengan tatapan sedih. Risha mengangguk. “Bunda nggak akan sakit lagi, kan?” tanya Lily lagi. “Iya,” balas Risha sambil memulas senyum. Adhitama mendekat, lalu mengusap rambut Lily dengan lembut. “Kenapa hari ini Lily tidak mau sekolah?” tanya Risha. “Nggak mau, Lily maunya sama Bunda,” jawab Lily sambil memainkan telunjuk di atas sprei. Adhitama dan Risha saling tatap. “Bagaimana di rumah Kakek Roshadi? Apa di sana seru?” tanya Adhitama. Lily hanya diam menunduk, tapi kemudian menjawab, “Iya Kakek Roshadi juga punya kolam ikan.” “Iya, Kakek membuat itu spesial untuk Lily karena Lily suka sama ikan Koi,” balas Adhitama. “Em ... kalau Lily suka di
Alma tak langsung pulang setelah menitipkan barangnya ke mobil Andre. Dia masih menyelesaikan pekerjaannya sampai pukul lima. “Permisi Pak, aku izin pulang dulu,” pamit Alma.“Apa kamu sudah mengecek semuanya? siapa tahu masih ada barang yang tertinggal?” tanya Haris memastikan.Alma menggelengkan kepala.“Sudah tidak ada, semua barangnya sudah aku titipkan ke mobil Andre,” jawab Alma.Haris mengerutkan dahi.“Aku pulang dulu,” kata Alma lagi. Dia merasa sedikit canggung dan tetap memutar tumit pergi dari ruangan Haris.Saat Alma akan meraih gagang pintu, Haris mencegah dan berkata, “Besok lagi tidak ada titip-titip barang ke pria lain.”Alma menoleh dan hanya tersenyum sambil mengangguk. Dia pergi meninggalkan Haris.Alma turun ke lobi, saat sampai di sana sudah ada Andre yang menunggunya.“Ayo pulang,” kata Andre.Alma mengangguk. Dia dan Andre berjalan keluar dari lobi secara bersamaan.Saat mereka sedang berjalan, Alma mendengar ada dua staf yang berbisik-bisik menggunjing diriny