Malamnya Adhitama pulang larut. Adhitama bahkan tak sempat bertemu Lily karena anak itu sudah tidur.Setelah melihat putri kecilnya di kamar, Adhitama kembali ke kamarnya. Di sana Risha baru saja meletakkan teh yang baru saja dia buat ke meja.“Mau aku siapkan air hangat?” tanya Risha sambil mendekat ke arah Adhitama. Dia membantu pria itu melepas kancing kemejanya.“Tidak perlu, aku bisa melakukannya sendiri,” kata Adhitama. Dia menyambar bibir Risha dan menciumnya begitu lama.“Mas Tama kangen ya sama aku?” goda Risha saat tautan bibir mereka terlepas.“Banget.” Adhitama kembali mencium bibir Risha, dan kali ini dengan sedikit lumatan hingga lidah mereka saling bertautan.“Sudah, Mas mandi dulu sana.” Pipi Risha sudah bersemu merah. Dia tahu malam itu Adhitama pasti akan mengajaknya mendayung nirwana.Adhitama mengangguk, menyesap sedikit teh yang Risha buat sebelum masuk ke kamar mandi.Sesaat kemudian, Adhitama keluar dengan handuk yang melingkar di pinggang. Dia melihat Risha ber
Pagi harinya Adhitama tampak berhadap-hadapan dengan Audrey di depan. Seperti biasa Audrey datang untuk mengantar Lily ke sekolah. Risha yang melihat menjadi takut jika sampai Adhitama kelewat batas dalam memarahi Audrey. Namun ternyata Adhitama hanya meminta Audrey agar tidak terlalu keras ke Lily. "Maaf Pak." Hanya itu kata yang Audrey ucapkan ke Adhitama. Setelah itu dia mengajak Lily berangkat. Lily sendiri bersikap biasa, bahkan sudah cerewet ke Audrey seperti sebelumnya. Risha yang melihat tersenyum. Dia mensejajari Adhitama lalu berkata," Syukurlah Lily memiliki sifat yang mudah memaafkan." "Dia sepertiku," kata Adhitama sedikit narsis. Risha melebarkan mata, dia hampir saya terbahak mendengar omongan Adhitama. *** Di sisi lain siang itu Alma duduk di meja kerjanya dengan wajah cemas. Dia takut kalau sampai Risha dan Adhitama menceritakan pertemuan mereka di rumah sakit tadi. Alma tidak fokus, pikirannya sudah sampai ke mana-mana. Sampai-sampai Alma terke
Sementara Andre berada di ruang kerja Adhitama, Haris dan Alma pergi keluar untuk bertemu klien. Mereka masih berada di mobil menuju tempat pertemuan. Sesekali Haris menoleh Alma yang diam duduk di sampingnya memandang aspal jalanan lewat kaca depan. Haris merasa tak bisa terus seperti ini hingga berusaha memecah keheningan yang terjadi di antara dirinya dan Alma. “Apa kamu benar-benar pergi ke dokter kemarin?" tanya Haris. "Iya Pak," jawab Alma singkat. "Kalau begitu masukkan saja tagihan pemeriksaanmu ke admin biar nanti diganti," ucap Haris. Alma yang mendengar seketika kaget. Dia menolak dengan berkata biaya yang dia keluarkan untuk periksa tidak sebesar itu. "Lalu apa kata dokter? Apa sekarang sudah lebih baik? Atau kamu masih merasa kurang enak badan?" tanya Haris. “Sudah,” jawab Alma," Setelah minum obat rasanya tidak seburuk kemarin," imbuh wanita itu sambil menunduk. Alma diam-diam meremas ujung blouse yang dipakai karena gugup. Haris hanya mengangguk la
Alma tertegun, dia tak menyangka Haris akan menyatakan perasaan seperti ini. "Pak Haris, saya .... " Belum juga Alma membalas, Haris sudah lebih dulu bicara. "Aku tidak butuh jawabanmu, aku hanya ingin mengungkapkan isi hatiku," kata Haris. "Rasanya lega," imbuhnya kemudian sambil memulas senyuman. Alma terpaku, dia tak bisa berkata-kata dan bingung harus berbuat apa. Mereka tiba di kantor dan langsung menuju tempat masing-masing. Alma hanya bisa memandang punggung Haris yang menghilang setelah masuk ke ruang kerja. Alma bingung, merasa apa yang barus terjadi hanya mimpi. Dia duduk di belakang mejanya kemudian meraih sepucuk amplop yang tadi pagi dia letakkan di dalam laci. "Bagaimana ini? Haruskah aku memberikannya ke Pak Haris?" gumam Alma. *** Sementara di ruangan lain, Risha tak langsung pergi setelah Adhitama dan Andre selesai makan. Dia duduk di sofa, menahan Adhitama kembali bekerja dan bersandar manja ke dada pria itu. "Kenapa? Apa ada yang kamu pikirka
Setelah selesai bermanja-manjaan dengan Adhitama, Risha lantas pamit pergi. Namun, baru beberapa langkah, Risha buru-buru mengurungkan niat. Dia menghubungi Haris lebih dulu dan menanyakan apa pria itu sibuk. Haris menjawab belum ada pekerjaan yang mendesak, hingga Risha mengajaknya untuk bertemu. Namun, bukannya meminta Risha datang ke ruangannya, Haris meminta adik angkatnya itu menunggu di kafe dekat kantor. Risha awalnya merasa aneh, tapi setelah Haris datang dan langsung memesan makanan, dia tahu kalau pria itu belum makan siang. "Kita bisa pergi ke restoran atau tempat makan, kenapa memilih di sini? Makanan kafe tidak begitu enak," kata Risha. "Tidak apa-apa yang pasti bisa mengganjal perut dan aku tidak sampai terkena sakit maag," jawab Haris dengan nada candaan. Risha yang mendengar tertawa kemudian membalas," Makanya cepat cari pasangan supaya ada yang memperhatikan Kak Haris untuk hal-hal kecil semacam ini." Haris hanya tersenyum tipis, dia kembali menyantap m
Hari berganti tapi Adhitama terus memikirkan permintaan Risha. Bahkan sebelum berangkat tadi wanita itu mengingatkannya untuk bicara ke Andre lagi.Hingga Adhitama memutuskan memanggil Andre dan Haris untuk datang menemuinya di rooftop gedung Mahesa setibanya dia di sana.Andre dan Haris yang datang bersamaan terkejut saat tahu mereka sama-sama diundang Adhitama.Mereka bingung sampai menatap pada Adhitama yang sudah menunggu.“Apa yang sebenarnya mau kamu lakukan?” tanya Haris.“Iya, Pak. Sebenarnya ada apa ini? Pak Tama tidak akan melakukan sesuatu pada saya, kan?” tanya Andre panik.Tatapan Adhitama beralih ke Andre, lalu berkata, “Memangnya kamu pikir aku akan berbuat apa? Kamu bicara seolah kamu orang penting saja.”Andre langsung melipat bibir mendengar ucapan Adhitama,“Ada apa sebenarnya? Kenapa harus bicara di rooftop?” tanya Haris lagi.Adhitama menatap Haris dan Andre bergantian, lalu menjawab, “Risha ngidam.”Haris dan Andre terkejut sampai melongo.“Lalu, apa hubungannya
Alma ragu, tapi akhirnya tetap memberanikan diri untuk menjawab.“Itu surat pengunduran diri saya, Pak.”Alma menjelaskan dengan suara yang berat.Haris terkejut sampai menegakkan tubuh.“Kenapa mendadak sekali? Apa karena ungkapan perasaanku padamu kemarin?” tanya Haris menyelidik.Alma menggeleng, lalu menjawab, “Bukan karena itu, Pak.”“Lalu soal apa? Kenapa kamu tiba-tiba ingin mengundurkan diri?” tanya Haris.Alma menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskan pelan. Dia sudah menebak jika Haris tidak akan setuju begitu saja dengan keputusannya ini, sehingga Alma harus menyiapkan alasan yang tepat.“Ada masalah pribadi yang tidak bisa saya jelaskan pada Anda,” jawab Alma berusaha tenang.“Aku tidak bisa menerima surat pengunduran dirimu,” tolak Haris sambil menyandarkan punggung di kursi.“Lagi pula, bukankah sudah jelas aturannya? Jika ingin mengundurkan diri, kamu harus mengajukan sebulan sebelumnya dan kamu harus membantu memberikan arahan pada sekretaris baru yang ditunjuk,” uja
Perasaan manusia memang sangat rumit, begitu pula dengan Alma. Dia tidak pernah sekalipun membayangkan akan menenggelamkan diri ke situasi yang membuatnya berada dalam masalah. Haris. Pria itu sudah mencuri hatinya sejak pertama kali bekerja di Mahesa. Bagi Alma tak hanya rupawan, tapi sikap Haris yang baik dan perhatian membuat rasa kagum di hatinya berubah menjadi perasaan cinta. Alma tahu Haris tak mudah dirayu, dia juga tidak memiliki niat sama sekali merayu atasannya itu. Dia hanya upik abu, jadi bagaimana mungkin berharap memiliki kekasih seorang pangeran tampan. Alma menyimpan perasaannya dengan cara bekerja sebaik-baiknya untuk Haris. Hingga malam itu datang. Mata Alma buta karena perasaannya. Dia membiarkan saja Haris yang tak sadarkan diri menyentuh bahkan mencium bibirnya penuh gairah. Hingga suasana berubah semakin intim dan Alma dengan sadar menyerahkan kesuciannya. Alma menangis, tapi menyesali semua itu tak ada gunanya. Saat sadar sudah membuat kesalahan
Risha dan Adhitama berjalan beriringan masuk ke sekolah Lily pagi itu. Mereka terlihat beberapa kali berhenti untuk berbicara dengan orangtua teman Lily yang juga datang ke sekolah.Hari itu acara kelulusan murid digelar, Risha sudah tidak sabar melihat bagaimana penampilan putri kecilnya di atas pentas.Risha duduk sambil harap-harap cemas menunggu acara dimulai.“Dia tidak akan membuat kesalahan ‘kan?” tanya Risha sambil meremas tangan. Padahal Lily yang akan tampil, tapi dia yang grogi.Adhitama yang melihat Risha beberapa kali menggigit bibir bawah hanya tersenyum, dia meraih tangan sang istri yang ada di atas paha lalu menggenggamnya erat.“Dingin sekali, kenapa kamu yang gugup begini?” tanya Adhitama.“Aku hanya khawatir. Lihat saja banyak orang begini, bagaimana kalau dia takut hingga membuat kesalahan. Dia pasti sedih dan bisa kehilangan rasa percaya diri, ini penampilan pertamanya di depan banyak orang,” jawab Risha.“Kamu harus yakin ke Lily, dia pasti bisa. Calon penerus Ma
Sore itu, Andre duduk di meja kerjanya sambil menatap layar laptop. Pekerjaan hari itu hampir selesai, tetapi ada satu hal lagi yang harus dia urus sebelum meminta izin pulang ke Adhitama.Andre melihat jam di tangannya, sudah hampir pukul lima sore. Andre menarik napas dalam-dalam sebelum berdiri dan melangkah ke ruangan Adhitama.“Pak, apa saya bisa bicara sebentar?” kata Andre, mencoba terdengar tenang meskipun ada sedikit kegugupan di suaranya.Adhitama yang masih berkutat dengan layar laptop menjawab, “Tentu. Ada apa?”“Saya mau minta izin, Pak. Lusa rencananya saya ingin mengambil cuti untuk jalan-jalan sebentar. Sudah lama saya tidak liburan."Adhitama sedikit terkejut mendengar permintaan Andre. Dia menghentikan pekerjaannya sejenak lalu memandang sekretarisnya itu. “Jalan-jalan? Ke mana? Memang kamu sudah punya pacar?” goda Adhitama.Andre tertawa kecil mendengar pertanyaan sang atasan. Pemuda itu sedikit berkilah dengan menjawab, “Memang pergi jalan-jalan harus bersama pacar
Seminggu kemudian Alma dan Haris mengadakan syukuran atas kelahiran anak mereka.Syukuran di rumah mereka berjalan meriah. Tamu-tamu yang datang silih berganti, membawa suasana hangat penuh canda tawa.Alma, yang baru saja melahirkan putra pertamanya, tampak bahagia menyambut satu per satu tamu yang hadir.Andre melangkah masuk dengan senyum kecil di wajah. Berbaur dengan tamu-tamu lain yang sebagian besar dia kenal. Namun, saat melihat sosok gadis yang tengah mengobrol di sudut lain ruangan, Andre segera berjalan mendekatinya. Ia sudan lama tak bertemu dengan Mahira, tapi dia sebenarnya sudah menduga pasti akan bertemu dengan Mahira di rumah Alma."Andre! Lama nggak ketemu. Apa kabar?" tanya Mahira sambil tersenyum lebar.Andre mengangguk kecil. "Baik. Kamu gimana?""Aku? Baik juga. Ngomong-ngomong, kabar mamamu gimana? Sehat kan?""Sehat kok," jawab Andre.Mereka terlihat canggung, Mahira bahkan ingin menjauh tapi entah kenapa ada perasaan yang membuatnya ingin terus mengobrol denga
Risha baru saja keluar dari kamar Lily malam itu. Dia berjalan pelan sambil memandang pintu ruang kerja Adhitama. Risha ragu mungkinkah Adhitama masih berada di sana atau sudah kembali ke kamar mereka. Risha mengedikkan bahu, memilih mempercepat langkah menuju kamar tidur. Baru saja menutup pintu, Adhitama membuat Risha terkejut karena sudah berada di dalam. “Astaga Mas Tama!” pekik Risha setelah sebelumnya berjengket karena kaget. “Kamu itu kenapa?” Adhitama terkekeh kecil lalu menekuk tangan di depan dada. “Aku pikir Mas masih di ruang kerja,” balas Risha sambil naik ke atas ranjang lalu duduk di samping Adhitama. “Apa ada masalah lagi di Mahesa?” tanyanya penuh perhatian. “Tidak ada, hanya mengecek dan memastikan sesuatu.” Adhitama membalas sambil melingkarkan tangan melewati punggung Risha, memberi isyarat kalau dia ingin memeluk istrinya itu. “Bagaimana Pembangunan kantor dan pabrik barumu? Bukankah seharusnya bulan depan pabrik sudah bisa mulai beroperasi?” tanya Adhitama
“Sudah sayang, kamu sudah cantik!”Ucapan Adhitama membuat Risha menoleh dan tersenyum. Adhitama berjalan mendekat pada Risha yang masih mematut diri di depan cermin, memeluk pinggang lalu mencium pundak istrinya itu.“Lily sudah siap?” tanya Risha sambil memandang Adhitama dari pantulan kaca di hadapannya.“Sudah, dia senang sekali mendengar kita mau mengajaknya pergi belanja,” balas Adhitama. “Ternyata semua wanita sama, suka sekali dengan hal berbau materi,” imbuhnya.Risha tertawa lebar, dia memutar tubuh lalu memandang Adhitama yang semakin hari semakin terlihat menawan di matanya.“Jadi selama ini Mas Tama pikir aku ini matre? Begitu?” goda Risha.“Hm .. bagaimana aku menjawab? Yang pasti aku bahagia bisa memberimu segalanya.” Adhitama meraih pinggang Risha. Menarik tubuh wanita itu hingga menempel padanya.“Aku hanya butuh Mas cintai dan jadikan satu-satunya wanita di dalam hidup Mas Tama,” ujar Risha. Senyum tipis dan tatapan matanya yang penuh cinta melenakan Adhitama hingga
Andre sedang duduk di meja kerjanya, memeriksa laporan yang harus diserahkan ke Adhitama saat atasannya itu baru saja datang.Andre langsung berdiri dan menyapa dengan sopan. “Selamat pagi, Pak.”"Pagi, ikut ke ruanganku, ada yang mau aku bicarakan," ucap Adhitama seraya melangkah masuk.Andre mengangguk, dia berdiri dari kursinya kemudian menyusul Adhitama. Meskipun terdengar serius, tapi raut Adhitama tidak tampak mengintimidasi."Aku mendengar dari pengacara kalau masalah dengan ayahmu itu belum ada titik temu, bagaimana perkembangannya?” tanya Adhitama.Andre menarik napas dalam sebelum menjawab. “Sebenarnya semalam saya bertemu dengannya, yang bisa saya baca dia mulai terlihat khawatir. Mungkin karena saya bilang bekerja di Mahesa dan memiliki dukungan penuh dari perusahaan.”Adhitama tersenyum tipis. “Baguslah kalau begitu. Orang seperti Papamu itu biasanya hanya menggertak. Kalau ada yang kamu butuhkan, jangan ragu untuk bicara, aku pasti akan membantu,” ucapnya.“Terima kasih,
Di tengah hujan gerimis yang mengguyur kota, Mahira duduk di kursi penumpang mobil Andre sambil membuka jendela, membiarkan angin segar bercampur bau aspal basah masuk ke dalam mobil.Di tengah perjalanan menuju kos, tiba-tiba Mahira berkata, “Apa bisa berhenti sebentar di minimarket depan? Aku mau beli beberapa makanan buat stok di kos.”Andre mengangguk tanpa banyak bicara, lalu memutar setir ke arah minimarket yang Mahira maksud. Mobil itu melambat dan berhenti di depan minimarket yang terlihat ramai. Mahira keluar lebih dulu, lalu menoleh ke Andre yang masih duduk di kursi kemudi.“Yuk, ikut," ajaknya. Andre sebenarnya malas keluar mobil, tapi entah kenapa dia mengiyakan saja ajakan Mahira."Kamu kalau mau beli sesuatu boleh. Aku traktir, kamu pilih apa aja yang kamu mau.” Senyum Mahira mengembang. Pikirnya, Andre sudah banyak membantu jadi tidak ada salahnya mengeluarkan beberapa puluh ribu untuk membelikan pemuda itu sesuatu.Andre menghela napas sambil menggeleng. "Nggak usah.
Mahira duduk di ruang kecil kantor My Lily, matanya terus melirik jam dinding. Risha belum juga datang, dan dia sudah tidak sabar untuk meminta izin pada ibunda Lily itu.Meski terdengar keterlaluan, tapi Mahira berniat mengajukan diri agar diizinkan melakukan live penjualan sepanjang hari.Mahira masih menunggu dengan cemas, hingga Risha muncul dengan senyum maanis.“Pagi,” sapa Risha ke semua stafnya. Wanita itu berjalan ke ruang kerjanya dan disusul oleh Mahira.“Bu Risha, permisi. Apa saya boleh bicara?”Ucapan Mahira membuat Risha menghentikan langkah lalu menoleh.“Bicara apa?” tanya Risha dengan kening berkerut halus.“Begini Bu Risha. Saya mau meminta izin, boleh tidak hari ini saya mengambil alih live dari pagi sampai petang? Maksimal delapan jam.”Risha mengangkat alis, kaget dengan permintaan itu. “Kenapa tiba-tiba kamu ingin live selama itu?”Mahira menarik napas panjang, matanya sedikit berkaca-kaca. “Saya butuh uang, Bu. Papa saya … papa saya ditangkap polisi.”Risha ter
Lain di mulut lain di hati. Meski terlihat tak peduli, nyatanya Andre tidak benar-benar bisa mengabaikan Mahira. Malam itu, meskipun memaksakan diri untuk tidur, pikiran Andre tetap berkelana, memikirkan Mahira dan apa yang mungkin sedang terjadi.Pagi harinya, Andre bangun dengan perasaan yang masih sama. Namun, dia tetap berusaha untuk tidak memperlihatkan perasaannya kepada siapapun, termasuk ibunya.Andre bangkit dari tempat tidur dengan mata berat. Ponselnya tergeletak di meja dengan layar hitam tanpa notifikasi baru. Dia memegangnya lagi, ragu sejenak sebelum mengetik pesan lain untuk Mahira.[Kalau kamu butuh bantuan, bilang aja.]Setelah mengirim pesan itu, Andre termenung, berharap balasannya kali ini datang.Namun, keheningan tetap mengisi ruang kamarnya. Andre mendesah berat, merasa bersalah tapi masih enggan mengakui."Apa aku harus ke sana langsung?" gumamnya. Pikiran tentang Mahira di kos seorang diri terus menghantui Andre.***Matahari baru saja muncul, memancarkan sin